Heart Flight ✈ Chapter 42

1
0
Deskripsi

"..Selama kamu sama saya, kamu cuma anggap saya mesin uang? Sebatas itu?"

"...Menurut Anda apa ada hal lain yang saya butuhkan?"

"..Selama kamu sama saya, kamu cuma anggap saya mesin uang? Sebatas itu?"

Jihan menahan napas sejenak, ia sama sekali tidak tahu tentang perasaannya. Ia tidak punya jawaban yang terbaik karena dia memang tidak bisa menjawab pertanyaan Wildan, tapi bukankah dia sedang mabuk? Apapun jawaban Jihan Wildan tidak akan mengingatnya.

"...Menurut Anda apa ada hal lain yang saya butuhkan?"

Jawaban Jihan membuat Wildan mengeraskan rahangnya. Alih-alih marah, pria itu justru tersenyum. Senyuman sinis yang menertawai kebodohannya. Mengapa ia tak bisa membaca sejak awal? Selama ini Jihan hanya memanfaatkannya. Hanya Wildan yang terlalu berharap dan terlalu positif thinking.

"..Kalau gada yang mau di omongin lagi, saya permisi.."

Wildan tak tampak punya ancang-ancang untuk mencegahnya. Lelaki itu berdiam mematung membelakangi Jihan. Namun yang Jihan tidak sadari adalah Wildan menggepalkan tangannya sekuat mungkin.

"..Selama ini saya pikir kamu gadis baik-baik yang terjepit keadaan sampai mau ditiduri sama laki-laki yang baru kamu kenal, cuma biar bisa lolos pramugari. Tapi saya salah, kamu ga sepolos itu.."

Langkah Jihan terhenti ketika lelaki di belakang sana bersuara. Jihan tidak menjawab apapun, lalu melanjutkan keluar melewati pintu yang sudah di bukanya. Tenang, Ji.. dia mabuk.

✈✈✈

Dan sekeluarnya Jihan, Wildan menghempaskan semua minuman yang ada di mejanya. Berteriak histeris, bahkan memukul tangannya sendiri ke dinding. Laki-laki itu sudah tak dapat merasakan sakit meski tangannya memar dan terluka karena ulahnya. Ia tak pernah sehancur ini.

Gabi yang sudah menunggu di luar, mengawasi dari sejak Jihan datang, kini masuk dan mendekati Wildan. Ia mencoba memeluk Wildan. Jika kemarin Wildan mencampakkannya, maka dia akan membuat Wildan berterima kasih dan bergantung dengan merangkulnya ketika rapuh.

Jihan tidak tahu harus kemana. Ia belum siap bertemu Hanif, dan selain Hanif dia tidak punya siapa-siapa lagi. Jihan butuh waktu sendiri.

✈✈✈
 

Hanif menghentikan motornya di depan rumah Jihan. Mungkin saja gadis itu disana walaupun ia tahu Wildan sudah membelinya.

Tapi ketika Hanif mencoba membuka pintu, ia tidak bisa membukanya. Hanif mendesah ketika ia melihat ke dalam jendela, ia masih berfikir bahwa mungkin Jihan sudah di dalam dan menguncinya dengan kunci cadangan yang mungkin memang Jihan punya.

Hanif berkacak pinggang dengan kepala mendongak. Satu tangannya tergepal di atas dahinya. Seriously, kemana Hanif harus mencari. Gadis itu sudah tidak punya keluarga, satu-satunya orang yang sudah di anggap keluarga oleh Jihan adalah dia sendiri, dan sekarang Hanif malah menyakitinya. Gadis itu juga bahkan tidak punya tempat tinggal!

Hanif berpikir keras. Ia tertegun karena teringat akan sesuatu.

✈✈✈
 

Hanif turun dari motornya, dengan menggunakan flashlight dari ponselnya, Hanif melangkah dengan hati-hati. Tidak butuh waktu lama. Hanif menemukan apa yang di carinya.

"Han!"

Gadis yang sejak tadi menangis di depan makam ibunya beranjak. Ia mengusap asal air matanya dan berniat pergi. Tapi laki-laki yang menghampirinya dengan cepat menarik tanngannya.

"Jihan, please. Jangan pergi. Gua minta maaf kalo lo ga nyaman karena pernyataan gua tadi. Tapi gua ga maksa kok, kalo lo ga mau terima gapapa. Buat gue yang penting lo bahagia,"

Ucapan Hanif sama sekali tidak menenangkannya. Mata Jihan semakin terasa perih. Dengan Hanif mengatakan bahwa dia tidak memaksa perasaan Jihan itu membuat Jihan merasa semakin bersalah. Ia sudah banyak merepotkan Hanif.

✈✈✈
 

Gabi memindahkan pancake buatannya dari frypan ke piring. Gadis blaster-an itu lalu menuangkan sirup maple ke atasnya, memberikan sedikit hiasan, lalu membawanya ke ruang tengah.

"Jangan minum terus, Wil. Nih, makan"

"Thank's" jawab Wildan singkat. Gabi berinisiatif memasakkan makanan untuk Wildan. Sebelumnya dia hanya mengantarkan makanan saja, tapi kali ini dia minta izin pada Wildan untuk menggunakan dapur apartemennya dan laki-laki itu hanya bergumam tidak jelas.

Sudah beberapa hari Gabi melihat Wildan tidak keluar dari apartemennya, jadi Gabi khawatir dan memutuskan mengantar makanan sekaligus memeriksa kondisi Wildan sebelumnya. Awalnya Gabi terkejut karena meja di ruang tengah Wildan penuh dengan alkohol dan kondisi apartemennya sangat memprihatinkan.

Gabi bahkan tidak pernah menemukan Wildan dalam keadaan sadar, setiap kali Gabi berkunjung pria itu selalu dalam keadaan mabuk, kadang-kadang marah dan kadang-kadang menangis.

Gabi memotong pancake hasil masakannya dengan ukuran kecil. Berniat menyuapi Wildan.

"Wil,"

Wildan menoleh, matanya yang memerah dan mengeluarkan urat-urat kelelahan mulai menjadi pemandangan yang biasa untuk Gabi, walaupun membuat gadis itu semakin cemas.

Wildan meneguk alkoholnya.

"Wil! Kamu mau sampe kapan sih minum terus?" ujar Gabi sambil mencoba merebut gelas di tangan Wildan. Bukannya berhenti, pria itu meneguk langsung dari botolnya.

"Wil! Stop it!" kali ini Gabi berusaha merebut botol yang hendak di tenggak Wildan. Suara dering ponsel berbunyi, Gabi menoleh. Tanpa sadar melengahkan pegangannya pada botol alkohol yang ingin direbutnya dari tangan Wildan.

✈✈✈
 

John pasti akan jatuh kalau saja tidak cepat reflek saat melihat botol di depannya. Untung sensor diotaknya masih punya kemistri yang bagus dengan kakinya. Kedua mata John menyusuri setiap inci lantai apartemen Wildan yang lebih terlihat seperti diskotik yang habis dipakai untuk pesta minuman keras. Tadi dia menelfon nomor Wildan dan yang menjawab justru suara seorang perempuan. Meski tidak pernah berkomunikasi dengan Jihan, tapi John yakin itu bukan suara Jihan, di lihat dari gelagat gadis itu yang agak tsundere, Jihan pasti bukan tipikal orang yang lancang dan tidak mau sembarangan memegang-megang barang orang.

Kadang-kadang John juga tidak yakin gadis itu sudah pernah beberapa kali ditiduri oleh Wildan hanya dengan melihat karakternya. Jihan sangat terlihat seperti perempuan yang antisipatif terhadap semua laki-laki.

"What the--" John datang untuk memeriksa apa yang sedang terjadi pada Wildan setelah perempuan yang menjawab telfonnya tadi mengatakan bahwa Wildan sudah beberapa hari minum terus dan tidak mau makan.

"Udah tiga hari tuh kayak gitu!"

John menoleh ke asal suara dan melihat seorang gadis berwajah sedikit asia dan sedikit eropa sedang bersedekap di perbatasan dapur dan ruang tengah.

"Lo ajak ngobrol dong, bilangin jangan minum terus!" Gabi melanjutkan kegiatannya yang sebelumnya memungut botol-botol alkohol yang sudah kosong dan meletakkan di plastik hitam khusus untuk limbah botol kaca.

John menghampiri Wildan yang berbaring di sofa dengan satu lengan bertumpu di atas dahinya. "Wil! Sadar, Wil!"

Wildan berdecak sambil menggerakkan lengannya yang dipegang oleh John. "Apa sih!!?"

"Wil! Lo kenapa jadi kayak gini sih? Sadar, Wil! Lo masih pilot! Ga boleh minum berlebihan kaya gini, ntar lisensi lo di cabut!"

"Pilot, pilot! Persetan! Gara-gara gua jadi pilot gua ga bisa dapetin cewe yang tulus mau sama gue!" Wildan tiba-tiba mendudukkan diri. "Lo pikir gua bahagia jadi pilot yang dimana-mana dikelilingin cewek?? Gua sengsara, John! Gua sengsara! Lo sama Tariq enak, punya pacar! Gue? Cewe-cewe deketin gua cuma karna FOMO! Penasaran doang gimana kalo punya pacar populer! Capek gua! Harus pura-pura baik biar cewe-cewe yang deketin gue ga merasa tersakiti! Lo ga ngerasain jadi gua, John!" Wildan meraih salah satu bir dengan kasar dan meneguk langsung dari botolnya.

John melihat ke arah pintu. Gabi belum kembali, gadis itu tadi keluar mungkin mau mengambil plastik lagi karena masih banyak botol-botol alkohol bekas minum Wildan yang berantakan di apartemennya ini.

John mendekatkan posisi duduknya agar bisa menenangkan Wildan. "Gua ngerti perasaan lo, Wil! Tapi lo harus tetap bisa kontrol diri lo," ucap John sambil mengusap pundak Wildan. "Lo jujur sama gue. Lo cinta kan sama Jihan?"

Wildan beranjak ke dapur.

"Lo gausah gengsi gitu. Keliatan kok, Wil!" tutur John, ia mengikuti langkah Wildan. Wildan menatap temannya itu dari atas gelas berisi air dingin yang di seruputnya.

Mata Wildan masih memerah mungkin karena terlalu banyak tidur atau mungkin sebaliknya. John duduk di sebuah bangku tinggi yang terletak di depan meja dapur.

"Dari awal lo ngeliat dia lo udah suka sebenarnya, tapi mungkin lo ga sadar. Soalnya selama gue temenan sama lo, gua ga pernah ngeliat lo antusias banget ngejar-ngejar cewe kaya waktu lo ngejar-ngejar Jihan. Gatau sih kalau mungkin karna lo selama ini gampang banget ngedeketin cewe. Tapi setiap kali ngeliat muka lo kalo habis ketemu Jihan, lo jadi keliatan kaya lebih bener aja gitu menurut gue."

"..."

John tersenyum mengingat sesuatu. "Lo tau ga? Cabin crew di maskapai kita sering banget nyeritain lo kalo lagi ngejar-ngejar Jihan, katanya lo kaya anak ayam yang ga bisa lepas dari induknya"

Wildan tidak tahu mau menatap kemana, dia merasa sedikit malu. Apakah selama ia dan Jihan masih di maskapai, tampak sejelas itu mengejar-ngejar Jihan?

"Kalau gua pikir-pikir wajar sih, si Jihan cringey sama lo,"

Wildan langsung melirik John dengan pandangan tidak terima. Seumur-umur tidak ada perempuan yang merasa cringey didekati oleh Wildan.

"Tapi menurut gua lo masih punya kesempatan kok buat ngejelasin perasaan lo ke Jihan"

Wildan meletakkan gelasnya. "Udah gada"

John mengernyit.

"Dia cintanya sama cowo lain," lanjut Wildan. "Namanya Hanif."

"Lo kenal?"

"Engga sih. Tapi kayanya mereka emang udah lama deket."

"Maksud lo Jihan naksir sama temen cowonya?"

"Bukan Jihan doang, mereka sama-sama cinta" Wildan merasa sesak saat mengucapkannya.

"Yah lo tinggal bilang Jihan udah tidur sama lo,"

"Ga ngaruh. Dia udah tau"

"Terus?"

Wildan melihat John sesaat. "Dia terima Jihan apa adanya"

"Yang bener..?" John tidak menyangka kalau masih ada laki-laki yang beneran 'terima apa adanya' di dunia ini. Bagi mayoritas orang 'terima apa adanya' itu hanya perkara harta dan keburukan fisik. "Terus cewe yang tadi?" John teringat pada Gabi.

"Ohh.. Panjang ceritanya. Intinya dia mau hubungan lebih,"

John mengangguk, ia tahu perasaan tidak bisa dipaksakan, walaupun Gabi lebih cantik dari Jihan, tapi tidak ada artinya kalau Wildan sudah nyaman dan cinta pada Jihan.

 

 

 

Bersambung.


 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Heart Flight ✈ Chapter 43
0
0
Selamat ya, Mas. Istrinya sedang hamil,Hah? K..kalau saya boleh tahu, udah berapa lama ya, mbak? Kurang lebih satu bulan, mas
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan