EPOCH - [ Chapter 9 ]

0
0
Deskripsi

   

 

 

     Kita baru tahu makna suatu kejadian di masa lalu saat kita sudah melewatinya sebab hanya waktu yang membantu kita mendapatkan jawabannya.

 

Entah apa yang membuat Allura mengunjungi tempat peristirahatan terakhir Kirana pada hari Minggu ini. Allura kembali lagi setelah beberapa hari, kini dengan membawa satu tangkai bunga untuk ibu dari Arga itu. Tanpa ada yang menemaninya di sana, Allura bersimpuh di samping makam Kirana. Makam yang ditumbuhi rerumputan hijau membuatnya nyaman untuk tetap berada di sana.

"Maaf bunda aku dateng lagi," ucapnya sambil mengusap batu nisan Kirana yang sedikit berdebu. "Aku tau bunda mantau Arga dari atas, tolong jaga Arga ya bunda." Keringat mengucur dari pelipis Allura, sekarang masih jam 9 pagi, sinar matahari sudah menusuk kulitnya. Terlebih lagi gadis itu memakai hoodie yang tebal.

Allura sedikit kembali mengenang masa kecilnya dengan Arga. Dulu di saat ibu kandung Allura meninggal, Arga dengan Kirana yang selalu ada untuknya, Kirana bagaikan ibu kedua bagi Allura.

Sebenarnya, Arga dan Allura dulunya seperti adik kakak yang tidak pernah bertengkar. Arga selalu mengalah seperti seorang kakak pada umumnya. Namun sekarang berbeda, Arga tidak pernah sekalipun mengalah pada Allura dalam hal kecil. Karakter seperti apa yang Indra tanamkan pada Arga, sehingga membuat sifatnya di masa kecil berbeda di saat masa remajanya. Didikan keras dari Indra mempengaruhi karakter Arga, tetapi seorang Kirana tetap membuat Arga menjadi sosok anak laki-laki yang lembut, dan sekarang kondisinya berbeda, tidak ada Kirana lagi di sisinya, Arga seperti kehilangan pedoman hidupnya.

"Berani banget lo ke sini?!" suara berat dari belakang Allura membuat gadis itu reflek menoleh, terlihat Arga berdiri di belakangnya.

Selama ini Arga tidak membiarkan Allura datang mengunjungi makam Kirana, Allura juga datang selalu diam-diam, ia pun tahu kapan jadwal Arga untuk datang di makam tersebut. Di luar kendalinya, Allura tidak mengira jika Arga akan mengunjungi Kirana di hari Minggu pagi yang biasanya dibuat untuk waktunya Arga beristirahat dengan tenang.

"Lo mau bakar makam nyokap gue? Iya?" celetuk Arga dengan nada yang sedikit menjengkelkan, ia menghampiri Allura yang sudah berdiri dari tempatnya bersimpuh tadi.

"Aku cuma ngunjungin bunda aja, kamu jangan seenaknya ngomong," sahut Allura. Sungguh ia tidak ingin memicu pertengkaran dengan laki-laki di depannya itu.

"Nyokap gue ga suka kalo lo sering ke sini. Mending ke makam nyokap lo sendiri, parah kalo emang jarang dikunjungi," hardik Arga, entah mengapa Arga membawa ibu kandung dari Allura di situasi seperti ini. Meskipun Arga biasanya tidak pernah menyebutnya ketika mereka sedang bertengkar.

Allura hanya diam, menatap mata Arga tajam. Lalu gadis itu pergi dari hadapannya. Ia berusaha untuk tidak meneteskan air matanya. Allura tentu saja sering mengunjungi makam ibu kandungnya itu. Namun tidak sesering mengunjungi Kirana, karena memang tempat peristirahatan terakhir ibu kandungnya sangatlah jauh dari tempat tinggal Allura.

Seberapa banyak Arga menyakitinya, namun Allura akan tetap menghargai Arga. Karena Allura masih membutuhkan Arga di sisinya, ia yakin bahwa sifat yang dimiliki Arga sekarang hanyalah sifat sementaranya.

Allura kini menghidupkan motornya, ia pergi dari area makam tersebut dengan hati yang berat. Pagi tadi Allura sudah mengunjungi makam ibu kandungnya itu, memang Arga tidak tahu apa-apa tentang dirinya.

