
LENYAP merupakan kondisi dimana masyarakat yang tinggal di Pulau Jawa harus bertahan dari serangan para zombi. Mereka harus segera pergi dari pulau itu sebelum dibumihanguskan. Rasa takut, berani, dan pantang menyerah menyatu menjadi satu kekuatan tim yang hebat.
Gerimis pagi tak membatalkan niatku untuk pergi ke kampus. Karena ngga ada payung atau jas hujan, jadi aku pergi dengan sedikit basah-basahan. Namaku Jefri Ariyanto, 19 tahun, mahasiswa semester 5 jurusan kedokteran di salah satu perguruan tinggi negeri di Jakarta.
Sialan! Hujannya makin ke sini makin deras. Manalagi ngga bawa baju ganti. Aku terpaksa masuk kelas dengan keadaan basah kuyup. Teman-teman sekelas mentertawakan dan akhirnya aku tidak diperbolehkan masuk oleh pak dosen.
Meskipun 2 tahun lebih kuliah, aku di kampus ngga memiliki teman yang begitu dekat, palingan kenal ya cuma kenal aja. Jadi, kalau kemana-mana sendiri mulu. Iya, aku masih single kok.
Aku berasal dari Yogyakarta dan temen-temenku di sini rata-rata anak Jakarta. Kebiasaan dan tingkah mereka kadang membuatku jengkel. Aku sering dibuli karena suaraku Jawa medok, apalagi pas ngomong bahasa Inggris, aduh keliatan banget medoknya.
Daritadi aku keliling-keliling kampus sendirian kek anak jalanan karena baju basah dan sepatu ku lepas. Kemudian aku melihat sesuatu yang menarik perhatianku. Di depan sana ada banyak orang yang memakai jas hitam. Mereka pasti orang penting, pikirku. Di sana juga ada Pak Rahman, Dosen Biologi dan Bu Sisca, rektor kampus tercinta.
Berhubungan penampilanku ngga karuan, jadi aku sembunyi-sembunyi sambil dengerin bisik-bisikan mereka. Aku kaget saat mereka membawa masuk orang dengan ditandu. Aku makin bingung karena ada banyak satpam dan beberapa pria berjas berjaga di sepanjang lorong menuju, biasanya ngga kek gini deh kalau sedang melakukan penelitian. Penelitian apalagi sih ini? Kepo banget aku. Jadi, kuputuskan untuk balik ke apartemen!
............................................................
Saat di dalam lift aku bertemu seroang cowok yang seumuran denganku. Dia mengajak kenalan. Aneh! Baru pertama kali aku menemukan orang yang seperti ini di Jakarta, apalagi cowok.
"Hai! Gua Thomas dari kamar K2120. Cukup panggil Tom!" Cowok ini memberikan tangannya untuk salam.
"Aku Jefri! Panggil aja Jef dari kamar L0093,” balasku.
"Penghuni baru?"
"Iya baru tiga hari, salam kenal ya!"
"Bisakah kita temenan? Sepertinya kita seumuran dan gua tidak punya teman sama sekali di sini. Apa kita kuliah di tempat yang sama?"
"Boleh-boleh.” Aku bersikap biasa aja, terus menjawab pertanyaan dia yang berikutnya, “sepertinya iya. Kamu dari jurusan apa?" Aku melirik pin universitas di tasnya.
"Olahraga. Lu?"
"Kedokteran semester 5!"
"Wih keren! Mantap bro! Gua udah semester 7 si, pindah ke sini buat cari ketenangan ngerjain tugas akhir karena di tempat yang sebelumnya berisik banget anak-anaknya."
"Sama! Di apartemenku yang dulu berisik banget. Kebanyakan penghuninya adalah anak musik. Heran aja aku betah tinggal di sana selama dua tahun." Aku tiba-tiba bercerita padanya. Mungkinkah ini yang dinamakan pelampiasan secara tiba-tiba karena aku jarang memiliki teman bicara, batinku. "Maaf," ucapku jika membuatnya tidak nyaman.
"Haha gapapa," dia sedikit tertawa. "Mau lihat-lihat kamarku?" tawarnya.
"Boleh?"
“Tentu saja, ma fren!”
Dan anehnya lagi aku menerima tawarannya untuk mampir ke kamarnya. Aku kesampingkan rasa curigaku terhadap orang lain agar bisa memiliki teman. Selama ini aku terlalu tertutup kepada orang lain. Tuhan, maafkan diriku yang super introvert dan anti sosial ini! Mulai hari ini aku berjanji aku menjalin hubungan timbal balik ke sesama makhluk sosial.
Sesampainya di lantai 11. Aku putuskan untuk melihat-lihat kamarnya Thomas. Aku kaget isinya sporty banget. Yaiyalah namanya juga anak olahraga. Tongkat baseball, raket, bola, bahkan hingga tombak pun ada.
Thomas tipe orang yang gila olahraga, otot-ototnya udah cukuplah buat nonjok tembok. Di kamar kita cerita-cerita hal random. And for the first time aku bisa dapet temen yang serandom dan seaksi ini walaupun baru kenal.
"Ganti baju dulu sana. Ambil aja baju gue di lemari mana aja,” tawar Thomas setelah melihat bajuku rada basah.
"Oke terima kasih, Tom!"
"Mau nonton?" tanyanya.
"Boleh.”
"Bokep? Mau?"
"Iyaa. Iyaaa ngga lah! Nanti mataku ternodai."
"Bisa aja lu. Bagaimana dengan horror?"
"Coba yang lain, Tom. Aku takut tidak bisa tidur nanti malam."
"Yaelah penakut amat si. Terus nonton apa?"
"Itu apa tadi? Bawahnya Terminator yang war-war. "
"World War Z?"
“Nah iya yang ini aja. Aku sepertinya belum nonton film ini.”
Akhirnya kami nonton film zombi. World War Z adalah film Hollywood yang bertemakan zombie yang dimainkan om Brad Pitt.
"Eh kok dia cepet banget berubahnya?" kepoku.
"12 detik!"
"Gimana ya kalo aku kegigit? Pasti auto jadi deh." Mataku berkaca-kaca.
"Kalau lo digigit, gua akan penggal kepala lo." Thomas menggerakkan tangannya seolah-olah memegang pisau dan matanya melotot.
"Ih jahat!" dengusku.
"Daripada nularin yang lain?" Thomas beropini lagi.
"Pasti ada cara lain!" aku bersitegas.
"Engga ada! Liat dia aja engga bisa ngendaliin otak dan tubuhnya," sambil menunjuk ke televisi.
"Tentu ada! Eh ini ‘kan cuma film, ngapain debat si hahaha."
Jam menunjukkan pukul 17.32 WIB. Aku izin balik ke kamar karena merasa capek padahal seharian ngga ngapa-ngapain lhoh. Cuma nonton sambil tiduran. Sebelumnya balik Thomas ngasih nomornya ke aku kalo butuh apa-apa. Aku juga berniat ngajak Thomas buat jalan-jalan ke fakultasku sehabis Isya. Parah banget emang tuh bocah, hampir mau lulus masa ga pernah ke fakultasku.
............................................................
Malam harinya, aku dan Thomas pergi ke fakultasku untuk lihat-lihat gedung. Emang bener si kalau gedung-gedung di fakultasku tergolong gedung yang paling megah se-universitas, begitu pula fasilitasnya yang terupgrade tiap tahun.
Meskipun Sabtu malam, fakultasku cukup ramai. Banyak anak-anak yang membaca buku di taman, nongkrong, dan olahraga. Akan tetapi, fakultasku akan ditutup pukul 9 malam demi menjaga ketertiban masyarakat sekitar.
Awal-awal aku nunjukin Thomas halaman buat olahraga karena taulah dia suka olahraga. Di sini disedain outdoor gym mini gitu supaya anak-anak rajin olahraga. Aku sih ogah. Beda jauh dengan Thomas yang langsung pegang-pegang alatnya. Dasar si freak sporty!
Dia bilang kalau di fakultasnya gada fasilitas gitu. Jika mau gym harus pergi ke fitness center yang jaraknya lumayan jauh dari area kampus. Kasian banget si. Setelah itu, kami ke ruang-ruang kelas dan perpustakaan.
Thomas ini asli Jakarta lho, tetapi dia kalo liat yang mewah-mewah dikit kok dipegang-pegang si. Aneh banget. Setelah capek muter-muter, kami memutuskan untuk makan malam di kantin.
Ketika kami sedang makan, aku melihat Bu Sisca pergi ke arah laboratorium. Aku masih kepo dengan apa yang sedang terjadi pagi hari tadi. Aku berniat untuk melihatnya lagi. “Brot, brottttt!” tiba-tiba perut Thomas berbunyi dan berkata kalau dia sedang mules. Sepertinya dia kebanyakan makan sambelnya. Aku terpaksa mengantarnya ke kamar mandi dulu.
"Lama tidak bokermu, Tom?” tanyaku.
"Lumayan lama si kayaknya. Tungguin ya! Gua takut."
"Badan gede doang, mental secuil!" teriakku.
"Hilih! Ini belum keluar bangsat!" teriaknya dari dalam kamar mandi.
"Tom, aku mendapatkan pesan dari dosenku untuk pergi ke lab. Aku pergi dulu ya. Nanti kalau udah selesai wa aja, nanti aku aku jemput balik," bohongku. Aku terpaksa berbohong kepadanya karena takut ketinggalan info penting di laboratorium. Gini-gini aku jagonya mengendap-endap lho. Sering banget nguntit penelitian para dosen.
"Oke-oke, ntar gua mainan gym dulu deh kalo lo belom balik.” Thomas membalas ucapanku tadi, tetapi aku sudah pergi dari kamar mandi. "Jef? Woi Jef! Sialan udah kabur aja tuh bocah,” ucapnya dari kamar mandi yang masih terdengar dari jarakku.
..................................................
Bu Sisca belum masuk ke dalam laboratorium, beliau sedang mengobrol dengan rekan-rekannya di ujung. Aku masuk ke dalam laboratorium secara diam-diam. Aku melihat sekeliling dan seketika aku kaget bukan main ketika melihat jenazah di pojokan. Hah? Buat apa? Setahuku di sini gapernah buat otopsi deh.
Dilihat dari kondisi jenazah, sepertinya masih baru. Oh ini berarti barang yang tadi siang dimasukin ke lab ini. Bu Sisca dan rekan-rekannya mau masuk ke dalam sini. Aku buru-buru sembunyi di dalam lemari dan mulai mendengarkan percakapan mereka.
Malam ini Bu Sisca membawa Prof. Keenan. Prof. Keenan adalah kepala dokter terhebat di universitasku. Setelah berbincang-bincang, ternyata mereka memiliki rencana untuk menghidupkan kembali orang yang telah meninggal dengan menyuntikkan Regene-Coloryius tepat di jantung.
Regene-Coloryius adalah bakteri yang baru saja dikembangkan oleh Prof. Keenan akhir-akhir ini. Aku kira itu hanyalah omong kosong para dokter di fakultas ini. Hal ini membuatku teringat berita heboh beberapa bulan lalu bahwa Prof. Keenan bisa menghidupkan sapi-sapi yang telah meninggal. Itu berarti memang benar beritanya.
Kayaknya aku harus merekam semua ini deh. Prof. Keenan telah mengembangkan bakteri ini sendirian dan katanya belum ampuh sepenuhnya untuk menghidupkan orang yang telah meninggal sebelum 24 jam dan membutuhkan dana yang besar lagi untuk mengembangkannya menjadi terobosan terbaru.
Sebelumnya Pak Rahman memberikan rekomendasi untuk menghidupkan seorang mafia yang mati terbunuh. Mafia tersebut memiliki kekayaan sekitar $900 juta triliun yang terkunci di dalam brankasnya. Nah, brankas tersebut masih terkunci dan tak ada satupun dari anak buahnya yang bisa membukanya. Itulah alasan mengapa mereka harus menghidupkan bosnya meskipun hanya sebentar. Jika Prof. Keenan bisa menghidupkan orang itu kembali, dia akan mendapatkan 20% dari uang si mafia.
Regene-Coloryius bekerja menggantikan darah. Prosesnya dimulai dari menyuntikkan bakteri ke jantung, kemudian bakteri tersebut berkembangan menjadi darah buatan yang akan mengalir ke semua organ tubuh. Akan tetapi, kelemahannya adalah bakteri ini sangat sukar bekerja sama dengan otak manusia. Prof. Keenan sudah menjelaskan ke mereka semua jika dampaknya mungkin berbahaya, tetapi mereka tetap memaksa. Kalau Prof. tidak sanggup, maka anak buah si mafia akan membunuhnya. Sambil berkeringat dan gemetaran, Prof. Keenan mulai menyuntikkan bakteri ke jantung mayat mafia.
Tiga detik, lima detik, tujuh detik, sepuluh detik, mata si mafia terbuka sekejap. Seisi ruangan kaget. Anak buah si mafia bersorak gembira. Salah satu anak buah mafia melihat perubahan pada tubuh bosnya. "Eh kok itu bulu si bos menjadi lebat, giginya meruncing tajam keluar, kukunya juga, warna kulitnya berubah ungu, dan matanya memerah berlapiskan abu-abu (seperti katarak tapi belakangnya merah). Prof, gimana ini prof? Badan si bos mulai gemetaran."
"Cling!" hpku tiba-tiba bunyi. Ada pesan dari Thomas suruh jemputin. Aduh ini anak ganggu banget. Semua orang dalam ruangan tertuju ke arah lemari tempatku bersembunyi. Salah satu anak buah mafia berjalan ke lemari untuk mengecek.
Karena semua orang tertuju pada lemari, mereka tidak menyadari kalau bosnya. Bos mereka berubah menjadi makhluk yang mengerikan, bukan kembali manusia lagi sepertinya yang mereka harapkan. Makhluk aneh itu mulai menggigit salah satu leher anak buahnya. "Tolong-tolong!"
Aku kaget tenganga. Anak buah si mafia itu digigit lehernya sampai putus, kemudian menghisap darah.
Sekarang semua pandangan beralih ke sana. Bu Sisca menjerit sekencang-kencangnya “aaaaaaaaaa!”. Prof. Keenan mulai ketakutan dan mencoba mengambil obat bius.
Para anak buah mafia memegangi bosnya dengan kuat, Prof. Keenan mulai menyuntikkan obat bius, tapi kekuatan si mafia sangat kuat. Namun, mereka semua terjungkal. Si mafia mulai bergerak cepat ketika melihat darah dari salah satu anak buah lainnya yang terluka. Dia mulai menggigit dan mulai menyerang semua orang di dalam ruangan. Ruangan dalam kondisi tertutup dan terkunci.
Karena mendengar jeritan yang kencang dari dalam ruangan, para petugas dari luar mulai memeriksa ke dalam ruangan. Para anak buah si mafia dalam hitungan detik, semuanya berubah menjadi makhluk yang sama dengan bosnya.
"Ini sudah di luar kendali. Semuanya keluar!" teriak Prof. Keenan. Prof Keenan izin segera keluar dari ruangan, tapi naas dia terkena gigitan dari yang lain. Aku segera mengirim pesan ke Thomas untuk berjaga-jaga. Sedangkan, Thomas malah terjebak di dalam kamar mandi, dia mencoba memanjat-manjat tetapi tetap gagal.
"Tom, tetap di sana. Jangan keluar!" kirim pesanku.
"Tolol! Lama banget balesnya. Gue kejebak ini. Pintunya macet," balasnya.
Aku mengirimkan video apa yang terjadi di dalam lab.
"Hah apa itu? Plis deh jangan bercanda. Dapet film apalagi itu?" tanyanya.
"Ini seriusan Tom. Ini yang sedang terjadi sekarang, makanya aku nyuruh kamu tetep diem di sana,” jelasku.
Thomas tiba-tiba kaget dan jatuh ke lantai saat mulai mendengar erangan di balik pintu kamar mandi. "Raarrrr raarrrr!"
"Tolong gue, tolong gue!" teriak pelan dari luar kamar mandi yang digerogoti makhluk aneh. Dengan tubuh gemetaran Thomas melihat semuanya dari bawah pintu. Dia ketakutan saat ada darah mengalir ke arah pintunya. Nafasnya mulai terengah-engah, kepalanya terasa pusing, dan mulai mual. Dia phobia darah.
Aku menyebut makhluk aneh ini dengan sebutan zombi karena bentuknya yang hampir menyerupai zombi, makan darah, dan bisa merubah manusia dalam hitungan detik. Di sini tinggalah Prof. Keenan dan beberapa zombi lemah karena tubuhnya sudah hancur duluan karena gigitan. Aku memberanikan diri ke luar lemari dan menghampiri Prof. Keenan yang masih dalam keadaan terengah-engah.
Aku segera menolong Prof. Keenan. "Prof, apakah prof baik-baik saja?" tanyaku.
"Jangan mendekat! Lari!" ucapnya.
"Prof?" panggilku sekali lagi. Namun beliau tidak merespon. Mata prof tiba-tiba berubah menjadi merah dan sekejap dia berubah menjadi zombi juga.
[bersambung]