Setan di sawah

0
0
Deskripsi

Di daerah pedesaan Lumajang, hamparan sawah tersembunyi di bawah rimbunnya dedaunan bukit berhutan. Dikenal oleh penduduk setempat sebagai "Sawah Angker", sawah itu terkenal karena sejarahnya yang meresahkan. Cerita yang diwariskan turun-temurun menceritakan tentang kejadian supranatural dan ritual gelap yang dilakukan oleh penduduk setempat, tetapi hanya sedikit yang berani mendekatinya setelah senja.

Ketika Dito, seorang jurnalis muda dari Surabaya, tiba di Lumajang, ia tertarik ke sawah itu karena kisah-kisah tentang reputasinya yang mengerikan. Dengan campuran rasa ingin tahu profesional dan skeptisisme, ia berusaha mengungkap kebenaran di balik legenda tersebut. Penduduk desa memperingatkannya untuk menjauh setelah malam tiba, sambil menyebutkan sosok hantu yang disebut "Joko Kendil", roh jahat yang konon menghantui sawah itu.

Mengabaikan peringatan itu, Dito memberanikan diri masuk ke Sawah Angker pada sore hari. Sawah itu, yang subur dan hijau di siang hari, tampak berdenyut dengan energi aneh yang hampir tidak alami. Saat ia berjalan di hamparan tanah berlumpur, tanah di bawah kakinya tampak bergeser, dan keheningan yang meresahkan menyelimuti area tersebut. Suara kicauan serangga dan suara kodok yang khas sama sekali tidak terdengar.

Dito menyiapkan peralatannya, bersiap untuk mendokumentasikan keanehan ladang tersebut. Saat senja mulai turun, udara semakin dingin, dan angin mulai berbisik melalui batang-batang padi. ​​Bayangan-bayangan terpelintir dan memanjang secara tidak wajar, dan senter Dito berkedip-kedip sesekali. Ia mengabaikan anomali tersebut sebagai gangguan teknis, tetapi kegelisahannya yang semakin besar terlihat jelas.

Teror yang sebenarnya dimulai saat Dito menemukan serangkaian tanda ritual yang diukir di tanah, desainnya menyerupai simbol-simbol Jawa kuno. Di antaranya adalah penggambaran kasar sosok dengan mata cekung dan mulut menganga. Senternya menerangi altar kecil yang lapuk di tengah ladang, dikelilingi oleh sesaji—tulang-tulang hewan yang membusuk dan kain-kain compang-camping.

Tiba-tiba, ladang itu diliputi kegelapan saat senter mati. Kepanikan melanda saat Dito berusaha menyalakan kembali peralatannya. Tanah di bawahnya terasa hangat dan tak nyaman, dan bau busuk busuk memenuhi udara. Atmosfer menjadi kental dengan energi yang menindas, dan bayangan-bayangan mulai membeku menjadi bentuk-bentuk yang tidak menyenangkan.

Dari dalam kegelapan, Dito mendengar suara langkah kaki yang terseok-seok—lambat, hati-hati, dan sangat dekat. Ia berbalik, hanya untuk melihat sosok yang muncul dari balik bayangan. Sosok itu adalah Joko Kendil, roh kurus kering yang terbungkus pakaian adat yang compang-camping, matanya bersinar dengan cahaya yang tidak wajar. Mulut hantu itu menganga dalam jeritan tanpa suara, dan kehadirannya memancarkan aura jahat yang luar biasa.

 

Dito berusaha melarikan diri, tetapi ladang itu tampak melengkung dan meliuk, memanjang menjadi labirin batang padi yang tak berujung. Gerakannya menjadi lamban, seolah-olah tanah itu sendiri mencoba menahannya. Saat ia tersandung di lumpur, ia merasakan tangan-tangan tak kasat mata mencengkeram kakinya, menariknya jatuh ke dalam lumpur tebal.

Keputusasaan membuncah saat Dito mencapai tepi ladang, tetapi mendapati ladang itu terus surut. Batang-batang padi tampak merapat di sekelilingnya, dan kehadiran Joko Kendil yang menindas semakin kuat. Sosok hantu itu bergerak mendekat, matanya yang cekung menatap Dito dengan niat memangsa.

Dalam upaya terakhir yang panik untuk melarikan diri, Dito meraih teleponnya untuk meminta bantuan, tetapi sinyalnya hilang. Ratapan mengerikan sosok hantu itu memenuhi udara, tangisan memilukan yang tampaknya bergema melalui jalinan realitas. Tanah di bawah Dito retak terbuka, dan ia ditelan oleh bumi, sawah mengklaimnya sebagai miliknya.

Saat malam semakin larut, ladang kembali menjadi sunyi senyap. Keesokan paginya, penduduk setempat tidak menemukan jejak Dito atau peralatannya. Hanya tanah yang terganggu dan bau busuk yang samar-samar dan bertahan lama sebagai bukti hilangnya Dito.

Penduduk desa berbisik-bisik tentang tambahan baru pada warisan angker di ladang itu—jiwa baru yang diklaim oleh Sawah Angker.

Sejak hari itu, kisah-kisah tentang Sawah Angker semakin kelam. Reputasi ladang itu sebagai tempat roh-roh jahat semakin menguat dengan menghilangnya Dito. Hingga hari ini, penduduk setempat menghindari ladang itu, terutama setelah senja, karena takut bertemu dengan roh Joko Kendil dan menjadi bagian dari sejarah suram ladang itu.

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Kategori
Beha69
Sebelumnya Pabrik gula terkutuk, Jeritan Malam Sang Penunggu
0
0
Terletak di pinggiran Brebes, sisa-sisa reruntuhan pabrik gula tua tampak mengancam di atas lanskap. Dulunya merupakan pusat industri yang berkembang pesat, kini menjadi peninggalan menyeramkan yang dikenal oleh penduduk setempat sebagai “Pabrik Gula Terkutuk.” Pabrik itu telah lama ditinggalkan, dindingnya lapuk dan mesinnya berkarat, tetapi penduduk setempat terkenal karena kisah-kisah kelam yang mengitarinya.
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan