
“Lo tau nggak, Cha,” ucap Iqbal tiba-tiba.
“Tau apa Iqbal?”
“Lo cantik kalau lagi masak.”
“Memang biasanya Acha nggak cantik?”
“Cantik.”
“Terus bedanya apa?”
“Makin cantik.”
*****
OUR MARIPOSA TIGA PULUH TIGA
“Natasha.”
“Iya Iqbal?”
“Aku cium lagi boleh?”
Acha terdiam sejenak, kemudian sedikit memundurkan tubuhnya. Detik berikutnya, Acha menggeleng pelan dengan senyum mengembang kecil di paras cantiknya.
“Nggak boleh,” jawab Acha.
Iqbal mengerutkan keningnya.
“Kenapa?”
Acha menunjuk ke arah jam di dinding, sudah hampir pukul dua dini hari.
“Kita harus tidur. Nggak baik juga berduaan lama-lama, Iqbal.”
Iqbal terkekeh kecil mendengar jawaban Acha yang begitu polos.
“Iya.”
“Iqbal nggak marah, kan?” tanya Acha hati-hati.
Iqbal menggeleng kecil, tangannya terulur menyentuh puncak rambut Acha dan mengacak-acaknya pelan.
“Nggak, Natasha.”
Setelah itu, Iqbal berdiri dari sofa, tangannya ia ulurkan ke sang pacar.
“Gue antar ke kamar.”
Acha menerima tangan Iqbal dengan senang hati seraya berdiri.
“Makasih Iqbal.”
Keduanya pun segera beranjak menuju kamar Acha. Iqbal hanya mengantarkan sampai di depan kamar.
“Ada kata-kata manis nggak buat Acha?” tanya Acha sebelum melepaskan tangan Iqbal.
“Hah?” bingung Iqbal.
“Ucapan selamat malam yang manis dan romantis,” perjelas Acha.
Iqbal tersenyum kecil, tangannya melepaskan jemari Acha. Kemudian berpindah menyentuh pipi Acha dan membelainya lembut.
“Malam sayangku.”
*****
Acha tak bisa langsung tidur, pandangannya menerawang pada langit-langit dinding. Kejadian beberapa menit yang lalu masih tergambar jelas di pikirannya. Tanpa sadar senyum di wajah Acha mengembang.
“Wah,” lirih Acha masih takjub.
Tangan Acha perlahan menyentuh bibir kecilnya.
“Iqbal beneran banyak berubah. Dulu waktu SMA saja selalu nolak kalau Acha suruh kasih ucapan manis. Sekarang sudah jago banget.”
Acha terkekeh sendiri.
“Cinta memang bisa mengubah orang.”
****
Pagi telah datang, baik Iqbal dan Acha tidur dengan nyenyak. Iqbal keluar dari kamarnya saat mencium bau enak dari dapur. Iqbal mendapati Acha yang sudah sibuk di dapur entah sejak kapan.
“Masak apa?” tanya Iqbal sembari berjalan mendekati Acha.
Acha sedikit tersentak melihat kemunculan Iqbal.
“Acha buat telur omelatte. Iqbal suka?”
“Suka.”
“Mau sereal juga, nggak?”
“Emang ada?”
“Acha tadi beli di minimarket bawah.”
Iqbal terdiam sejenak, cukup tersentuh dengan yang dilakukan sang pacar.
“Kenapa nggak minta tolong gue saja.”
“Acha nggak mau bangunin Iqbal.”
“Lain kali minta gue yang belikan.”
Acha mengangguk.
“Iya, Iqbal.”
Iqbal memperhatikan Acha dan omelate yang dimasak Acha dengan bergantian. Perut Iqbal mulai berbunyi, bau enak dari telur yang hampir matang membuatnya ingin cepat-cepat makan.
“Ada yang bisa gue bantu?” tanya Iqbal lagi.
“Nggak ada. Iqbal duduk saja di meja makan. Sebentar lagi Acha selesai, kok.”
“Oke.”
Iqbal menuruti ucapan Acha. Ia segera duduk di meja makan, menunggu omelate buatan Acha datang.
Iqbal tak berhenti memperhatikan Acha. Senyum di wajah Iqbal mengembang, Iqbal merasa bahagia bisa melihat gadis yang dicintainya ada di hadapannya pagi hari dan memasakan makanan untuknya.
“Lo tau nggak, Cha,” ucap Iqbal tiba-tiba.
“Tau apa Iqbal?” balas Acha dengan pandangan yang masih fokus ke omelate.
“Lo cantik kalau lagi masak.”
Acha menghentikan aktivitasnya sejenak, kemudian menatap Iqbal dengan heran.
“Memang biasanya Acha nggak cantik?” pancing Acha.
“Cantik.”
“Terus bedanya apa?”
“Makin cantik.”
Acha tak bisa menahan senyumnya untuk mengembang. Iqbal yang sekarang tidak malu-malu lagi bahkan tidak gengsi untuk memujinya.
Acha menghadapkan tubuhnya ke arah Iqbal.
“Acha sudah cocok nggak jadi istri Iqbal?” tanya Acha.
Iqbal mengangguk tanpa ragu.
“Sudah.”
Senyum di wajah Acha semakin mengembang, senang mendengar jawaban Iqbal.
“Kita harus cepet-cepet selesaiin kuliah kita, biar kita bisa cepet nikah Iqbal,” ucap Acha sungguh-sungguh.
Iqbal tertawa mendengar ucapan Acha yang terdengar polos namun dengan raut wajah serius.
“Lo nggak mau cari kerja dulu?”
“Nggak, kan Iqbal nanti yang kerja.”
“Terus buat apa kuliah kedokteran kalau nggak kerja?”
“Buat bisa kuliah bareng Iqbal, satu kelas sama Iqbal dan selalu di dekat Iqbal.”
Iqbal mengerutkan kening, menatap Acha dengan lekat.
“Sebenarnya cita-cita lo apa, Cha?” heran Iqbal.
Acha kembali mengembangkan senyumnya.
“Jadi istri Iqbal.”
****
Acha memakan dua bungkus roti sekaligus untuk makan siang, kelas anatomi pagi ini membuat kepalanya panas dan perutnya kelaparan.
Acha membutuhkan lebih banyak energi sebelum kelas keduanya dimulai. Tangan kanan dan kiri Acha terlihat begitu sibuk. Yang kanan menyuapi roti ke mulutnya dan yang kiri menulis rangkuman materi mata kuliah anatomi. Sungguh hari yang sibuk.
“Makan dulu yang bener Sapi.”
Acha tersentak kaget, ia menoleh ke samping dan menemukan Glen sudah duduk di kursi sebrang.
“Glen ngapain di perpustakaan?” heran Acha.
“Memang gue nggak boleh datang ke perpustakaan kampus?”
“Aneh saja. Glen kan nggak suka belajar. Glen bisa lulus saja Acha takjub banget,” jawab Acha dengan wajah polosnya.
Glen berdecak pelan.
“Bisa nggak jawabnya jangan terlalu jujur?” sinis Glen.
“Bohong dosa Glen.”
Glen hanya bisa menghela napas panjang dan pasrah saja. Toh memang kenyataan.
“Mana pacar lo?”
“Siapa?” tanya Acha, tiba-tiba otaknya nge-blank.
“Memang lo punya pacar berapa?” heran Glen.
“Satu.”
“Ya sudah yang gue tanyain pacar lo satu-satunya itu.”
Ah! Acha manggut-manggut, akhirnya mengerti.
“Iqbal lagi latihan basket. Besok ada pertandingan rector cup. Glen jangan lupa nonton ya.”
“Gue sibuk,” tolak Glen cepat.
“Nyesel Acha nawarin! Nggak usah datang!” kesal Acha.
“Oke.”
Acha langsung memberikan sorot mata penuh kobaran kekesalan. Dan, melihat Acha kesal ada kesenangan tersendiri untuk Glen.
“Apa lihat-lihat?” ketus Acha.
Glen tertawa karena Acha bertambah kesal. Kemudian, Glen tiba-tiba mengeluarkan sebuah poster kecil, menyodorkannya ke Acha.
“Apaan?” tanya Acha masih kesal.
“Lihat dulu,” suruh Glen.
Dengan sedikti ogah-ogahan, Acha menarik poster kecil itu dan membacanya. Detik berikutnya, kedua mata Acha langsung terbuka lebar dengan sorot berbinar-binar.
“Pameran boneka sapi?” tanya Acha masih tidak percaya.
“Iya. Gue juga takjub ternyata ada orang kurang kerjaan buat pameran seperti itu.”
Acha langsung memberikan lirikan tajam ke Glen.
“Ini namanya seni dan hobi, Glen. Jangan bilang kurang kerjaan!!”
“Iya, terserah lo. Datang sana,” suruh Glen.
“Tentu saja Acha bakalan datang. Dan, Acha harus datang!” ucap Acha yakin.
Glen terkekeh pelan, sudah menduga reaksi Acha akan langsung antusias.
“Ajak pacar lo biar nggak belajar terus.”
“Tentu saja Acha akan ajak Iqbal. Nggak mungkin, kan, Acha ajak Glen?”
“Gue juga nggak mau walaupun lo ajak.”
Acha mendesis pelan, Glen memang paling jago untuk membuatnya kesal.
“Makasih infonya,” ucap Acha singkat.
Glen mengangguk singkat, kemudian berdiri.
“Pamerannya terakhir lusa. Jangan sampai kelewatan,” peringat Glen.
Acha menatap Glen yang akan beranjak dengan bingung.
“Glen mau kemana?” tanya Acha.
“Pulang.”
“Terus apa ke kampus? Glen cuma mau kasih lihatin poster ini ke Acha?”
“Iya,” jawab Glen dengan santainya.
Acha langsung terdiam, tak bisa berkata-kata. Mendadak keadaan tiba-tiba terasa canggung.
“Se… Sekali lagi makasih banyak Glen infonya,” ucap Acha berusaha tetap bersikap biasa walau sulit.
“Oke, gue balik.” Glen sendiri bisa mengendalikan dirinya.
Setelah itu, Glen beranjak pergi dari hadapan Acha. Sedangkan, Acha masih terus menatap kepergian Glen dengan perasaan campur aduk.
Acha memaksakan senyumnya.
“Acha yakin Glen pasti sudah nggak suka sama Acha.”
****
Acha menunjukkan poster pameran sapi yang didapatkan dari Glen kepada Iqbal dengan antusias. Acha terus mengoceh dan memohon kepada Iqbal agar mau menemaninya.
“Iqbal pamerannya tinggal dua hari lagi. Acha nggak mau ketinggalan. Iqbal mau kan anterin Acha? Iqbal mau kan nemenin Acha?” rengek Acha seperti anak kecil.
Iqbal menatap Acha.
“Lusa ya?”
“Iya Iqbal terakhir pamerannya lusa. Iqbal nggak bisa, ya?” tanya Acha dengan perasaan sedih.
Iqbal berdeham pelan.
“Gue lusa ada janji bantu profesor Tomi di lab. Tapi, gue akan usahain selesaiin secepatnya dan bakalan antar lo di malam harinya.”
Acha mengembangkan senyum senang, kemudian mengangguk.
“Iya, Iqbal. Acha akan tungguin Iqbal. Makasih Iqbal.”
Iqbal mengacak-acak puncak rambut Acha.
“Besok datang, kan?” tanya Iqbal balik.
“Ke pertandingan basket? Tentu saja Acha akan datang. Acha akan duduk paling depan buat dukung Iqbal.”
“Besok jangan berangkat sendiri. Gue jemput.”
“Emang Iqbal nggak ada briefing dulu bareng pemain lain? Nggak apa-apa Iqbal jemput Acha dulu?”
“Nggak apa-apa.”
“Iqbal nggak telat?”
“Enggak. Masih cukup waktunya.”
Acha mengangguk-angguk menuruti saja.
“Iya, Iqbal.”
Pandangan Iqbal beralih ke poster pameran boneka sapi yang ada di tangan Acha. Jujur, Iqbal sendiri masih tidak yakin dia bisa menemani Acha atau tidak di hari lusa itu. Karena, biasanya jika ia sudah berada di lab bersama profesor Tomi selesainya pasti bisa sangat malam.
“Iqbal, Acha nanti harus beli boneka sapi berapa?” tanya Acha dengan antusias.
Iqbal langsung menatap Acha dan berusaha untuk tersenyum.
“Nggak usah beli lebih baik.”
“Kenapa nggak usah beli? Kasihan nanti boneka-boneka sapinya teriak-teriak minta Acha bawa pulang.”
“Boneka sapi lo sudah banyak Cha.”
“Belum Iqbal. Lebih banyak penduduk Indonesia!”
“Memang lo mau kumpulin boneka sapi sampai berapa?”
“Sampai menyamai penduduk Indonesia!” jawab Acha penuh semangat.
“Dua ratus juta?”
Acha mengembangkan senyumnya lebar.
“Iya. Acha akan memecahkan rekor perempuan pengoleksi boneka sapi terbanyak di dunia!!”
Iqbal menghela napas panjang, tak bisa berkata-kata lagi.
“Acha beli tujuh kebanyakan nggak Iqbal?”
“Nggak,” jawab Iqbal pasrah.
“Kalau sepuluh bagaimana?”
“Suka-suka lo, Cha.”
Acha menyipitkan kedua matanya, mencoba memantapkan hatinya.
“Acha sudah yakin sekarang harus beli berapa boneka sapi!” seru Acha dengan yakin.
Iqbal menatap Acha, sangat lekat.
“Berapa?”
Senyum Acha kembali mengembang, lebih lebar.
“Sebelas! Acha mau buat tim sepak bola di rumah Acha!”
****
#CuapCuapAuthor
BAGAIMANA OUR MARIPOSA PART TIGA PULUH TIGA? SEMOGA SUKA YA ^^
KIRA-KIRA IQBAL BAKALAN BISA NEMENIN ACHA KE PAMERAN BONEKA SAPI NGGAK?
Sampai jumpa di OUR MARIPOSA part tiga puluh empat ^^
Jangan lupa kasih love dan komen kalian ya. Selalu paling ditunggu.
Makasih banyak teman-teman Pasukan semua. Sayang kalian semua dan selalu jaga kesehatan ya ^^
Salam,
Luluk HF
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
