
"Kenapa Iqbal nggak kirim surat? Iqbal bisa kirim kado ini pasti bisa kirim surat juga kan?"
"Gue nggak sempat!" jawab Iqbal bohong.
"Iqbal tau alasan kenapa Acha minta putus kemarin?"
"Nggak tau, lo nggak jelasin," jawab Iqbal acuh tak acuh.
"Acha nggak kuat nunggu Iqbal tiga bulan nggak ada kabar!"
"Sorry, lo berhak marah ke gue.”
"Iya, Acha sangat marah. Apa Iqbal hanya bisa ucapin maaf gitu aja?"
Iqbal menolehkan kepalanya, menghadap ke Acha.
"Terus lo mau gue kayak gimana?"
*****
MARIPOSA PART 53
(PENJELASAN)
Iqbal masuk kedalam rumahnya yang sepi seperti tak berpenghuni. Tak ada kehidupan disana hanya dia sendiri. Iqbal memilih langsung masuk kedalam kamarnya.
Iqbal merebahkan tubuhhnya diatas kasur, menatap langit-langit dinding kamar. Pikirannya kembali terbayang kejadian beberapa jam tadi di kamar Johan. Masih sangat mengejutkan bagi Iqbal.
Iqbal merabah celananya, mengeluarkan sebuah amplop surat yang sempat ia ambil diam-diam.
Iqbal membuka surat didalamnya, sekali lagi membacanya. Dan, sekali lagi ia hanya bisa mengeluarkan napas berat. Berharap bahwa semuanya hanyalah mimpi belaka.
"Yah...Keputusan gue udah tepat!"
"Gue harus melakukannya!"
"Demi semuanya..."
Iqbal meremas-remas surat terebut. Kedua matanya perlahan terpejam erat. Iqbal berusaha untuk menenangkan otaknya yang panas.
"Ya Tuhan!! Apa yang harus aku lakukan?"
*****
Acha membuka pintu kamarnya dengan tak sabar, ia segera menarik kursi meja belajarnya, menarunya di depan lemari yang sudah ia buka. Acha menaiki kursi tersebut untuk menjangkau bagian atas lemarinya.
Acha mengambil sebuah paketan yang tak pernah disentuhnya, ia membawanya dengan perasaan campur aduk.
Acha menatap Amanda yang baru saja masuk kedalam kamarnya. Ia mengerjapkan matanya beberapa kali.
"Kenapa? Buka aja," suruh Amanda.
Acha menarik napas dalam-dalam, dan menghembuskanya pelan. Ia merasa sedikit gugup untuk membukanya. Acha berharap bahwa ini memang dari Iqbal, tapi ada perasaan lain untuk membantahnya. Acha mengalami dilema besar saat ini.
"Kalau nggak berani, nggak usah dibuka," ucap Amanda mengambil duduk disamping Acha.
Acha menggelengkan kepalanya cepat, ia menyiapkan dirinya. Acha memundurkan duduknya, menaruh kotak paket tersebut diatas kasur, terapit oleh dirinya dan Amanda. Acha pun membuka bungkus kotak itu pelan-pelan.
Jantungnya mulai berdetak lebih cepat, pikirannya tak tenang.
Acha membuka penutup kotak, terlihat potongan kecil-kecil spon putih sangat banyak didalamnya, sehingga belum terlihat barang apa didalamnya.
Acha membelah spon-spon kecil itu, sehingga terlihat jelas sebuah postcard bergambarkan Menara Eifel dengan pemandangan langit senja. Acha mengambil postcard itu hati-hati.
Acha membaliknya, dan menemukan sebuah tulisan tangan dengan tinta hitam. Acha membacanya dalam hati.
Joyeux anniversaire, Natasha.
Semoga suka dengan kadonya dan tunggu aku pulang.
I miss you.
- Iqbal Guanna Freedy-
Acha membacanya sekali lagi, masih seperti tidak nyata, ia masih tidak yakin bahwa ini dari Iqbal.
"Cha... Li..lihat kado ya...yang di..dikasih Iqbal..." ucap Amanda dengan nada tak beraturan.
Acha mengangkat kepalanya menatap wajah Amanda yang terkejut bukan main. Amanda menunjuk ke arah kotak berukuran 11 cm X 15 cm berwana hijau Army dan sebuah lambang mahkota berwana emas diatasnya.
Acha menutup mulutnya yang setengah terbuka, kedua matanya tak kalah lebar dari Amanda. Mereka berdua sama-sama terkejut melihat kotak tersebut. Tentu saja mereak tau itu kotak apa.
"Nda..." lirih Acha pelan.
"Bu...buka cha... Siapa tau palsu..." balas Amanda gagap.
"Ka..lalau asli gimana nda?" tanya Acha
"Buka dulu aja!" suruh Amanda harap-harap cemas.
Acha mengangguk, ia menarik kotak tersebut dan membuka isinya.
"Oh my god!"
Acha dengan cepat melempar kotak tersebut hingga terjatuh ke atas kasurnya, Acha dan Amanda sama-sama bertatapan untuk waktu yang lama. Mereka terdiam membisu tak bisa berkata apapun.
Yang mereka berdua lihat didalam kotak mewah tersebut adalah sebuah jam tangan Rolex, berwarna white-gold dengan bracelet berwarna Blue leather. Sangat-sangat cantik dan terlihat mewahnya.
"Se...seriusan Iqbal ngado ini nda?" tanya Acha masih tidak percaya dengan yang ada dihadapanya.
Bukanya Acha ingin bersikap alay saat ini. Tapi demi apapun, yang Acha ketahui tentang merk jam tangan ini sangatlah ternama dan terkenal harganya yang mahal. Jika jam tangan ini benar-benar asli, maka harganya kemungkinan diatas Seratus juta!
Jika kalian jadi Acha? Mendapatkan kado ulang tahun dengan harga seratus juta dari pacar kalian? Apa yang akan kalian lakukan? Bagaimana reaksi kalian?
"Cha.. Ada nomer seri dan sertifikatnya!" ucap Amanda menujuk ke kotak tersebut.
Acha mendesis pelan, sepertinya itu memang asli. Jika, memang benar dari Iqbal tidak mungkin pria itu memberikanya barang palsu. Tapi, jika itu memang dari Iqbal juga. Kenapa dia memberikan kado semahal ini?
Lalu? Sebenarnya kemana dia selama tiga bulan ini? Acha masih tidak mengerti. Acha mulai bergelut dengan pikirannya sendiri.
"Cha.. Cha... gue barusan browsing tentang jam lo ini. Dengerin ya!!" ucap Amanda heboh.
Acha menatap Amanda, mengangguk singkat. Mengiyakan saja ucapan Amanda. Meskipun pikiranya masih entah kemana.
"Jam tangan lo ini adalah jam tangan Rolex jenis Cellini Date" jelas Amanda pelan-pelan dengan mata yang fokus ke ponselnya.
"Material di aplik dan mahkota Rolex yang ada di pelat jamnya dibuat dari emas 18 karat,"
"Emas nda? 18 karat?" kaget Acha.
Amanda tersenyum penuh arti,
"Ada yang akan lebih mengejutkan lagi cha, dengerin baik-baik, pasang kedua telinga lo!"
"Apa sih nda? cepetan!" gemas Acha.
"Jam lo ini serinya 50515, dan harganya...." Amanda menatap Acha sebentar. " Lo coba tebak harganya berapa?"
"Emang berapa?" tanya Acha was-was.
"Tebak dulu berapa,"
"100 juta?"
"Salah!"
"150 juta?"
"No!"
"Berapa nda? Aduuhh!!" greget Acha tidak sabar.
"Harganya sebesar 237.000.000 rupiah!!!!" teriak Amanda heboh.
Acha merasakan tubuhnya langsung melemas, ia menatap jam tangan disampingnya itu dengan sedikit ngeri. Apa yang akan ia lakukan dengan barang semahal itu? Seumur hidup Acha, itu adalah kado paling mahal yang pernah ia terima.
"200 juta Cha!! bayangin 200 juta!! Gila Iqbal!!" gempar Amanda. "Sumpah gue kira rumor dia anak orang kaya itu cuma candaanya si Glen sama Rian doang!"
"Waahh!! Dia beneran kayak banget!" Amanda geleng-geleng masih tak percaya. "Beruntung banget lo punya pacar kayak dia," lanjutnya dengan nada cemburu.
Acha menatap Amanda tajam,
"Gue udah putus nda!" ralat Acha cepat.
"Upsss, lupa.." balas Amanda tersenyum kaku. "Aduh sayang banget, putus sama pria tampan, pinter terus tajir pula!"
"Apaan sih nda!" kesal Acha mendengar ocehan Amanda.
"Canda cha!"
Acha menghela napas berat, ia mengambil kotak jam tangan tersebut dan menutupnya kembali beserta semua sertifikat dan lain-lainya. Acha sudah memutuskan dengan singkat apa yang akan ia lakukan dengan jam tangan ini.
"Acha bakalan tanya ke Iqbal, ini beneran dari dia apa enggak!" ucap Acha sembari memasukanya kembali ke bungkus kotak paket.
"Lo mau ngembaliin kadonya?" tanya Amanda terkejut.
"Entahlah, lihat besok aja! Acha mau denger penjelasan dia!"
Amanda mengangguk-anggukan kepalanya, mengiyakan saja ucapan Acha.
"Gue masih nggak ngerti, kenapa dia nggak ada kabar tapi dia ngasih kado ini ke Acha?"
"Kenapa Acha juga baru sadar akan kado ini? Coba aja tau, pasti Acha...."
Acha terdiam, tidak bisa melanjutkan kata-katanya. Acha mengigit bibirnya, merasakan sesuatu yang sesak tertekan di dadanya. Sedikit sakit.
"Kenapa? lo nyesel?" tanya Amanda menggoda.
' Amanda mendekati Acha, menepuk pelan bahu sahabatnya itu.
"Nggak gitu..." lirih Acha. "Acha cum...cuma...bingung. Kenapa Iqbal ngelakuin ini ke Acha? Apa sebenarnya mau Iqbal?"
"Udah nggak usah terlalu dipikirkan. Besok lo bisa langsung tanya ke dia, biar lebih jelas." seru Amanda.
"Iya nda,"
Amanda pun membantu Acha untuk membungkus kembali paketan itu seperti semula, memasukkan potongan spon-spon kecil yang berhamburan di kasur Acha.
****
Esok hari akhirnya tiba, Siswa dan Siwi SMA Arwana diperbolehkan masuk sekolah mulai jam 8 pagi dan pulan di jam 12 siang. Di sekolah hanya ada classmeeting untuk mengisi waktu 5 hari sebelum pemberian raport kenaikan kelas.
Acara di lapangan sekolah sangat ramai. Lomba band antar kelas 10 sampai kelas 11. Semua siswa dan siswi banyak berhambur di lapangan utama, melihat lomba yang diadakan anak osis.
Acha berjalan melewati lorong sekolah, dengan tangan membawa bungkus kresek kertas yang berisi paketan kemarin. Acha berniat akan menanyakan hal ini ke Iqbal hari ini. Acha tidak akan takut! Ia akan bertanya semuanya dan memperjelas semuanya!
Acha berhenti di depan kelas Iqbal, Acha sedikit terkejut melihat kelas Iqbal masih ramai. Tidak seperti kelasnya yang sudah sepi tidak ada manusia satupun. Acha mendadak gugup.
"Acha pasti bisa!" ucap Acha meyakinkan dirinya sendiri.
Acha membuang napasnya dan memberanikan diri untuk masuk kedalam.
Semua pasang mata anak-anak kelas mengarah ke Acha. Mereka mulai bisik-bisik penasaran dengan yang dilakukan Acha dikelas mereka.
Acha tidak mempedulikanya, ia menatap ke bangku Iqbal. Acha menemukan pria itu tengah tidur dengan memakai earphone di telinganya. Kebiasaan lama, batin Acha.
Acha berjalan mendekati bangku tersebut.
"Kay, ada apa?" tanya Johan
"Acha ada perlu sama Iqbal," jawab Acha pelan.
Johan mengangguk-anggukan kepalanya mengerti. Johan memukul kepala Rian dan Glen bersamaan, membuat mereka berdua tersadarkan dari lamunan.
"Apa?" sahut mereka berdua cepat.
"Kantin yuk, gue laper," ajak Johan. "Ajak anak-anak kelas juga, gue traktir," lanjutnya.
"Oke," sahut Rian mengerti maksud Johan.
"Gue mau disini aja ah.. Gue mau lihat sinetron live. Gue kan kepo, si Acha sama Iqbal bakalan balikan apa enggak?" ucap Glen dengan bangga.
"Cucunya kadal, lo berdiri sekarang apa gue seret sama Johan?" ancam Rian, memelototkan kedua matanya, memberi kode ke Glen.
"Gue mau disini aja. Gue nggak laper!" tukas Glen. "Tenang aja, nanti gue video-kan apa yang mereka berdua bicarain! Exclusive dari kamera smartphone abang Glen!"
"Bacot lu ah!!" gemas Johan dan Rian langsung menarik Glen.
"Guys, kantin yuk, ditraktir sama Johan!" teriak Rian membuat siswa-siswi dikelasnya berhamburan keluar mengikuti mereka bertiga.
"GUE NGGAK MAU!! GUE MASIH KENYANG!!"
"LEPASIN ABANG GLEN!! GUE NGGAK BOLEH KETINGGALAN PERCINTAAN ROME-JULIETE ARWANA"
"ELAAHH!! RIAN JOHAN LEPASIN GUE!!"
"LEPASIN NGGAK! DEMI TUTUP BOTOLNYA TEH PUCUK GUE SUMPAHIN GUE JADI GANTENG!"
"BERISIKK!!!" Teriak Rian dan Johan semakin kuat menyeret Glen yang tak ada hentinya berkicau.
Acha bernapas legah melihat keadaan kelas ini sudah sepi. Hanya ada dirinya dan Iqbal saja. Acha menatap ke Iqbal, pria itu masih tidur tidak menyadari situasi yang ada disekitarnya.
Acha mengambil duduk di kursi Rian, sebelah Iqbal. Acha terdiam, mengamati wajah Iqbal. Tanpa sadar Acha tersenyum kecil.
Tiba-tiba Iqbal tubuh Iqbal bergerak, ia terbangun dan pelan-pelan mengangkat tubuhnya membuat Acha mendadak gugup. Acha tak berani memanggilnya. Sampai akhirnya, Iqbal menyadari sendiri.
Iqbal melepaskan earphone-nya. Ia terkejut melihat kehadiran Acha yang sudah duduk disampingnya dengan senyum kaku. Iqbal mengedarkan pandanganya, tidak ada siapapun dikelas.
"Kemana mereka semua?" gumam Iqbal pelan.
"Ada yang Acha mau bicarakan, " ucap Acha memberanikan dirinya.
Iqbal menatap Acha kembali,
"Apa?" balas Iqbal datar.
Acha mengeluarkan kotak paketan dari bungkus kresek, menaruhnya diatas meja Iqbal.
"Ini dari Iqbal?" tanya Acha tak ingin basa-basi.
Iqbal melihat paketan dihadapanya, cukup familiar baginya. Iqbal terdiam lama, mengamati paketan tersebut dengan cermat.
"Iya," jawab Iqbal tanpa ekspresi.
Jawaban Iqbal membuat tubuh Acha terasa lemas. Ia seperti dihadapkan pada situasi yang lebih sulit. Kesimpulannya, Iqbal tidak lupa dengan ulang tahunya, Iqbal mengirimkan kado untuknya. Tapi, kenapa Iqbal tidak pernah ada kabar untuknya?
"Maaf, Acha baru tau dan buka paketan itu kemarin. Acha kira itu paketan punya Amanda." Jelas Acha merasa bersalah.
Tak ada jawaban dari Iqbal, ia terlihat berpikir.
"Maafin Acha.."
"Santai aja. Nggak ada yang salah," balas Iqbal tenang.
"Acha boleh tanya lagi?"
"Tanya aja," jawab Iqbal tanpa beban. Iqbal memasukan earphone-nya kedalam tas.
"Kemana aja Iqbal selama tiga bulan ini?"
"Prancis," jawabnya singkat.
Acha berusaha bersabar, ia ingin mendapatkan kejelasan semuanya saat ini juga. Acha mengepalkan kedua tanganya, untuk tidak takut dan terus melawan sikap dingin Iqbal.
"Ngapain? Kenapa Iqbal nggak ada kabar?" tanya Acha lirih.
"Gue ada tes dan tranning disana. Gue nggak bisa pakai ponsel selama tiga bulan, " jujur Iqbal.
Acha mengerutkan keningnya.
"Tranning apa?"
"Gue pingin masuk sekolah Astronot di Prancis. Kalau gue keterima, gue akan pindah kewarganegaraan Prancis dan menetap disana," jelasnya panjang lebar tanpa menatap Acha sedikitpun.
Acha terkejut bukan main mendengar pernyataan Iqbal barusan. Acha menahan tubuhnya agar tidak gemetar, ia memberikan kekuatan sendiri untuk dirinya.
"Kenapa Iqbal nggak kirim surat? Iqbal bisa kirim kado ini pasti bisa kirim surat juga kan?"
"Gue nggak sempat!" jawab Iqbal bohong pastinya.
"Iqbal tau alasan kenapa Acha minta putus kemarin?" tanya Acha gemetar.
"Nggak tau, lo nggak jelasin," jawab Iqbal acuh tak acuh.
Acha merasakan dadanya terasa sesak mendengar jawaban Iqbal yang seolah tak peduli denganya. Sikap pria ini kembali dingin dan berubah menakutkan. Padahal, kemarin Iqbal masih bersikap baik dan lembut kepadanya. Acha semakin tidak mengerti dengan sosok Iqbal.
"Acha nggak kuat nunggu Iqbal tiga bulan nggak ada kabar!" jujur Acha.
Iqbal mengangguk-anggukan kepalanya, bersikap seolah dirinya yang bersalah disini.
"Sorry, lo berhak marah ke gue,"
"Hmm, Acha sangat marah!" ucap Acha tajam. "Apa Iqbal hanya bisa ucapin maaf gitu aja?"
Iqbal menolehkan kepalanya, menghadap ke Acha dan menatap lekat gadis itu.
"Terus lo mau gue kayak gimana?" tanya Iqbal dingin. "Lo udah putusin gue juga kan?"
Acha merasa seperti diludahi tanpa bekas. Pertanyaan Iqbal begitu menyakitkan untuk di dengar. Mereka saling pandang dengan kedua mata menyorot penuh percikan.
"Gue boleh jujur?" tanya Iqbal.
"Apa?" balas Acha mulai was-was. Ia merasakan bau-bau tidak enak.
Iqbal tersenyum kecil dan sedikit sinis.
"Sorry, gue bukan tipe cowok yang mudah balikan sama mantan!"
DEGHH
Hati Acha mencelos, ingin keluar dari tempatnya. Bahkan kepalanya langsung mendidih mendengar pengakuan Iqbal yang sangat mengejutkanya. Pria ini apa sudah tidak waras?
"Acha nggak ngajak balikan! Acha kesini cuma tanya apa kado ini dari Iqbal apa nggak! Acha cuma minta penjelasan!" kelasa Acha langsung emosi sendiri mendengar ucapan Iqbal tadi.
"Baguslah!" jawab Iqbal santai dan kembali memandang ke arah lain.
Acha mengepalkan tanganya kuat-kuat, menahan kemarahanya. Iqbal benar-benar tidak punya hati!
"Masih ada yang mau lo tanyain? Kalau nggak ada, gue mau ke kantin." ucap Iqbal.
"Nggak ada!" jawab Acha cepat dan segera berdiri dari kursinya. Acha menatap Iqbal tajam.
"Makasih banyak atas penjelasannya! Sudah sangat jelas!" tukas Acha sebelum pergi.
Acha menunjuk ke kotak paketan dihadapan Iqbal.
"Dan Acha juga kembalikan kadonya. Acha nggak butuh jam tangan 230 jutanya!" sindir Acha blak-blakan.
Acha menghembuskan napasnya pelan-pelan, kemudian membuka suara lagi. Ia memberikan tatapan kebencian ke arah Iqbal.
"Satu lagi, Acha nggak pernah menyesal mengakhiri hubungan dengan Iqbal. Sama sekali! Makasih banyak untuk kenangan 2 hari yang sangat indah selama menjadi pacar Acha!"
"Makasih juga, udah pernah memberikan pengalaman dicampakan yang amat terasa menyakitkan!"
"Semoga Iqbal dapat yang lebih baik daripada Acha!"
Setelah puas mengekuarkan kemarahannya, Acha memilih pergi dari sana dengan perasaan kesal bukan main. Acha berjalan dengan perasaan sedih, kecewa dan marah bercampur jadi satu.
Padahal, ia berharap bahwa hubunganya dengan Iqbal setidaknya bisa lebih baik. Tapi, sepertinya semuanya hanya angan semu belaka. Hubungan mereka sudah benar-benar berakhir.
Disisi lain, didalam kelas Iqbal masih terdiam sendiri. Ia menatap kotak paketan dihadapanya dengan hampa. Berulang kali desahan napas berat keluar dari bibirnya.
"Maaf cha," lirih Iqbal.
Tanpa sadar, kedua tangannya terkepal kuat, otot-otot dipergelanganya nampak semuanya. Setidaknya, Iqbal legah melihat Acha tidak menangis karena dirinya tadi. Iqbal dapat merasakan bahwa Acha banyak berubah, lebih tegar dan tidak cengeng. Iqbal sangat bersyukur.
"Aku minta maaf, Natasha..."
****
#CuapCuapAuthor
Selamat membaca MARIPOSA unpublished part. Semoga selalu suka.
Makasih banyak Pasukan Pembaca semua. Love you All.
Salam,
Luluk_HF
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