Jalan raya di hari Minggu ini memang tidak terlalu ramai saat jam 9. Tapi gadis itu menyetir motornya dengan kecepatan yang stabil, ia ingin menikmati paginya untuk melupakan ingatannya terhadap Arga yang memarahinya tadi.

Setelah perjalanan satu jam lebih, Allura akhirnya sudah sampai di rumah, ia langsung memarkirkan motornya ke dalam garasi. Allura melepaskan helmnya dengan rasa malas. "Capek juga ya naik motor," keluh Allura sambil mencabut kunci motor.

Allura langsung memasuki rumahnya. Seperti biasa, rumah besar ini terlalu sunyi untuknya. Ia yang masuk lewat pintu garasi langsung berhadapan langsung dengan dapur kotor dan mendapatkan pertanyaan dari seorang wanita yang telah bekerja di rumah itu selama bertahun-tahun. "Non udah pulang? Makan ya, udah saya masakin." Tanpa menunggu jawaban dari Allura. Wanita itu langsung bergegas ke arah dapur bersih dan menyiapkan makan pagi.

Allura berjalan menuju meja makan yang berada di dapur bersih itu. Meja yang khusus untuk dirinya makan seorang diri.

"Papa ga ada di rumah ya?" tanya Allura setelah sadar bahwa mobil yang biasanya dipakai Padmana tidak ada di dalam bagasi. Ia menarik kursi untuk tempatnya duduk.

“Barusan keluar non, ada perlu katanya. Tadi non pagi-pagi kemana?”

"Ke makam, kangen mama," sahut Allura.

"Ini makan dulu ya, tadi pagi kan belum sarapan, main pergi aja," ujar wanita itu sambil membawa nampan dan meletakkan piring dan satu persatu mangkok kecil yang berisi menu makanan.

“Papa tadi udah makan juga?”

“Udah tadi.”

Allura langsung melahap makanan yang berada di hadapannya ini. Perutnya dari tadi pagi memang kosong, hanya diisi susu yang ia ambil dari dalam lemari es. Allura mencabik-cabik daging ayam dengan garpu yang ia pegang dengan tangan kirinya. Ia membayangkan jika daging ayam tersebut adalah Arga. Memang Allura tidak terima jika ia dibilang tidak pernah ke makam ibu kandungnya sendiri. Ia merutuki diri sendiri kenapa tidak pernah memukul wajah Arga yang menjengkelkan itu.

"ALLURA!" panggilan keras terdengar dari ruang utama, suara itu sangatlah familiar di telinga Allura. Datanglah seorang wanita paruh baya dengan pakaian khusus pekerja di rumah ini, seorang gadis berada di belakangnya, siapa lagi jika bukan Cheara.

"Tumbenan lo ke sini?" tanya Allura yang tengah mengunyah sesuap makanan.

"Keluar yuk, gabut gue," ujar Chea sambil menunjukkan kunci mobil yang barusan ia dapatkan.

"Gila udah bisa nyetir lo?" Allura langsung merampas kunci tersebut dan melihatnya.

"Gue udah punya SIM sama KTP, jelas harus bisa nyetir lah." Kini Chea duduk dihadapan Allura yang sedang makan tersebut.

"Keren amat temen gue." Allura mengembalikan kunci mobil Chea. “Udah makan lo? Atau mau makan lagi? Biar disiapin nih.”

"Udah dong, ayo cepetin makan lo temenin gue belanja," sergah Chea.

“Sabar, tinggal dikit lagi. Habis ini tungguin gue mandi dulu ya.”

“Siap.”

Setelah Allura menyelesaikan makan pagi, ia langsung pergi ke kamarnya bersama Chea.

Cheara yang pertama kalinya berada di dalam kamar Allura sedikit terkejut ketika banyaknya bingkai foto dari yang terkecil hingga yang besar terpajang rapi di dalam kamar tersebut.

"Ini lo sama Arga waktu masih kecil?" tanya Chea ketika melihat foto Allura dan Arga di saat usia mereka masih 8 tahun.

"Iya," sahut Allura singkat.

"Gue udah temenan sama lo dari SMP tapi baru kali ini gue masuk kamar lo, ternyata sekeren ini. Apa lo ga malu kalo tidur diliatin Arga nih?" celetuk Chea sambil menunjukkan foto remaja Arga yang saat itu sudah berusia 14 tahun.

"Lebih malu lagi kalo gue dimarahin dia di depan umum. Dah ah gue mandi dulu," sahut Allura membuka jendela dan balkon kamarnya, lalu ia berjalan menuju kamar mandi.

                                  …

 

Allura dan Cheara kini sedang berada di Mall kesukaan mereka. Mall yang dulunya adalah tempat favorit Allura.

"Ini tujuan lo mau ngapain ke sini?" tanya Allura ketika mereka berada di pintu masuk dari parkiran mobil.

"Belanja aksesoris, ada barang baru launching di lantai 3," sahut Chea. Allura hanya menyamakan langkah kaki sahabatnya itu.

Mereka menelusuri mall besar tersebut, naik ke lantai atas menggunakan eskalator.

"Kenapa kita ga naik lift langsung aja?" tanya Allura.

"Ga seru, sekalian cuci mata." Mata Cheara kini tertuju pada jam tangan yang terlihat mewah di sampingnya. "All masuk sini dulu yuk!" serunya, lalu Cheara menarik tangan Allura untuk masuk ke dalam outlet jam tangan tersebut.

Tentang jam tangan, membuat Allura teringat pada Arga. Tunangannya itu memang menyukai koleksi jam tangan. Sudah sering kali Allura memberikan hadiah tersebut namun tidak ada satupun yang digunakan oleh Arga.

“Bagus All, Arga pasti suka.”

"Percuma, mana pernah dia make jam pemberian gue," sahut Allura.

“Yaudah buat siapa kek, om Padmana atau bokapnya Arga.”

“Kenapa ga lo aja yang beli?”

"Kalo itu jelas gue beli, buat bokap. Hadiah karena udah ngebolehin gue buat nyetir mobil," ujar Cheara sambil tersenyum lebar.

"Gue bantu pilihin sini." Mendengar perkataan dari Allura, Cheara langsung menarik tangan gadis itu untuk mengikutinya.

Entah mengapa Allura ingin membeli jam tangan tersebut, namun akan ia simpan baik-baik, hanya sebagai hiasan kamarnya saja.

Setelah mereka berdua menghabiskan waktunya untuk memilih barang tersebut, kini sekantong paperbag yang terlihat elegan sudah berada di genggaman tangan mereka masing-masing.

“Bokap gue pasti suka nih. Lo beli buat Arga kan?”

"Bukan, gue beli buat diri gue sendiri, buat hiasan kamar." Allura menyangkal. Sudah 4-6 kali Allura selalu memberikan Arga jam tangan yang berbeda, namun tidak ada yang pernah terlihat dipakai oleh Arga. Bahkan jika Allura memberikannya kemeja, kaos, celana, atau sepatu pun tidak ada yang pernah Arga pakai.

“Keren buat hiasan, kenapa ga buat om Padmana aja?”

“Papa udah kebanyakan jam, gue beliin yang lain aja nanti.”

Saat mereka berada di atas eskalator yang berjalan ke lantai 3, tanpa sengaja berpapasan dengan Arga bersama seorang gadis di sampingnya. Arga menyadari ada Allura di sebelah kanannya yang naik ke lantai 3, sedangkan Arga turun dari lantai 3.

"Gila itu bukannya Arga ya?" tanya Cheara ketika mereka berdua sudah menginjak lantai 3.

"Iyaa," sahut Allura singkat.

“Kenapa lo diem aja sih? Lengan dia dirangkul cewek lain tuh.”

“Mau gimana lagi, masa iya gue jambak cewe itu di depan umum?”

"Jambak aja gapapa All, gue dukung," celetuk Cheara. Allura tidak habis pikir, ia juga ingin bersenang-senang di dalam sini, tapi kenapa takdir harus mempertemukannya dengan Arga yang gila itu.

"Kalo bisa ya udah gue jambak. Tapi Che lo kenal muka ceweknya ngga?" tanya Allura seketika ia kembali mengingat wajah familiar dari gadis yang bersama Arga.

“Engga, tapi kaya sering gue lihat.”

“Pasti ga jauh-jauh dari kita kan? Lagian Arga sukanya cinlok sama anak sekolah.”

"Ah bener, itu adik kelas. Tapi gue gatau kelas mana," sahut Cheara spontan.

Sepulangnya dari tempat itu pasti mereka akan saling membantu untum stalk akun pacar barunya Arga. Hanya sebagai hiburan, tidak lebih.

                    .  .  .  .  .  .  .  .

Pagi di hari Senin ini memang sangat rawan untuk kesenangannya Allura. Gadis itu dengan keras menutup pintu mobil Arga.

"Pelan-pelan kalo nutup pintunya," ujar Arga tanpa melihat Allura yang berada di sampingnya. Pandangan Arga tetap lurus ke depan seolah enggan untuk melihat Allura yang sudah cantik dengan seragam putih abu-abunya.

“Kalo pelan nanti ga rapet, terus sensornya bunyi.”

"Terserah." Kini mobil yang disetir oleh Arga berjalan meninggalkan halaman rumah Allura.

"Udah dibolehin bawa mobil lagi?" tanya Allura.

"Iya," sahut Arga singkat yang seperti biasa selalu Allura dengar di akhir pembicaraan mereka.

Sepanjang perjalanan sunyi, tidak ada obrolan, musik, dan gosip. Hanya ada suara hati namun tidak terdengar satu sama lain.

"Kamu mau nurunin aku ke minimarket deket sekolah lagi kan?" tanya Allura.

“Engga,”

"Okee makasih Arga." Hal seperti ini saja Allura sudah senang, ia masih teringat dimana ia berjalan dari minimarket yang jaraknya lumayan jauh dari sekolah. Seperti hari pertama sekolah kemarin. "Minggu kemarin yang jalan sama kamu siapa?" Allura bertanya dengan ragu-ragu.

“Beryl, 11 IPS 5.”

Allura hanya mengangguk ketika mendengar hal itu. Mau gimana lagi, ia sudah lelah memikirkan nasibnya jika Arga di masa depan akan menjadi suaminya, bisa-bisa Allura akan diselingkuhi setiap hari.

"Arga, kalo kita beneran nikah, apa kamu bakalan tetep nyari cewek lain buat dijadiin pacar?" Allura memberanikan diri buat menanyakan hal tersebut, jika resiko yang akan ia dapatkan adalah diturunkan dari mobil sekarang juga, maka ia terima dengan lapang dada.

"Gue gak ada kepikiran buat nikahin lo," ketus Arga. Seketika Allura ingin membuka pintu mobil sekarang juga meskipun mobil tersebut berjalan kencang. "Yang ada nyokap gue nangis liatnya," lanjut Arga.

Allura tidak berani menoleh untuk melihat Arga. Pandangan Allura kini ke samping kiri jendela mobil. Gadis itu tidak menjawab ucapan yang keluar dari mulut Arga.

"Kenapa diem?" tanya Arga. Allura hanya menggeleng. "Berhenti buat ke makam nyokap gue ya mulai sekarang." Lagi-lagi Allura hanya diam.

"Aku mau nanya. Kenapa jam tangan yang selalu aku kasih gak pernah kamu pake?" tanya Allura secara tiba-tiba, pertanyaannya hanya untuk mengalihkan pembicaraan Arga yang sudah menyangkut tentang Kirana.

“Gue simpen, gak mungkin setiap hari gue pake kan?”

Arga sebenarnya memakai jam tangan pemberian Allura ketika dirinya itu berjalan dengan gadis lain.

“Besok kamu pake bisa?”

"Enggak," jawab Arga singkat. Ya sudah jika memang Arga seperti itu, Allura tidak akan bisa membuatnya seperti anjing penurut.

Sampainya mereka di area sekolah, banyak mata yang memperhatikan Allura yang turun dari mobil Arga. Tentu saja satu sekolah ini tahu bentuk mobil Arga. Satu mata tertuju pada Beryl yang sekarang melihat Allura dengan tatapan iri dengki.

"Cie akhirnya gue bisa liat lo turun dari mobil Arga," celetuk Cheara ketika Allura berjalan menghampirinya di tangga. “Biasanya juga diturunin di depan minimarket.”

"Udah diem, jangan keras-keras ngomongnya," tegur Allura malu. Beruntungnya di sekitaran mereka tidak ramai anak-anak lain yang berkeliaran. Karena suatu perkataan yang diucapkan di sekolah ini akan cepat menyebar. “Che, tadi kan gue nanya kenapa jam tangan yg gue kasih ga pernah dia pake kan.”

“Iya terus?”

"Katanya disimpen," lanjut Allura.

“Ya itu mah bukan jawaban yang bener, iya kalo lo nanya kemana jam yang lo kasih, terus dia jawab disimpen, itu baru bener. Ga jelas banget tunangan lo.”

“Lo bener juga sih.”

 

 

 

 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya EPOCH - [ Chapter 10 ]
0
0
Arga mengenal Allura sangatlah lama.
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan