
“Hai cantik. Boleh kenalan nggak?”
Acha sangat terkejut dan tetap diam.
“Siapa nama lo?”
Cowok itu dengan berani mencengkram pergelangan Acha.
“Ma… Maaf Kak. Bisa lepasin tangannya?”
******
OUR MARIPOSA PART DUA PULUH TUJUH
MASA KINI
Iqbal dan Acha segera turun dari mobil, mereka akhirnya sampai di rumah Jehan, tempat pesta diadakan. Iqbal mengamati Acha yang masih sibuk merapikan dress-nya. Gadis itu terlihat kesusahan mengaitkan pita dress-nya.
“Perlu bantuan?” tanya Iqbal sembari berjalan mendekat.
Acha menggeleng.
“Acha udah bisa Iqbal,” tolak Acha.
Iqbal mengangguk kecil dan memilih menunggu saja. Iqbal terkekeh pelan, gemas melihat ekspresi serius sang pacar.
“Sudah?” tanya Iqbal memastikan.
Acha akhirnya bisa tersenyum sembari mengangguk.
“Sudah Iqbal.”
Iqbal meraih tangan Acha, mengenggamnya dengan erat. Seolah ia tak akan membiarkan Acha jauh-jauh darinya.
“Kita masuk.”
******
Suara dentuman musik terdengar dari pintu rumah Jehan. Iqbal dan Acha segera masuk. Sosok Jehan tersenyum lebar menyambut kedatangan keduanya.
“Gue nggak nyangka lo berdua beneran datang,” ucap Jehan terlihat senang.
Iqbal menerima jabatan tangan Jehan.
“Sori sedikit telat,” ucap Iqbal.
Jehan menggeleng kecil.
“Santai saja, yang lainnya juga belum lama datangnya.”
“Kak, Tesya sudah datang?” tanya Acha memberanikan diri bertanya ke Jehan.
“Sudah, tapi dia tadi bilang keluar bentar. Tunggu saja di dalam Cha. Sebentar lagi Tesya juga balik,” jelas Jehan.
“Iya, Kak.”
“Ayo gue anterin ke taman belakang,” ajak Jehan.
Acha dan Iqbal mengangguk. Mereka bertiga berjalan bersamaan menuju taman belakang rumah Jehan. Tempat pesta diadakan.
Suara musik terdengar semakin jelas. Iqbal mulai merasa sedikit tidak nyaman, tapi ia berusaha untuk tak menunjukannya. Iqbal tidak ingin Acha merasa bersalah kepadanya.
Iqbal melihat beberapa teman dari tim basket dan teman kelasnya terlihat di pesta tersebut. Namun tidak dengan Acha, tidak banyak orang yang dikenalnya di pesta ini. Acha tanpa sadar mengeratkan tangannya ke lengan Iqbal.
“Kenapa?” tanya Iqbal langsung menoleh ke Acha.
Acha mengembangkan senyumnya dan menggeleng pelan.
“Nggak apa-apa Iqbal.”
Jehan mempersilahkan Iqbal dan Acha duduk.
“Kalian mau minum apa?” tanya Jehan menawari.
“Nanti kita ambil sendiri saja Han,” balas Iqbal tak ingin merepotkan.
“Oke. Have fun, ya. Kalau butuh apa-apa langsung panggil gue saja. Gue standby di depan nyapa teman-teman yang baru aja datang.”
“Oke, thanks Han.”
Jehan beranjak meninggalkan Acha dan Iqbal. Keduanya sama-sama mengedarkan pandangan ke sekitar, mengamati pesta kecil yang diadakan oleh Jehan. Ya, pesta yang sederhana dan cukup seru jika dilihat.
Iqbal tiba-tiba berdiri, membuat Acha bingung.
“Iqbal mau kemana?” tanya Acha.
“Ke toilet sebentar.”
“Ambilin minum juga boleh?” pinta Acha.
Iqbal tersenyum kecil sembari mengangguk. Iqbal menjulurkan tangannya ke rambut Acha dan mengacak-acaknya pelan.
“Boleh sayang.”
“Makasih Iqbal. Jangan lama-lama, ya. Acha takut sendiri.”
“Iya, sebentar aja.”
Dan, Iqbal pun pergi meninggalkan Acha sendirian di kursi. Acha kembali mengamati sekitarnya. Acha melihat beberapa orang asyik bermain games, ada juga yang sibuk makan dan ada juga yang sibuk minum-minum.
Acha menghela napas panjang, sedikit was-was dan merasa aneh karena sendirian saat ini. Acha berharap Iqbal akan segera datang.
“Hai adik cantik. Boleh kenalan nggak?”
Acha sangat terkejut ketika seorang cowok tiba-tiba duduk di kursi sampingnya dengan keadaan sedikit kacau. Rambut berantakan dan mata merah. Acha yakin cowok tersebut dalam keadaan setengah mabuk.
Acha mengedarkan pandangannya ke kanan-kiri, berusaha mencari pertolongan.
“Hei! Siapa nama lo?”
Acha tersentak lebih kaget sekaligus takut, cowok itu dengan berani mencengkram pergelangan Acha, cukup erat.
“Ma… Maaf Kak. Bisa lepasin tangannya, nggak?” Acha berusaha untuk tidak takut dan memberanikan dirinya.
Cowok itu tertawa pelan.
“Selain cantik lo juga gemesin. Lo anak kedokteran juga? Angkatan berapa?”
“Ka… Kak… Maaf.”
“Lo udah punya pacar belum? Mau jadi pacar gue nggak?”
Acha merasakan detakan jantungnya berpacu lebih cepat, bukan karena gugup melainkan sangat takut. Untuk berapa kalinya Acha dihadapkan dengan orang mabuk seperti ini.
“Kak, lepasin tangannya,” pinta Acha lagi lebih berani.
“Kenapa? Lo nggak suka ada di dekat gue?”
“Ha… Hanya nggak nyaman, Kak.”
Bukannya menuruti ucapan Acha, cowok itu malah tertawa dan semakin mendekatkan duduknya ke Acha. Seolah Acha adalah mangsa terbaik untuknya malam ini. Dan, hal itu membuat Acha lebih takut. Acha sangat berharap Iqbal segera datang.
“Wah, kalau dilihat lebih dekat lo semakin cantik. Kenapa gue nggak pernah lihat lo di kampus?”
Acha diam saja, posisinya semakin terasa tidak nyaman.
“Kenapa diem? Jawab!”
“Nggak tau, Kak,” jawab Acha singkat.
Senyum di wajah cowok itu mengambang tipis. Acha merinding saat tak sengaja melihat senyum itu. Dan, benar cowok itu tiba-tiba mendekatkan dirinya ke Acha dan hendak mencium Acha.
“Kak!” untung saja Acha lebih sigap dan langsung mendorong cowok itu dengan keras, membuat cowok itu jatuh tersungkur.
Acha sontak langsung berdiri, sangat ketakutan. Acha melihat jelas cowok itu bangkit berdiri dengan raut wajah kesal.
“Ka… Kak maaf. A…” Acha merasakan bibirnya terasa keluh. Acha ingin kabur pergi, tapi dia bingung harus kemana.
Cowok itu tanpa takutnya kembali mendekati Acha dan langsung menarik dagu Acha dengan kasar, membuat Acha meringis kesakitan.
“Lo mau sok jual mahal? Hah? Berapa harga lo? Gue bisa beli sekarang!!”
“Kak lepasin!” pinta Acha mencoba melepaskan tangan cowok itu dari dagunya, namun kekuatan cowok itu lebih besar membuat usaha Acha sia-sia.
“Lo mau gue beli berapa? Hah?”
Acha merasakan tubuhnya bergetar dengan kedua mata yang berkaca-kaca. Acha benar-benar ketakutan.
“Kak, lepas,” rintih Acha memohon.
Acha melirik ke kanan dan kiri, tak ada satu pun orang yang melihat kejadian antara dia dan cowok ini. Karena memang tempat Acha duduk sekarang sedikit berada di pojok taman sedangkan pesta berada di tengah dekat kolam renang. Semua orang pun lebih fokus dengan pesta dengan suara lagu yang nyaring.
Dalam hati Acha terus berdoa agar Iqbal segera datang dan menyelamatkannya.
“Lo mau belagak sok suci? Hah?”
“Ng… Nggak Kak.”
Cowok itu tersenyum sinis melihat Acha yang kesakitan dan ketakutan di hadapannya.
“Gue yakin lo nggak ada bedanya dengan cewek-cewek murahan di luar sana. Wajah cantik kayak lo pasti sudah dicoba banyak cowok. Hahahaha.”
Tanpa sadar air mata Acha mentes di pipi pucatnya, selain menakutkan, ucapan cowok tersebut sangat menyakitinya. Acha tidak menyangka akan direndahkan seperti ini.
“Lepasin!” tajam Acha memberanikan diri.
“Nggak, sebelum gue dapat ciuman dari lo.”
Acha mencoba memberontak walau dagunya terasa sakit.
“Lepas!”
Cowok itu tak mengindahkan ucapan Acha, cengkramannya di dagu Acha semakin kuat. Dan, untuk kedua kalinya cowok itu mendekatkan diri, berusaha untuk mencium Acha.
Acha mencengkram kedua tangannya kuat, sangat takut. Acha tidak ingin pasrah, namun tubuhnya yang mungil terasa tak berdaya sekarang. Acha berteriak dalam hati ada seorang yang menolongnya saat ini.
“Brengsek!”
Acha langsung membelalak terkejut saat melihat cowok itu tersungkur keras di tanah. Acha dapat melihat jelas bagaimana Iqbal tiba-tiba datang dan mendorong kasar cowok tersebut.
“Lo siapa? Hah?” teriak cowok itu sangat kesal.
Iqbal tidak mengindahkan, dia langsung mendekati cowok itu dan menariknya untuk berdiri. Tatapan Iqbal menyorot dingin dan penuh emosi.
“Lo nggak perlu tahu,” tajam Iqbal dingin.
“Hahaha, lo mau jadi sok pahlawan atau lo juga ingin ikut ngerasaain nyium cewek sok suci itu?” Bukannya takut, cowok itu malah menantang Iqbal.
Mendengar ucapan cowok tersebut, emosi Iqbal semakin memuncak. Cengkraman Iqbal di kerah baju cowok itu mengerat. Iqbal bersiap akan melayangkan tinjuannya ke cowok itu, namun dengan cepat Acha mencegahnya. Acha menahan lengan Iqbal.
“Iqbal, jangan,” pinta Acha. Ia tidak mau pacarnya akan mendapat masalah karena cowok gila itu.
Iqbal menatap Acha sebentar, Iqbal melihat jelas bercak air mata di kedua pipi sang pacar.
“Lo juga ngerasa dia cantik, kan? Lo mau gantian sama gue buat cium dia? Haha.”
Emosi Iqbal yang awalnya sedikit meredam, kembali berkobar karena ucapan cowok tersebut. Iqbal langsung menepis kasar tangan Acha yang ada di langannya.
Tatapan Iqbal beralih ke cowok itu, sangat mengintimidasi dan dipenuhi amarah. Dan, Acha dapat melihat jelas Iqbal mulai tidak terkendali.
“Lo beneran sampah!”
Acha berusaha berpikir cepat, ia harus menahan Iqbal.
“Iqbal, Acha mohon sudah. Acha nggak apa-apa,” ucap Acha berusaha menenangkan Iqbal agar emosi sang pacar bisa redah kembali.
“Jadi nama lo Acha, cantik. Salam kenal gue Dito. Lo mau nggak jadi pacar gue?” ucap cowok bernama Dito dengan tak tau dirinya.
Acha mendecak kesal, cowok itu bukannya takut malah semakin menjadi.
“Iqbal jangan dengerin dia. Kita pergi sekarang.”
Dito tertawa sarkas, dia menatap Iqbal dengan sinis.
“Gimana tawaran gue? Lo terima nggak? Kita gilir si Acha.”
Acha bisa merasakan aura amarah yang tak terbendung di tubuh Iqbal. Tatapan Iqbal sangat menakutkan setelah mendengar ucapan menjijikan dari mulut Dito.
Acha dapat melihat jelas, Iqbal bersiap untuk melayangkan tangannya ke Dito kedua kalinya. Sontak, Acha bergegas memeluk Iqbal dari samping.
“Iqbal jangan. Acha mohon,” lirih Acha dengan suara serak.
Iqbal dibuat kaget karena Acha tiba-tiba memeluknya, membuatnya mengurungkan lagi hantamannya ke Dito.
“Lepasin gue, Cha.”
Acha meraih wajah Iqbal, mengadapkan cowok itu kepadanya.
“Iqbal, tatap Acha sebentar. Lihat aja bentar aja,” mohon Acha.
Iqbal menoleh sekilas ke Acha, mata gadis itu berkaca-kaca.
“Acha beneran nggak apa-apa. Udah ya, kita pulang.”
Suara tawa tiba-tiba terdengar sangat keras, membuat Acha dan Iqbal langsung menoleh ke Dito. Cowok itu terlihat lebih mabuk.
“Hahaha, lo budaknya si Acha? Nurut banget lo sama cewek sok suci itu? Hahaha.”
“Kamu mending diam kalau masih mau selamat!” tajam Acha mulai kehabisan kesabaran akan cowok tersebut. Acha tidak ingin Iqbal tersulut lagi.
“Gue akan diam setelah lo cium gue. Gimana?”
Acha mendecak kesal. Dia membalikan tubuhnya, hendak menampar pipi cowok tersebut mewakili Iqbal. Namun, saat Acha akan melayangkan tamparannya, tiba-tiba Iqbal langsung menyeret cowok tersebut dengan kasar.
“IQBAL!!!”
****
BAGAIMANA OUR MARIPOSA PART DUA PULUH TUJUH?
PENASARAN NGGAK SAMA PART SELANJUTNYA?
SEMOGA SELALU SUKA OUR MARIPOSA ^^
Sampai jumpa di OUR MARIPOSA part enam puluh delapan ^^
Jangan lupa kasih love dan komen kalian ya. Selalu paling ditunggu.
Makasih banyak teman-teman Pasukan semua. Sayang kalian semua dan selalu jaga kesehatan ya ^^
Salam,
Luluk HF
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
