#ceritadanrasaindomie Kesukaan Baru Najwa

0
0
Deskripsi

Najwa merasa lapar dan ingin makan mie goreng. Namun, ibu tidak menyediakan mie goreng. Di rumah hanya ada mie kuah Indomie yang belum pernah dicicipinya. Akankah Najwa suka dengan mie kuah tadi. Simak kelanjutannya, ya.

 

"Bu, masih ada mie enggak, Bu?" tanya gadis usia 8 tahun kepada ibunya. Tumben pagi-pagi sekali Najwa menanyakan mie. Apa semalam dia bermimpi makan mie?

"Ada, Naj. Coba lihat di tempat penyimpanan makanan, ya," ucap ibunya yang masih sibuk mengiris sayuran. Segera saja Najwa merogoh ke dalam tempat penyimpanan, tetapi tangannya tidak sampai ke bagian dalam. Najwa tidak berhasil menemukan mie.

Melihat tingkah Najwa yang sedikit kesulitan menemukan bungkusan mie, ibu membantunya mengambilkan mie dan memberikan kepada Najwa.

"MIE GORENG!" ucap Najwa lantang.

"Enggak ada mie lain, ya, Bu?" tanya Najwa kembali.

"Ada, tapi mie kuah. Najwa mau?" tanya ibu sambil memberikan sebungkus mie Indomie kuah kepada Najwa. Gadis itu mengambilnya, lalu membaca tulisan yang ada di kemasan 'Kaldu Udang'.

"Jenis mie apa ini? Enak enggak, ya?" pikir Najwa.

Di keluarga Najwa, memakan mie hanya dilakukan paling banyak 2 kali dalam seminggu. Bahkan pernah dalam sebulan, Najwa dan keluarga hanya 2 kali menjadikan mie sebagai menu sarapan pagi.

Jika ibu belum selesai membuat sarapan; nasi, lauk, dan sayur, maka ibunya akan mengambil cara praktis, yaitu memasak mie. Oleh karena itu, untuk berjaga-jaga ibunya membeli beberapa bungkus mie sebagai cadangan.

" Apa enggak ada mie goreng, Bu?" tanya Najwa sekali lagi sambil meletakkan kembali mie kuah tadi. Ibu hanya menggeleng.

"Ini juga enak loh, Najwa. Memang Ibu belum pernah memasak mie kuah, tapi kalau kamu mau mencobanya, Ibu akan masakan," ibu meminta pertimbangan pada gadis itu.

Najwa tampak bingung. Mie yang dia sukai adalah mie goreng, bukan kuah. Mie goreng dengan kecap yang banyak dan tanpa cabai adalah favorit Najwa. Itu pun diberi satu telur ceplok di atasnya. Kata Najwa, itu namanya mie goreng spesial.

"Ah, apa salahnya mencoba," pikir Najwa sesaat.

Ibu telah menyalakan kompor dan meletakkan panci untuk merebus air. Air itu akan digunakan untuk memasak mie. Najwa tidak tahu, bisa jadi dia akan ketagihan dengan mie kuah ini.

"Kalau sudah mengembang, pecahkan telur dan masukkan ke dalamnya, ya. Lalu, aduk," perintah Ibu.

"Enggak ah, Bu. Nanti telurnya diceplok aja!" tolak Najwa pada perintah ibu.

Sebutir telur yang ada di tangannya dan hendak diletakkan di meja dapur terjatuh di samping panci. Sebagian telur meleleh mengenai mie. Najwa panik. Dia butuh bantuan.

"Ibu, telurnya pecah!" rengek gadis itu.

Ibu buru-buru mengambil 1-2 remahan kecil kulit telur yang ada dalam mie. Setelah itu beliau membersihkan pecahan telur yang ada di samping panci

"Pasti rasanya enggak enak!" rengeknya kembali.

Tangannya tetap mengaduk mie dengan sedikit telur tadi.
Dia melakukannya dengan cepat. Dia memang sudah terbiasa membantu ibunya, termasuk memasak mie goreng sehingga dengan lincah tangannya melakukan perintah ibunya ini.

Tak kurang dari lima menit, mie sudah siap di dalam mangkuk. Aroma kuahnya tercium ke mana-mana dan menimbulkan keinginan untuk menyantapnya. Gadis itu sudah lupa dengan kejadian tadi.

"Kalau sudah hangat, makanlah. Nanti bedakan dengan mie goreng yang sering kita buat, ya," ujar ibu yang meninggalkan Najwa bersama semangkuk mie kuah.

"Oh, iya, kalau mau ceplok telur, ambil lagi aja telurnya. Kan telur tadi cuma masuk sedikit di panci," lanjut ibu yang sengaja membalikkan badannya ke hadapan Najwa.

Najwa menggeleng. Dia tidak memikirkan telur ceplok lagi. Yang dia inginkan adalah menyantap mie kuah ini. Dia merasa sudah tidak tahan. Aromanya begitu menggoda.

Liur Najwa hampir saja menetes karena aroma mie yang sangat kuat. Dia mengambil kipas, lalu mengayuhkan kipas itu ke kanan dan kiri. Dia coba mencelupkan telunjuknya ke dalam kuah mie. Ah, mienya sudah hangat. Najwa siap menyantapnya.

"Hemmm ... hemmm ... nyam ... nyam ... enak!" gumam Najwa sambil terus memasukan mie ke dalam mulutnya. Kuah terlihat memercik di lantai. Dia tidak memedulikan hal itu. Toh, nanti setelah makan akan dibersihkan. Yang penting sekarang, makan mie dan habiskan kuahnya.

Mie yang ada di mangkuk terus berkurang. Najwa tidak tahu bahwa dia telah menghabiskan hampir seluruh mie. Dia lupa untuk mencicipinya kepada ibu.

"Oh. Ibu! Aku harus mencicipi Ibu!" teriak Najwa. Ingatannya untuk mencicipi mie buatannya kepada ibu membuat Najwa berhenti mengunyah. Dia buru-buru membawa lari mangkuk mie tadi ke dapur.

"Ini, Bu. Maaf, Najwa lupa membagikan mie sebab enak kok rasanya," ucap Najwa malu. Najwa merasakan sensasi yang berbeda saat makan mie kuah, lebih segar. Ibunya membalas dengan senyuman.

"Tuh kan. Kamu ternyata suka dengan mie kuah. Udah habiskan semua mienya, Ibu tadi sudah makan kok." Sepertinya berbohong adalah keahlian ibu padahal berbohong itu tidak boleh.

Tanpa menunggu lama, Najwa langsung menghabiskan mie yang tersisa sampai-sampai setetes kuah pun tidak ada yang bersisa. Najwa ketagihan. Namun, perutnya terlalu kenyang untuk menambah lagi.

"Bu, besok aku mau masak mie Indomie kuah lagi, ya. Nanti aku mau masukan kecambah, biar ada krenyesnya," ucap Najwa sambil meletakkan mangkuk mie yang kosong ke dalam wastafel.

"Telurnya nanti langsung dimasukkan dalam rebusan mienya. Asyik, pasti rasanya tambah enak!" pekik Najwa untuk mendapat respons dari ibu yang sudah tidak ada lagi di dekatnya. Dia membayangkan semangkuk mie kuah dengan sebutir telur yang telah diaduk ke dalamnya.

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Sebelumnya #ceritadanrasaindomie Suka sih Boleh, Nipu Jangan
0
0
Eh, Den. Kamu tahu enggak rasa apa yang paling aku suka? tanya Anton kepada sahabatnya, Deni Mardeni.Tentu saja Deni menggeleng, dia sibuk mengaduk-aduk mie Indomie di dalam panci sup. Ah, perutnya yang keroncongan tidak bisa diajak kompromi saat mencium aroma bumbu dengan minyak bawang dan kecap yang Deni letakkan ke dalam piring. Aroma itu betul-betul menggoda dan begitu khas di kos ini. Namun, mulutnya harus sabar untuk menyantap untaian mie itu sesaat setelah matang karena dia tidak suka menyantap makanan dalam keadaan panas.Ayo, jawab dong, Den! desak Anton tak mau berhenti. Deni meletakkan sutilnya, lalu memandang ke atas.Nampaknya bukan rasa cicak yang paling Anton suka 'kan? Toh, cicak juga enggak ada di sini, pikir Deni melirik bergantian ke arah Anton dan dinding dapur di depannya.Hemm ... aku nyerah deh, Ton. Meskipun aku sahabatmu sejak TK, eh PAUD ... aku tetap tidak tahu rasa apa yang paling kamu suka, ucap Deni lirih.Huh, gitu aja enggak tahu. Tahu enggak sih kalau aku tuh paling suka itu! tunjuk Anton pada sepiring mie yang sudah tersedia di piring.Oh, maksudnya ini toh! Ah, kamu, ada-ada aja! Yuk, kita habisin! ajak Deni tak mau kalah.Tiba-tiba sepiring mie yang sudah disodorkan ke hadapan Anton buru-buru ditarik kembali oleh Deni. Anton menjadi bingung karena sikap Deni itu. Wajah Deni pun terlihat cemberut. Apa Deni tidak ingin membagi mie itu untuk Anton?Tunggu bentar, Ton. Meskipun perutku sudah sangat keroncongan, aku ingin tahu satu hal dan kamu harus jawab dengan jujur loh! ucap Deni penuh ketegasan.Anton mengangguk. Sampai saat ini Deni mengenal Anton sebagai sahabat yang baik dan jujur. Belum pernah sekali pun Anton ketahuan membohonginya. Namun, kejadian kemarin membuat Deni penuh selidik terhadap sahabat yang satu kos dengannya itu.Kamu tahu enggak kemarin aku mengalami kesialan. Kesialan yang sungguh-sungguh sial. Belum pernah aku mengalami kejadian aneh seperti kemarin, jelas Deni. Tampaknya Anton bingung dengan penjelasan Deni itu.Aduh, keliling-keliling aja nih. Maksudnya apa sih! Anton sudah mulai gusar.Begini, sepulang kuliah aku pulang dan mau masak mie. Aku ambil sebungkus Indomie dari rak. Kebetulan hanya ada sebungkus mie goreng di sana. Aku masak aja mie itu. Rencananya, setelah makan aku akan membeli beberapa bungkus Indomie lagi untukmu. Eh, setelah masak dan mie sudah siap disantap, aku tinggal sebentar untuk ke kamar mandi. Setelah keluar dari kamar mandi, aku kira bisa langsung memakan mie itu. Ternyata, tidak! Mie itu lenyap! Aku cari ke bawah kursi dan meja. Mungkin saja masih ada jejak mie di sana, tetapi aku tidak menemukannya. Kucoba untuk melihat keluar rumah dan tampaknya tidak ada seekor kucing pun sedang yang berada di sana. Sialnya, perutku terasa sangat lapar saat itu. Aku ambil segelas air. Ya, saat itu hanya ada segelas air. Biskuit dan roti yang biasanya ada di meja belajar juga tidak bersisa. Sambil minum segelas air bening, aku duduk memegang perutku. Selera makanku mulai hilang, cerita Deni detail.Deni menceritakan semua kejadian yang tidak menyenangkan itu dengan penuh kekesalan dan itu terlihat sekali dari rona wajahnya, merah. Sementara matanya memandang Anton yang duduk dihadapannya. Dia sedikit curiga kepada Anton, tetapi perasaan itu ditepisnya.Anton yang mendengarkan cerita Deni malah tersenyum. Sulit baginya untuk menahan tawa saat melihat raut kesal di wajah Deni. Deni malah ikutan kesal karena sikap Anton.Aku kira sudah mulai ada orang yang berani masuk ke kosan kita, Ton. Kamu harus berhati-hati. Itu baru mie goreng yang dicuri. Gimana kalau maling itu mencuri handphonemu atau uang yang sering kau sembunyikan di bawah bantal bulukmu? Ah, aku tidak bisa membayangkan betapa sedihnya bila kejadian itu betul-betul terjadi, lanjut Deni.Aku kira kucing hitam yang memakan miemu, Den. Masa' pencuri mau ambil mie? Ah, jangan sampai kejadian seperti itu terjadi padaku. Aku 'kan enggak bisa lepas dari ponselku, balas Anton, yang kali ini diiringi gelak tawanya.  Anton tertawa sambil memegang perutnya.Kamu tuh, ya. Aku cerita sedih, eh diketawain! omel Deni. Sepiring mie pun diletakkan Deni kembali di tengah mereka.Maaf, ya, Den. Kemarin itu aku iseng ngerjain kamu. Diam-diam miemu aku makan. Sebab, aromanya menggodaku sih. Aku pikir masih ada mie lain untukmu. Setelah makan aku pergi ke rumah Dian untuk mengerjakan tugas. Pulangnya aku lupa mengatakan kepadamu, Den. Maaf, ya. Kamu enggak marah, 'kan? tanya Anton sambil menyengirkan senyumnya.Ternyata, kamu, ya! Huh, masak sendiri sana! Ini balasannya! rengut Deni sambil menjauhi Anton yang masih tersenyum kecut. Sepiring mie Indomie dibawa serta olehnya. Anton melonggo melihat kepergian Deni.Aku 'kan sudah minta maaf. Kok dia marah sih? Apa memakan mie goreng Indomie itu sebuah kesalahan? ucap Anton lirih sambil mencoba menemukan jawaban atas pertanyaannya sendiri.Beberapa saat pemuda itu duduk termangu dan memikirkan kejadian baru saja terjadi. Dia tahu amarahnya Deni tidak akan lama. Namun, kejadian tadi sungguh membekas di hatinya.Kini Anton sadar bahwa kelakuannya memang keterlaluan. Gara-gara mie sahabatnya jadi marah kepadanya. Dia menyesali semua itu dan tidak akan mengulanginya kembali.
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan