
Hampir seribu tahun hidup di muka bumi, Naena-siluman kucing yang terobsesi menjadi manusia-mulai merasa bosan. Misinya menemukan lelaki yang tidak disfungsi ereksi setelah menggaulinya ternyata tak semudah bayangan. Hampir semua pria berakhir impoten. Jika terus begini, Naena tak akan pernah bisa menjadi manusia.
Sampai akhirnya datang sosok Dimas, satu-satunya pria yang tetap perkasa sesudah menikmati ranjang panas Naena. Sang siluman kucing akhirnya memperdaya Dimas untuk menikahinya. Namun, adakah...
"Nikahi aku," celetuk Naena begitu saja sembari menahan lengan Dimas yang akan pergi meninggalkan rumahnya.
"Apa?" Pria yang baru pertama kali bertemu Naena itu jelas terkejut dengan lamaran konyol si siluman kucing.
Naena menggaruk tengkuknya. Mencoba memikirkan rayuan yang tepat untuk sang mangsa. "A ... ayo kita menikah. Apakah Abang sudah punya pacar atau istri?"
"Belum." Dimas menggeleng pelan. "Tapi saya tidak bisa menikah dengan kamu.Tadi kita memang melakukan hal yang tidak seharusnya kita lakukan, saya minta maaf. Saya tidak bisa menikahi kamu."
Mata Naena melebar, rahangnya mengetat. "Kenapa tidak bisa?"
"Kita baru kenal satu sama lain beberapa jam yang lalu, kenapa saya harus menikahi Anda?" Pertanyaan Dimas membuat lidah Naena kelu membeku. Tak ada jawaban yang bisa meluncur dari mulutnya.
Baiklah, kalau kamu tidak mau menikahiku secara baik-baik, maka aku akan menyihirmu. Gumam Naena dalam hati.
"Kita bahkan tidak tahu nama satu sama lain, Nona. Saya rasa Anda masih dalam pengaruh obat, jadi tidak bisa berpikir jernih." Dimas menutup kalimatnya dengan tatapan penuh pengertian. Ia melepaskan tangan Naena yang mencengkeram lengannya.
"Tunggu," tahan Naena masih berusaha. " Kalau begitu katakan padaku, siapa namamu?"
Dimas menatap lurus ke netra sebiru zambrud yang dibingkai bulu mata lentik dan kelopak tunggal milik Naena. Tatapan mereka saling terkunci untuk beberapa saat. Dimas agak ragu memberitahukan namanya, tapi wajah memelas Naena agaknya mampu mengikis keraguan di hati Dimas. "Kris Dimas, panggil saja Dimas."
"Senang berjumpa denganmu, namaku Me ... Melisa." Spontan saja Naena mengarang nama, sebab nama aslinya yang dibawa dari dunia siluman terdengar aneh untuk manusia abad ini.
"Kalau begitu saya permisi dulu. Jaga diri Anda baik-baik, jangan lupa selalu kunci pintu."
Mengunci pintu? Yang benar saja. Aku pasti tidak akan bertemu denganmu hari ini jika aku mengunci pintu rumahku. Naena hanya tersenyum tipis untuk menanggapi atau sekadar berramah-tamah. Ia sudah tahu nama Dimas, kini saatnya menggunakan sihir yang ia miliki untuk membelenggu Dimas.
"Kris Dimas. Kamu hanya mendengarkan aku. Kamu hanya menuruti semua perintahku. Kamu hanya tunduk pada laranganku. Kini aku perintahkan kamu tinggal di sini sebagai suamiku untuk sementara waktu. Jangan pergi sebelum aku mengizinkanmu." Cahaya putih kehijauan terpendar dari tangan Naena yang mengarah ke arah Dimas. Cahaya itu seperti merambat dan melingkupi seluruh tubuh Dimas untuk beberapa saat. Usai cahaya magis merasuk ke dalam diri Dimas sepenuhnya, Naena menarik Dimas untuk kembali ke kamarnya. "Nah, mulai sekarang kamu suamiku. Yuk balik ke kamar."
Dimas menarik diri, hal itu membuat Naena terkejut bukan kepalang. "Apa yang Anda lakukan pada saya?" tanya Dimas dengan wajah tak mengerti.
Naena sama bingungnya. Bagaimana mungkin sihir andalannya tak berfungsi ke Dimas?Sihir itu telah ia gunakan selama ratusan tahun dan tidak sekalipun gagal. Kenapa kali ini sihir Naena mental? Apa kekuatannya sudah memudar? Ataukah ada yang salah dengan Dimas? Siapa sebenarnya lelaki ini? Ditiduri Naena tidak impoten, disihir juga tidak mempan. Sungguh di luar nalar. Naena menjilat-jilat leher Dimas, memberi tanda agar ia lebih mudah melacak keberadaan Dimas kalau-kalau pria itu kabur. Benar saja, diperlakukan demikian bikin Dimas ketakutan. Ia langsung lari ketika Naena dengan agresif menjilatinya.
Sial! Dia benar-benar kabur. Apa dia berpikir aku orang gila baru? Atau dia kira aku gadis mesum yang kurang belaian? Aku rasa dia benar. Aku memang gila karena butuh belaian. Hiks.
***
Satu ember ikan segar disantap dengan lahap oleh Naena. Ayres tersenyum melihat nafsu makan muridnya telah kembali, tanda bahwa Naena sudah tertolong dari siklus birahinya yang mengerikan.
"Makanlah pelan-pelan, kau tahu aku punya cukup banyak ikan, bukan?"
Naena mengangguk. "Tetap saja, aku tak bisa menahan diri untuk makan cepat. Ikan-ikan ini sangat menggoda, Guru."
"Biar kutebak, apa kau baru saja kawin dengan manusia tampan?" Ayres merundukkan kepala untuk mengintip lebih dekat ekspresi wajah Naena.
"Hahahaha." Naena terpingkal. "Kalau cuma cari yang tampan, aku sudah pasti mengawinimu. Ketampananmu tak ada obat, Guru."
"Jadi, apa yang membuatmu begitu gembira?" Ayres mengernyitkan kening.
"Aku akhirnya menemukan pria yang tidak impoten setelah tidur denganku. Bukankah ini kabar luar biasa, Guru?" Naena antusias berceriDim.
Ayres bertepuk tangan dengan takjub. "Wow, artinya kamu akan segera jadi manusia, Naena."
"Aku harap juga begitu. Sayangnya ada sedikit kendala." Naena mencebikkan bibir, murung.
"Kendala?"
Kepala Naena mengangguk lesu. "Dia kabur."
"Hah? Kabur?" Ayres hampir tersedak seekor tuna segar mendengar pengakuan muridnya. "Bagaimana dia bisa kabur, kau tidak menyihirnya, Naena?"
"Sihirku bahkan tidak mempan pada lelaki itu. Aneh bukan?" Naena memicingkan mata, menatap Ayres selekat-lekatnya, menunggu solusi apa yang akan diberikan sang guru?
Ayres menghela napas berat. Ia menyilangkan tangan di dada sambil duduk lagi merenung.
"Jadi aku harus bagaimana, Guru?"
"Ada beberapa jenis manusia yang memang tidak bisa kita sihir."
Naena mengusap bibirnya. Iya menyudahi sesi makan-makan, beralih ke sisi Ayres agar bisa lebih hikmad mendengarkan petuah gurunya. "Sungguh? Wah, aku baru dengar. Manusia seperti apa yang tidak bisa kita sihir?"
"Manusia dengan hati yang tulus, tidak memiliki nikat jahat atau keserakahan. Dan manusia bertekad kuat yang sangat meyakini Tuhannya." Ayres mengangkat dagu Naena dengan ibu jari dan jari telunjuknya. "Menurutmu lelaki itu termasuk yang mana?"
Naena mengangkat bahu. "Entahlah. Aku tidak yakin, tapi kurasa dia pria baik-baik."
"Lantas apa rencanamu ke depan, Naena?"
"Aku akan mengejarnya, membujuk dia supaya mau kawin denganku 48 kali lagi. Hmmm, mungkin aku akan mengajaknya menikah. Supaya tawaranku lebih terhormat."
Ayres terkekeh mendengar kata 'Terhormat'. "Dasar gila hormat."
***
Baru kembali ke kantor, Dimas sudah menerima write working order baru dari CSO¹. Ia membacanya dengan saksama. Kemudian menyiapkan peralatan tempur. Seperti yang diketahui, setiap profesi tentu membutuhkan peralatan kerja yang digunakan untuk menyelesaikan berbagai pekerjaan dan perbaikan. Begitu juga halnya dengan Dimas, sebagai teknisi listrik atau bahasa kerennya electrician, ia memiliki beberapa perkakas yang wajib dibawa serta saat akan melakukan pekerjaan. Baik itu saat akan memasang suatu instalasi listrik, perbaikan listrik, atau sekadar melakukan pemeriksaan dan perawatan Dimas wajib membawa testpen, tang, obeng, solder, kunci inggris, cutter, isolasi, dan lain sebagainya. Siap dengan tas pinggangnya, ponsel Dimas berdering tiba-tiba. Sebuah panggilan masuk dari DC², yakni Pak Arif, menghentikan langkah Dimas.
"Halo, Pak," sapa Dimas ketika menjawab telepon Pak Arif.
[“Dim, kamu yang terima order di Raya Langsep?"]
"Benar, Pak. Kenapa ya?"
["Oper ke Budi aja ya, Dim. Soalnya dia habis perbaikan di daerah sana, biar lebih cepat. Kamu pegang yang di Kebagusan, abis ini saya kirim WWO-nya ke Danu."]
"Bentar, Pak. Saya nggak jalan sama Danu hari ini."
["Oh iya, kamu sama siapa, Rifki apa Suyut?"]
"Sama Wahyu, Pak."
["Oh astagaaa Wahyu. Duh, maaf ya, Dim, saya mulai pikun sepertinya. Sampai lupa nama para teknisi."]
"Hehehe, iya, nggak apa-pa, Pak." Dimas meringis maklum, meskipun dalam hati ia menggerutu karena atasannya itu selalu saja lupa nama mereka. Ini saja untung-untungan Pak Arif ingat namanya Dimas, sebelumnya Dimas bahkan dipanggil Jono, Joni, Yoyon, entah apa dasarnya. "Kalau begitu WWO langsung kirim ke saya saja, Pak. Jadi saya bisa segera meluncur."
["Ah iya, ide bagus Jon. Ya sudah saya kirim habis ini ya. Thanks.]
Nah, kan! Baru saja Dimas lega Pak Arif tidak salah sebut nama, eh sudah kambuh lagi syndrome jahn-john-jahn-john-nya.
Dimas melenggang pergi ke mobil perusahaan bersama Wahyu, teknisi baru yang statusnya masih magang. "Kita jadi ke mana, Mas?" tanya Wahyu sambil memasang sabuk pengaman.
"Ke Kebagusan, cuma pemeriksaan dan pemeliharaan, kayaknya akan lebih cepet." Dimas menyalakan mesin mobil dan perlahan melajukan kendaraan roda empat tersebut. "Kamu sudah makan siang?"
"Belum, Mas." Wahyu menjawab dengan segan.
Dimas menoleh sambil tersenyum. Hampir semua teknisi baru merasa beruntung jika ditugaskan bersama Dimas. Selain tidak pelit ilmu, sebagai senior Dimas juga sangat mengayomi juniornya. Tak jarang ia mentraktir makan atau sekadar kopi. "Mau makan dulu, atau ke sana dulu? Kita masih punya waktu setengah jam."
"Kerja dulu aja, Mas, baru makan. Saya khawatir nanti telat kalau kita mampir nyari makan dulu."
"Benar, selain itu makan siang kita jadi terburu-buru. Di ransel saya ada roti, kamu makan itu dulu buat ganjel. Saya tidak mau kamu nggak fokus kerja karena kelaparan." Dimas menunjuk ransel hitam di bangku belakang.
"Mas Dimas baik sekali. Pantas anak-anak pada berebut jalan sama Mas."
"Masa?" Mata Dimas memicing, seulas senyum memunculkan lesung pipi yang manis. Jika Wahyu adalah perempuan, mungkin hatinya akan berdebar detik itu juga.
Mereka tiba di lokasi yang harus mereka periksa. Seperti biasanya, Dimas berkeliling untuk observasi, memanjat ke tiang listrik untuk mengecek semua baik-baik saja. Kontrol singkat itu dilakukan dengan amat teliti.
"Wahyu hati-hati." Dimas memberi kesempatan pada juniornya untuk mengganti kabel yang sudah saatnya diganti. Meski begitu ia tetap memantau dengan sesama.
"Sudah, Mas. Apa perlu dicarikan lagi jalur kabel kuning ke utara?" teriak Wahyu dari atas.
Dimas menggeleng. "Tidak perlu, lakukan sesuai yang ada diorder saja."
"Abang...." Tiba-tiba terdengar suara renyah seorang gadis.
Dimas menoleh ke belakang, matanya takjub melihat sosok Naena di sana. "No-nona? Apa yang Anda lakukan di sini?"
"Aku ke sini untuk mengejar Abang."
"Hah?" Sementara Dimas kebingungan, Wahyu dari atas justru terpesona oleh paras Naena. Pemudai itu sampai gagal fokus dan kehilangan keseimbangannya. Menyadari tangga yang Dimas pegang bergoyang, pria itu segera menahan sekuat tenaga. "Wahyu, kamu baik-baik saja? Cepat turun kalau sudah selesai!"
Wahyu terselamatkan, ia turun perlahan dengan tatapan yang tak bisa lepas dari wajah Naena. Dimas risih juga akhirnya, ia mengajak Naena untuk berbicara empat mata di tempat lain selama Wahyu beres-beres.
"Maaf, mungkin agak kasar, tapi saya mohon jangan mengganggu pekerjaan saya." Nada bicara Dimas lunak, tapi terdengar tegas dan serius.
Naena jadi murung. "Abang membenciku?"
Dimas menggeleng. "Tidak Nona, saya sama sekali tidak membenci Anda. Hanya saja, saya terganggu jika Anda tiba-tiba muncul seperti ini."
"Lalu aku harus muncul bagaimana supaya Abang tidak terganggu?" Naena menarik ujung kaos Dimas.
"Jangan muncul," lirih Dimas yang sebenarnya tak tega.
Naena menggeleng keras-keras. "Tidak mau. Aku ingin Abang menikahiku, apapun caranya.''
"Menikah bukan prioritas saya saat ini, mohon mengerti."
"Tidak bisa. Aku tidak bisa mengerti. Kalau menikah bukan prioritas Abang, lantas apa prioritas Abang saat ini?"
"Itu urusan pribadi saya, dan saya tidak ingin membaginya ke Nona."
"Ah, kaku sekali manusia ini." Naena mulai kesal. "Baiklah, katakan apa yang kamu inginkan? Aku bahkan rela membayar Abang asal Abang mau nikah sama aku."
Dimas makin tak mengerti. Kenapa ada gadis sedemikian konyol? Apakah gadis ini masih waras?
"Maaf, saya tidak menjual diri. Silakan cari pria lain saja. Saya permisi."
"Tunggu." Naena menahan lengan Dimas. Rambutnya yang berantakan diterpa angin menutup sebagian matanya, meski begitu ia masih bisa mengintip ekspresi Dimas. Pria itu tampak tidak senang atau lebih tepatnya marah. Apa Naena salah bicara? "Aku minta maaf jika perkataanku lancang dan menyakiti hati Abang. Aku hanya tidak tahu bagaimana cara membujukmu. Aku harus menikah secepatnya, dan yang bisa menikahiku adalah Abang. Bisakah Abang pertimbangkan sekali lagi tawaranku?"
"Kenapa Nona harus menikah secepatnya? Dan kenapa harus dengan saya?" Dimas berbalik, balas menatap Naena.
"Ka ... karena ... karena ...." Naena masih menimbang apakah ia harus jujur atau berbohong saja? "Aku ... aku menyukai Abang. Sejak hari itu, setelah kita tidur bersama, aku terus memikirkan Abang."
Naena mengangguk penuh percaya diri. Ia mempelajari kalimat merayu barusan dari manusia-manusia di sekitarnya, semoga kali ini Dimas luluh.
Dimas menghela napas. Dari air mukanya, ia tak tampak marah, tapi tak tampak bahagia juga. Seperti mendung tapi tak terlalu pekat. Naena tak bisa menebak apakah akan turun hujan, badai, atau bahkan petir. "A ... aku akan kembali untuk meyakinkan Abang lagi. Sampai jumpa." Naena memutuskan pergi saja daripada berdiri saling canggung berlama-lama.
"Tunggu, apakah Nona tidak ingin meminta nomer teleponku?"
Naena terbelalak. "Bolehkah?"
***
*Catatan kaki:
1. CSO (Customer Service Officer)
Customer Service Officer (CSO) menerima teleon dari pelanggan dan saat itu juga membuat laporan secara langsung pada aplikasi yang terhubung ke seluruh unit PLN.
CSO dituntut mampu menjustifikasi permasalahan dengan cepat dan tepat, memberikan solusi yang tepat, serta membuat write working order (korespondensi) yang di input dan disampaikan menggunakan system. Saat telepon selesai, maka pada saat itu pula korespondensi sudah dikirim ke unit terkait.
2. DC (Desk Control)
Saya sebagai DC membantu mengawasi jalannya aktivitas CSO selama bekerja agar tercapai target yang telah ditetapkan.
Targetnya itu terdiri dari :
Call yang berhasil terangkat / terlayani setelah melewati Interactive Voice Response (IVR)
Call yang terputus di IVR, karena terlalu lama menunggu / diputus pelanggan.
Call yang masuk ke CSO, namun tidak terangkat.
Agar target terpenuhi, tentunya dibutuhkan scheduling atau pengaturan staff yang tepat. Saya harus mampu mengatur staffing di hari-hari tertentu, atau di jam-jam tertentu dimana kontur call tinggi.
***
Bersambung.....
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
