MARIPOSA - 47 (PERASAAN SEBENARNYA)

77
1
Deskripsi

"Tolong Acha, Amanda..."

"Acha udah nggak kuat!” 

"Acha capek! Acha lelah nangis tiap malam! Acha udah nggak sanggup!"

"Acha benar-benar ingin nyerah! Setiap hari rasanya begitu menyakitkan!"

"Tolong Acha, Amanda. Rasanya sakit semua.”

“Tolong Acha.” 

****

MARIPOSA PART 1 SAMPAI PART 46 MASIH BISA DIBACA DI WATTPAD : LULUK_HF 

MARIPOSA PART 47
(PERASAAN SEBENARNYA)

 

Amanda menoleh ke samping, ia dapat melihat jelas raut wajah khawatir Kirana dibalik paras cantiknya. Amanda menjadi kasihan dan tidak tega, jika saja ia dapat menyetir mungkin ia akan menawarkan diri untuk melakukannya. 

Kedua tangan Kirana pun semakin bergetar, wanita itu berusaha menahan kegugupannya. Diluar hujan semakin lebat, mengguyur kota di malam ini. 

"Tante, Acha pasti nggak apa-apa," ucap Amanda entah untuk berapa kalinya berusaha menenangkan Kirana. 

"Ini tengah malam Amanda, Hujan deras juga. Bagaimana kalau dia pingsan di jalan? Bagaimana kalau ada orang berbuat jahat sama dia?"

"Kalau terjadi apa-apa sama Acha, tante tidak akan memaafkan diri tante seumur hidup."

Amanda menghela napas pelan, ia sangat tau bagaimana besarnya rasa cinta Kirana ke Acha. Amanda menjadi sedikit iri, ia merasa Acha sangatlah beruntung mendapatkan Mama seperti Kirana. Walaupun bukan mama kandungnya, tapi Kirana sangat mencintai Acha. 

"Te, belok kiri!" ucap Amanda mengingatkan. 

Kirana mengangguk cepat, ia hampir saja melintasi perumahan Iqbal. Pikiran Kirana sudah kemana-mana. Ia hanya ingin anaknya dalam keadaan baik-baik saja. 

****

BRAAAKK

Bunyi suara mobil dibanting begitu keras oleh Kirana. 

"NATASHAA!!!" teriak Kirana tanpa pikir panjang lansung keluar dari mobil dan mendekati sang anak yang sedang terduduk dengan lutut tertekuk dan kepala tertunduk dalam dibawah guyuran hujan yang deras. 

Kirana bahkan membiarkan dirinya ikut basah, ia segera mendekati Acha. 

"Acha kamu tidak apa-apa sayang?" tanya Kirana berjongkok disebelah sang anak. Kirana menyentuh bahu Acha. 

Acha perlahan mengangkat kepalanya, menoleh ke arah samping. 

Kedua mata Kirana terbuka sempurna melihat Acha menangis dengan wajah yang begitu pucat, dan keadaan sangat berantakan. 

"Ta...Tante...Tante-Mama..." isak Acha. 

"Iya sayang, ini Mama." ucap Kirana memeblai rambut Acha. Kirana menahan dirinya, mengigit bibirnya sendiri untuk tidak ikut menangis. Dari lubuk hati paling dalam, ia tidak tega melihat kondisi anaknya sekarang. Sangat memprihatinkan. 

"Ayo kita pulang sekarang cha," ajak Kirana. 

Acha menggelengkan kepalanya,

"I..Iqbal belum ngabarin Acha. Iqbal juga nggak ngucapin ulang tahun ke Acha. Acha pingin ketemu sama Iqbal." tangisnya mengaduh. 

"Iqbal pasti ngabarin kamu sayang, tapi sekarang kita pulang ya. Bibir kamu sudah pucat sekalil, tubuh kamu juga sangat dingin." ucap Kirana sedikit menaikkan suaranya yang kalah dengan derasnya gemuruh hujan. 

Acha tetap kekuh, ia menggeleng keras menolak ajakan Kirana. 

"Acha mau nungguin Iqbal. Acha nggak mau pulang sampai Iqbal keluar. Acha mau tetap disini. Achaa...Acha..."

"Acha kangen sama Iqbal, Tante-Mama..."

Kirana menghela berat, ia dibuat bingung dengan cara pikir Acha dan pasti sangat sulit membujuk gadis ini. Kirana sangat mengenal bagaimana karakter anaknya ini. Sesuatu yang dia inginkan harus ia dapatkan, dan ia akan melakukan apapun itu meskipun mengorbankan dirinya sendiri. 

"Natasha!!" tegas Kirana, ini bukan saatnya ia dapat berbuat lembut ke sang anak. " Kamu bisa sakit! Mama nggak ingin kamu pingsan disini!"

"Ayo kita pulang." mohon Kirana. 

"Acha nggak mau!! Acha mau nungguin Iqbal!!" teriak Acha menolak Kirana untuk sekian kalinya. 

"Cha! Iqbal masih di prancis, dia belum pulang" ucap Kirana menegaskan lagi. "Mama janji, besok mama akan telfonkan Iqbal, mama suruh Iqbal datang kerumah buat kamu. Tapi sekarang, Mama mohon sekali sama kamuu..."

"Ayo kita pulang cha. Mama mohon Natasha..."

Kirana mengulurkan tangannya, kedua matanya mulai berair tak bisa menahan lagi rasa pedih melihat putri tunggalnya yang begitu tak berdaya dihadapannya. Melihat putrinya menangis dengan kondisi yang begitu memilukan. 

"Acha nggak mau!"

"Cha... Mama mohon sekali, Ayo kita pulang. Ini sudah malam, kamu bisa sakit cha..."

"Nggak mau!! Acha mau ketemu Iqbal! Acha mau disini, nunggu Iqbal!"

"Ya ampun cha. Iqbal pasti datang, tapi jangan kayak gini juga. Kamu bisa pingsan disini. Kamu bisa sakit sayang."

"Acha nggak peduli! Acha cuma mau Iqbal!!" bentak Acha cukup keras. 

Kirana langsung berdiri, mendesah frustasi. Apa yang harus ia lakukan sekarang. Acha sangatlah keras kepala!

"Tante, pegang payung ini. Tante bisa ikut sakit juga!" ucap Amanda membuka suara, ia sedari tadi hanya berdiri didekat mobil membiarkan Kirana terlebih dahulu membujuk Acha. 

Kirana menerima payung dari Amanda, namun payung itu sama sekali tak ia gunakan. Kirana mengulurkan payung ditanganya untuk melindungi sang anak dari guyuran air hujan. Lebih baik dirinya yang sakit dan menderita daripada anaknya. 

Amanda yang melihat kejadian itu hanya bisa melongo, ia perlahan menurunkan kedua matanya ke arah Acha. Gadis itu nampak acuh tak acuh, tak menghiraukan mamanya. 

Rasa kesal dan amarah di tubuh Amanda perlahan mencuak, ingin terluapkan saat ini. Namun, Amanda berusaha untuk menahan. Ia masih tau sopan santun dihadapan Kirana, Mama Acha. 

Amanda mendekati Acha. 

"Cha... Ayo pulang. Percuma lo disini, Iqbal nggak akan nemuin lo! Iqbal nggak ada dirumahnya! Lo jangan sia-siain waktu lo. Sayangi tubuh lo. Lo bisa sakit cha. Kasihan Mama lo juga," ucap Amanda baik-baik, ia memegang lengan Acha. 

Acha menepisnya pelan, 

"Acha tetap akan tunggu disini. Kalian pulang aja. Jangan peduliin Acha, nanti kalian berdua sakit. Acha pingin ketemu Iqbal, Acha yakin I qbal akan nemuin Acha." ucap Acha dengan suara bergetar. 

"Cha lo gilaa!!!" bentak Amanda masih dalam nada wajar walaupun cukup keras. Amanda menatap Acha tajam. 

"Cinta ya cinta, tapi nggak gini juga cha! Pakek otak lo!" geram Amanda, emosinya mulai tak bisa ditahan. 

"Kalian pulang aja! Nggak usah peduliin Acha!! Acha tetap akan disini!" teriak Ach disela tangisnya. 

Kirana menghapus air matanya yang entah sejak kapan mengalir, ia tidak tau jika anaknya begitu menderita seperti ini dan memiliki perasaan yang sangat dalam sampai seperti orang yang hampir tidak waras. 

"Kalau Acha tetap kekuh, tetap keras kepala ingin disini. Yaudah, Mama juga akan tetap berdiri disini. Mama akan temenin Acha disini. Sampai Acha mau pulang," ucap Kirana sungguh-sungguh. 

"Mama akan temenin Acha. Mama rela ikut hujan-hujanan sama Acha! Mama nggak akan biarin anak Mama sendirian!"

Amanda langsung mengalihkan pandanganya ke Kirana, kedua matanya membelalak tak percaya dengan ucapan wanita itu. Amanda memegangi kepalanya yang ingin meledak. Ia tidak bisa membiarkan kedua orang ini mati kedinginan disini. Jika mereka berdua memilih tetap kehujanan malam-malam didepan rumah Iqbal mungkin dirinya juga akan ikut menjadi mayat hidup malam ini.

Amanda berjalan mendekati Kirana, ia menarik Kirana sedikit memaksa.

"Tante percaya sama Amanda kan?" tanya Amanda sangat serius. 

"Ap...Apa maksud kamu?" tanya Kirana tidak mengerti. 

"Tante tunggu didalam mobil saja. Amanda yang akan bujuk Acha! Tante percayakan sama Amanda."

"Tap..."

Belum selesai Kirana membalas ucapan Amanda, gadis itu langsung menarik tangan Kirana agar masuk kedalam mobil. Amanda mengambil kunci mobil dengan paksa, lalu mengunci Kirana didalam. 

"AMANDA!!!"

"AMANDA KELUARKAN TANTE!!!"

"AMANDAAAA!!!"

"AMANDAA!!!! KASIHAN ACHA!!"

"AMANDAAA!!!!"

Amanda tidak peduli dengan teriakan Kirana. Biarlah kali ini ia berbuat tidak sopan dengan orang tua, daripada ia melihat dua orang mati keesokan pagi karena terus bermalam disini. 

"Maafkan Amanda tante..."

Amanda menatap Acha tajam, ia melangkah dengan langkah pasti mendekati gadis itu. Sorot mata Amanda begitu menakutkan. Ia mungkin akan meluapkan semua amarahnya saat ini juga. 

"Cha..." panggil Amanda serak.

Tak ada sahutan dari gadis itu, Acha hanya menatap kosong ke depan, ke arah rumah Iqbal. 

"Cha...Gue memohon baik-baik kali ini. Hujan makin deras, lo bisa sakit! Lo punya anemia cha!" ucap Amanda mengingatkan. "Ayo kita pulang, lo bisa mati kedinginan!" 

"Nggak apa-apa Acha sakit, siapa tau aja Iqal kasihan, terus nemuin Acha." jawab Acha tak berdosa. 

Amanda mendesis kasar, ia tak akan main-main lagi kali ini. 

"Waaahhh! Orang bodoh sama idiot terkadang nggak ada bedanya ya!"

"Sumpah gue nggak nyangka kalau cinta sama seseorang bisa berakibat idiot kayak gini!" sindir Amanda, suaranya terdengar mulai menakutkan. 

Acha diam saja, tak menggubris ucapan kasar Amanda yang sudah sangat kenyang diotaknya. Acha cukup sering mendapatkan hinaan dari Amanda. Jadi, tak akan berpengaruh kepadanya. 

"Lo mau berdiri sekarang? apa gue seret?" ancam Amanda serius. 

"Amanda pulang aja! Bawa Tante-Mama juga. Nggak usah peduliin Acha!" 

Amanda mendecak kesal. 

"Bukan kita yang nggak peduli sama lo! Tapi lo yang nggak pernah peduli sama kita, gadis idiot!"

"Lo makin lama, makin kesini tambah brengsek ya cha!" kesal Amanda tak tanggung-tangguk meledakkan amarahnya. 

"Gue, Sasa, Arina, Daniel, Kak Arka, dan Tante Kirana sampai rela begadang nunggu tengah malam hanya buat kejutan ulang tahun lo tapi lo sepertinya nggak ngehargain itu cha?"

"Di Otak lo hanya terpikir, Iqbal ngucapin ultah ke lo! Dan ucapan kita semua nggak penting. Gitu kan?"

"Hanya Iqbal, Iqbal, Iqbal, Iqbal dan Iqbal!"

"Gue benerkan?"

Acha terdiam, terbungkam tak bisa menjawab. 

Amanda mendecak sinis, ia menendang punggung Acha cukup keras. 

"Jawab brengsek! Kenapa lo diam? Benarkan ucapan gue?"

Amanda tersenyum puas melihat raut wajah Acha berubah tegang karena ucapanya. Amanda semakin semangat untuk menghabisi gadis ini dengan sumpah serapahnya!

"Setidaknya pikirkan mama lo!"

"Bertahun-tahun Mama lo ngerawat lo, ngejaga lo biar lo nggak sakit, mama lo sayang sama lo, biar lo bisa jadi anak yang dibanggakan, anak yang pintar dan bermartabat!"

"Tapi ini balasan lo ke Mama lo?"

"Woi, idiot! Lo nggak kasihan sama Mama lo? seengaknya otak lo itu gunain! Pikirin bagaimana perasaan Mama lo! Lo nggak tau gimana khawatirnya Mama lo nyariin lo tadi!"

"Dia hampir nabrak pedagang jalanan saking ngebutnya, saking cemasnya! Dan lo?"

Amanda tertawa miris, 

"Lo nangis kayak cewek murahan di depan rumah cowok yang sama sekali nggak peduli sama lo! Lo nangis disini kayak orang bodoh, ngusir Mama lo seenak hati lo!"

"JANGAN CUMA MIKIRIN DIRI LO SENDIRI! PIKIRIN JUGA MAMA LO, BRENGSEK!!!"

Amanda mendekatkan diri ke Acha,berjongkok di depan Acha. Amanda menarik dagu Acha dengan kasar, membuat kedua mata mereka saling beradu. 

"Apa belum jelas alasan gue benci dan ngelakuin hal disekolah beberapa bulan yang lalu ke lo?"

"Lo selalu mikirin diri lo sendiri! Lo sangat egois tau nggak!" 

"Lo nggak ngerti balas budi! Yang lo pikir cuma gimana caranya cowok yang lo suka ada buat lo! Gimana biar hati lo senang dan bahagia!"

"Lo nggak pernah pikirin orang-orang yang susah maupun senang selalu ada disamping lo dan dukung lo!"

"Pernah lo mikirin itu? Hah?" 

Kilatan mata Amanda semakin berkobar, memercikan api kebencian yang sangat besar. Amanda menepis kasar dagu Acha, membuat gadis itu meringis menahan sakit. Amanda tidak peduli!

"Sampai segitunya cha lo suka sama Iqbal? Sampai ngelakuin kayak gini?"

"Woi bego! Lo kira ini Drama korea atau Sinetron Anak Jalanan? Hah?"

"Pakai otak lo! Pakai mata lo! Jangan pakek hati doang!"

"Nggak usah Alay kayak gini! Murahan banget tau nggak!"

Amanda tersenyum sinis,

"Lo bukan murahan lagi! Tapi sudah seperti Sampah!" ucap Amanda sadis. 

Acha mengepalkan kedua tanganya, ia seakan tidak kuat lagi mendengar hinaan-hinaan yang dilontarkan Amanda sepuasnya kedirinya. Ia tau bahwa ia salah, tapi ucapan Amanda sangat keterlaluan menurutnya. 

"Am...Amanda..." panggil Acha dengan suara getir. 

"Apa brengsek?" sahut Amanda tak ada halus-halusnya. 

"Apa semua ucapan Amanda itu sudah kelewat keterlaluan?" tanya Acha, ia mengangkat kepalanya, menatap Amanda yang sudah berdiri dihadapannya. 

Kedua mata mereka saling bertatapan tajam, saling beradu dibawah guyuran hujan yang sedikit mulai meredah. 

"Keterlauan? yang mana? Semua itu kenyataan! Gambaran yang pas buat sosok Natasha!"

"Cantik tapi bego masalah cinta! Goblok gara-gara cowok bernama Iqbal doang!"

"Amanda!!" teriak Acha nampak tidak terima. 

"Kenapa? Mau Marah? Gue bener kan?"

"Sekarang lo pikir! Pakek otak lo! Dengerin gue baik-baik!" 

"Cowok nggak ngasih kabar selama hampir 1 bulan ke pacarnya? Bahkan ketika dia datang untuk menanyakan kabar? malah pacarnya di usir lalu tiba-tiba ngilang lagi?"

"Gitu namanya cinta? Itu yang lo bilang Iqbal punya perasaan sama lo? Seriusan? Lo yakin?"

"Sorry, gue ragu cha! Dia sepertinya hanya main-main dengan lo!" ucap Amanda mengungkapkan unek-uneknya. 

"Kalau cowok sayang ke pacarnya dan sungguh-sungguh! Dia pasti akan jaga hati cewek itu, nggak buat pacarnya menderita dan nangis selama satu bulan seperti ini!"

Acha menahan tubuhnya yang semakin kedinginan dan rasa menusuk-nusuk mulai terasa diseluruh kulit tubuhnya. Namun, Acha tidak ingin terlihat lemah. 

"Iq...Iqbal..Iqbal pasti punya alasan...Dia past..."

"Alasan apa? "Maaf cha, gue lagi sibuk, sabar ya dan tunggu gue", ngetik dan ngirim pesan seperti itu apa butuh waktu lebih dari 1 jam? 30 menit? 15 menit? atau 5 menit?"

Amanda mendekat satu langkah!

"Jujur aja! Lo sendiri sebenarnya nggak yakin kan? Lo sendiri sebenarnya sudah menyadari kalau Iqbal sama sekali nggak peduli sama lo kan?"

"Tapi lo terus menyangkalnya? Terus dan terus bertingkah bahwa Iqbal akan datang ke lo!"

"Mata hati lo udah buta karena Iqbal cha!"

"Cinta ya cinta tapi nggak sampai nyakitin diri lo sendiri! Bahkan nyakitin orang lain! Contohnya Mama lo sendiri!!" 

Perlahan kepala Acha tertunduk, ia terisak kembali dan mulai menangis. Dadanya terasa sakit, semua ucapan kasar Amanda sangat menusuk hatinya, dan begitu menyakitkan. 

"Ac..Acha cuma mau ketemu sama Iqbal. Apa itu salah?"

"Acha cuma ingin tau kabar dari dia. Apa itu salah?"

"Nggak salah cha! Hanya cara lo aja yang salah!" sahut Amanda logis. 

Amanda kembali duduk dihadapan Acha, ia sesungguhnya tidak tega melihat Acha menangis dengan tubuh yang sudah kedinginan dan wajah semakin pucat. Tapi melihat gadis ini terus keras kepala, membuat emosi dan amarahnya meletup-letup ingin menyadarkan sahabat dari kecilnya ini. 

"Harus sampai kayak gini Cha lo suka sama Iqbal? Dengan cara nyakitin diri lo sendiri?"

"Segitu besarnya cha rasa suka lo? sampai lo nggak bisa bedahin mana yang baik dan mana hal yang bodoh?"

"Sadar cha! Banyak yang suka sama lo! Banyak pria diluar sana yang ingin dapetin lo! Lo kurang apa?"

"Lo cantik, pinter, anak orang terpandang? Apa yang kurang? Juna? Kak Arka bahan Daniel pun suka sama lo!"

"Tapi lo udah dibutakan sosok Iqbal! Nggak ngerti gue sama jalan pikir lo!"

"Lo nggak pantes Cha dapat perlakuan kayak gini! Lo udah sangat menderita dari awal! Apa harus lo lebih menderita lagi kayak gini hanya karena pria brengsek nggak punya perasaan kayak Iqbal?"

"Jujur sama gue cha, Sebenarnya lo udah capek kan? Lo udah lelah kan nunggu Iqbal? Lo udah hampir putus asa kan nungguin dia? Lo udah nggak kuat kan nangis setiap malam?"

"Bilang cha sama gue! Lo udah ingin nyerah kan?"

Acha tertunduk dalam, tangisannya makin kencang mendengar pertanyaan-pertanyaan Amanda yang semakin membuat hatinya tercabik-cabik. 

Amanda mengumpati dirinya sendiri, entah sejak kapan air mata bodoh ini ikut jatuh membasahi kedua pipi putihnya. Amanda menatap Acha lekat, tidak tega melihat gadis ini nampak begitu menderita. Acha terus memukul dadanya yang terasa sesak. 

Amanda mendekat ke Acha, memeluk gadis itu dengan sangat erat. 

"Maafin gue..." lirih Amanda sangat tulus. 

Acha menghamburkan dirinya semakin dalam ke pelukan Amanda. 

"Tolong Acha, Amanda..."

"Acha udah nggak kuat nda!"

"Acha capek! Acha lelah nangis tiap malam! Acha udah nggak sanggup!"

"Acha benar-benar ingin nyerah! Setiap hari rasanya begitu menyakitkan!"

"Acha tau acha bodoh! Acha murahan! Acha tau kalau Acha kayak orang bego, alay semacamnya! Acha sadar itu!"

"Tapi Acha nggak bisa! Acha nggak tau kenapa Acha bisa seperti ini!"

"Acha nggak tau kenapa hati Acha terus memikirkan Iqbal, terus berharap ke Iqbal. Acha nggak tau kenapa hati Acha begitu besar cinta ke Iqbal!"

"Acha ingin nyerahhh!! Acha udah nggak kuat nda! Acha juga benci sama diri Acha yang seperti ini!"

"Tapi mau gimana? Acha juga nggak bisa ngendaliin diri Acha! Otak dan hati Acha saling bertolak–belakang!"

"Dan, itu membuat Acha makin tersiksa! Acha kesakitan nda tiap malam! Acha terus nangis tiap malam. Acha juga capek kayak gini terus!"

"Siapa yang sanggup nunggu satu bulan? Nangis satu bulan? Bahkan rela hujan-hujanan seperti gadis murahan seperti ini? Hah?"

"Acha juga nggak mau nda! Acha sebenarnya nggak pingin! Tapi mau gimana? hati Acha terus mendesak!"

"Acha udah terlanjur cinta ke Iqbal! Dan Acha benci dengan kenyataan itu! Rasanya sakit setiap hari nda!!"

Acha meluapkan seluruh isi hati sejujurnya yang tak pernak ia ungkapkan sebelumnya. Acha benar-benar sudah ada di titik putus asanya. Ia benar-benar tak sanggup lagi. Dan... Hanya Amanda saat ini yang memang selalu mengerti tentang dirinya. 

"Tolong Acha.... Acha mohon tolong Acha, Amanda!"

"Acha kesakitan! Acha capek!"

"Acha mohon tolongin Acha... Acha juga ingin nyudahin semua ini. Tapi rasanya sangat sulit!"

"Acha mohon tolongin Acha. Tolong!!"

Amanda kali ini tak bisa menahan air matanya, ia ikut menangis mendengar pengakuan Acha yang belum pernah didengarnya. Ia tau bahwa sahabatnya ini menderita, tapi ia tak menyangka bahwa Acha sangat menderita seperti ini!

Amanda menyumpah dalam hati! "Lo emang brengsek, Iqbal! Sangat brengsek!"

Amanda membelai rambut panjang Acha yang basah, dan membiarkan gadis itu menangis dan terus mencurahkan isi hatinya, mengumpati kebodohannya. Setidaknya, Amanda legah mendengar semua perasaan Acha sesungguhnya. 

"Gue akan bantu lo Cha. Gue pasti akan bantu lo!"

"Gue akan selalu ada di sisi lo! Gue akan bantu lo Natasha!!"

"Pasti itu!!"

"Gue akan tolong lo!"

Amanda melepaskan pelukan Acha, ia menatap sahabatnya yang masih memangis tersedu-sedu. Amanda menghapus bercak air mata Acha, ia tersenyum kecil. 

"Gue akan bantu lo, dan hal yang pertama yang harus lo lakukan sekarang adalah...."

"Kita pulang ke rumah. Kasihan Mama lo." ajak Amanda. 

"Lo mau kan, Cha?" tawarnya penuh harap. 

Acha menganggukan kepalanya tanpa ragu kali ini. Sepertinya mata hatinya mulai sedikit terbuka setelah meluapkan perasaannya kepada Amanda dan mendapatkan amarah dari Amanda. 

Amanda tersenyum legah, ia pun segera membantu Acha untuk berdiri. Tubuh Acha mulai sempeyongan. Amanda dengan sangat hati-hati membantu Acha berjalan sampai ke mobil. 

"Terlalu banyak menaruh cinta sama saja dengan terlalu banyak menaruh harapan yang akan berujung pada kesakitan yang dalam!" 

 

*****

#CuapCuapAuthor

Selamat membaca MARIPOSA unpublished part. Semoga selalu suka. 

Makasih banyak Pasukan Pembaca semua. Love you All. 

 

Salam,

 

Luluk_HF

 

 

 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Kategori
Mariposa
Selanjutnya MARIPOSA - 48 (SEBUAH PANGGILAN)
48
0
Ada yang ingin Acha berikan ke Iqbal... ucap Acha lirih. Apa? Buka telapak tangan Iqbal,” pinta Acha. Iqbal menurut, ia  membuka tangan kanannya. Ini Acha kembalikan...Iqbal menatap sebuah gelang yang pernah ia berikan kepada Acha.Kenapa dikembalikan? tanya Iqbal tak mengerti.Acha sekali lagi tersenyum, memaksakannya agar terlihat seperti sebuah senyum yang sangat cantik. Acha tidak punya hak memilikinya lagi.”Ma...maksudnya? tanya Iqbal makin bingung.*****
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan