(Novel) Bukan Istri Pura-pura Bab 17

0
0
Deskripsi

Bukan Istri Pura-pura bab 17 ‘ PRIA TAMPAN DI DEPAN LIFT ’'

Berisi satu bab,

JUMLAH KATA -+  2.188 KATA 

KETERANGAN : 

70 % BAB GRATIS (-+ 41 BAB)

30 % BAB BERBAYAR (_+18 BAB) 

BUKA BAB SECARA SATUAN 

TERBIT JUGA DI PLATFORM LAINNYA, JOYLADA BUKA BAB PAKAI KOIN ATAU CANDY, DAN KBM BUKA BAB PAKAI KOIN. 

Sedikit penggalan Bab;

 

Brukkk

“Maaf-maaf,” ucapku.

Ternyata aku menabrak seorang pria tampan. Meski, tentu saja ketampanannya tidak bisa mengalahkan Azam.

Pria itu tersenyum manis, sangat tampan.

“Tak masalah,”...

BAB 17 ‘ PRIA TAMPAN DI DEPAN LIFT ’

 

 

Sesampainya di apartemen, aku membuka mata.

“Kamu sudah bangun?” tanyanya.

Aku mengangguk, “ ini sudah sampai ke kantormu ya?” pura-pura bingung, seperti orang baru bangun tidur.

Dia terlihat salah tingkah. Tapi, ya hanya sebentar saja. Raut wajahnya sudah berubah datar dan dingin.

Dia memang pandai merubah ekspresi wajah dengan cepat.

“Hemm, ini di apartemen. Aku ada meeting penting, jadi kamu pasti akan bosan kalau menungguku,” jawaban yang sempurna sekali Tuan Azam sok kuasa!

Aku hanya mengangguk sambil tersenyum lebar, pura-pura bodoh saja.

“Aku segera membuka pintu mobil, hendak turun.

Tapi, dia menarik tanganku.

Aku kembali menoleh kepadanya.

“Ada apa?” tanyaku malas, namun tetap berusaha tersenyum manis.

Dia mengulurkan tangannya, aku paham.

Dengan cepat kucium punggung tangannya itu. Dia masih menatapku tajam.

Ah, sepertinya masih ada yang kurang. Tapi apa? Aku balas menatapnya bingung.

“Hemm, kamu melupakan sesuatu! Masa lupa!” ketusnya, apa dia kesal padaku ya.

Aku coba mengingat sesuatu, wajahku rasanya memanas.

Dengan cepat aku mendekatkan wajahku. Aku mengecup kedua pipinya bergantian. Lalu bibirnya sekilas.

Ah malunya! Teriakku dalam hati.

Eh, tapi dia tersenyum lebar.

Aku segera turun dari mobil dan berlari masuk ke apartemen, tanpa menoleh ke arahnya lagi.

Dia mau ketemuan dengan mantannya! Apa mau membahas tentang rujuk ya? Hatiku sedikit sedih.

Tanpa sengaja, aku menabrak seseorang.

Brukkk

“Maaf-maaf,” ucapku.

Ternyata aku menabrak seorang pria tampan. Meski, tentu saja ketampanannya tidak bisa mengalahkan Azam.

Pria itu tersenyum manis, sangat tampan.

“Tak masalah,” ucapnya.

“Kamu tinggal disini juga? Kok aku belum pernah melihat kamu?” tanyanya sok akrab.

Demi sopan santun, ya aku menjawabnya dong.

“Hem, iya. Belum lama sih,” jawabku dengan senyuman biasa  saja.

Hanya senyum sebatas seorang yang beramah tamah, tidak lebih dari itu.

“Begitu ya, pantas saja saya belum pernah melihatmu. Kamu tinggal di lantai berapa?” tanyanya, untuk apa dia bertanya seperti itu.

Apa dia naksir aku? Hahaha, dasar Ayda, kamu itu suka banget kegeeran deh.

“Saya tinggal di penthouse,” jawabku.

Dia mengernyitkan dahi, seperti sedang heran.

“Kamu apanya Azam?” tanyanya.

“Loh kenal Azam?” tanyaku, terkejut.

“Dia temanku,” jawabnya sambil tersenyum.

“Aku bahkan kemari untuk menemuinya,” lanjutnya lagi.

“Oh begitu ya. Tapi, dia tidak ada. Baru saja pergi ke kantor lagi,” seketika hatiku berdenyut nyeri, saat berkata-kata.

Teringat kalau  azam saat ini sedang bergegas untuk menemui mantan istrinya itu.

Apa yang akan mereka lakukan disana? Apa mereka melakukan itu? Astagfirullah hal Adzim! Kenapa aku berburuk sangka kepada suamiku sendiri!

Aku merutuki diri sendiri, karena sudah berburuk sangka pada suamiku itu.

“Hey kamu kenapa nona? Kenapa sedih?” tanyanya.

Aku menatapnya heran, dia terlihat khawatir padaku, Kenapa?

“Saya tidak apa-apa tuan.” Aku tersenyum ceria.

“Kenalkan namaku Giano, kamu bisa memanggilku Gian saja.” Dia mengulurkan tangannya.

Aku masih menatap tangan yang terulur itu, apa aku harus menerima perkenalan ini?

“Hey, aku bukan orang jahat. Aku ini baik, aku juga teman Azam, hahaha.” Dia tertawa renyah.

Aku jadi malu, karena ketahuan sedang berpikiran buruk tentangnya.

“Saya Ayda, “ akhirnya kuterima uluran tangannya.

“Nama yang cantik seperti orangnya, hahaha. Maaf saya bercanda,” sepertinya dia malu sudah menggodaku.

Giano garuk-garuk kepala. Entah memang gatal beneran karena kutuan atau berketombe. Atau karena sedang malu padaku.

“Ah, jadi saya tidak beneran cantik ya. Saya jelek ya?” godaku, pura-pura sedih.

“Eh, tidak begitu. Kamu manis, cantik dan exotic. Tadi saya bilang begitu, karena takut kamu marah saja,” sepertinya dia panik.

Mungkin, dia berpikir kalau aku beneran marah dan sedih karena orangnya.
Giano, sungguh tidak seperti Azam yang moodian. Moodnya sangat cepat berubah. Dari kesal, bahagia dan sedih, Azam itu sungguh tak terduga.

Aku jadi rindu padanya.

Apa aku sudah benar-benar jatuh cinta padanya? Tidak boleh, aku tidak boleh memelihara perasaanku untuk Azam.

Lihat saja, dia yang tadinya ingin mengajakku ke kantor, langsung berubah pikiran. Setelah, mendengar Hana datang kesana.

Sedihnya, aku patah hati.

“Nona Ayda kamu kenapa melamun?” tanya Giano, aku sampai melupakannya.

“Oh tidak ada, saya hanya merasa capek dan mau istirahat dulu,” dengan cepat aku pamit pada Giano.

Aku langsung masuk lift, tanpa menoleh lagi padanya.

Giano tampan juga, dia ramah dan hangat. Kalau dia suka padaku, aku juga mau sepertinya heheh.

Ya, jadi kalau Azam menceraikanku, aku punya penggantinya.

Huwaaaa! Aku menangis dalam hati.

Mana mungkin Giano naksir kamu, jangan geer Ayda! Kupukuli kepalaku beberapa kali.

Sesampainya di apartemenku. Aku langsung menuju kamar mandi.

Berendam air dingin di bathub sungguh membuat otakku relax.

 

[POV AUTHOR]

Giano menatap Ayda sampai menghilang, karena masuk ke dalam lift.

Dia tersenyum cerah, lalu menuju tempat parkir.

Dia akan menyusul Azam ke kantornya saja.

Di sepanjang perjalanan, dia terus berpikir tentang Ayda dan Azam.

Ada hubungan apa diantara keduanya? Setahunya Azam hanya punya satu adik, dan itu adalah Sabrina, dia bahkan lumayan akrab dengan Sabrina.

Dia berniat bertanya kepada Azam, setelah sampai di kantornya nanti.

Kantor Azam

Giano langsung mencari Azam di kantornya, setelah bertanya kepada resepsionis.

Tidak ada halangan untuk Giano masuk ke kantor Azam. Karena, dia memang teman dekat Azam, dan sudah sering wara-wiri ke kantornya.

Tok tok tok

Tangan Giano menggantung di udara, hendak mengetuk pintu.

Namun urung, karena mendengar suara wanita dari dalam.

“Sedang dengan siapa dia? Kok ada suara perempuan? Apa sedang mesum! Ini kan kantor! Sialan sekali!” geleng-geleng kepala.

Pikiran jailnya memberikan ide, dia akan masuk  tanpa mengetuk pintu.

Giano pun masuk tanpa mengetuk pintu.

Ceklek

Pintu terbuka.

Azam tampak sedang duduk di sofa dengan Hana duduk menempel di sampingnya.

“Wow ada Hana rupanya?” Giano tersenyum lebar.

Hana adalah mantan pacarnya dulu, sebelum memutuskan menikah dengan Azam.

Hana memutar bola mata malas. Baginya Giano memang sangat hangat, tapi dia playboy yang suka bertualang mencari kesenangan dengan para wanita.

“Kebiasaan,  kenapa tidak mengetuk pintu dulu?” Azam menatapnya tajam.

“Heheh, tadinya mau mengetuk pintu dulu. Tapi, tidak jadi karena aku ingin memergokimu sedang bermesraan dengan wanita. Eh ternyata Hana, kalian akan rujuk kembali?’ tanya Giano, setelah duduk di samping Azam.

“Iya!” jawab Hana cepat.

“Tidak!” jawab Azam cepat.

“Kenapa jawaban kalian berbeda?" Giano menyipitkan matanya.

"Dia hanya belum mengakuinya saja, sebenarnya kami akan rujuk kembali.” Hana memeluk lengan Azam, dan mengecup pipinya.

Dengan cepat Azam berdiri, mengeluarkan sapu tangan, lalu mengelap pipinya. Bahkan, dia membuang sapu tangan itu ke tong sampah.

Hana sakit hati melihat hal itu, dia berdiri dengan raut sedih.

“Apa karena wanita itu!” ucapnya tajam.

“Iya!” jawaban singkat itu mengoyak hati Hana.

Giano hanya menatap keduanya bingung.

Tanpa berkata-kata lagi, Hana langsung meninggalkan ruangan itu.

“Wanita itu siapa?” tanya Giano penasaran.

“Istriku!” jawab Azam. Dia uduk kembali di sofa.

“Kamu sudah menikah lagi? Kok aku tidak tau? Dengan siapa?” berondongnya.

“Dengan wanita lah, masa dengan pria,” jawab Azam malas.

“Iya tapi siapa?” semakin penasaran.

Azam tersenyum lebar, pipinya bersemu merah.

“Dia sangat menggemaskan, hahaha.” Malah tertawa saat teringat Ayda.

Giano menatapnya geli, “ Sepertinya kamu jatuh cinta lagi?”

“Bagiku jatuh cinta hanya sekali saja, sudahlah aku mau meeting dulu.” Azam berdiri.

Benar saja, pintu terbuka sedikit. Kepala Fadil nongol sedikit, “ Pak Azam meeting lima menit lagi dimulai!”

Kalau di kantor, Fadil akan memanggil Pak kepada Azam.

Azam adalah atasannya selama jam kerja.

Fadil memang menjadi sekretaris sekaligus asisten pribadi Azam. Dia orang kepercayaannya.

Azam mengangguk.

“Aku tinggal ya?”ujarnya kepada Giano.

Giano tak mau ditinggal sendirian, dia memilih pulang saja. Lebih baik mengunjungi kopi shopnya yang kebetulan salah satu cabangnya tidak jauh dari kantor Azam.

Kembali ke Ayda


Waktu sudah menunjukkan pukul lima sore, belum ada tanda-tanda Azam akan pulang.

Aku bimbang, antara menghubunginya untuk menanyakan apakah akan makan malam di rumah atau tidak.

“Aaah! Apakah tidak keganjenan kalau aku mengiriminya pesan? Ah tidak-tidak, aku malu.”

Setelah berpikir sebentar, akhirnya aku memutuskan untuk menghubungi Fadil saja.

Aku mengirimkan pesan pada Fadil, kebetulan aku dan dia sudah bertukar nomor.

‘Fadil Azam pulang jam berapa?’ pesan dariku, kirim.

Kesal rasanya, karena sudah dua menit tapi belum ada balasan.

‘Woy! Balas dong pesanku!’ kirim.

Tiga puluh detik kemudian, dia baru membalas pesanku.

Aku membaca pesan balasan darinya sambil menggerutu.

‘Kata Kak Azam kami akan pulang jam sepuluh malam,’ pesan balasan dari Fadil.

‘Kenapa lembur?’ kirim.

Aku mengirim pesan dengan kesal di hati.

‘Ada pertemuan penting, dengan klien,’ balasnya.

‘Dengan Hana juga?’ kirim.

Aku terkejut dengan apa yang aku ketik, aku ingin segera menghapusnya.

Tapi sungguh sial, karena ternyata sudah kadung terkirim. Bahkan, sudah centang biru. Artinya Fadil sudah membaca pesanku.

Dia bisa saja berpikir, kalau aku ini sedang cemburu pada Hana! Memang iya sih, aku cemburu! Eh, aku menjembel kedua pipiku sendiri, karena gemas atas pemikiranku ini.

Pipiku memanas saat menunggu jawaban dari Fadil.

Kring kring

Eh, ponselku malah berbunyi. Dan itu adalah telepon dari Fadil.

Apa ini karena pesanku barusan? Tapi untuk apa juga dia mempermasalahkannya?

Aku menimbang-nimbang, antara menjawab panggilan dari Fadil atau tidak.

Hingga bunyi dering itu akhirnya berhenti, namun kemudian kembali berdering.

Akhirnya, kuputuskan untuk menerima panggilan dari Fadil.

Karena sudah tiga kali panggilan tak terjawab.

“Iya ada apa Fadil?” tanyaku dengan deg-degan.

Takut dipertanyakan tentang pesanku tadi. Kalau iya dipertanyakan, aku harus menjawab apa?

“Ini aku!” suara ketus ini sangat ku kenal. Siapa lagi pemilik suara sexi super ketus, kalau bukan suamiku yang moodian Azam Prakasa.

“Eh, kok kamu yang telepon?” tanyaku terkejut.

“Kenapa? Kamu lebih suka ditelepon Fadil daripada aku?” suaranya tinggi, tajam dan penuh penekanan.

Membuatku semakin takut saja nih orang!

“Bu bukan begitu. Tapi, ini kan...,” belum selesai aku bicara eh dia main sela saja, dasar tidak sopan.

Aku kesal padanya.

“Kamu bohong! Dasar tukang bohong! Aku ini suamimu, untuk apa kamu chatingan dengan si Fadil? Apa jangan-jangan kamu naksir dia ya?” cecarnya dengan nada ketus bercampur sinis.

Aku jadi membayangkan ekspresi wajahnya saat ini.

Di kantornya, dia pasti memasang raut dingin, kecut masam dan menyebalkan.

Dari sini saja aura gelapnya sudah membuatku menindih, ihhh! Dasa Azam.

“Apa katamu sayang, mana mungkin aku naksir Fadil. Dia kan sepupumu, ah kamu ada-ada saja.” Aku merasa geli dengan nada merayuku ini.

Sampai rasanya, mau muntah. Aku bahkan berusaha menahan diri agar tidak tertawa, bisa-bisa dia marah lagi.

Dia kan Tuan Azam yang moodian! Sungguh sulit ditebak kapan moodnya berubah, huuuh!

“Kamu menyayangiku? Ah aku memang pantas disayangi, siapa pun tidak akan tahan untuk tidak menyayangiku, hahaha,” perkataan Azam sungguh narsis.

Dasar narsis, baru saja dia mengomel padaku, dan sekarang sudah tertawa senang hanya karena aku mengatakan sayang saja.

Aku memutar bola mata, rasanya gemas sekali pada pria narsis itu. Kenarsisannya sungguh sundul langit, setiap ada waktu dan kesempatan, pasti saja selalu berkata narsis.

“Dasar narsis!” cibirku, eh ternyata dia mendengarnya.

“Itulah aku, hahaha,” ujarnya di telepon.

“Kamu suka Fadil?

Mulai lagi deh pada pembahasan awal, yang hanya membuatku jengkel saja.

“Tidak!” ucapku tegas, lantang dan setengah berteriak.

“Berani-beraninya kamu meneriaki suamimu! Apa kamu tidak takut dosa!” dalam mode ketus bercampur sinis.

“Maaf, aku tidak bermaksud begitu,” resah.

“Tunggu aku pulang, aku ada meeting penting malam ini!” masih ketus saja.

“Dengan Hana juga?” tanyaku.

Aduh lagi-lagi keceplosan, kupukul bibirku pelan.

Kalau terlalu keras memukulnya, aku juga takut sakit dong.

“Iya, kenapa kamu cemburu ya?” nada bicaranya melunak.

Apa karena aku menyebut nama Hana, dia jadi melunak begitu? Hana, sepertinya kamu memang spesial di hati Azam.

Aku kembali sedih.

“Jawab!” terdengar suaranya mulai sedikit menekan.

“Hmm, eh maksudku tidak. Dia kan mantan istri yang sebentar lagi akan menjadi istrimu,” jawabku lemah. Membayangkan Azam akan menikah lagi dengan Hana, mereka akan rujuk kembali.

“Apa katamu! Dasar bodoh kamu!” makinya, membuat hatiku sakit.

“Aku memang bodoh, kenapa aku mau menikah denganmu segala!” karena kesal aku berani menjawabnya dengan suara serak, menahan sesak di dada karena sedih.

“Ayda!” belum selesai dia bicara, aku langsung menutup panggilannya.

Aku terlalu kesal padanya.

Aku memilih menyibukkan diri dengan memasak menu untuk makan malam, biar nanti saat Azam pulang tinggal menghangatkannya saja.

Tanpa terasa, waktu terus bergulir. Karena merasa sangat lapar, aku memutuskan makan malam dulu sendirian.

Lagian mungkin saja dia juga sudah makan malam dengan Hana.

Hatiku sedih lagi, dasar cengeng! Kenapa semenjak menikah dengan Azam hati ini melow melulu.

Setelah selesai makan, aku rebahan di atas karpet bulu tebal warna hijau sambil nonton acara TV.

Karpet bulu coklat, sedang di laundry. Jadi aku menggantinya dengan yang warna hijau. Biar serasa sedang berbaring di atas rumput, hehehe.

Mataku rasanya berat sekali, dan aku mulai memejamkan mata.

Aku menggeliat, kok rasanya berat ya. Untuk bergerak saja rasanya sungguh sulit sekali.

Aku membuka mataku perlahan.

Nuansa gelap, itu yang aku lihat pertama kali.

Aku mengernyitkan dahi ku, sebelum tertidur rasanya aku berbaring di atas karpet deh dan itu di ruang santai sambil nonton TV.

Tapi, ini aku tau berada dimana. Ini adalah kamar Azam, nuansa abu gelap, dengan lampu yang dimatikan.

Apa Azam menggendongku ke kamar, aku langsung tersenyum malu. Membayangkan pria tampan dengan tinggi 185 cm itu menggendongku.

Aaah, kamu sungguh membuatku baper Azam!

Apaan ini, pantas saja rasanya berat. Toh badan tinggi besar Azam malah ada di atasku, menindihku!

Aku berusaha menggeser tubuhnya, tapi sulit. Karena berat sekali.

Apa dia ingin membunuhku!

“Azam berat!” sengaja berkata lumayan keras di telinganya.

Karena wajahnya tepat menyuruk di leherku, dasar mesum!

Dia menggeliat, lalu membuka matanya.

Dahinya berkerut.

“Issh, dasar mesum! Kenapa aku berada di atasmu! Kamu pasti sengaja ingin menggodaku kan!” ujarnya ketus, sambil turun dari tubuhku.

Aku mendengus kesal, “ jangan fitnah ya!” ketusku.

Dia malah diam, mungkin tidur lagi. Padahal, aku sangat ingin berdebat dengannya lagi.

Rasanya, aku belum puas mengomel deh!

Aku memunggunginya.

 

Bersambung

 

 

Terimakasih 😄

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya (Novel) Bukan Istri Pura-pura Bab 18
0
0
Bukan Istri Pura-pura bab 18 ‘ DRAMA MALAM PERTAMA ’'Berisi satu bab,JUMLAH KATA -+  KATA KETERANGAN : 70 % BAB GRATIS (-+ 41 BAB)30 % BAB BERBAYAR (_+18 BAB) BUKA BAB SECARA SATUAN TERBIT JUGA DI PLATFORM LAINNYA, JOYLADA BUKA BAB PAKAI KOIN ATAU CANDY, DAN KBM BUKA BAB PAKAI KOIN.  SEDIKIT PENGGALAN BAB; Aku berguling-guling di atas tempat tidur luas ini. Azam tak kembali lagi ke kamar, dia tidur dimana? Apa di kamar lainnya? Atau malah pergi dan memilih tidur di hotel, karena marah padaku?Rasa bersalah memenuhi dadaku, andai waktu bisa kuulang. Aku akan memilih menyerahkan diriku ini padanya saja.Aku berdiri, lalu melangkahkan kakiku menuju dapur. Minum air dingin rasanya menyegarkan.Saat keluar dari dapur kulihat, di ruang santai ada Azam. Dia sedang membuka laptopnya, dan mengerjakan sesuatu.Aku menghampirinya dengan ragu. Aku mau minta maaf padanya, dengan setulus hati.Dia menoleh padaku sekilas, lalu kembali fokus pada laptopnya.Tanpa tau malunya, aku duduk di sampingnya. Dan melingkarkan tanganku di perutnya.Dia menggoyangkan badannya tanpa bicara. Mungkin, agar aku menyingkir. Tapi, aku keras kepala. Aku harus minta maaf padanya.Dia mendesah, dan mengembuskan napas besar.Huuh“Tidurlah sana! Ini masih jam dua pagi!” ketusnya tanpa menoleh padaku.Tapi, aku tetap memeluknya. Dan sengaja mengeratkan pelukanku.Aku bisa merasakan tubuhnya menegang.Mungkin, karena aku memeluknya.    TERIMAKASIH SALAM MIRASTORY
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan