
Bab 36-38 Novel Drama Rumah Tangga Selepas Ditinggalkan Istriku ( GRATIS)
Isi dalam Bab : 3 bab
Bab 36 : Mala dan Feri Menikah
Bab 37 : Keputusan Leo
Bab 38 : Mala dan Feri Menikah
Bab gratis
Terbit juga di Wattpad (hanya sebagian bab)
Sepenggal cerita :
Prang
Terdengar bunyi benda pecah. Yang tidak lain gelas yang sengaja di lemparkan.
Mia terjengkit kaget, wajahnya seketika pias.
Bukan sekali ini, tapi sudah beberapa kali pria yang kini menjadi teman tidurnya memperlakukannya dengan kasar.
Pria itu...
Bab 36 : Leo dan Mia Mau Ngapain?
"Jawab Mas!" suara Anisa meninggi, membuat Leo terkejut.
"Mama kenapa bentak Papa?" mata Risa berkaca-kaca, tak rela ayahnya dibentak.
Anisa baru sadar, dia tersenyum. "Nggak, mama cuma lagi kesal sama papa ," berusaha menghapus air mata yang membasahi pipinya.
"Mama nangis?" tanya Risa, saat ini mereka masih di dalam mobil.
"Nggak." Anisa memalingkan wajah.
"Mama bohong! Apa papa bikin mama sedih ya?" Risa memeluk Anisa.
"Iya...." dan pecahlah tangis Anisa seperti anak kecil.
Kalau gini, Leo jadi bingung kan.
"Masa mamanya anak-anak cengeng. " Leo malah terkekeh geli, dia turun dari mobil.
Anisa langsung berhenti nangisnya, malu sama Leo dan Risa tentu saja.
Tapi rasajengkel lebih mendominasi.
"Leo membuka pintu mobil belakang.
"Ayo turun!" Leo memasukan kepalanya ke dalam mobil.
Risa keluar duluan, kemudian disusul Anisa yang menggendong Rafa yang sedang tertidur.
"Biar aku yang gendong." Leo merentangkan tangannya.
"Nggak usah," ketus Anisa.
Leo garuk-garuk kepala, serasa dimarahi istri saja.
Mereka sudah berada di dalam rumah.
Rafa dan Risa langsung melanjutkan tidur di kamar, sepertinya mereka kelelahan sehabis dari perjalanan jauh.
Leo dan Anisa duduk berhadapan di ruang depan dengan pintu terbuka lebar.
"Masih marah hem." Leo sengaja pindah duduk, kini di samping Anisa.
"Mas Leo beneran mau kawin lari sama Kak Mala?" tanya Anisa.
Leo mengembuskan nafas pelan.
"Iya," jawabnya sengaja menggoda Anisa.
Mata Anisa langsung berembun.
"Apa aku tidak menarik bagi Mas Leo?" suaranya bergetar.
"Iya," jawab Leo sambil menahan senyum geli.
Menurutnya mimik wajah Anisa sangatlah lucu.
Imut dan manis.
Bibir Anisa sudah mencebik, menahan tangis.
"Apa aku tak punya kesempatan?" lanjut Anisa bertanya dengan nada lirih.
"Punya," jawab Leo masih menahan tawa geli nya.
Mata Anisa melotot. "Maksud Mas Leo apa? " Dia mencubit keras lengan Leo.
"Aw." Leo meringis, " kamu KDRT nih," ujarnya sambil mengusap lengannya yang dicubit Anisa.
"Biarin," sahut Anisa.
"Jawab, maksud Mas Leo apa?" Anisa kembali bertanya dengan penuh penasaran, berharap Leo memberikan jawaban yang memuaskan hatinya.
"Terserah kamu maunya apa," bibir Leo mulai tersenyum.
Anisa jadi bingung. "Dasar duda nggak jelas!" cibir Anisa yang jengkel.
"Tapi duda ini begitu keren sampai kamu saja jatuh cinta," akhirnya tawa Leo meledak selesai berkata. "Hahaha."
Anisa memukuli lengan Leo cukup keras. "Maksud Mas Leo apa sebenarnya!" rajuknya yang masih bingung.
Namun sayang, sampai Anisa pulang ke rumahnya, Leo tak memberi jawaban yang jelas.
Sorenya sekitar jam lima, tetangganya datang ke rumah.
"Mas Leo ini saya ketitipan paket," ucap tetangga sebelah rumahnya.
"Paket? Paket dari siapa?" tanya Leo heran, dia melihat paket itu, ingin tau siapa pengirimnya.
"Mas Leo lihat saja, ini ada suratnya. Mungkin menjelaskan siapa pengirimnya," ucap tetangganya, yang langsung pamit karena masih ada urusan lain.
Leo masuk ke dalam rumah.
"Papa, itu apa?" tanya Risa.
"Paket," jawab Leo.
"Papa belanja apa?" Risa antusias. Dia pikir ayahnya belanja di market place.
"Nggak belanja, ini kiriman dari orang yang Papa belum tau siapa orangnya," jawab Leo.
"Buka Pap," dengan antusiasnya Risa berkata.
Rafa menghampirinya dan ikut heboh ingin tau isi paketnya.
"Sebentar." Leo memilih membuka dulu suratnya.
Dia menarik napas dalam dan mengembuskannya dengan gusar, setelah membaca surat itu.
'Mas aku tau, aku salah besar sama kamu dan Rafa. Aku mohon maafkan aku ya, aku tau kamu benci aku, bisakah kamu tak membenciku lagi? Meski nyatanya itu tak mungkin. Aku menyesalinya sekarang.'
Dari orang yang pernah mengisi hidupmu, Mia.
"Apa maksudnya kembali mengusik hidupku dan anakku!" Leo meremas surat itu.
"Papa ada apa?"Risa menatap heran ayahnya.
"Tak ada, ayo kita buka!" tadinya Leo tak akan membukanya, tapi kedua anaknya begitu penasaran.
Isinya ternyata pakaian baru untuk Rafa dan Risa, serta sebuah Foto. Foto ukuran 3R yang sudah dikasih Figura.
Leo mengambil Foto itu, mengusapnya dengan lembut.
Dia ingat betul waktu itu. Saat dia, Mia dan Rafa masih bersama dan bahagia.
Dalam Foto itu, Rafa masih bayi. Mungkin usianya sekitar sebulanan.
Tampak Leo dan Mia duduk berdampingan dengan senyuman lebar, dan Rafa berada dalam gendongan Mia.
Leo ingat, foto ini ada di galeri ponselnya Mia.
Bibirnya tersenyum sesaat, kemudian dia menyimpan kembali foto itu ke dalam box paketnya.
"Aku sudah memaafkan kamu, Mia." Leo merapikan box paket itu dan menyimpannya diatas lemari, setelah dia mengeluarkan hadiahnya.
"Papa bajunya bagus banget!" pekik Risa setelah mencobanya.
Baju model princes yang selama ini menjadi impiannya.
"Ini dari siapa?" tanyanya antusias.
"Ini dari Tante Mia," jawab Leo berusaha sebiasa mungkin.
Sangat bohong sekali, jika kemunculan Mia setelah lama tak pernah datang, tak mengusik hatinya.
"Tante Mia? Yang di tempat liburan kemarin itu beneran Tante Mia kan? Aku pasti nggak salah lihat. Tapi kenapa nggak nyamperin papa?" tanya Risa bingung.
"Sudahlah, tak usah banyak berpikir, dasar anak kecil." Leo mencubit lembut pipi cabi Risa.
Anak itu manyun sesaat, tapi kemudian dengan cerianya mematut diri di depan cermin.
Rafa pun tampak senang mencoba baju baru dari ibunya.
Malam ini, Leo sulit tidur memikirkan Mia yang tiba-tiba saja muncul.
Hingga ia tertidur larut malam.
Dia terbangun sekitar jam dua pagi, karena suara nada dering ponselnya yang tak diam juga.
Leo berusaha meraih ponsel yang tergeletak begitu saja di atas kasur tempatnya berbaring.
Ternyata, di dekat bantal.
"Halo," jawab Leo tanpa melihat siapa yang menghubunginya. Dia masih mengantuk, matanya masih terpejam.
"Aku ada di depan pintu Mas!" itu adalah suara Mala.
Leo terjengkit. Dia ingat ada janji dengan Mala.
Rupanya wanita itu serius mengajaknya kawin lari.
Leo mengembuskan napas gusar.
Dia mengayunkan kaki menuju pintu utama, lalu membukanya.
Di depan pintu tampak Mala berdiri dengan membawa sebuah ransel besar.
Leo sampai membulatkan mata.
"Kamu serius?" tanya Leo, penuh keterkejutan.
"Mas Leo pikir aku bercanda?" mata Mala berkaca-kaca.
Tanpa mereka tau seseorang memerhatikan mereka. Yang tidak lain adalah Anisa.
Gadis itu sengaja bersembunyi dari tengah malam, takut kecolongan.
Takut calon suaminya dibawa kabur!
"Duduklah!" Leo Menarik Mala untuk duduk di teras bersama.
Mereka duduk bersisian.
"Mala dengar..."
Jarak Mala dengan Leo sangatlah dekat. Meski berjarak.
Anisa menggeram kesal dari tempatnya sembunyi.
"Perasaan bukan sesuatu yang bisa dipaksakan aku tau itu. Tapi lihatlah masa depanmu, Feri lelaki baik. Dia sukses, orang tuamu merestuinya, orang tua dan keluarganya juga mau menerima kekuranganmu." Leo mengembuskan napas pelan.
Mala menundukkan kepala, menatap lantai.
"Seperti yang aku katakan saat itu di tempat liburan. Aku tak bisa bersamamu meski ingin. Masa depanmu, masa depanku dan masa depan anak-anakku masih panjang. Kita tidak boleh egois."
Leo memberanikan diri menggenggam tangan Mala.
Mala balas menggenggamnya, jemari mereka saling bertautan.
Dari persembunyiannya, Anisa misuh-misuh. Tak rela tangan Leo berada dalam genggaman wanita lain.
"Berbahagialah bersamanya, aku yakin seiring berjalannya waktu kamu akan bahagia dan bisa menerimanya," lirih Leo.
Mala menjatuhkan air mata.
"Apa Mas Leo menyukainya?" tanya Mala, kini dia memberanikan diri menatap mata Leo.
Leo balas menatapnya. Namun belum menjawab.
Anisa menajamkan pendengaran, dia yakin yang Mala maksud adalah dirinya.
Dia jadi penasaran juga, ingin tau apa jawaban Leo.
Tapi, Anisa terkejut saat melihat Leo mencondongkan tubuhnya ke arah Mala.
Dan Mala sudah memejamkan mata.
Mereka seperti hendak...
Anisa menahan nafas, dia membulatkan mata dan mencengkram pahanya sendiri.
Karena merasa sakit, Anisa menggigit bibir, agar tak sampai mengeluarkan suara.
________________________
Bab 37 - Keputusan Leo
Leo mencondongkan tubuh, tangannya terulur.
Mala memejamkan mata, hatinya berdebar keras. Dan jantungnya berdegup kencang.
Dia berpikir, Leo akan melakukan hem ...
Sementara dari persembunyiannya, Anisa membayangkan kalau Leo akan menahan tengkuk Mala dengan tangannya, lalu memagut bibir wanita itu.
Apalagi, besik Leo sebagai pria playboy dan tukang kawin.
"Dasar lelaki playboy! Dia tak akan pernah bisa berubah!" Anisa menggerutu dengan muka masamnya.
Tapi, dia tetap melebarkan mata, ingin melihat apa yang akan terjadi selanjutnya.
Tangan Leo terulur, menyentuh kepala Mala. Lalu dia mengambil sesuatu.
"Ada serangga," ucap Leo sambil memindahkan serangga itu, ke pohon yang ada di dekat rumahnya.
Mala membuka mata, dia merasa malu. Karena telah berpikir Leo akan menyentuhnya, lebih tepatnya menciumnya.
Leo kembali duduk di samping Mala.
"Pulanglah, aku tak bisa mengikuti rencanamu," ujar Leo serius.
Mala tersenyum masam. "Apa kamu menyukai wanita itu, hem Anisa?" sepertinya Mala masih penasaran.
"Iya, aku menyukainya," jawab Leo.
Mala tersenyum hambar. "Sudah kuduga," lalu dia berdiri dan pergi meninggalkan Leo.
Membawa hatinya yang patah, dia patah hati.
Mala akhirnya kembali pulang ke rumahnya.
Leo duduk termenung dengan perasaan yang lega.
Dia sudah berhasil memutuskan sesuatu yang penting. Meski harus menyakiti hati Mala.
Dia harus merelakan Mala, meski tak dipungkiri dirinya sempat menyukai wanita itu.
Tapi, dia tak mau egois.
Jika bersamanya, belum tentu Mala bahagia sepenuhnya.
Karena sudah jelas, orang tuanya tak merestui dirinya menjadi menantu.
Dia juga tak mau mengorbankan Risa dan Rafa, mereka tak akan mendapatkan kasih sayang dari keluarga Mala seutuhnya.
Sedangkan Feri, lelaki itu begitu baik dan tulus. Leo yakin, Mala akan menemukan kebahagiaannya, bersama dengan lelaki itu.
"Semoga kalian bahagia," gumam Leo.
Sementara itu, di tempat persembunyiannya, Anisa tertegun. Ternyata dia sudah salah sangka.
Leo tak melakukan hal buruk itu. Leo sudah berubah, Leo sudah membuktikan diri sebagai pria baik dan tak seenaknya menyosor wanita. Meski nyatanya, Leo punya kesempatan.
Lebih kaget lagi, saat mendengar perkataannya kepada Mala. Yang mengatakan menyukai dirinya.
Pipinya sampai bersemu merah. Dan bibirnya tersenyum lebar.
"Aku sudah salah sangka," gumamnya.
Prang
Anisa terkejut, dia tanpa sengaja menyenggol gelas kopi milik tetangga Leo, hingga pecah.
Anisa memang bersembunyi di teras milik tetangga Leo, dan kebetulan ada gelas kopi.
Biasanya suami dari tetangga Leo memang suka ngopi di teras sambil ngobrol.
Mungkin, lupa membawanya kembali ke dalam rumah sehabis ngopi.
Kebetulan rumah tetangga Leo itu, terasnya memakai tirai dari anyaman yang digunakan untuk menghalangi cipratan air hujan.
Jadi Anisa aman dan nyaman sembunyi. Maklum, nggak pake pintu gerbang.
Leo menoleh, dia melihat bayangan dari teras tetangganya itu.
Pikiran negatifnya muncul. "Jangan-jangan pencuri," gumamnya.
Leo melangkah perlahan dengan waspada.
Dia akan menangkap pencuri itu, pikirnya.
"Awas kamu pencuri!" gumamnya.
Sementara itu, Anisa sudah ngeper. Dia pasti ketahuan, pikirnya.
"Ya udah deh nyerah aja," gumamnya pelan.
Anisa keluar dari persembunyianya dengan cengengesan, sambil dadah-dadah tanda menyerah.
"Hah!" Leo terkejut luar biasa.
"Nisa! Ngapain kamu disini?" Leo hampir memekik, untung saja dia keburu sadar, kalau ini sudah malam.
"Hehehe." Anisa tersenyum malu.
"Huuh." Leo geleng-geleng kepala. "Apa kamu sengaja nguntit?" Leo ingat pertanyaan Anisa tentang kawin lari antara dirinya dengan Mala.
"Eh, em. Iya. Aku kan takut Mas Leo dibawa kabur Kak Mala," ceplos Anisa.
Leo terkekeh geli mendengarnya.
"Ayo!" Leo melangkah duluan, masuk ke dalam rumah.
Dan Anisa mengikuti.
Saat ini waktu menunjukkan jam tiga dini hari.
"Apa yang kamu dapat dari hasil mengupingmu?" tanya Leo yang syarat ejekan, setelah mereka duduk di dalam rumah.
"Emm, maaf." Anisa memasang raut malu bercampur rasa bersalahnya.
"Iya, lain kali jangan seperti ini. Kamu sengaja nyetir malam-malam, apa nggak takut ada orang jahat?" Leo tak habis pikir dengan kelakuan gadis di depannya ini.
"Mas Leo sedang mencemaskan aku? Iiih so sweet!" dengan kedua jemari tangan saling tertaut di depan dada, dan bibir tersenyum lebar.
Pipinya merona dengan mata bersinar bagaikan bintang.
"Sok imut!" tapi, Leo tersenyum.
"Bisa awet muda punya istri kayak dia," gumam Leo, dalam hati.
Leo tanpa sadar tersenyum sambil menatap Anisa.
"Aku memang imut," sambil mengedipkan mata.
Leo mendengus setelah sadar dari lamunannya.
"Terimakasih," ucap Anisa serius.
Leo menatapnya lekat dengan dahi berkerut.
"Untuk?" tanyanya.
"Untuk cinta yang sudah Mas Leo berikan untukku," ucapnya dengan bibir tersenyum tulus.
"Hah." Leo bingung.
Kapan dirinya menyatakan cinta kepada Anisa? Dan kapan dirinya menunjukan cinta kepada Anisa? Gadis ini sungguh mengada-ada, pikirnya.
"Tadi bukannya, Mas Leo mengakuinya kepada Kak Mala? Aku tau Mas Leo malu mau ngaku langsung di depanku," ujar Anisa malu-malu.
"Hah, yang tadi itu ya." Leo tersenyum malu, baru ingat.
Padahal, dia berkata seperti itu, karena agar Mala mau meninggalkan dirinya.
Leo bisa saja menyanggah Anisa, tapi dia tak mau Anisa merasa malu dan kecewa.
Baiklah, biarkan saja, pikir Leo.
"Apa kamu serius, mau menjadi istriku?" tanya Leo serius, dia akan mencoba membuka hati untuk Anisa.
"Iya." Anisa mengangguk antusias.
"Aku adalah pria dewasa dan seorang duda, apa benar itu tak akan masalah?" tanya Leo, dia pindah duduk di samping Anisa.
"Iya," jawab Anisa dengan yakin.
"Aku ini seorang pria yang sudah lumayan lama merasa kesepian...." Leo menggoda Anisa.
Anisa gelagapan, pasalnya Leo merapatkan tubuh. Dan menatapnya dalam.
Leo sudah melihat wajah pias Anisa.
Leo mengikis jarak diantara keduanya.
Anisa tak mau menutup mata, dia malah menatap Leo lekat.
"Mas...boleh melakukan...apapun padaku setelah menikah..." suara Anisa tergagap pelan.
Leo tersenyum, mengusap pipi mulus tanpa make up Anisa dengan lembut.
"Aku bersyukur dengan pemikiranmu ini. Kamu sungguh gadis yang baik," ujar Leo.
Dia menjauhkan tubuh, dan menarik tangan Anisa agar duduk dengan benar.
"Kamu pasti ketakutan, maafkan aku ya. Aku hanya menggodamu saja," ujar Leo sambil tersenyum.
Kalau saja yang bersamanya bukan wanita sebaik Anisa, pastinya tak akan menolak dengan perlakuannya barusan.
Pipi Anisa memerah.
Dia begitu malu.
"Jangan begitu lagi," rajuknya manja.
"Akan," sahut Leo sambil terkekeh.
Anisa membulatkan mata. "Kok gitu?" rajuknya sinis.
"Akan, tapi nanti kalau udah halal," ucap Leo.
Anisa membulatkan mulut mendengar perkataan Leo.
"Mas Leo mau halalin aku?" dengan binar bahagia yang tergambar dari raut wajahnya.
Leo tersenyum. "Mungkin," lagi-lagi Leo memberikan jawaban yang tak pasti, membuat Anisa jengkel.
Anisa pulang sebelum adzan subuh.
Paginya.
Mala mengajak kedua orang tuanya bicara selesai sarapan.
"Ada apa?" tanya ibunya.
Mala menghela nafas dalam dan mengembuskannya perlahan.
"Aku...bersedia menikah dengan Feri...," diiringi helaan napas pelan.
Dia akan berusaha menerima Feri, seperti yang dikatakan oleh Leo semalam.
"Alhamdulillah." Kedua orang tuanya begitu senang.
"Apa ini ada hubungannya dengan Leo?" tanya ayahnya.
"Iya, Mas Leo memintaku menerimanya dan dia sudah memilih Anisa," jawab Mala lirih, hatinya berdenyut nyeri.
"Baiklah, tak masalah meski ini alasanmu. Asalkan kamu berusaha menjadi isri yang baik untuk Feri, dan berusaha belajar mencintainya," ucap sang ibu dengan lembut.
Mala mengangguk.
Dia sudah bertekad melupakan Leo, dan mencintai Feri.
Tempat lainnya.
"Kapan kamu akan menikahiku? Aku sudah meninggalkan keluargaku, dan memilihmu. Aku tak mau terus menerus hidup bersama tanpa suatu ikatan yang jelas!" lirih seorang wanita cantik berbalut selimut tebal yang menutupi tubuh polosnya.
Prang
Terdengar suara gelas pecah, disertai gelas kaca yang berubah menjadi serpihan.
_____________________________________
Bab 38 : Mala dan Feri Menikah
Prang
Terdengar bunyi benda pecah. Yang tidak lain gelas yang sengaja di lemparkan.
Mia terjengkit kaget, wajahnya seketika pias.
Bukan sekali ini, tapi sudah beberapa kali pria yang kini menjadi teman tidurnya memperlakukannya dengan kasar.
Pria itu bernama Haikal.
"Dengar, jangan pernah mengungkit pernikahan lagi! Aku sudah pernah bilang sama kamu sebelumnya, kalau hubungan ini atas dasar saling menguntungkan! Kamu mendapatkan kemewahan dariku, dan aku mendapatkan kenikmatan darimu!"
Haikal berkata dengan nada tinggi, dia berteriak.
Mia terisak, perlakuan ini tak pernah Leo lakukan kepadanya.
Leo selalu memperlakukannya dengan lembut dan penuh kasih sayang.
"Apa kamu ingin aku melemparmu ke jalanan! Hingga kamu menjadi gembel!" lanjut pria itu masih memekik.
Mia tak berkata-kata lagi.
Dia sudah tau watak Haikal. Jika melawan, Haikal tak akan segan untuk memukulnya, tak ada kata belas kasihan dari pria itu!
"Kamu membuat moodku hancur!" lalu lelaki itu memakai pakaiannya, dan pergi dari hotel tempat mereka menginap.
Meninggalkan Mia dengan isakan dan harga dirinya yang direndahkan.
"Mas Leo aku menyesal, andai kamu mau menerimaku kembali...." Mia menggunakan kedua telapak tangannya untuk menyeka air mata yang berjatuhan.
Beberapa hari berlalu, tibalah hari ini, hari dimana Mala dan Feri akan melangsungkan pernikahan.
Karena tergolong dadakan, mereka menikah hanya mengadakan pesta kecil yang dihadiri keluarga inti, kerabat dekat dan tetangga dekat.
Leo menghadiri acara pernikahan Mala dan Feri, bersama dengan Anisa dan kedua anaknya.
"Selamat ya Kak," ujar Anisa sambil menjabat tangan dan memeluk Mala.
"Terimakasih," jawab Mala, meski hatinya berdenyut nyeri saat mengingat Leo yang lebih memilih Anisa.
Mereka pun saling berpelukan dan cipika-cipiki.
Risa dan Rafa pun turut bersalaman dan berpelukan dengan Mala.
Leo yang saat ini berjabat tangan dengan Feri pun mengucapkan selamat.
"Selamat ya Fer, semoga kamu bisa mendapatkan kebahagiaan dalam hidup rumah tanggamu," ujar Leo dengan tulus.
"Terima kasih Mas Leo," ujar Feri.
" Terimakasih, karena Mas Leo sudah mengerti dengan apa yang kita bicarakan saat itu, dan terima kasih karena Mas Leo sudah memberi pengertian kepada Mala," lanjut Feri dengan tulus.
Feri pun memeluk Leo.
"Kamu memang yang paling pantas mendapatkan wanita sebaik Mala, kalian sangat serasi." Leo menepuk-nepuk bahu Feri.
Mereka saling tersenyum.
"Semoga wanita pilihanmu adalah yang terbaik, kulihat dia begitu menyayangi anak-anakmu, meski baru pertama kali melihatnya. Tapi, aku seorang pria yang cukup pandai menilai karakter wanita, dan dia...." Feri melirik ke arah Anisa.
"Calon ibu yang sangat baik, lihat saja," memberi isyarat dengan matanya.
Leo menoleh ke arah Anisa yang memilih turun duluan setelah memberikan selamat.
Tanpa rasa malu, Anisa mengejar-ngejar Rafa yang aktif berlarian, dan Risa berusaha ikut menangkap Rafa juga.
Anisa terlihat heboh berlari, padahal dia memakai gaun panjang pesta, dan dia tampak kerepotan sekali.
Anisa memang memutuskan berhijab sekarang.
Leo terkekeh geli melihatnya.
"Dia memang lucu," ujarnya dengan senyuman yang masih merekah.
"Kamu akan bahagia bersamanya, percayalah kepadaku," ujar Feri. "Dia sangat keibuan," lanjut Feri.
Leo tersenyum masam mendengar kata keibuan.
"Keibuan dari mananya? Dia itu manja dan kekanakan, belum tau saja Feri!" tapi hanya dalam hati, Leo berkata.
Kemudian, Leo menghampiri Mala.
"Selamat ya Mala," ucap Leo dengan tulus, sambil mengulurkan tangannya.
Mala tersenyum canggung. "Terimakasih," menerima jabatan tangan dari Leo.
"Aku akan berusaha bahagia," ucap Mala setengah berbisik.
"Kamu pasti akan bahagia bersama Feri," ucap Leo, dia mengembuskan napas pelan.
"Aku menunggu undanganmu dengan Anisa." Mala menatap Leo lekat, penuh kesedihan.
"Tenang saja, akan segera menyusul," jawab Leo dengan seulas senyuman.
Setelahnya, dia pamit.
Leo dan Anisa menikmati makanan yang dihidangkan.
Mereka tampak seperti keluarga bahagia, ayah, ibu dengan dua orang anak.
"Kapan aku duduk di pelaminan?" Anisa menatap Leo.
Uhuk uhuk
Leo terbatuk-batuk.
"Papa minum!" dengan cepat, Risa menyodorkan air mineral kepada ayahnya itu.
Leo menerima air mineral yang disodorkan Risa dan meminumnya.
"Terimakasih, sayang," ucap Leo kepada Risa, setelah selesai minum.
Risa mengangguk dengan senyum khas anak kecil.
"Mas Leo kenapa sekaget itu mendengar perkataanku?" Anisa bertanya dengan nada kesal.
"Pertanyaanmu terlalu konyol," sahut Leo.
"Konyol? Konyol bagaimana? Keterlaluan!" Anisa berdiri, hendak pergi.
"Mama!" Risa dan Rafa memanggil bersamaan, dengan raut wajah yang dipenuhi rasa cemas.
Takut ditinggalkan Anisa.
Anisa mendesah, tak tega melihat raut wajah kedua anak itu yang tampak sedih.
"Ayo ikut mama!" merentangkan tangan kepada Rafa, anak itu langsung melompat ke pangkuan Anisa.
Dan Risa pun mengikuti Anisa.
Leo hanya terpana, menatap kepergian mereka bertiga dengan bingung.
"Aku kan ayah mereka? Kenapa jadi seperti ini? Anisa seperti ibunya saja, seenaknya membawa anak-anakku dan meninggalkan aku," gumam Leo.
Dengan cepat, dia mengejar Anisa.
"Nis, kamu marah ya?" tanya Leo setelah berhasil mengejarnya.
"Iya!" Anisa mana bisa basa-basi.
"Aku minta maaf sayang udah bikin kamu marah," bujuk Leo, akhirnya jurus gombal yang sudah lama ia kubur, digali lagi.
Anisa ingin tersenyum karena disebut sayang, tapi dia gengsi.
"Masa," sahutnya.
Kini mereka sudah masuk ke dalam mobil.
"Nikah yuk!" ajak Leo.
Anisa menoleh. "Konyol!' sinisnya, tapi dalam hati dia berteriak heboh. "Yes!"
"Aku serius, sebenarnya ini rahasia. Tapi aku akan cerita sama kamu kalau kamu ingin tau," ucap Leo.
"Apa? Tentu saja aku ingin tau!" Anisa mana bisa menahan rasa penasarannya.
"Aku sudah menentukan tanggal pernikahan kita, beberapa hari yang lalu dengan ayahmu," jawab Leo serius.
"Hah, yang bener!" Anisa memekik heboh.
"Apa yang terjadi?" tanya Risa yang kebingungan, karena tak paham dengan obrolan mereka.
"Sebentar lagi Mama Nisa akan benar-benar menjadi mama kalian," jawab Leo dengan mata yang mengerling nakal kepada Anisa.
Anisa tersipu malu, pipinya memerah.
"Wah, horeee!" Risa dan Rafa berteriak heboh.
Mereka memang sudah dekat dengan Anisa.
Pembawaan Anisa yang ceria dan hangat, membuat mereka mudah membaur dan dekat.
Mereka pun melanjutkan perjalanan pulang, tapi Leo tidak langsung membawa mereka pulang, melainkan mampir ke Time Zone, untuk mengajak anak-anak bermain.
Sementara itu, selesai acara pernikahan, Feri langsung memboyong Mala.
Kerena, dia ada perjalanan bisnis yang mengharuskannya segera pergi ke luar kota.
Mereka sudah duduk didalam mobil, berdua.
Waktu menunjukan jam delapan malam.
Feri terpaksa melakukan perjalanan malam-malam, karena besok siang ada meeting penting.
Perjalanan menuju kota tujuannya memakan waktu sekitar enam jam.
"Maaf membuatmu kelelahan," ucap Feri sambil fokus nyetir.
"Tak apa," jawab Mala, meski sebenarnya tak nyaman.
Meski sudah menikah, tapi dirinya tak terlalu akrab dengan Feri sebelumnya.
Mereka menikah pun karena dijodohkan.
"Aku tau kamu menyukai Mas Leo, tapi aku akan berusaha membuatmu jatuh cinta padaku seorang, aku tulus mencintaimu Mala," ucap Feri tanpa mengganggu fokusnya nyetir.
Mala terkejut, Feri tau kenyataan ini.
Dia jadi malu pada dirinya sendiri.
"Maaf," lirih Mala.
"Kenapa harus minta maaf? Toh perasaan tak bisa kita atur semaunya. Tapi, kita bisa belajar mencintai seseorang, dan hal itu akan berhasil andai mau berusaha keras dengan tulus," kini Feri menoleh sekilas.
"Sepertinya tak akan butuh waktu lama untuk aku bisa mencintaimu Mas Feri." Mala menatap suaminya dari samping, dengan seulas senyuman.
"Benarkah? Kenapa?" tanya Feri, dia menepikan mobil dan menghentikan laju mobilnya.
Mereka saling bertatapan.
"Karena Mas Feri sangatlah baik, aku pasti akan mudah jatuh hati," jawab Mala dengan pipi merona.
"Amin," ucap Feri, dia membelai pipi Mala sekilas dengan lembut, lalu kembali melanjutkan perjalanan.
Beberapa hari kemudian.
Mia sengaja datang ke rumah Leo.
Dia berdiri di depan pintu dengan perasaan campur aduk.
Hatinya tak nyaman kala melihat kedekatan antara Anisa dengan Rafa beberapa waktu yang lalu di tempat liburan.
"Mia!" pekik seseorang yang merasa terkejut dengan kehadiran wanita itu di depan pintu.
____________________________
Terimakasih sudah nyimak ceritanya, tunggu ya update bab terbarunya.
Salam
Mirastory
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
