Bab 2. Kisah Pendekar Banten

0
0
Deskripsi

Di teras rumah,diatas rusbang terhidang sepiring talas rebus.Disampingnya gelas-gelas berisi teh yang masih mengepul ikut menemani.Diselimuti malam dengan rembulan sabit,hidangan sederhana itu sudah cukup mengganjal perut.Nun jauh menerawang langit,disana bertaburan bintang-bintang yang menyebar seperti taburan kismis.Sesekali embikan kambing dikandang samping rumah menjadikan malam sedikit meriah.

Kang oleh mengambil sesuatu dari bawah rusbang,sebuah botol yang mirip botol kecap tapi bukan berisi kecap karena badan botolnya tertempel stiker dominasi kuning bergambar kakek berjenggot putih membelakangi seekor kijang kencana dan seorang anak kecil yang dikuncir bersama wanita yang mengapit kecapi.Tanpa merasa risih ia menuangkan cairan hitam kedalam gelas kosong.Memendar bau menyengat dari cairan hitam itu.Dengan santainya ia menenggak sekali.Mulutnya menyeringai seperti menahan rasa pahit.Buru-buru ia mengambil sebatang samsu yang tergeletak diatas rusbang,menyulutnya dengan hati-hati.Dato yang duduk diatas jojodog mengelus-elus rambutnya sambil menggeleng-gelengkan kepala.Begitupun aku,hanya saja aku bersikap normal seolah biasa saja.Berbeda dengan nono,matanya liar mencari-cari sesuatu.Tatapan matanya menerobos kearah pintu yang terbuka.Dugaanku ia sedang menantikan kehadiran sosok yang tadi siang membuat jakunnya turun naik tak karuan.

“Masih doyan minum ciu,kang?”Kataku memecah suasana.

Lelaki itu menoleh,lalu menyorongkan isi gelas yang tinggal sedikit.Aku menggeleng keras.

“Jama gelo!ulah sok mawa-mawa batur ai nginum atuh ,bah.Masih laleutik maranehna.”Sebuah suara wanita memberi peringatan agar tidak membawa orang lain apalagi yang belum cukup umur kalau sedang minum minuman memabukan dalam bahasa sunda,sesosok wanita dengan perut menggembung berdiam dipintu.Rupanya wanita itu sedang hamil.Ceu euntin,namanya,ia isteri dari kang oleh.Ia menghampiri kami dengan meninting teko besar yang masih mengepulkan uap panas.Pastinya itu berisi teh.

“Lamun ditawaran nginum ulah daek,nya dak?”,katanya kalau ditawarin minum arak oleh kang oleh jangan mau, pada aku,dato dan nono,masih dalam bahasa sunda yang kental”ieu mah jama gelo.”telunjuknya mengarah pada suaminya,gurauan wanita itu kalau suaminya adalah orang gila.

Kang oleh hanya tertawa kecil.Tak sedikitpun ia marah.Ia menghisap samsunya dengan nikmat.

“Ah,ambu.Abah juga tahu,ngomong-ngomong si kokom kemana?”

“Lagi goreng bakwan di dapur,nanti juga nongol kalau sudah matang.”Ia mengusap perutnya yang buncit.

Mendengar kata bakwan,Sejenis gorengan berisi sayuran kol,tauge dan irisan wortel yang dicampur adonan tepung terigu berbumbu lalu digoreng dengan minyak panas..Air liurku seperti hendak menetes.Ah,sepertinya nikmat sekali.

Kang oleh mengambil totopong beungkeut,serupa blankon khas sunda, yang tersampir ditangan rusbang.Memakainya ke kepalanya.

“Ini sudah malam,bu.Tidur sana,jaga kesehatan supaya kandunganmu sehat.”

Wanita itu mengangguk.Lalu ia masuk kedalam rumah.Sejurus kemudian,giliran anak sambung kang oleh,kokom,menghampiri kami membawa nampan yang berisi sepiring bakwan.

Nono yang sedari tadi menanti kehadiran gadis itu,kelihatan bersemangat.Ia bersikap sok alim.Diusapnya rambutnya dengan kedua tanganya dengan elegan.Nampaknya ia sangat berkharisma malam ini.Matanya berbinar-binar,senyumnya selalu terkembang.

“Ehem..ehem”Dato berdehem-dehem,matanya melirik kearahku.Aku paham,ternyata dato merasakan hal yang sama.Ada perubahan yang terjadi pada sahabat kami,nono.Si ceking rupanya sedang dalam masa-masa metaformosis dari seekor ulat hama duwet menjadi kepompong.

Gadis itu melirik malu-malu ketika melewati kami.Jalannya dibuat hati-hati.Wangi parfum melati semerbak bersamaan dengan kehadiran mojang priangan cantik nan rupawan ini.Bau tai kambing yang datang dari sebelah rumah yang berkelindan dengan bau ketek dato dan sengirnya arak ciu ,lamat-lamat hilang berganti.

“Punten,ya..Aa.”Ujar gadis itu sopan.Ketika ia melewati nono dan dato yang nglumprak berdampingan.

“Tidak apa-apa neng,mangga..”Jawab nono memberanikan diri mengambil kesempatan bicara.Ulat sudah mulai hampir seratus persen menjadi kepompong.

“Aduh,abah.Bau ih..”Gadis itu memencet hidungnya ketika ia mendekati kang oleh yang menyemburkan bau arak.

“Ini cuma bau obat neng.”Kata kang oleh mencoba berdalih terhadap anak sambungnya itu yang ia sudah anggap anak kandungnya sendiri.

“Tolong ambilkan teko kosong yang ada didekat kaki abah,biar neng bawa kedapur.”

Kang oleh meraba-raba didekat kakinya.Tangannya menemukan apa yang gadis itu minta.

“Oh,biar saya aja bah..sini bah.”Tiba-tiba nono memberanikan diri mengambil inisiatif,”biar neng kokom masuk saja.Aa yang bawa.”

Aha!ada anomali disini.Jika dalam dunia nyata,kepompong harus berhari-hari menjadi kupu-kupu.Dengan aura cinta,hanya butuh sepersekian menit,seekor ulat duwet bisa merubah diri menjadi kepompong dan langsung menjadi kupu-kupu yang menggoda.

“Iya,biar nono nanti yang bawa kedalam,neng tidur dulu,temani ambu.”Jawab kang oleh.

Gadis itu ngeloyor masuk kedalam rumah.Meninggalkan jejak harum melati.

Nono siap-siap membawa teko kedalam rumah.Tapi tiba-tiba tangan kanannya ditangkap oleh kang oleh.

“Kalau mau jadi mantu akang yang seureugeup,yah.Gini-gini akang juga bekas playboy.”Canda lelaki ber-totopong beungket itu.

Aku dan dato yang sedari tadi menyimak.Tertawa terpingkal-pingkal sekaligus takjub dengan kemampuan aneh kang oleh.Rupanya lelaki itu bisa dengan mudah menebak apa yang dirasakan sahabat kami itu.Gelagapan bocah kurus kering tapi sebenarnya tampan itu.

Suara tonggeret terdengar dari atas pohon randu dipekarangan depan rumah.Embikan kambing riuh terdengar mungkin karena ada mahluk gaib yang lewat.Gemeretak suara kaki-kaki kambing yang menjenjak kandang yang terbuat dari bambu.

Kang oleh berjalan menjauhi kami menuju carry kuning yang terparkir di dekat kandang kambing.Ia

menendang ban depannya.Mungkin memastikan kondisi ban itu dalam kondisi baik.

“Itu angkot siapa sih,kang?”Tanya dato.

“Milik haji romli,juragan ikan dari kampung sebelah”Jawab kang oleh sambil tangannya membersihkan debu yang menempel dikaca samping carry itu,”tadi siang akang habisa belanja barang-barang cari tumpangan.Eh lewat angkot ini.”

“ Lho,kok?”Sela nono ikut nimbrung.

“Sopirnya kawan akang,si udin,teman nongkrong dulu.Dia yang minta sendiri,suruh akang yang bawa kerumah ”

“Oh,begitu ya.Kirain akang jadi begal dadakan.”Kataku sekenanya.

“Sembarangan kau kalau ngomong ,item..item ”Jawab kang oleh pura-pura marah dengan mengatai-ngataiku hitam.

Dato dan nono cekikikan mendengar bully-an kang oleh padaku.

“Apanya yang lucu!.”Gertakku pada mereka.Bukannya diam,malah tawa mereka semakin keras.

“Berisik!”Seru kang oleh semerta-merta.Hal itu membuat keriuhan yang tadi sempat mengisi suasana menjadi hening kembali.

“Akang belum cerita,kenapa akang tiba-tiba pulang tanpa kami ketahui.”Kata nono membelokkan topik obrolan.

“Kemaren akang memang pulang sengaja diam-diam.Dari bogor akang ambil jurusan bis yang sore supaya sampai disini malam.”

“Jadi dari ketanggungan akang naik ojek kesini malam-malam?.”Tanya dato,pertanyaan yang sebenarnya ingin aku ungkapkan tapi keduluan bocah itu.

Kang oleh mengangguk.Ia melangkah mendekati dato,menyuruhnya pindah dari jojodog,sebutan bahasa sunda lokal untuk bangku kecil yang terbuat dari papan kayu.Lelaki itu duduk membelakangi kami.Ia menghela nafas dalam-dalam.

“Terus bagaimana ceritanya dengan ceu euntin dan si kokom,kang.”Kataku menghentikan helaannya yang kian dalam.

“Itu dia,akang pulang malam-malam biar tidak disangka melarikan bini orang.”Candanya kemudian.

Jawabannya sangat menggelikan.Aku,dato dan nono serempak cekikikan.Begitupun lelaki sangar itupun akhirnya tertawa tergelak.

Aku melihat ia sangat puas tertawa.Beberapa tahun kebelakang,kami mengenal kang oleh sebagai sosok lelaki yang semaunya sendiri.Tapi ia sejatinya seorang pekerja keras.Siang hari ia kerja sebagai sopir di toko bangunan di dekat pasar ketanggunan.Malamnya ia menghabiskan dengan nongkrong,main gitar dan kadang-kadang sambil mabuk ciu.Sikapnya yang supel dan apa adanya membuat aku,dato dan nono yang bukan seumurannya bisa ikut nimbrung.Saking senangnya ia menghabiskan hari-harinya dengan santai,sampai-sampai ia lupa kawan-kawan seumurannya satu persatu meninggalkannya karena berumahtangga.Apalagi kebiasaan minumnya yang kuat menjadikan pikirannya benar-benar jauh untuk mengikuti jejak kawan-kawannya.Tak heran,kami mengenal dia seorang bujak lapuk.

Sebetulnya namanya bukan oleh,tapi sumargono.Nama itu ia pilih hanya sebagai lelucon hidup.Awalnya ia mengganti namanya dengan sholeh,alasannya sangat sarkastik.Menurutnya,lumrah jika nama-nama seperti margono,tardi,karyono,jono,rusdi atau tasloni menjadi pemabuk.Tentu akan lain jika seorang pemabuk namanya sholeh,begitu kira-kira pendapatnya.Tapi karena ia menghormati orang-orang yang pergi ke surau dekat rumahnya.Nama sholeh itu ia modifikasi lagi,ia hilangkan huruf ‘sh’,menjadi tinggal oleh.Ia sedikit puas atas perubahan nama itu.Dan mulai orang-orang kampung mengenalnya dengan nama aneh itu.

“Bagaimana?bisa mulai cerita sekarang,kang?”Aku mendesaknya agar mulai membuka kisah petualangan hidupnya di rantau orang.

“Cerita apa,hah?”Kang Oleh malah balik tanya.

“Tentang itu tadi,bagaimana bisa bertemu dengan ceu euntin.”

Ia menghela nafas dalam-dalam.Pandanganya diarahkan keatas.Dan cerita pun bermula.

Beberapa tahun yang lalu,tepatnya di sekitaran pasar merdeka bogor.Saat itu aku sedang mengerjakan renovasi toko.Aku mengenal seorang juru parkir,namanya,maimun.Ia putera banten tulen.Moyangnya keturunan pelarian prajurit Sultan Ageng Tirtayasa ketika digempur VOC.Mungkin karena itu,badannya tegap,nada bicaranya tegas.Nyalinya besar,pantang surut kalau sudah maju.Semua orang disudut pasar sangat segan padanya.

Setiap hari,maimun selalu menjaga deretan toko yang ada disekitaran pasar,termasuk ruko yang sedang aku renovasi.Awalnya aku sangat segan dan tak berani bicara macam-macam.Namun,ternyata dibalik pembawaannya yang kelihatan sangar.Ia menyimpan misteri,setiap waktu sholat,ia pasti hilang.Sesekali,aku melihatnya tafakur dibelakang ruko,rupanya ia seorang yang taat beribadah.

Pernah aku tanya padanya tentang kebiasaan yang menurutku nyleneh itu.Karena dalam pikiranku orang seperti dia boro-boro ingat shalat,senyum pun kadang terlihat menakutkan.

“Hidup itu sekali,mau jadi apakah kau,tak masalah..bahkan aku tak apa-apa dikatai preman,yang penting aku shalat.”Begitu jawabnya,sangat simple,padat dan jelas.

Sejak itu aku makin kagum padanya.Apalagi ucapannya bukan omong kosong belaka.Ia selalu mengajakku kearah kebaikan.Sangat kontras sekali dengan dunianya yang dipandang sebelah mata oleh orang-orang.Tiada gading yang tak retak,kang maimun,aku biasa memanggilnya,sesekali mengajakku ke warung jamu kalau sore habis isya,disana biasanya ia memesan anggur kolesom.

“Untuk jamu.”Bilangnya selalu begitu.

Mungkin karena seringnya aku mengikuti kebiasannya,minuman yang identik disebut “jenggot” itu menjadi salah satu kesukaanku.

Hari berganti hari,persahabataan kami semakin erat.Bahkan ia menganggapku sebagai adik angkatnya.Memang selisih usia kami terpaut lima tahun.Sampai-sampai ketika proyek renovasi selesai.Aku ditahannya agar tidak pulang kampung,ia carikan aku pekerjaan.Karena aku punya keahlian menyetir,ia carikan aku kerjaan sebagai supir angkot.Disamping untuk tempat tinggal sementara,ia mempersilahkan aku untuk menempati kamar dibelakang rumahnya yang bekas gudang untuk ditempati.Aku tinggal dirumahnya bersama keluarganya,yakni ceu euntin dan anak semata wayangnya.Dan isterinya itu sama tabiatnya dengan suaminya,mau menerima orang susah sepertiku.

Berbulan-bulan aku tinggal bersama mereka.Hubungan persahabatan benar-benar seperti hubungan kekerabatan yang erat.Jika aku punya rejeki lebih,tak sungkan aku ikut membiayai kebutuhan keluarga kecil tersebut.Seperti halnya kang maimun,ceu euntin pun menganggapku sebagai adiknya.Aku pun turut menganggap anak mereka,kokom kecil,sebagai keponakanku.Apa yang ia mau aku turutin,sampai-sampai ia lebih sayang aku daripada bapaknya sendiri.Kang maimun memang mendidik anak perempuannya dengan sangat ketat.Ia tak mau anak semata wayangnya menjadi perempuan cengeng.Saat itu aku benar-benar menikmati kehangatan sebuah keluarga.

Sampai suatu waktu,terjadi peristiwa yang mengawali sebuah tragedi.Ketika kang maimun sedang menjalankan tugasnya sebagai juru parkir.Ada pria berseragang loreng yang meminta sejumlah uang kepada salah satu toko yang biasa ia jaga.Ia mengaku seorang tentara.Karena pemilik toko tidak terima terjadilah keributan.Karena merasa terpanggil,kang maimun ikut melarai keributan kecil itu.Nahas,oknum itu rupanya tipikal temperamental.Ia menantang kang maimun untuk berkelahi.Tentulah tantangan itu memantik jiwa ksatrianya sebagai orang banten tulen.Baginya,musuh tak perlu cari tapi jika sudah ada didepan jangan lari.Akhirnya duel satu lawan satu pun terjadi.Kang maimun memiting oknum itu dengan keras sampai hampir kehabisan nafas.Karena ia tak mau ambil resiko ia membanting sang oknum sampai hampir pingsan.Rupanya,melihat pertarungan preman vs oknum tentara itu membuat sang pemilik toko ketakutan dan memanggil polisi.Polisi pun datang ketika oknum tentara itu sudah babak belur dan tergeletak semaput diteras toko.

Karena kasus itu melibatkan sipil dan tentara.Polisi itupun menghubungi provos alias polisi militer yang memang berhak menanganinya.Usut punya usut,awalnya kang maimun yang disangkakan sebagai tersangka penganiayaan,malah berbalik.Oknum tentara yang menjadi korban hajaran sang pendekar banten itu rupanya tentara gadungan.Selamatlah kang maimun dari segala tuntutan.

Kang oleh terdiam,ia meminta segelas teh kepada nono.Kami berharap-harap cemas akhir seperti apa ceritanya.Ia tetap terdiam walaupun tenggorokannya basah oleh air teh yang ia minum.Yang tidak kami sangka,ia malah mengusap mukanya dengan kedua tangannya seolah-oleh ada hal yang begitu berat untuk diceritakan.

“Aku ingat hari itu hari jumat.”Katanya kemudian sambil menghela nafas dalam sekali.Tangannya sambil terkepal seperti menahan amarah.Ia lalu melanjutkan kisah yang masih terpenggal.

Sehabis narik angkot aku membeli nasi padang untukku dan kang maimun.Ketika aku sampai ditempat ia beristirahat.Aku berpapasan dengan seorang wanita cantik lagi perlente.Ia menuju sebuah mobil jeep abu-abu.Karena saat itu keadaan memang ramai,kupikir itu hanya pengunjung biasa.

Ketika aku datang,kulihat kang maimun sedang duduk sambil merokok.Rupanya ia hendak makan siang.

“Lho,kang.Sudah beli nasi bungkus?”Kataku.

“Tidak.Dapat dikasih tadi sama seorang wanita cantik,katanya sih nasi jumat berkah.”

Saat itu aku manggut-manggut.Ternyata wanita yang berpapasan denganku barusan sedang membagi-bagikan nasi bungkus.

“Aku belikan kau nasi padang,kang.”Kataku menawarkan padanya.

“Kasih saja sama si euntin pasti dia suka.”Katanya.

Kang maimun membuka nasi bungkus itu.Ia meminum air mineral gelas barang seteguk.Karena akupun sudah lapar aku pun makan.Akhirnya kamipun makan bersama.

Tapi tiba-tiba ketika aku sedang lahap makan.Aku dikejutkan dengan kejadian yang tak aku sangka.Kang maimun tiba-tiba terjungkal kebelakang sambil memegang lehernya.Tubuhnya kejang-kejang.Dari mulutnya seperti keluar busa.Nafasnya tercekik.

Aku yang saat itu panik,melolong meminta bantuan.Aku berteriak sekencang-kencangnya agar orang-orang membantuku menolong kang maimun.

Mendengar cerita kang oleh, aku,dato dan nono tercekat.Kami tak benar-benar tak menyangka akan seperti itu jalan ceritanya.Dato menutup mulutnya karena benar-benar kaget.Sedangkan nono ia menutup mukanya sambil mengucap takbir.Saat itu ada hening melanda kami.

Kulihat kang oleh mengucek-ucek matanya.Dari sudut matanya kulihat ada embun yang membesar.Matanya merah membara.Pengaruh arak ciu dan kondisi emosinya saat itu sudah cukup membuat perubahan mukanya membara.Ia mengepal tangan dan meninju tanah.

“Bangsat!!benar-benar biadab.”Ia mengumpat.Ia menumpahkan emosinya.

Tak ada satupun dari kami pun tak berani menyela.Kami membiarkan ia meluapkan semuanya.

“Kalian tahu,apa yang paling menyayat hati pada saat itu.”Katanya kemudian.

Kami bertiga menggeleng.

“Dalam pangkuanku,kang maimun menghembuskan nafas terakhirnya,padahal beberapa menit yang lalu kami masih ngobrol.Kuingat dalam sekaratnya wasiatnya cuma empat kata,jaga isteri dan anakku,begitu katanya.”

“Kang oleh lapor polisi.”Tanyaku dengan nada pelan takut merusak luapan emosi yang sedang terjadi.

“Untungnya aku masih ingat tampang wanita iblis itu dan jeep yang ia tumpangi,makanya langsung kulaporkan ke polisi.Dan benar saja,jarak tiga hari pelakunya tertangkap.Ternyata pelakunya bukan hanya wanita iblis itu tapi ada empat laki-laki,kelimanya merupakan satu komplotan dengan bajingan tentara gadungan itu.”Lelaki itu tertunduk,nafasnya tersengal-sengal.Baru kulihat kang oleh bersikap seperti itu.

Malam kian merambat.Menutupi perkampungan kecil yang diisi sebagian besar orang-orang sunda.Dari atas angkasa rembulan sabit menjadi saksi bisu,ada kesedihan yang begitu mendalam dari sebuah rumah sederhana ini.Embikan kambing tak lagi terdengar seolah para binatang itupun ikut terhanyut dengan suasana malam yang sendu.


 


 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Bab 3. Aku Ingin Sekolah Lagi,Mak!
0
0
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan