
Happy Reading EL Part ketiga.
Semoga suka dengan part ini.
Jangan lupa share, love dan komen part ini ya ❤
EL PART LIMA
****
Hari minggu yang ditunggu seorang Dafychi akhirnya datang juga. Penantian yang panjang selama sepekan ini. Kalau ditanya apa kesukaannya di dunia ini, Dafychi akan menjawab dengan lantang “HARI MINGGU!”
Tidak ada yang namanya bangun pagi, memakai seragam, mengikuti pelajaran, bertemu tiga ratus makhluk aneh. Itu semua tidak ada! Dafychi sangat bahagia.
Dafychi turun dari kasur, ia berjalan ke balkon depan kamarnya. Aktivitas yang selalu ia lakukan pertama kali di hari minggu.
Dafychi berdiri di balkon, merentangkan kedua tangannya, menutup kedua matanya dan menghirup udara pagi yang segar sepuas dan sebanyak mungkin. Cahaya matahari menyinari paras cantiknya.
Hari yang sangat sempurna!
Dafychi menghembuskan nafas pelan-pelan sembari membuka kedua matanya. Ia mendengar suara mesin mobil berhenti didepan rumah sebrang sana. Mata Dafychi mengarah kesana.
“Rumah itu sudah berpenghuni?” tanya Dafychi ke dirinya sendiri dengan heran. “Sejak kapan?”
Seorang pria berpostur tinggi keluar dari mobil berwarna merah, tangannya bergerak melepaskan kaca mata hitam yang dipakainya.
Dafychi menyipitkan kedua matanya, berusaha memperjelas pengelihatannya.
“NGAPAIN KAMU DISANA?” teriak Dafychi dengan keras dengan kobaran mata kebencian.
Pria dibawah sana langsung membalikkan tubuhnya, mengarah ke Dafychi. Kedua matanya terbuka sempurna, tidak percaya dengan apa yang didapat oleh pengelihatannya. Ya... Pria itu Mario.
Dan.... Mereka berdua akan menjadi tetangga seberang rumah!
“KAMU PINDAH DI SANA?” tanya Dafychi tak percaya.
Mario tak berniat menjawab gadis itu, ia melanjutkan langkahnya kembali, memilih langsung masuk ke dalam rumah saja. Tubuhnya terasa lelah akibat lembur di kantor semalam. Kenapa gadis itu bisa jadi tetangganya sendiri? Hidupnya akan semakin tidak tenang!
Mario mendadak berhenti berjalan, ia teringat sesuatu.
“Kalau begitu? Ando tinggal di sana?”
Mario tersenyum singkat, ia mencoba berpikir postif saja.
******
Magnet kasur yang sangat kuat membuat Dafychi tidak beranjak lagi dari kasurnya sampai sore hari. Semuanya ia lakukan di atas kasur, nonton film, makan, main hp. Itulah aktivitas utama seorang remaja di hari Minggu!
Dafychi membutuhkan asupan makanan, ia sangat lapar sekali.
Dafychi keluar dari kamarnya. Suara berisik di lantai bawah membuatnya penasaran, tidak seperti biasanya, saat ini suasana rumahnya ramai. Dafychi menuruni anak tangga, berjalan ke ruang tengah.
“Kak, buatin mie goreng dong,” pinta Dafychi ke Ando, kedua tangannya sibuk menguncir rambutnya yang berantakan.
Dafychi melihat ada tiga pria yang sedang duduk di sofa sembari asik bermain PSP. Tubuh mereka bertiga membelakanginya. Dafychi mengenal dua di antara pria itu, tapi tidak untuk pria yang duduk paling tengah sendiri. Asing bagi kedua mata Dafychi.
“Kak!” panggil Dafychi dengan nada lebih tinggi.
Suara teriakan Dafychi membuat tiga pria itu memutar kepala mereka.
“Ngapain si Voldemort di sini?” kaget Dafychi yang dapat melihat jelas pria asing itu. Siapa lagi jika bukan Mario.
Mario menunjukkan raut tenang tidak seperti Dafychi, Mario nampak biasa saja. Ia membalikkan kepalanya, dan melanjutkan permainan yang sempat tertunda.
“Masak sendiri sana. Manja!” sunggut Iqbal sebal.
Dafychi mendesis pelan,
“Macan tutul nggak bisa masak, curut Africa! Mau dapurnya gue bakar?” balas Dafychi tajam ke sang adik.
“Bilang aja males, tul, tul!” timpal Iqbal kembali menyerang kakaknya.
“Diem lo ah, curut! Gue juga nggak nyuruh lo!”
“Gue juga nggak bakalan mau!”
“Gue basmi juga lo pakek pestisida!”
Ando menghela berat, meletakkan stik PSPnya. Ando berjalan mendekati Dafychi yang masih sibuk beradu cekcok dengan adik bungsunya. Ando mengacak-acak rambut Dafychi.
“Mandi dulu sana, kakak buatin,” ucap Ando melewati Dafychi, beranjak ke dapur.
Dafychi mencibir pelan, rambutnya berantakan lagi gara-gara kakaknya.
“Awas lo curut minta mie gue!” kesal Dafychi ke Iqbal. “Balik sono ke Africa!”
Iqbal tak memedulikan kakaknya, ia berdiri dari kursi.
“Mau kemana Bal?” tanya Mario menatap lawan mainnya itu beranjak pergi.
“Mandi bentar kak, habis ini ada les soalnya,” ucap Iqbal melanjutkan langkahnya.
Ruang tengah hanya tinggal Mario dan Dafychi. Mereka sama-sama diam tak saling sapa.
Dafychi berjalan ke sofa, dan duduk di sebelah Mario. Ia melirik pria di sampingnya itu sibuk bermain sendiri tanpa menganggap keberadaannya. Dafychi mendecak sebal.
“Om ngapain di sini?” tanya Dafychi membuka suara.
“Saya bukan om kamu!” jawab Mario dingin.
“Nama om siapa?”
“Hamba Allah”
Dafychi menahan kesal, pria ini membalasnya! Dafychi berusaha sabar.
“Kamu siapanya Kak Ando? Teman atau pacar?”
Mario langsung menoleh ke Dafychi dengan tatapan terkejut bukan main.
“Saya masih doyan perempuan!” tajam Mario.
“Ups, sorry!” ucap Dafychi tak berdosa. “Jadi om temannya Kak Ando?”
“Perlu saya jawab?”
Dafychi mengangkat kedua tangannya, “Nggak sih.”
Dafychi menaikkan kedua kakinya ke atas sofa, melipatnya seperti orang yang bersila. Ia menarik remote yang ada di sebelahnya, dengan tampang tak berdosa Dafychi mengganti televisi di depan sana dengan tayangan kartun.
Mario menoleh ke Dafychi dengan kedua mata terbuka, tidak percaya dengan yang dilakukan bocah ini.
“Kamu tidak lihat saya sedang bermain?”
“Main sana di rumah om sendiri! Ini rumahku,” usir Dafychi tak peduli.
“Saya tamu di sini.”
“Siapa?”
“Saya!”
“Yang nanya,” ledek Dafychi dengan senyum puas.
Mario menghela pelan. Otot-otot kedua tangannya ia renggangkan, menahan kekesalannya akan tingkah gadis di sampingnya.
“Dafychi.”
“Hm?”
“Nggak apa-apa ngetes kuping kamu aja. Masih berfungsi ternyata.”
“Kamu kira saya tuli?” sahut Dafychi tidak terima.
“Siapa tau aja.”
Dafychi mendecak sebal, memperhatikan Mario dengan seksama, pria itu sudah sibuk memainkan ponselnya. Pria yang aneh!
Tiba-tiba Mario berdiri dari tempat duduk, memasukkan ponsel ke saku celananya. Mario menatap Dafychi.
“Om mau kemana?”
“Sudah saya bilang berapa kali, saya bukan om kamu!” tegas Mario menahan emosi.
“Paman?” pancing Dafychi sengaja.
“Kamu mengajak saya bercanda?”
“Kalau begitu aku panggil apa?”
“Kakak!”
Dafychi mendesis dengan tatapan sinis ke Mario.
“Ogah! Aku panggil Mario aja”
Mario menghela berat.
“Ter-se-rah!” kesal Mario dan beranjak dari sana. Ia harus kembali kerumahnya, ada pekerjaan yang belum ia selesaikan sepulang dari kantor tadi. Hari ini ia tidak sebegitu sibuk seperti minggu-minggu kemarin.
Dafychi mengumam sendiri, menghina-hina pria yang baru saja keluar dari rumahnya.
Penciuman Dafychi ditusuk-tusuk dengan bau mie goreng pesanannya. Sepertinya sudah matang. Dafychi dengan semangat berlari ke dapur menghampiri kakaknya.
Benar dugaannya, Ando sedang sibuk menata tiga piring di atas meja makan. Dafychi mengambil kursinya, dan duduk di sana dengan senyum sumringah.
“Sudah mandi?” tanya Ando menyelidik.
“Entar aja. Aku makan dulu,” balas Dafychi segera memakan mie goreng dengan lahap.
Ando geleng-geleng melihat tingkah adik perempuannya yang tak pernah berubah. Ando duduk di sebelah adiknya, mengawasi adiknya. Ando tersenyum kecil, malaikat kesayangannya sudah bertambah besar.
“Kak Ando kapan pergi dari rumah ini?” tanya Dafychi polos, mulutnya dipenuhi dengan makanan.
“Habiskan dulu makanan di mulut kamu baru ngomong,” ucap Ando mengingatkan.
Ando mengambil beberapa tissue, membersihkan mulut adiknya yang belepotan.
“Kapan Kak Ando pergi dari rumah ini?” tanya Dafychi mengulangi pertanyaamnya.
“Kamu segitu inginnya kakak pergi dari sini?” cerca Ando
Dafychi mengangguk dengan semangat.
“Kak Ando nggak bakalan pergi,” tegas Ando tak terbantahkan.
“Ishhh... Menyebalkan!” decak Dafychi pelan. Ia memilih melanjutkan makannya lagi tidak memedulikan kakaknya.
Ando berdiri, berjalan ke kulkas, mengambil kue brownies yang dibelinya tadi pagi. Ando menaruhnya di depan Dafychi.
“Kakak mandi dulu, habis makan kamu kasih ini ke Mario,” suruh Ando
Dafychi menghentikan aktivitas makannya, menatap Ando dengan sedikit bingung.
“Kenapa harus aku?”
“Jangan banyak protes. Nanti kamu ke rumah seberang dan berikan ke Mario.”
“Nggak mau!” tolak Dafychi cepat.
“Kamu mau kakak antar dan jemput ke sekolah setiap hari?” ancam Ando.
Dafychi menghela berat, ancaman Ando terlalu menakutkan untuknya. Jika Ando terus membuntutinya hidupnya semakin tidak bisa bebas.
“Iya iya,” serah Dafychi pasrah.
Ando tersenyum puas, ia mencium puncak kepala adiknya singkat kemudian berjalan meninggalkan Dafychi.
“Keramas Dafychi!” teriak Ando dari kejauhan.
Dafychi melirik Ando tajam, ia menarik beberapa helai rambutnya dan mencium rambutnya sendiri. “Sialan Ando!”
*****
Mario meluruskan kedua kakinya, meletakkannya di atas meja ruang tamu dengan laptop yang ada di pahanya. Mario terlihat serius, kedua tangannya bergerak lincah diatas keyboard. Ia membalas email-email yang masuk ke dalam inbox-nya.
Mario membuka salah satu email yang alamat ID-nya sama sekali tidak ia kenal. Mario membukanya, ada sebuah lampiran foto. Mario men-download lalu membuka foto tersebut.
Mario sedikit terkejut melihat foto itu, menampakkan foto dirinya yang di coret-coret dengan spidol tinta merah dengan tulisan dibawahnya “Kamu akan mati!”
Mario mencibir sinis, kejadian seperti ini tidak pertama kali menimpa dirinya. Semakin tinggi kekuasaannya dan kejayaan perusahaannya, semakin banyak pula yang membencinya dan ingin menyingkirkannya. Akhir-akhir ini memang banyak pesaing yang mengintai nyawa Mario. Bagi mereka Mario adalah saingan yang cukup berat.
Mario menghapus email dan foto tersebut. Tidak ada guna untuk menyimpannya.
TingTong
Suara bel rumah Mario berbunyi.
****
#CuapCuapAuthor
Bagaimana part ini? Semoga suka ya.
Jangan lupa follow akun karyakarsaku dan instagramku : luluk_hf
Supaya teman-teman Pembaca nggak ketinggalan info cerita EL
Jangan lupa juga tinggalkan komen dan love jika suka dengan part ini.
Semoga teman-teman Pembaca selalu suka cerita EL, selalu support cerita EL, dan selalu baca cerita EL.
Makasih banyak semuanya dan selalu jaga kesehatan ya.
Love,
Luluk HF
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
