
Sasha semakin panik. Kalau sudah begini, bagaimana caranya ia meminta pertolongan seseorang. Seseorang mungkin saja melewati mereka dan memergoki apa yang mereka lakukan. Lalu hal tersebut akan berubah menjadi cerita fiktif yang diberi micin sana sini. Ia juga tidak ingin ada gosip aneh lainnya yang tersebar di sekolah.
Tian memiringkan wajah. Semakin menghapus jarak di antara keduanya, ia membuka bibir, menjulurkan sedikit lidahnya. Siap untuk melumat bibir Sasha.
***
"Ini gue," suara itu sukses membuat jantung Sasha serasa jatuh ke dengkul.
Cowok itu membenamkan kepalanya di leher Sasha. Harum melon menyeruak ke hidungnya "Gue kangen wangi ini," bisiknya. Tangan cowok itu sudah tidak menutup mulut Sasha lagi.
Sasha meneguk ludah. "Tian. Lepas..." pintanya pelan. Ia tidak ingin orang lain memergoki mereka. Apalagi tangan Tian tidak hanya sekedar memeluknya. Namun dengan sengaja sedikit naik sehingga Sasha bisa merasakan lengan bawah Tian menekan bagian bawah dadanya.
Tian menggeleng. "Buka blokiran contact gue. Tolong?" pintanya. Tangan kanannya membelai leher Sasha. Sedikit masuk ke seragam dan meraba tulang selangka Sasha. Lalu tangannya keluar, jemari Tian satu persatu menekan lembut bagian depan tubuh Sasha dari bahu hingga puncak dadanya layaknya menekan tuts piano. Apa karena mereka pernah melakukan hal lebih dari ini makanya sekarang Tian terkesan sangat santai?
"Kalo lo kayak gini, jangan harap gue mau buka blokiran," tegas Sasha.
Tian terdiam untuk beberapa detik. Jemarinya berhenti membuat gerakan. Ia memutuskan untuk mengalah dan melepaskan pelukan. Dengan cepat cewek itu menggunakan kesempatan untuk berbalik dan memberi banyak jarak di antara mereka.
Tian tersenyum. "Padahal dulu lo selalu ngirim pesan walaupun kita udah putus. Kenapa sekarang contact gue diblokir, Sha?" tanyanya.
Sasha tidak menjawab. Ia lebih memilih untuk mengambil ponsel dan membuka aplikasi social media miliknya. Semakin cepat ini selesai, semakin baik.
"Ini....udah ga diblokir lagi," ucap Sasha sambil menunjukkan bukti. Wajahnya menatap sebal pada Tian. Lebih tepatnya setengah sebal setengah takut. Ia risau. Ada lebih dari sepuluh skenario di kepalanya tentang hal buruk yang mungkin saja akan dilakukan Tian.
Kedua sudut bibir Tian kembali terangkat membentuk senyum. Ia melangkah, mengurangi jarak di antara mereka.
"Ini di perpus!" rutuk Sasha. Ia berjalan mundur agar tetap menjaga jarak dengan Tian.
"Iya. Gue tau." sahut Tian. Ia dengan cepat meraih tangan Sasha sebelum cewek itu sampai di ujung rak tempat meja-meja dan beberapa siswa lain berada.
Kedua tangan Tian lalu menangkup pipi Sasha dengan jemari yang berada di leher. Tidak membiarkan kepala milik cewek itu bergerak di luar keinginan Tian.
Sasha semakin panik. Kalau sudah begini, bagaimana caranya ia meminta pertolongan seseorang. Seseorang mungkin saja melewati mereka dan memergoki apa yang mereka lakukan. Lalu hal tersebut akan berubah menjadi cerita fiktif yang diberi micin sana sini. Ia juga tidak ingin ada gosip aneh lainnya yang tersebar di sekolah.
Tian memiringkan wajah. Semakin menghapus jarak di antara keduanya, ia membuka bibir, menjulurkan sedikit lidahnya. Siap untuk melumat bibir Sasha.
Sasha lalu memejamkan mata dan dengan cepat mengatupkan bibir. Tidak ingin memberi kesempatan pada Tian untuk mengecup bibirnya.
Melihat aksi Sasha, Tian kemudian berhenti. Banyak cara bisa ia lakukan agar ciuman ini bisa terlaksana sesuai keinginan. Namun menangkap sikap defensif cewek ini membuatnya berpikir dua kali. Mungkin ia akan mencari cara nantinya agar cewek ini kembali seperti Sasha-nya yang dulu. Natasha yang manja dan agresif.
Tian kemudian menjauhkan wajahnya. Ia mendengus kesal, lalu mengacak rambut Sasha secara pelan.
"Kalo entar gue ngirim pesan, dibales ya, Sha?" ucapnya sebelum meninggalkan ruangan perpustakaan.
Sasha membuka mata perlahan begitu Tian melewatinya. Wangi mint dan parfum cowok itu masih tertinggal. Sasha menatap sekitar memastikan Tian benar-benar pergi sebelum ia bernapas lega dan terduduk lemas. Rasanya kali ini tubuhnya tersusun dari sel agar-agar.
***
Natasha
Hai. Sorry. Ini gue Sasha. Dapet kontak lo dari Beni. Gue mau ngelusurin kesalahpahaman kita. Do u by any chance hv the time?
Manda
Pulang sekolah. Pas sepi tapi yaa. Di parkiran aja.
Sasha membaca lagi pesan tersebut. Ia menatap jam di ponsel yang menunjukkan pukul tiga sore. Ia sudah memberitahu Oliv bahwa ia ingin minta maaf pada Manda dan meminta Oliv untuk tidak perlu mengkhawatirkannya. Meskipun tadi mereka sempat berdebat karena Oliv ingin menemani Sasha, tapi ia akhirnya bisa memaksa Oliv untuk pulang lebih dahulu.
Sasha menuruni anak tangga dan berjalan menuju parkiran yang sudah sepi. Hanya sisa mobil dan motor milik anggota OSIS dan siswa-siswa yang ikut ekstrakurikuler. Ia menemukan Manda duduk di salah satu kursi kayu di ujung parkiran, dekat dengan tempat motor Sasha parkir.
Manda tersenyum canggung ketika melihat Sasha mendekatinya. Tanpa sadar dirinya bersikap sopan dan langsung berdiri ketika Sasha sudah ada di depannya.
"Sorry, bikin lo nunggu," ucap Sasha. "Jadi..." gumamnya. Ia menggigit bibir. Baginya butuh keberanian tinggi untuk berhadapan langsung dengan Manda. Ada banyak alasan kenapa. Salah satunya karena Manda bukan orang biasa, berbeda dengan Sasha yang berasal dari keluarga menengah. Manda juga siswa berprestasi, dan lagi-lagi berbeda dengan Sasha yang hanya siswa biasa saja.
Sementara pikiran Manda juga tidak berbeda jauh. Ternyata Sasha memang benar-benar cantik. Suaranya dan tubuhnya sangat bagus. Jika Manda adalah cowok, ia akan dengan mudah jatuh cinta pada Sasha.
"Gue mau minta maaf karena udah ganggu hubungan lo dengan Nathan," ujar Sasha akhirnya. Tidak ada waktu untuk bernegosiasi dengan gengsi. Ia mengatakannya dengan jelas. Suaranya juga tidak tercekat atau bergetar.
"Okay." ucap Manda.
"Lo maafin gue, gitu aja?" tanya Sasha. Ia tidak percaya. Tidak sesuai ekspektasinya yang mengira Manda adalah tipikal queen bee sekolah.
Manda tertawa. "Ya.. iya. Soalnya, apa ya..." Manda bingung harus berkata apa. Ia tahu bahwa Sasha tidak sepenuhnya salah. Tapi ia sadar diri bahwa dirinya masih denial karena hanya ingin mendengar apa yang ia ingin dengar. Ia malu untuk mengungkapkan bahwa Nathan juga salah.
"Iya intinya gue maafin lo. Dan gue juga minta maaf," ujar Manda kikuk. Ia tidak mau mengatakan bagian tentang 'foto masa lalu Tian dan Sasha', karena dua alasan. Pertama, itu foto lama dan filenya sudah terhapus dari hp Manda. Kedua, ia terlanjur gengsi karena ia telah berniat menggunakan cara curang.
Sasha semakin bingung.
"Dek, gue udah lumutan nungguin lo!" seorang cowok muncul dari arah gerbang memanggil Manda.
"Oh iya," Manda tersenyum canggung. "Gue duluan ya. Abang gue emang ga suka nunggu," Ia pamit pada Sasha yang dibalas anggukan dari Sasha.
Sasha diam untuk beberapa menit menyaksikan Manda dan cowok itu menghilang di balik gerbang sekolah.
Cowok itu. Astaga. Pantas saja Sasha merasa deja vu. Itu adalah cowok yang tidak sengaja Sasha tabrak ketika menonton konser bersama Nathan dulu. Ah. Sasha akhirnya paham kenapa watu itu Nathan terlihat kalut. Cowok itu takut ketahuan bahwa ia sedang selingkuh?
Rasanya kembali ada sesuatu yang membuat dadanya sesak. Tenggorokannya seperti tercekat. Sasha memukul dadanya pelan. Namun rasa itu enggan untuk beranjak.
Sasha masih berdiri mematung dan tidak menyadari Nathan kini telah berdiri di sampingnya. Cowok itu mengusap rambut Sasha. Ia menyelipkan rambut yang menutupi wajah cewek itu ke belakang telinga.
"Good girl," ucap Nathan pelan. Ia mengecup singkat bibir Sasha. "Hadiah buat lo,"
Sasha mengerjapkan matanya beberapa kali. Seakan baru tersadar tentang apa yang terjadi. Matanya membelalak kaget. Tidak percaya dengan apa yang baru saja dilakukan Nathan.
Melihat wajah terkejut Sasha, bukannya meminta maaf, Nathan kembali mencium cewek itu lagi, memanfaatkan keterkejutan cewek itu dengan melesakkan lidahnya ke dalam mulut Sasha. Ia juga sesekali menggigit bibir bawah cewek itu.
Sasha mendorong tubuh Nathan sebelum ciuman itu berlanjut ke tahap yang lebih parah. Ciuman itu berhenti begitu saja. Ia mengusap bibirnya sendiri, seolah berharap rasa dan jejak ciuman itu bisa menghilang.
Benar. Menyukai Nathan adalah hal paling destruktif yang pernah ia lakukan. Cowok brengsek.
Bisa-bisanya cowok itu menciumnya? Di mana akal sehat cowok itu. Jangan mentang-mentang Nathan tahu bahwa Sasha menyukainya ia bisa berbuat seenaknya seperti ini.
Sasha bergerak mundur lalu berlari keluar gerbang sekolah dan dengan cepat menaiki angkot yang ngetem di depan gerbang sekolah.
Motornya.... Tidak. Ia tidak lupa tentang motornya. Ia hanya memilih jalan tercepat untuk segera pergi dari hadapan Nathan. Motornya akan baik-baik saja.
Pukul enam sore, ketika bangun dari tidur dan keluar rumah, Sasha mendapati motornya terparkir di depan garasi. Lengkap dengan helm kesayangan yang juga tergantung di kaca spion. Ada sticky note menempel di sana.
Sorry, i got carried away
Sasha merobek sticky note itu begitu saja.
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
