You Are Mine || 04

1
0
Deskripsi

"Naik. Bentar lagi malem. Lo cewe, sendirian lagi. Ga takut kalau ada yang macem-macem sama lo?" baru saja hendak menjawab, laki-laki yang menggunakan motor sport berwarna hitam di samping Zean itu tiba-tiba bersuara.

Suara rendah yang terdengar itu membuat Asha merinding seketika. Seolah tersihir. Mulut Asha tiba-tiba berkata iya. Kakinya pun melangkah mendekati motor laki-laki tersebut.

Hari Senin Asha memaksakan diri untuk sekolah meskipun kondisinya belum benar-benar pulih. Dua hari di rumah dan tak melakukan apapun membuatnya bosan.

Kini Asha tengah berada di ruang kelasnya seorang diri. Teman-temannya yang lain tengah mengikuti upacara dilapangan. Sebenarnya Asha di minta untuk ke uks, tetapi dirinya memilih untuk berada di kelas. Asah tak suka bau obat-obatan yang menguar di uks.

Tadi juga sempat ada seorang guru BK yang tengah berkeliling. Melihat Asha yang berada di kelas tentunya langsung di tegur. Namun Asha segera memberi alasan jika dirinya tengah sakit. Beruntungnya guru BK itu langsung percaya saat melihat raut wajah Asha yang memang masih terlihat pucat.

Sembari menunggu, Asha memilih untuk memejamkan matanya sejenak. Berharap rasa pusing di kepalanya menghilang.

"Kalau emang masih sakit tu ga usah sekolah.  Batu banget di bilangin." suara yang terdengar ketus itu menyapa gendang telinga Asha. Membuat gadis itu dengan terpaksa menegakkan badannya untuk melihat siapa yang berbicara barusan. Bukankah semua orang harusnya tengah mengikuti upacara saat ini?

"Adiba? Lo ga ikut upacara?"

"Engga. Perut gue sakit." balas Adiba yang kini sudah mendudukan dirinya di samping Asha.

"Gue ada vitamin. Di minum. Siapa tau bisa buat lo makin baikan," Adiba meletakan satu tablet vitamin ke atas meja. "seharusnya lo ga usah maksain masuk. Kalau gue jadi lo mending tiduran di kasur. Dari pada di sekolah bikin tambah pusing."

"Gue bosen di rumah terus ga ngapa-ngapain. Jadi gue milih sekolah aja. Lagipula gue juga udah mendingan."

"Muka lo aja masih pucet gitu."

Asha membalasnya dengan senyuman kecil. "Gue udah baik-baik aja."

"Serah deh. Minum tu Vitaminnya."

"Nanti."

Adiba memgerutu pelan mendegar kata yang keluar dari mulut Asha. "Gak yang ini yang itu sama-sama batu kalau di bilangin."

Meskipun suara Adiba terdengar pelan, Asha masih tetap bisa mendegarnya walaupun samar karena suasan kelas saat ini sepi.

"Hah? Lo bilang apa?" tanya Asha.

Adiba melirik Asha sekilas. "Kepo lo. Minum aja itu vitaminnya sekarang."

"Kenapa maksa banget sih?"

"Ya lo mau sembuh ga?"

Dengan sedikit paksaan Asha meminum vitamin yang di berikan Adiba. Melihat itu tentu saja Adiba tersenyum puas.

"Gadis pintar."

Asha menatap Adiba dengan mata yang menyipit. "Lo kasih racun ya?"

"Sembarangan. Sebelum gue lakuin itu ke lo. Gue dulu yang mati." sahut Adiba tak terima di tuduh seperti itu.

Asha terkekeh mendengar penuturan Adiba. Ia hanya bercanda. Lagi pula kenapa juga Adiba begitu memaksanya untuk meminum vitaminnya? Kan Asha sedikit curiga. Belum lagi mereka tidak terlalu dekat. Mereka hanya teman sekelas saja.

"Gue bercanda. Lo juga sakit perut kenapa masuk sekolah? Kata lo mending tidur di rumah aja kan?"

"Sakit perutnya barusan. Kalau gue sakit perut dari rumah ya gue pilih ga masuk lah."

"Kenapa ga balik?"

"Males. Udah sampai sekolah juga. Sia-sia nanti mandi gue."

Asha kembali terkekeh mendegar jawaban yang terlontar dari mulut Adiba. Tak menyangka Adiba akan menjawab hal seperti itu.

"Ketawa lo manis." Adiba yang sedari tadi menatap Asha merasa terperangah oleh tawa manis dari gadis itu.

Senyum dan tawa Asha itu memang manis. Di tambah gadis dengan balutan kerudung putih itu memiliki lesung pipit di kedua pipinya. Adiba tak mengikari hal itu. Ia sebagai perempuan saja terpesona apalagi laki-laki?

Asha mengulum senyum tipis mendengar pujian dari Adiba. "Terima kasih–"

Perkataan Asha terputus saat rerdengar decakan kecil dari Adiba. "Ga usah balik muji-muji gue. Gue ga suka di puji."

Asha menaikkan kedua alisnya seraya tersenyum kecil. Sedikit terkejut dengan perkataan Adiba. Gadis itu terlihat percaya diri sekali jika dirinya akan memujinya, padahal belum tentu. Ya, walaupun niat awal Asha tadi memang akan membalas memuji Adiba.

"Oke, oke. Gue ga akan muji lo."

Gadis dengan rambut yang di kucir kuda itu benar-benar telihat berbeda di mata Asha. Tak seperti perempuan kebanyakan.

Mereka terlibat pembicaraan yang cukup panjang sampai upacara yang tengah berlangsung sudah selesai. Lebih tepatnya Adiba yang selalu memulainya. Sementara Asha hanya menjawab semua pertanyaan atau guraun yang di lontarkan Adiba. Asha cenderung pasif di sini.

Dan menurut Adiba, Asha itu gadis yang irit bicara. Asha hanya menjawab pertanyaan darinya. Selebihnya gadis itu akan diam jika topik pembicaraan mereka sudah selesai.

Ini baru pertama kalinya Asha berbicara berdua seperti ini dengan Adiba. Sebelumnya jika keduanya terlibat pembicaran hanya membahasa masalah pelajaran saat mereka satu kelompok atau hal-hal yang khusus saja.

"Widih, yang ga upacara enak bener ngadem di dalem kelas." ucap Gytha yang baru saja datang. Gadis itu mengambil botol minum miliknya yang ada di atas meja dan menegak isinya.

"Mau lo ikut sakit?" tanya Adiba.

"Dih, ya engga lah."

"Yaudah." setelah mengatakan itu. Adiba berlalu pergi dari sana.

Tempat yang tadi di gunakan Adiba untuk duduk langsung di gunakan Gytha untuk duduk. "Tumben lo sama dia deket. Ngobrol banyak juga keknya."

"Tadi dia ngasih gue vitamin, abis itu ya kita ngobrol biasa."

"Vitamin? Buaat apaan?"

"Gue kan baru sakit. Katanya sih buar gue cepet sembuh."

Gytha masih tak puas dengan jawaban Asha.  "Kek pacaraan aja. Perhatian gitu. Cewenya lagi sakit terus di kasih vitamin."

Mata Asha sontak menyipit. Ia kemudian memukuk bahu Gytha. "Ga usah mikir aneh-aneh lo. Gue sama dia aja ga deket."

"Lo ga tau aja kalau di itu sering merhatiin lo diem-diem."

"Gyt! Pikiran lo ya! Gue normal. Dia juga normal. Dia kayaknya juga suka sama Cello."

"Hah? Seriusan? Tau dari siapa lo?"

"Waktu itu gue kan pernah berangkat kepagian. Terus si Cello ngasih gue cokelat lagi. Ada Adiba juga waktu itu. Dia keliatan kayak cemburu gitu."

"Wah, parah sih. Berarti lo bertiga cinta segitiga dong?"

"Kok cinta segitiga?"

"Kalau gue lihat Cello justru suka sama lo. Jadinya kan, Adiba suka Cello, tapi Cellonya suka sama lo. Kan jadi cinta segitiga tuh."

"Ngaco lo! Ga lah. Cello tuh justru juga suka sama Adiba. Mereka aja deket."

Gytha berdecak mendengarnya. "Lo nya ga peka. Selama ini Cello deketin lo. Dia juga ngasih cokelat sama lo terus kan? Apalagi coba tandanya itu kalau ga suka sama lo?"

Asha terdiam sesaat. Memikirkan ucapan Adiba barusan. "Engga. Ga mungkin. Udah lah ga usah di pikirin." Asha menggelengkan kepala, menyangkal perkataan Gytha.

"Terserah deh. Eh, tapi nih. Tadi kata lo Adiba ngasih lo vitamin?" Asha menjawabnya dengan anggukan kepala.

"Lo minum?" Asha mengangguk lagi.

"Muntahin, Sha. Muntahin. Bisa aja itu racun, karena dia cemburu dan ngerasa lo jadi penganngu terus dia nuat mau bunuh lo kan." Gytha berseru panik. Ia mengkhawatirkan Asha.

Asha menghembuskan napasnya. "Gemes baget gue sama lo. Pikiran lo selalu kemana-mana."

"Ih, gue kan khawatir sama lo."

"Ga mungkin dia ngasih gue racun. Udah. Ga usah bahas itu lagi."

-You Are Mine-

Asha tampak menghembuskan napasnya setelah membaca pesan dari sang Kakak yang mengabari jika tidak bisa menjemputnya. Ia sudah menunggu hampir setengah jam di depan gerabng, tetapi sang Kakak baru mengabarinya. Tau begitu tadi ia meminta tolong untuk di antar Gytha.

Jika sudah begini Asha terpaksa memesan ojek online. Setelah beberapa menit mengotak-atik ponselnya, Asha tak kunjung mendapatkan ojek online. Membuat menghembuskan napasnya untuk kesekian kalinya.

Tiba-tiba ada dua motor sport berhenti di depan Asha. "Asha? Belum balik?"

Asha yang tak mengenalinya hanya menggeleng pelan. "B-belum. Gue baru pesen ojek online."

"Udah dapet?"

Asha kembali menggelengkan kepalanya.

"Bareng temen gue aja, mau? Dia searah sama rumah lo." tawarnya.

"E-engga usah deh. Gue mau naik angkutan umum aja." tolak Asha. Ia merasa canggung saat ini. Apalagi Asha tak mengenali laki-laki yang mengajaknya bicara ini. 

Laki-laki itu membuka helmnya karena melihat Asha yang tampak tak mengenalinya. Sehingga Asha bisa mengenalinya. Ah, ternyata Zean. Salah seorang temen sekelasnya.

"Barang temen gue aja. Dia searah sama lo. Susah cari angkutan umum jam segini. Udah sore banget juga ini."

Benar juga. Asha mengigit bibir dalamnya. Merasa bimbang apakah ia menerima tawaran dari Zean atau tidak. Apalagi teman Zean hanya diam saja sedari tadi. Zean juga tak bertanya pada temannya apakah mau mengantarkannya atau tidak.

"Emm, gue–"

"Naik. Bentar lagi malem. Lo cewe, sendirian lagi. Ga takut kalau ada yang macem-macem sama lo?" baru saja hendak menjawab, laki-laki yang menggunakan motor sport berwarna hitam di samping Zean itu tiba-tiba bersuara.

Suara rendah yang terdengar itu membuat Asha merinding seketika. Seolah tersihir. Mulut Asha tiba-tiba berkata iya. Kakinya pun melangkah mendekati motor laki-laki tersebut.

Sementara Zean tampak mendengus melihat Asha yang langsung setuju saat temannya menyuruh. Padahal ia sudah menawari, tetapi di tolak. Gilirna temannya yang menawarinya langsung, Asha langsung mengiakan.

"Yaudah gue duluan ya, Bang. Anak orang jangan di apa-apain. Jangan sampai lecet." Zean sudah mengenakan helmnya lagi segera melajukan motornya. Meninggalkan kedua orang yang berbeda jenis itu.

"Kalau kesusahan naik. Pengang aja bahu gue." ucap laki-laki itu.

Asha hanya mengiakan tanpan melakukannya, karena ia naik dengan usahanya sendiri. Meskipun sulit dna harus bersusah payah. Namun tidak apa, dari pada dia menyentuh yang bukan mahramnya? Dapat dosa dia.

"Udah?"

"U-udah." Ashanya menjawabnya dengan gugup. Asha merasa tak nyaman saat ini. Duduknya juga terlalu tinggi. Selain itu, ia juga bingung harus berpegangan pada apa. Tak ada yang bisa di gunakan untuk berpengangan.

Laki-laki itu yang menyadari jika Asha tak mau menyentuhnya meminta Asha agar berpengangan pada tasnya. Asha pun menurut. Dari pada dirinya nanti jatuh?

Selama perjalanan tak ada yang mengeluarkan suara. Asha hanya diam menatap jalanan dan langit yang mulai berubah warna. 
 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya You Are Mine || 05
1
0
Maaf, Mas. Saya liat Mas dari tadi perhatiin temen saya terus. Kenapa? Temen saya risih di liatin sama Mas terus.Laki-laki itu berdecih. Ia ketahuan ternyata. Sorry, tapi gue ga liatin temen lo itu. sangkalnya.Ga usah alesan deh, Mas. Udah ketahuan juga pakek ngeles segala.Ga usah fitnah. Udah gue bilang gue ga liatin temen lo itu. laki-laki itu mulai tersulut emosinya.Mendegar alasan pria itu membuat Gytha mendengus kasar. Ia menunduk. Menataptajam pada laki-laki itu. Gue peringatin sama lo. Jangan perhatiin temen gue lagi. Sampai ketahuan, mata lo gue colok. peringat Gytha penuh ancaman. Setelahnya Gytha kembali menghampiri Asha.
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan