Bapak Pulang

0
0
Deskripsi

Hari ini tepat lima belas tahun tidak lagi bersua. Semoga rindu tersampaikan melalui angin di sepertiga malam yang senantiasa kudengungkan. Selaluku sebut namamu disetiap tengadah tanganku, ada beribu makna dan sejuta harapan dibalik untaian doaku. Semoga Allah memberikan jalan terbaik.

07 Maret 2023 

Hari ini tepat lima belas tahun tidak lagi bersua. Semoga rindu tersampaikan melalui angin di sepertiga malam yang senantiasa kudengungkan. Selaluku sebut namamu disetiap tengadah tanganku, ada beribu makna dan sejuta harapan dibalik untaian doaku. Semoga Allah memberikan jalan terbaik. Pak, tak usah risau. Mama dan adik di sini baik. Demikian pula denganku, si sulung. Allah maha baik. Jangan pernah putus doain kami pak, semoga kuat sampai akhir untuk melewati perjalanan hidup ini. Semoga Bapak tenang di sana, aamiin.   

--

Sabtu, 07 Maret 2008 pukul 12.00 WIB tepat ketika adzan dzuhur berkumandang. Saat aku berada di rumah sedang menonton televisi serial “Thomas and Friends” bersama saudara-saudara seumuran. Ditemani jajanan ala anak kecil yang berserakan di lantai dengan suansana yang begitu menyenangkan. Namun, suasana itu sekejap mata berubah ketika tiba-tiba Embah menghampiri aku seraya berkata “Zii, bapak kamu udah meninggal!” Embah dengan nada bicara pelan dan penuh kehati-hatian, berhasil membuat seisi ruangan terdiam. 

 Innalilahi wa inna ilahi rajiun 

“Haah? Bapak beneran udah ga ada, Mbah?” kalimat penuh keraguan. Telingaku tidak salah dengar nih? Beneran Bapakku yang dimaksud Embah yang usianya sudah separuh baya itu. 

Ketika aku berusaha menngubah poosisi untuk berdiri, Embah menepuk-nepuk pelan bahuku. “Yang sabar ya Zii.” 

Tidak jarang teman-teman ku mengucapkan bela sungkawa dan menunjukan rasa empatinya. “Yang sabar yaa zii” berkali-kali aku dengar, namun aku tidak benar-benar meresponnya, pikiranku kalut. 

Apa maksudnya? Kenapa aku harus sabar? 

Menit kemudian aku teringat suatu kejadian. Kakiku lemas tidak berdaya kalau mengingatnya. Berarti apa yang aku dengar tadi malam bukan hanya sekedar mimpi, Mama berbisik di telingaku saat akau tertidur “Zii, semalam Bapak kritis di rumah sakit. Doain Bapak biar cepet pulih ya, nak.” 

Mendengar berita duka tersebut untuk pertama kalinya, tubuh saya lemas tidak berdaya dan dada terasa sesak. Hal yang paling saya takutkan selama ini terjadi. Air mata menetes tanpa henti. Sosok yang baru saya kenal empat tahun lalu, akhirnya kembali ke pangkuan-Nya setelah tiga belas bulan berjuang melawan penyakit yang menyerang bagian perutnya. 

Setelah mendengar kabar tersebut, tidak pikir lama saya langsung bergegas lari ke rumah Embah (orang tua dari pihak Bapak) tanpa memikirkan celotehan orang yang mengkhawatirkanku. Hati saya hancur ketika melihat banyaknya orang berlalu-lalang untuk takziah dan mobil ambulance yang masih bertenger di depan rumah. 

Langkah saya terhenti ketika berhasil menemukan sosok Mama. Saya memeluk beliau dengan erat dan menangis layaknya putri kecil yang kehilangan superhero dalam hidupnya. 

“Maa…Bapak udah meninggal yaa? Terus Bapak Zii siapa?” dengan polosnya saya menayakan hal tersebut dihadapan Mama. 

“Iyaa…Bapak udah meninggal Zii. Gapapa yaa sama Mama ajaa” dengan nada bicara lemas dan diiringi tangis, akhirnya kami berdua berpelukan erat dengan perasaan hancur yang mendalam. 

“Bapak” panggilku kemudian memeluk erat tubuh kakunya. Mustahil kalau tangisku tidak pecah. Manusia mana yang mampu menahan kerapuhannya. Terlebih lagi ketika ditinggil superhero kesayangan. Sososk yang selama ini selalu dibanggakan di depan teman-teman. Sosok yang paling kokoh ketika diterpa badai apapun, Sosok yang tangguh diterjang ombak manapun. Sosok yang paling berarti bagi keluarga kecil, terlebih aku si sulung.

Sejak saat itulah kehidupan kami berubah 180 derajat. Bapak yang tadinya tulang punggung keluarga, mendadak tidak dapat melanjutkan profesinya karena penyakit yang dideritanya saat itu. Melihat terbaring lemah di ruang ICU dengan selang dan kabel-kabel yang tersambung dengan berbagai alat penunjang kesehatan membuat hati saya sakit. Bagaimana tidak, bapak merupakan panutankun untuk seberjuang menggapai mimpi dan superhero dalam hidupku, namun superhero itu sedang terbaring tidak berdaya. 

Selama lebih dari satu tahun. Kondisi Bapak semakin memburuk. Dari yang awalnya dapat tersenyum dibalik rasa sakitnya, lambat laun Bapak terpaksa mengerung kesakitan di depan putri kecilnya. 

Di titik itu, aku merasa kehilangan sosok Bapak. Aku merindukan sosok yang selalu setia menemani disetiap perkembanganku. Bapak yang selalu ingat hal sekecil apapun tentang putri kecilnya. 

Aku rindu saat Bapak pulang kerja dan membawakan oleh-oleh untuk kami sekeluarga dari tempat yang disinggahi, momen sederhana tapi bermakna. Saya rindu saat tertidur di depan tv dan beliau mengendongnya ke dalam kamar. Bapak, aku rindu akan semua itu. 

Aku rindu setiap momen yang kami lewati bersama. Aku rindu panggilan lembutnya, pelukan hangatnya, canda dan tawanya. Aku rindu semua tentang beliau. 

Sekarang semua itu hanya tinggal kenangan. Allah lebih sayang Bapak. Kata Mama, Allah akan panggil ciptaan-Nya yang sudah cukup dalam berjuang. Dan Bapak sudah lebih dari sekadar kata berjuang, aku saksi bagaimana kerasnya Bapak memperjuangkan semuanya terutama untuk sembuh dari penyakitnya. Sekarang waktunya Bapak beristirahat. Tidak ada lagi kabel-kabel yang menempel di badannya. Tidak ada lagi raungan kesakitan. 

Setelah tiga belas bulan berjuang melawan penyakit yang dideritanya, hari ini Bapak benar-benar pulang. Tidak hanya pulang ke rumah, tetapi juga pulang ke pangkuan Yang Maha Kuasa. Hari ini benar-benar diselimuti oleh suasana duka dan kesedihan. 

Tidak jarang orang yang bertakziah mengucapkan belasungkawa kepada kami sekeluarga. Benar kata mereka Bapak sudah tenang di sana. Bapak orang baik, terlampau baik malah, pasti di sana Bapak diperlakukan dengan baik. Apalagi Allah Maha Baik, mana mungkin ciptaannya dibiarkan menderita begitu saja. 

Tidak menunggu lama, segala keperluan pemakaman segera diurusi. Bapak dimandikan, dikafani, disholati. Orang yang bertakziah datang silih berganti tiada henti sembari mengucapapkan belasungkawa dan doa. Tidak sedikit pula yang menyemangati kami supaya tidak larut dalam kesedihan. Namun, apalah daya kami hanya manusia biasa. Ibarat sedang berlayar kemudian kehilangan nahkoda. Kalut sekali pikirannya. 

Tangisku pecah ketika melihat sosok Bapak terbujur kaku, berbalut kain kafan. Wajahnya begitu damai, seakan menyiratkan bahwa beliau akan beristirahat setelah berjuang melawan rasa sakit yang dideritanya selama satu tahun lebih. 

Kemudian kami mengantar Bapak ke tempat perisitirahatan terakhirnya. Tanganku bergetar hebat dan badanku lemas, kemudian dikuatkan oleh Mama, dengan menautkan jari kami berdua dan merangkulku seakan mengisyaratkan, “Harus kuat Zii. Jangan nangis, nanti malah menambah beban Bapak. Lepaskan, dan ikhlaskan. Semua ini sudah jalan takdir yang Allah tetapkan. Kita harus kuat, Zii. Kita hadapi cobaan ini bersama ya, nak.” 

Ketika jenazah Bapak dikebumikan, saya merasa sesak dan sedih yang luar biasa. Sosok hebat yang saya kagumi saat ini telah berpulang, bertemu dengan pencipta-Nya. 

Puncaknya tangis justru makin pecah di depan makan bertuliskan nama ayah di atas batu nisan sederhana. Aku memeluk nisan itu kuat-kuat, sambil sesekali menciumnya dan berbisik “Bapak, Zii sayang Bapak”, dan sekan beliau akan kembali dan kemudian membalas pelukanku dan menjawab“Iya, Bapak juga sayang Zii.’ Namun semua hayalku tertampar oleh kenyataan dengan batu nisan yang aku tatap sekarang ini.

Aku menyadari bahwa kehilangan yang paling berat yaitu kehilangan sosok panutan di dalam hidupnya yang tidak akan pernah kembali.  Superhero kesayangan, terlebih bagi putri kecinya. Tidak akan ada yang mampu menggantikan. Cinta antara Bapak dan anaknya itu beda, telampau istimewa. 

Semoga surga menantimu, Pak. Kami disini setia mendoakanmu. Semoga kita bisa bertemu lagi di kehidupan yang abadi.

--

07 Maret 2008 

Hari ini satu sayapku patah, sudah waktunya kempali kepada Allah. Bapak sudah tenang, aku akan berusaha untuk tidak menambah beban beliau disana. Jika rindu datang membelenggu, akan aku coba sampaikan melalui angin disepertiga malam dan menengadahkan tangan sembari berdoa disetiap waktu. Allah tidak pernah tidur, akan aku ceritakan semua pada-Nya betapa aku sangat menyayangi dan merindukannya. Aku percayakan semuanya kepada Sang Khalik, Sang Pencipta. Aku yakin akan ada pelangi indah setelah turunnya hujan. Aku bertekad dalam hati untuk berusaha menjadi seorang Zia yag kuat, semangat Zii!

--- 

Bapak, putri kecilmu sudah tumbuh dewasa. 

Rasa sakit akan kehilangan membuat aku belajar banyak hal. Dipaksa tumbuh dewasa karena sebuah keadaan membuat saya berkali-kali memutar otak untuk tumbuh menjadi wanita mandiri yang mengedepankan keluarga, layaknya Bapak yang selalu menjadikan keluarga sebagai prioritas. Aku akan berusaha meneruskan perjuangan dan mimpi Bapak. 

Terima kasih untuk semuanya dan terima kasih untuk memori indahnya, Pak. 

Sampai bertemu di kehidupan selanjutnya 😊 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan