
Mischa membuka pintu rumah itu. Alvito telah memberikan kunci duplikatnya pada Mischa. Akhirnya Mischa menuruti keinginan Alvito, meminta izin pada mama berpura-pura menginap di rumah Olive. Olive juga kerap menginap di rumah Mischa, keluarga mereka telah saling mengenal. Makanya mama percaya dan tidak bertanya apapun saat Mischa pergi. Padahal Mischa begitu gugup, biasanya Mischa tidak pernah berahasia dengan ibunya. Mereka hanya berdua dan amat dekat, hanya saja hubungan dengan Alvito terpaksa membuatnya terus berbohong dari mama dan papanya.
Dia berharap nanti Alvito segera menjelaskan soal hubungan mereka, agar Mischa tidak didera dilema. Namun, lagi-lagi Mischa memikirkan reaksi dari mama dan Papa Bastian, saat hubungan mereka terungkap. Apalagi mereka telah melakukan hubungan terlarang. Mischa menggelengkan kepala, berusaha untuk tidak memikirkan hal itu seperti yang dikatakan oleh Alvito. Malam ini dia hanya berduaan dengan abangnya, entah apa yang akan terjadi.
Mischa memutari rumah itu, ada taman mungil di samping dengan kolam kecil bergaya minimalis. Lampu taman menerangi malam yang mulai menggelap. Terlihat bayang dedaunan, diam tak bergerak. Tidak ada angin yang bertiup. Terasa tenang dan nyaman.
"Sayang." Dia mendengar suara Alvito.
Mischa menoleh. Alvito menghampirinya. Rambutnya basah, dan ... abangnya itu memang sangat rupawan, membuat Mischa seketika berdebar. Alvito merangkul Mischa dari belakang. Berpelukan erat. Sejak kapan perasaannya berubah, dia jadi terbelenggu oleh perasaan Alvito.
"Wangi, abang suka wangi Mischa," bisik Alvito lembut.
"Mmhh ... Mischa juga suka wangi abang." Mischa memejamkan mata, mencoba fokus pada kehangatan Alvito yang pelan merambati tubuhnya.
Alvito merapatkan pelukannya. "Liatin apa?"
"Taman ini bagus," jawab Mischa.
Alvito terkekeh. "Dibanding yang di rumah papa jauh sekali."
Tapi, Alvito luar biasa, dia sudah memiliki sebuah rumah hasil kerja kerasnya sendiri. Harganya pastilah cukup lumayan. "Ini juga sudah hebat."
"Abang mau membuat Mischa bangga."
"Mischa selalu bangga sama abang," lirih Mischa.
"Benarkah?"
Alvito mencium leher Mischa, sudah tak sabar membuatnya mengerang. Namun, Mischa terlampau memesona hingga Alvito merasa tak mampu menyakitinya. Di pelukannya, tubuh Mischa yang terpahat sempurna menempel.
Malam ini sampai besok, aku akan menyiksamu dengan kenikmatan sayang, bisik Alvito dalam hatinya. Membuatmu melakukan apapun.
Hati Alvito menciut, dia tiba-tiba terkesiap, diam-diam mulai gelisah. Kenapa reaksi tubuhnya aneh? Seolah dia merasa sangat nyaman dan selalu ingin berdekatan dengan Mischa. Seharusnya tidak seperti ini.
Alvito bertahan untuk tidak jatuh cinta pada perempuan di pelukannya ini, namun, sangat mudah bagi Mischa membuat kaum lelaki tergila-gila padanya. Apalagi setelah Alvito bersamanya, sekalipun Alvito tidak memiliki perbandingan lain, secara naluri dia sadar kenikmatan dengan Mischa tak akan didapatkan dari perempuan lain. Sekarang, dia menginginkannya terus dan terus.
Dia ingin membius Mischa, namun, tampaknya dia tak mampu mengendalikan pikirannya sendiri
Kepalanya pening. Mischa membalikkan tubuhnya, melingkarkan kedua tangan di leher Alvito.
"Cium Mischa abang," bisiknya.
Alvito menciumnya cepat. Mischa berjinjit. Alvito menelusupkan lidahnya, bertemu dengan lidah Mischa. Ah berani sekali dia.
Tunggu? Kenapa Mischa yang memerintah dia?
Mischa tertawa.
"Apa rasanya ciuman?" tanya Alvito. Pertanyaan itu juga aneh.
"Bang Alv yang suka mencium, kenapa Mischa yang ditanyain?"
Alvito mengangkat tubuh Mischa. Menggendongnya.
"Berat," kata Mischa.
"Nggak. Ringan seperti bulu." Itulah yang dia rasakan.
Mischa tertawa lagi, senyumnya indah. Bibirnya merekah, matanya berbinar. Alvito terkesiap. Kemarin saja saat Mischa menolak dia dan Alvito memaksanya, Alvito begitu sulit menahan diri. Apalagi saat ini? Mischa telah siap. Siap menyerahkan diri dan bahkan membalas sentuhan Alvito.
Alvito membawa Mischa ke kamar. Sudah dia siapkan, pengharum ruangannya juga beraroma sensual. Seprainya bewarna lembut dan polos, namun, berciri khas Alvito. Kehadiran Mischa membuat aura kamar itu seketika sempurna. Seolah saling melengkapi. Apa dia telah salah?
Mischa merangkul lehernya lagi, mereka bertatapan, tenggelam dalam pikiran masing-masing.
"Uh nggak sabar," rengek Mischa.
Alvito terperangah. Kenapa dia seolah membeku? Dia merasakan tubuhnya mulai gemetar sekarang setelah tersadar. Alvito menghempaskan tubuhnya di atas tempat tidur. Membuat Mischa menindih di atasnya.
"Aw!" Pekikan manja khas Mischa.
Alvito tak mampu bertahan lagi, saat ini Mischa menyerahkan diri hanya padanya. Membalas setiap perlakuan Alvito atas tubuhnya. Hubungan yang terlarang dan berdosa, lagi-lagi dia lakukan dengan alasan membalas dendam. Membuat Mischa hancur, tetapi kenapa dia begitu menikmatinya? Alvito tak bisa membayangkan bagaimana nanti dia akan berpisah dengan Mischa. Kehilangan semua kelembutan, kemanjaan juga cintanya.
Tubuh Mischa mungil, tenggelam seolah pasrah di pelukannya, dengan lembut Alvito menjelajah seluruh bagian bahkan hingga yang tersembunyi. Pelan namun pasti, Alvito tak mampu menguasai diri, dia bahkan tak sadar dengan apa yang dia lakukan. Suara Mischa yang terengah nyaris tak terdengar, namun, membuatnya semakin mempercepat kendali dirinya atas tubuh Mischa. Malam yang dingin terasa panas dan membara.
Alvito lagi-lagi mengajarkan pengalaman baru, pengalaman yang seharusnya belum boleh terjadi.
"B-bang Alv." Mischa memanggil namanya, terasa menyenangkan.
Siapa sangka wanita dengan figur halus seperti Mischa mampu mencengkeram kuat tubuhnya saat mereka bersama. Mischa menjerit keras, Alvito dengan cepat membungkamnya dengan ciuman.
Alvito merasakan tangan Mischa memeluknya. Desah nafas mereka kembali bersahutan, namun memelan dalam keheningan.
"Sayang," bisik Alvito.
"Mmhhh ...." Mischa menjawab dengan gumaman.
"Mischa suka?" Sekarang dia cemas kalau buaiannya pada Mischa membuat perempuan itu kecewa.
"Mmhh-mm ... suka." Mischa menjawab, senyum indah muncul di wajahnya. Senyum bahagia. Matanya berbinar. Kulitnya terasa lembab dan hangat menyentuh kulit Alvito.
"Jangan menolak abang lagi. Mischa mau, kan?" Alvito mengutuk dirinya sendiri.
Mischa mengangguk lemah. Sepenuhnya mengiyakan pertanyaan Alvito.
"A-abang suka?" Mischa bertanya, di pipinya muncul semburat merah.
"Menurut Mischa?" Alvito kaget mendengar pertanyaan itu.
"Nggak tau." Mischa menutup wajahnya malu. "Abang ...."
"Mischa sangat liar." Alvito menyeringai. Menggoda Mischa, dia sangat menyukai Mischa membalasnya. Rasanya berkali lipat lebih menyenangkan.
Mischa terlihat kesal dengan ucapan Alvito.
"Tapi jangan khawatir abang lebih liar lagi dari Mischa." Dia terkekeh. Memainkan puncak hidung mancung Mischa dengan tangannya. Cantik sekali, desah Alvito.
"Abang yang bikin Mischa kayak gini. Abang rayu-rayu Mischa terus." Mischa mencibir, dia merajuk.
Alvito membenamkan wajahnya di pelukan Mischa. Mencari kehangatan dan kenyamanan. Menyenangkan. Rasanya ingin bersama Mischa selamanya, hanya saja tampaknya Alvito tidak bisa melakukan itu.
"Uh, Bang Alv." Mischa tersipu lagi.
Alvito tiba-tiba merasa frustasi. Kenapa? Kenapa tubuh Mischa membuainya? Suara Mischa menghanyutkannya. Alvito mengerang.
"Mmhh ... Mischa lelah," bisik Mischa. Bahkan suara gumaman Mischa menggetarkan seluruh syarafnya.
Alvito mengangkat wajahnya, memandangi wajah Mischa yang terpejam.
"Tidur saja." Alvito menyeringai lagi, melihat Mischa menggeliat lemah.
Mischa mengiakan, dia menarik selimut.
Alvito beranjak dari tempat tidur, namun, gerakannya terhenti. Dia menoleh ke arah Mischa, mendekatinya lagi kemudian mengecup kening perempuan itu. Perempuan yang dia cinta.
Cinta? Alvito terkesiap.
Masih dengan mata terpejam Mischa tersenyum. Nafas Alvito terasa sesak, dia berjuang untuk tidak lupa diri sekali lagi.
***
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi ๐ฅฐ
