
“Iqbal, mau ngapain?” kaget Acha.
“Mau buktiin.”
“Buktiin apa?”
“Gue romantis.”
*****
OUR MARIPOSA PART TIGA BELAS
MASA KINI
Hari yang cukup melelahkan bagi Acha dan Iqbal. Pagi ini mereka ada pretest di tambah praktikum tambahan juga. Dan, mereka baru keluar kelas sekitar pukul lima sore.
Acha menyandarkan tubuhnya di kursi mobil, ia menoleh ke samping, melihat Iqbal juga melakukan hal yang sama, duduk bersender di kursi belakang stir.
Acha mengulurkan tangannya, membelai pelan rambut sang kekasih.
“Capek, ya?” tanya Acha hangat.
Iqbal mengangguk, “Lumayan.”
Perlahan, Iqbal ikut menoleh, menatap Acha balik. Tangan Iqbal meraih tangan Acha yang masih menyentuh rambutnya, lalu mengenggamnya erat.
“Mau makan apa?” tanya Iqbal.
“Terserah. Iqbal pengin apa?”
“Nasi padang mau?”
Acha tersenyum lebar dan mengangguk penuh semangat.
“Mau banget Iqbal!”
“Oke, kita berangkat lima menit lagi.”
“Iya, Iqbal.”
Keduanya pun memilih beristirahat kembali, baik Acha dan Iqbal merilexsasikan otot-otot di tubuh mereka. Beberapa kali juga mereka menghela napas panjang.
“Iqbal,” panggil Acha tiba-tiba.
“Hm?”
“Besok kan, kita libur, giman akalau malam ini jalan-jalan? Acha pengin cari angin segar. Biar pikiran lebih fresh,” ucap Acha mengungkapkan keinginannya.
Iqbal menoleh kembali, menatap Acha.
“Jalan-jalan kemana?”
“Drive night? Cari makanan di jalan-jalan? atau Drive in cinema?”
“Boleh.”
Acha tersenyum lebih lebar, tak menyangka Iqbal akan langsung menyetujuinya.
“Beneran Iqbal mau?”
Tangan Iqbal terulur menyentuh rambut Acha dan membelainya lembut.
“Mau sayang.”
Acha tak segan langsung memeluk lengan Iqbal, sangat senang mendengar permintaannya dikabulkan oleh sang pacar.
“Makasih Iqbal.”
*****
Iqbal dan Acha sudah di area tebet, yang menjual banyak makanan. Acha terlihat sangat antusias, kedua matanya berbinar menatap banyak restoran di depannya.
“Iqbal, Acha mau makan semuanya. Acha pengin nyobain semuanya,” seru Acha semangat sembari memainkan lengan Iqbal seperti anak kecil.
“Iya, mau beli apa dulu?”
Acha menunjuk ke sebiah restoran taichan yang ada di hadapannya.
“Acha mau taichan dulu.”
“Oke.”
Acha dan Iqbal segera ke restoran tersebut. Acha memesan semua menu taichan yang diinginkannya hingga membuat Iqbal memilih tak ikut pesan. Iqbal yakin semua pesanan Acha tak akan habis dan ujung-ujungnya dia yang menghabiskannya.
*****
“Iqbal, Acha sudah kenyang,” cengir Acha dengan lugunya.
Iqbal menatap tiga piring taichan yang masih utuh di depannya. Acha perlahan mendorong ketiga piring-piring tersebut ke Iqbal.
“Iqbal habisin semua ya.”
“Iya.”Iqbal hanya mengangguk pasrah dan mulai menghabiskan semua taichan yang dipesan oleh Acha.
Sedangkan, Acha mulai sibuk melihat-lihat restoran yang ada di sekitarnya.
“Habis ini mau makan apa lagi, ya?”
Kedua mata Iqbal melebar, menatap Acha dengan tak percaya.
“Cha, ini aja belum habis,” ucap Iqbal mengingatkan.
Acha memajukan bibirnya.
“Tapi, Acha pengin nyobain lainnya, Iqbal,” gerutu Acha.
“Lo nggak kenyang?”
“Nggak,” jawab Acha enteng.
“Terus kenapa ini semua nggak dihabisin?”
“Biar bisa cobain yang lainnya,” jawab Acha semakin santai.
Iqbal menghela napas berat sembari mengangguk pasrah. Ia tak berani untuk memprotes lagi daripada Acha akan ngambek kepadanya.
“Pesan semua yang lo pengin,” ucap Iqbal tak ingin berdebat dengan Acha.
“Beneran Iqbal? Acha boleh pesan sesukanya?”
“Iya.”
“Kalau makanannya nggak Acha habisin gimana? Iqbal marah nggak ke Acha? Iqbal bakalan ceramahin Acha, nggak?” tanya Acha berbondong.
“Enggak.”
“Beneran? Iqbal juga mau habisin makananya untuk Acha?”
“Iya.”
“Iya apa? Yang tulus jawabnya, Iqbal!”
Iqbal mencoba untuk tersenyum sembari menatap Acha sehangat mungkin.
“Iya, Natasha. Gue akan habiskan semuanya.”
Acha tersenyum lebar, senang mendengar Iqbal terus menuruti permintaannya.
“Iqbal pacar paling terbaik. Acha sayang banget sama Iqbal.”
****
Mulai dari taichan, buble-tea, takoyaki, ketoprak, dimsum bahkan telur gulung. Semua Acha pesan namun tak dihabiskan, alahasil, Iqbal yang harus menampung semua di perutnya.
Iqbal merasakan perutnya seperti ingin meledak. Tidak kuat lagi untuk makan. Namun, Acha masih terlihat semangat ingin mencari makanan lainnya.
“Acha,” panggil Iqbal menahan lengan Acha.
Acha membalikan badan, menatap Iqbal dengan bingung.
“Kenapa Iqbal?”
“Gue udah nggak kuat,” jujur Iqbal.
“Nggak kuat apa?” tanya Acha.
Iqbal menunjuk perutnya.
“Iqbal hamil?” celetuk Acha dengan polosnya.
“Bukan.”
“Terus?”
“Gue nggak kuat makan lagi.”
Acha terdiam sejenak, kemudian tersenyum lagi.
“Nggak apa-apa. Iqbal nggak usah habisin lagi.”
“Beneran?”
“Iya. Kita bisa bungkus dan kita kasihkan ke Rian, Amanda dan Glen. Gimana?” seru Acha memberikan ide terbaiknya.
Iqbal lagi-lagi hanya bisa menghela napas berat. Ternyata sang pacar masih belum juga menyerah.
“Iya, terserah.”
“Jangan jawab terserah! Nggak boleh!”
“Iya Natasha. Boleh,” ralat Iqbal penuh kesabaran.
Acha pun kembali mengandeng Iqbal, meneruskan langkah mereka yang tertunda. Acha terlihat sangat senang malam ini, energinya tak kunjung habis. Berbeda dengan Iqbal yang hanya bisa pasrah menuruti kemauan Acha.
“Iqbal suka cewek yang suka makan atau yang nggak suka makan?” tanya Acha.
“Suka makan.”
“Kenapa? Kan, habisin duit.”
“Kalau nggak makan, sakit. Habisin duitnya tambah banyak,” jawab Iqbal sangat logis.
Acha mengangguk-angguk tak bisa lagi mendebat jawaban Iqbal.
“Ya udah kalau gitu, Acha suka makan aja,” cengir Acha.
Iqbal terkekeh mendengar jawaban Acha yang polos. Iqbal mengacak-acak rambut Acha dengan gemas.
“Mau beli apa lagi?” tanya Iqbal penasaran.
Langkah Acha terhenti membuat Iqbal mau tak mau ikut berhenti. Acha langsung menunjuk sebuah kedai paling nyentrik di ujung jalan.
Acha mengembangkan senyumnya lebar dengan sorot mata berbinar.
“Acha mau makan Cireng!”
****
Setelah puas membeli banyak makanan, Acha dan Iqbal beranjak ke drive in cinema yaitu mereka menonton film layaknya bioskop tapi dari mobil. Sudah lama Acha ingin mengajak Iqbak ke tempat ini, namun karena kesibukan kuliah mereka baru sekarang akhirnya terealisasikan.
Acha dan Iqbal mulai fokus menonton film luar yang mulai di putar di layar depan. Film yang mereka tonton kali ini adalah film romantis teen fiction yang baru keluar bulan ini.
****
“Kenapa cewek selalu nangis duluan kalau bertengkar sama pacarnya?” ucap Acha setelah film yang ditontonnya selesai.
Acha langsung menghadap ke Iqbal.
“Apa?” bingung Iqbal.
“Kenapa cewek selalu nangis duluan kalau bertengkar sama pacarnya, Iqbal?” ulang Acha.
“Kan, lo yang cewek.”
“Oh iya. Kenapa ya?” gerutu Acha baru menyadari pertanyaan tersebut harusnya ditanyakan kepadanya.
“Mungkin karena cewek lebih mudah emosional,” ucap Iqbal mencoba membantu Acha.
Acha mengangguk-angguk, setuju dengan jawaban Iqbal.
“Terus kenapa cowok lebih sering nyakitin cewek dan buat cewek nangis.”
“Gue nggak suka nyakitin lo,” sambung Iqbal cepat.
“Cowok juga banyak nggak pekanya daripada cowok. Iqbal contohnya!” tambah Acha tak mau kalah.
Perkataan Acha kali ini tak bisa dilawan oleh Iqbal, ia menyadari memang dirinya tidak peka.
“Maaf,” ucap Iqbal mengalah.
Acha terkekeh pelan, puas dengan reaksi Iqbal.
“Menurut Iqbal, cowok di film tadi romantis, nggak?”
“Romantis.”
“Nggak seperti Iqbal dulu, ya?” goda Acha.
“Gue kenapa?” tanya Iqbal masih belum mengerti.
“Kurang romantis,” tukas Acha sengaja ingin menggoda sang pacar.
Sorot mata Iqbal seketika berubah lebih lekat.
“Kalau sekarang?”
Acha bergumam pelan, belagak seperti sedang mempertimbangkan jawaban.
“Lumayan, tapi masih belum bisa ngalahin romantisnya cowok di film,” jawab Acha.
Setelah mendengar jawaban Acha, Iqbal tiba-tiba melepaskan sabuk pengamannya kemudian mendekatkan tubuhnya ke Acha, membuat Acha membeku seketika.
“Iqbal, mau ngapain?” kaget Acha.
“Mau buktiin.”
“Buktiin apa?”
“Gue romantis.”
Acha meneguk ludahnya dengan susah payah, tanpa sadar kedua tangan Acha pun sudah terkepal kuat. Apalagi wajah Iqbal yang perlahan semakin dekat dengan wajahnya.
“Iqbal beneran mau buktiin?” tanya Acha semakin gugup.
“Hm, boleh?”
Acha terdiam, tak bisa langsung menjawab.
“Emang gimana mau buktiinya?” tanya Acha lagi dengan polosnya.
“Cium kamu. Boleh?”
Acha dengan cepat langsung menutup bibirnya kemudian menggeleng.
“Nggak boleh,” jawab Acha.
“Kenapa nggak boleh?”
Acha berusaha memundurkan tubuhnya agar tak dekat-dekat dengan Iqbal.
“Acha habis makan banyak dan Acha belum sikat gigi. Nanti Iqbal nggak suka lagi sama Acha karena mulut Acha nggak wangi.”
Iqbal tak bisa menahan tawanya saat itu juga. Jawaban Acha sangat tidak disangkanya. Setelah mengendalikan tawanya, tangan kanan Iqbal menyentuh tangan Acha, melepaskannya dari bibir Acha.
“Gue selalu suka sama lo, Cha.”
“Be… beneran?”
“Iya.”
“Berarti sekarang Iqbal mau cium, Acha?” tanya Acha lagi seperti anak kecil.
Iqbal dibuat tertawa kembali, ia dapat melihat kedua pipi Acha yang berubah merona. Iqbal tau Acha sedari tadi sangat gugup.
“Iya, cium kening kamu.”
Tanpa meminta persetujuan dari Acha. Iqbal langsung mendaratkan sebuah ciuman singkat di kening Acha cukup lama. Acha merasakan hatinya berubah begitu tenang dan lega. Ia dapat merasakan hangatnya ciuman Iqbal.
Iqbal menjauhkan wajahnya, tatapanya menyorot sangat dalam ke Acha.
“Kalau sekarang gimana?” suara berat Iqbal berhasil membuat Acha merinding saat itu juga.
“Apa, Iqbal?”
“Gue udah romantis?”
Acha mengangguk cepat. Ia tak sanggup jika Iqbal melakukan hal yang lebih nekat dari tadi.
“Sudah, Iqbal romantis banget.”
“Beneran?”
“Iya. Acha suka.”
Iqbal mendaratkan tangan kananya di pipi Acha dan membelainya lembut.
“Aku juga suka kamu, Natasha.”
*****
#CuapCuapAuthor
BAGAIMANA OUR MARIPOSA PART TIGA BELAS?
SEMOGA SUKA YA ^^
Sampai jumpa di OUR MARIPOSA part empat belas ^^
Jangan lupa kasih love dan komen kalian ya. Selalu paling ditunggu.
Makasih banyak teman-teman Pasukan semua. Sayang kalian semua dan selalu jaga kesehatan ya ^^
Salam,
Luluk HF
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
