
“Kenapa, Cha?” tanya Iqbal.
“Iqbal nanti malam sibuk, nggak?”
“Nggak terlalu,” jawab Iqbal.
“Iqbal mau ngapain nanti malam?”
“Belajar.”
Acha mendecak pelan
“Selain belajar?”
*****
OUR MARIPOSA PART DUA PULUH LIMA
MASA KINI
Acha menatap dirinya di depan kaca kamar mandi, kedua matanya terasa masih berat untuk dibuka. Namun, ia harus memaksakan diri untuk segera mandi dan berangkat ke kampus.
“Natasha kamu mau sarapan apa?”
Suara teriakan Kirana, sang Mama terdengar dari luar kamar Acha, membuat gadis itu membuka sedikit pintu kamar mandinya.
“Sandwich aja Tante Mama,” teriak Acha tidak kalah kencang.
“Pakai telur nggak?”
“IYA PAKAI!!!”
Setelah itu, Acha kembali menutup pintu kamar mandinya dan bergegas mandi. Dia tidak mau telat di kuliah paginya hari ini. Apalagi, kemarin Iqbal janji akan menjemputnya pagi ini.
****
Tema Acha hari ini adalah pinky-girl-day, Acha mengenakan outfit warna merah muda mulai dari pakaian, baju hingga tasnya. Entah kenapa, Acha hanya ingin mengenakan warna itu. Ya, mungkin karena hatinya masih terasa berbunga-bunga karena kejadian semalam. Ehem.
Ya, ciuman kedua mereka.
Bahkan, semalam Acha sampai kesulitan untuk tidur, jantungnya masih saja terus berdebar dan selalu ingat kejadian di Apartmen Iqbal.
Apakah Iqbal juga merasakan hal seperti Acha?
*****
Acha menghabiskan sepiring sandwich dan segelas susu cokelatnya. Bersamaan itu, Acha mendengar suara mobil di depan rumahnya yang menandakan Iqbal sudah tiba.
“Tante Mama sandwich untuk Iqbal mana?” tanya Acha sembari berdiri.
Kirana segera mengambilkan sekotak bekal berisikan sandwich dan kue cokelat kesukaan Iqbal.
“Hati-hati di jalan sayang. Salam ya untuk Iqbal,” ucap Kirana sembari memberikan bekalnya.
Acha menerima dengan senang hati, kemudian menyalami Mamanya.
“Iya Tante Mama. Acha berangkat dulu ya.”
****
Acha keluar dari gerbang rumah dengan langkah sedikit buru-buru. Acha tidak ingin membuat Iqbal menunggu lama. Acha dapat melihat mobil BMW putih Iqbal di depan gerbang rumahnya.
Kemudian, Acha segera masuk ke dalam mobil Iqbal.
“Pagi pacarnya Acha,” sapa Acha dengan senyum manisnya.
Iqbal menyambut Acha dengan senyuman hangat.
“Pagi sayang,” balas Iqbal tanpa ragu.
Senyum Acha mengembang lebih lebar, pagi-pagi pipinya sudah dibuat merona oleh sambutan hangat Iqbal.
“Tante Mama buatkan bekal sandwich untuk Iqbal. Ada kue cokelat juga,” ucap Acha sambil menepuk tasnya yang berisikan perlengkapan perangnya hari ini.
“Makasih. Salam balik ke Tante Kirana.”
“Iya, Iqbal.”
Iqbal mengambil tas Acha yang semula ada di pangkuan Acha, memindahkannya ke kursi belakang agar Acha tidak kerepotan. Acha selalu suka dengan sikap-sikap manis Iqbal meskipun hanya hal sederhana.
“Langsung ke kampus, kan?” tanya Acha memastikan.
Iqbal hanya menjawab dengan anggukan, lalu segera menjalankan mobilnya menuju ke kampus mereka. Hari ini mereka ada kuliah pagi seperti biasanya dan juga praktikum di siang hari. Jadwal Iqbal dan Acha cukup banyak.
Lagu know me dari Gemini mengiringi perjalanan mereka. Acha beberapa kali melirik ke arah Iqbal, cowok itu terlihat santai dan tenang seperti biasanya.
“Iqbal,” panggil Acha.
“Hm?” balas Iqbal tanpa menoleh sedikit pun.
Acha terdiam sejenak, kemudian membuka suara kembali.
“Iqbal semalam bisa tidur, nggak?” tanya Acha malu-malu.
Iqbal mengangguk.
“Bisa.”
Kedua mata Acha langsung melebar, tak terima mendengar jawaban Iqbal.
“KOK BISA SIH!” sewot Acha tanpa sadar.
Mendengar suara Acha yang cukup lantang, membuat Iqbal terkejut dan menatap Acha sekilas.
“Harusnya?” bingung Iqbal.
Acha menghela napas kesal.
“Harusnya nggak bisa tidur dong! Kayak Acha! Acha semalam nggak bisa tidur tau!” akuh Acha.
“Kenapa nggak bisa tidur?”
“Ya karena kejadian kemarin! Acha terus keinget makanya deg-degan terus dan nggak bisa tidur!”
“Kejadian yang mana?”
Kedua mata Acha kembali melotot, lebih tak santai.
“Iqbal sudah lupa? Kejadian di Apartmen Iqbal! Bisa-bisanya Iqbal lupa!!! Padahal itu kejadian yang penting buat kita!” kesal Acha semakin menjadi.
Iqbal terkekeh mendengar suara kesal Acha. Iqbal menghentikan mobilnya tepat saat lampu lalu lintas di depannya berwarna merah. Kemudian, Iqbal menoleh ke Acha yang masih menatapnya dengan kesal.
Tangan Iqbal terulur menyentuh rambut Acha, mengacak-acaknya gemas.
“Gue inget, Cha.”
“Be… beneran inget?” tanya Acha memastikan.
“Iya.”
“Coba jawab kejadian apa semalam?” tantang Acha.
Senyum Iqbal seketika semakin mengembang, ia sedikit mendekatkan dirinya ke Acha.
“Mau di jawab aja?” goda Iqbal.
Acha langsung merapatkan bibirnya dan sedikit memundurkan tubuhnya.
“E… Emangnya Iqbal mau apa selain jawab?” tanya Acha gugup.
“Nggak mau reka adegan juga?”
“Iqbal!!!” Acha langsung menjauhkan tubuh Iqbal membuat tawa Iqbal pecah begitu saja. Iqbal sangat puas melihat reaksi Acha yang langsung panik.
Acha mendecak pelan, Iqbal masih saja tertawa.
“Iqbal berhenti ketawa!” sebal Acha.
Iqbal menurut, ia langsung menghentikan tawanya. Iqbal menatap Acha dengan hangat, tanganya terulur menyentuh pipi Acha.
“Maaf gue bohong,” ungkap Iqbal.
Acha mengerutkan kening, tak mengerti.
“Iqbal bohong kenapa?” bingung Acha.
Iqbal tersenyum kecil.
“Gue juga nggak bisa tidur semalam, Natasha.”
*****
Acha menyenderkan tubuhnya ke kursi, akhirnya setelah dua jam, mata kuliah anatomi mereka selesai. Acha merasakan kepalanya seperti mengepulkan asap panas. Acha menoleh ke samping, memperhatikan Iqbal yang terlihat sangat baik-baik saja.
Bahkan, Iqbal masih sempatnya memandai beberapa jurnal di Ipadnya. Acha hanya bisa geleng-geleng. Baru pertama kali menemukan manusia yang sangat suka belajar, dan nyatanya itu adalah pacarnya sendiri.
Acha menghela napas panjang.
“Iqbal,” lirih Acha lemas.
Iqbal menoleh, menatap Acha.
“Kenapa?”
“Acha haus, tapi Acha malas ke kantin,” jawab Acha.
“Mau minum apa?”
“Iqbal mau beliin di kantin?” tanya Acha kembali semangat.
Iqbal mengangguk tanpa ragu.
“Mau minum apa?” ulang Iqbal.
Acha berdeham pelan, berpikir sesaat.
“Acha mau minum yang segar tapi nggak terlalu manis dan ngggak terlalu dingin,” jawab Acha panjang lebar.
Kini giliran Iqbal yang dibuat berpikir.
“Air keran mau?”
“Iqbal!! Acha serius!!” decak Acha langsung sebal mendengar ucapan Iqbal.
Iqbal terkekeh pelan sembari geleng-geleng. Iqbal lantas berdiri.
“Jadi apa?”
“Itu tadi Iqbal,” rajuk Acha.
“Es teh tawar?”
Acha menggeleng cepat.
“Bukan.”
“Terus?”
“Minuman yang segar, nggak terlalu manis dan nggak terlalu dingin!”
Iqbal menghela napas panjang, kemudian memilih mengangguk saja. Dipikiran Iqbal saat ini, dia akan membelikan Acha air mineral dingin.
“Oke.”
Tanpa ingin berdebat panjang dengan Acha lagi, Iqbal segera keluar kelas untuk menuju kantin.
Sepeninggal Iqbal, Acha kembali menyenderkan tubuhnya ke kursi, memejamkan kedua matanya sejenak untuk beristirahat. Namun, tiba-tiba seorang gadis menghampiri Acha dan memanggilnya.
“Kak Acha!”
Acha langsung membuka kedua matanya, menemukan Tesya sudah duduk di hadapannya dengan senyuman lebar.
“Hai Tesya,” sapa Acha.
“Lemas banget, Kak? Pelajaran Prof Tomi, ya?” tebak Tesya.
Acha mengangguk lemah. Siapa lagi dosen yang bisa membuat kepalanya berasap kalau tidak Profesor Tomi.
“Semangat Kak Acha.”
“Makasih Tesya.”
Tesya mengedearkan pandangannya ke kanan, belakang, depan, kiri seolah mencari seseorang.
“Kak Iqbal mana, Kak?” tanya Tesya.
“Kantin, beliin Acha minum,” jawab Acha.
Tesya manggut-manggut. Detik berikutnya, pandangan Tesya berubah serius ke Acha.
“Kak Acha, mau ikut, nggak?” tanya Tesya dengan nada sok misterius.
Acha mengerutkan kening.
“Ikut kemana Tesya?”
Senyum Tesya mengembang tipis.
“Nanti malam Kak Jehan adain pesta kecil di rumahnya,” jelas Tesya.
“Pesta kecil? Dalam rangka apa?”
“Dalam rangka sebelum pertandingan basket tiga hari lagi. Kak Acha datang ya, dan kalau bisa bujuk Kak Iqbal juga buat datang. Biar makin rame.”
Acha bergumam pelan, menatap Tesya dengan tak yakin.
“Iqbal nggak terlalu suka datang ke pesta, Tesya,” ucap Acha.
“Makanya itu Kak, gue minta tolong Kak Acha bujuk Kak Iqbal biar mau datang. Acaranya nggak sampai tengah malam kok. Sebelum jam sepuluh pestanya sudah selesai.”
Acha terdiam sebentar, seolah mempertimbangkan.
“Acha coba bilang ke Iqbal dulu, ya. Kalau Iqbal mau, Acha juga akan datang. Tapi, kalau Iqbal nggak mau, maaf ya Tesya.”
Tesya bersorak senang dan langsung berdiri mendengar jawaban Acha.
“Nggak apa-apa, Kak. Yang penting Kak Acha sudah mau bantu bujuk Kak Iqbal. Makasih Kak Acha.”
“Sama-sama Tesya.”
“Kalau gitu gue balik ke kelas ya, Kak. Gue tunggu kabar baiknya.”
“Iya Tesya.”
Setelah itu, Tesya segera beranjak dari kelas Acha. Kepergian Acha bertepatan dengan kembalinya Iqbal ke kelas. Iqbal masuk kelas dengan membawa dua air mineral dingin.
Iqbal menaruh dua botol air mineral itu di atas meja Acha, kemudian membukakannya untuk Acha.
“Iqbal, Tesya tadi kesini,” ucap Acha berhati-hati.
“Hm, gue lihat dia keluar dari kelas.”
Acha menerima minuman dari Iqbal, meneguknya pelan-pelan sebelum melanjutkan aksinya.
“Iqbal,” panggil Acha lagi, ia sedikit mendekatkan tubuhnya.
“Hm?”
“Lihat Acha bentar,” pinta Acha.
Tanpa menunggu lama, Iqbal langsung menoleh ke Acha.
“Kenapa?”
Acha bergumam pelan, sedikit ragu untuk mengatakannya. Dan, Iqbal dapat melihat jelas keraguan itu dari sorot mata Acha.
“Kenapa, Cha?” tanya Iqbal.
“Iqbal nanti malam sibuk, nggak?”
“Nggak terlalu,” jawab Iqbal.
“au ngapain nanti malam?”
“Belajar.”
Acha mendecak pelan.
“Selain belajar?”
Iqbal menggeleng pelan.
“Nggak ada.”
Acha menghela napas panjang, entah kenapa dia jadi gugup. Takut ditolak oleh Iqbal.
“Tesya tadi datang nyamperin Acha. Tesya ngajak Acha dan Iqbal buat datang ke pesta kecil di rumah Jehan. Iqbal mau datang, nggak?”
“Nggak,” jawab Iqbal cepat dan tanpa keraguan.
Acha mendesis pelan, meskipun sudha menduga jawaban Iqbal tetap saja Acha kesal karena Iqbal menjawabnya dengan cepat.
“Kenapa enggak? Acha ingin datang. Seengaknya bentar aja biar nggak belajar terus. Pasti seru banget kesana,” rajuk Acha.
“Tugas kita masih banyak, Cha.”
“Iya Acha tau. Kata Tesya pesta kecilnya nggak sampai malam. Lagian, tujuan Jehan adain pesta itu dalam rangka sebelum tanding basket tiga hari lagi. Iqbal kan ada di tim itu juga, nggak enak sama yang lain kalau Iqbal nggak datang.” Acha berusaha terus membujuk Iqbal.
“Nggak mungkin hanya pesta kecil.”
“Kata Tesya beneran pesta kecil. Hanya anak-anak tim basket dan pacar mereka yang datang,” perjelas Acha lagi.
“Pesta Jehan nggak hanya makan aja. Lebih dari itu.”
“Maksudnya lebih dari itu?”
“Mereka pasti pesta minum juga.”
Acha menghela napas panjang, baru menyadari hal itu.
“Tapi, Iqbal dan Acha kan bisa di sana nggak minum.”
Iqbal diam sejenak, menatap Acha lebih lekat.
“Lo ingin banget datang?” tanya Iqbal memastikan.
Acha mengangguk lemah.
“Iya, sebentar saja nggak apa-apa. Acha beneran butuh refreshing. Minggu ini lumayan berat materi pelajarannya.”
Iqbal menghela napas perlahan.
“Oke, kita datang. Dengan satu syarat.”
Seketika Acha langsung bersorak semangat.
“Apa Iqbal syaratnya? Acha akan turuti syarat dari Iqbal! Acha janji!”
“Selama di pesta, terus di samping gue.”
Acha mengangguk tanpa ragu.
“Acha janji. Acha selalu di samping Iqbal dan genggam tangan Iqbal.”
“Oke.”
Acha mendadak berdiri saking semangatnya.
“Jadi, kita nanti malam datang ke pestanya Jehan, Iqbal?” tanya Acha memastikan.
“Iya.”
“Beneran?”
“Iya, Natasha.”
Acha semakin bersemangat, jika tidak ingat ini di kelas, mungkin Acha sudah berteriak keras sembari memeluk Iqbal. Jujur, Acha tak menyangka Iqbal akan bersedia, walau harus berdebat terlebih dahulu.
“Makasih, Iqbal.”
“Duduk, Cha,” suruh Iqbal.
Acha mengangguk menurut. Ia segera kembali duduk. Acha mendekatkan tubuhnya ke Iqbal, tak bisa mengalihkan pandangannya dari sang pacar.
“Iqbal, Iqbal, Iqbal,” panggil Acha dengan senyum masih merekah di wajah cantiknya.
“Apa?”
“Iqbal sesayang itu ya sama Acha? Makanya Iqbal akhirnya mau. Padahal, Acha udah yakin Iqbal bakalan nggak mau. Iqbal juga akhirnya mau gabung tanding basket waktu Acha minta Iqbal ikut.”
Iqbal menganggukan kepalanya.
“Iya,” jawab Iqbal jujur.
Acha merasakan jantungnya langsung berdetak cepat mendengar jawaban tulus Iqbal.
“Iya apa?” pancing Acha tak puas.
Iqbal tak langsung menjawab, ia mendekatkan wajahnya ke telinga Acha dan berbisik pelan.
“Aku sayang kamu Natasha.”
******
#CuapCuapAuthor
BAGAIMANA OUR MARIPOSA PART DUA PULUH LIMA?
SEMOGA SUKA YA ^^
Sampai jumpa di OUR MARIPOSA part dua puluh enam ^^
Jangan lupa kasih love dan komen kalian ya. Selalu paling ditunggu.
Makasih banyak teman-teman Pasukan Mariposa semua. Sayang kalian semua. Dan, jangan lupa jaga kesehatan yaa ^^
Salam,
Luluk HF
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
