
“Katamu namanya lipstik kissproof …. Kalau bulletproof 'kan anti peluru, kalau kissproof jadinya anti cium, dong.”
___
Bagian 1 series Loveprint
“Jadi … kalau pakai lipstik itu, kamu jadi nggak mempan dicium?”
Bola mata Kamila berputar. Wajahnya yang tadi hanya berjarak beberapa sentimeter saja dari cermin rias segera menjauh dengan gerakan gusar. Ia mengerling sebal ke arah lelaki yang sibuk menggambar di tablet, mata minusnya bahkan tak melirik Kamila sekilas pun.
Cuek, tapi meledek. Ramuan andalan Haka kalau sedang ingin cari ribut.
“Bukan begituuu!”
Mma-mma-mma. Kamila mengatupkan bibirnya beberapa kali, meratakan lipstik yang baru brojol dari kardus pengiriman. Benda kecil itu tak hanya mengalihkan aktivitasnya menghapus riasan dan siap-siap tidur, tapi juga menelurkan bahan cekcok baru baginya dan Haka.
“Katamu namanya lipstik kissproof …. Kalau bulletproof 'kan anti peluru, kalau kissproof jadinya anti cium, dong.”
Alis gundul Kamila bertaut, “Kissproof itu artinyaaa … nggak bakal bleber!”
“Karena nggak ada yang nyium?”
“Iiiih! Haka!”
Akhirnya, cengengesan Haka meletup juga. Lesung pipit di kanan pipinya melecut emosi Kamila.
“Maksudnya, nggak bakal kehapus kalau dipake ciuman!” Penjelasan Kamila menusuk telinga Haka. Ledekan Haka terdeteksi berhasil.
“Kalau nggak mau kehapus, ya jangan ciuman," seloroh Haka dengan nada geli. Dari sudut matanya, ia bisa melihat kekasihnya itu menutup lipstik barunya. Bibirnya yang merona merah manyun beberapa sentimeter.
Ctak!
Lipstik dibanting ke meja rias oleh gadis berambut panjang itu. “Terserah kamulah!”
Haka tergelak. Ia mengalah. Dienyahkannya pen yang sejak tadi lincah menggores tablet.
“Jangan dihapus dulu,” cegah Haka saat melihat Kamila yang bete meraih cairan penghapus make up-nya. “Sini dulu, aku mau lihat.”
“Gak usah!”
“Sini duluu …. Aku mau lihat dari dekat warnanya," bujuk Haka dengan nada rendah, seperti merayu anak kecil.
Kamila terdiam. Wajah betenya masih bertahan, meski omelan berhenti di ujung bibirnya yang merengut. Haka memutar kursinya, menatap kekasih 3 tahunnya itu dengan senyum dimanis-maniskan. Langkah paling pamungkasnya kalau Sang Pacar sudah ngambek karena diledek. Kedua mata dibalik lensa minus itu dikedipkan sambil mengangguk dalam, membujuk Kamila untuk mendekat ke arahnya.
“Kamu pasti mau ngecek kode Pantone-nya, 'kan?” nada suara Kamila melunak, lalu bangkit dari bangku rias dengan ogah-ogahan.
Haka menggeleng. Ujung kakinya melangkah menyeret kursinya sedikit mendekat pada Kamila. Di ujung senyum usilnya yang tak bisa ditahan, game artist itu nyeletuk, “Bukan, kode HEX.”
“Ish ….” dengus Kamila, namun tetap melangkah mendekat.
Tanpa perlu waktu lama, Haka sudah mengapit tubuh ramping itu di antara kedua lututnya. Tangan yang berbalut glove hitam di jari manis dan kelingking itu meraih wajah Kamila, membawanya mendekat ke wajah Haka sendiri.
“Hmm … AB … 2A … 35 …," gumam Haka sambil membawa wajah Kamila ke kiri dan kanan. Mengarahkannya pada nyala lampu yang lebih terang. “Oh, bukan. Agak brown, jadi mungkin AB2300.”
Kamila mendengus tak percaya. “Sotoy.”
“Idih, nggak percaya. Mataku tajam, tahu.”
Haka menarik tubuh Kamila untuk ikut kembali ke meja kerjanya. Sambil memangku Kamila, Haka memasukkan kode warna dugaan ke aplikasi menggambarnya. Dan benar saja, warna yang muncul benar-benar identik dengan warna lipstik Kamila.
“See? Aku hebat, 'kan?”
“Tch. Iya, deh.” Ngambek Kamila luntur juga akhirnya. Ia tak bisa menahan senyum menyaksikan sisi aneh Haka yang suka menebak-nebak kode warna dari benda-benda yang dilihatnya. Mungkin karena bawaan pekerjaan, mungkin karena Haka emang aneh saja.
“Kamu ngapain udah mau tidur malah nyobain lipstik, hm?” Haka mengusap pinggul kekasihnya. Suaranya meredam saat jarak mereka sudah merapat. “Mau ngegodain aku?”
Kamila tersenyum, merundukkan wajahnya ke kening Haka. “Iya, habisnya berhari-hari kamu jarang kontak. Udah aku samperin ke rumah juga masih nyuekin.”
Haka terkikik. Seperti magnet yang otomatis melekat, bibirnya bereaksi pada teduh wajah Kamila yang menaungi wajahnya. Ciuman melebur, bertukar kangen yang selama seminggu terakhir hanya dicurahkan lewat telepon dan pesan singkat. Saat decap kecil memisahkan keduanya, senyum keduanya meekah.
“Bleber, nggak?” tanya Haka.
“Belum ….” Ibu jari Kamila mengusap bibir lembab Haka. Lalu lincah melepaskan kacamata Haka dan meletakkannya ke meja.
“Belum?” Haka terkekeh geli, setengah tak percaya. “Kamu nantangin?”
Kamila tertawa menang. Menirukan nada bangga Haka saat berhasil menebak kode warna tadi, Kamila mengangkat alisnya. “See? Kissproof artinya bukan nggak mempan cium, tapi nggak gampang bleber.”
“Let's see …. mempan gigit atau enggak.”
“Aww!”
Haka menggeram. Mencium bibir kekasihnya sekali lagi. Kali ini ujung tawa geli keduanya saling padu dan berkejaran beberapa lama. Remasan di rambut, lengan kokoh yang melingkar di pinggang dan merayapi punggung, di balik tank top, dan kecup tak sabar membuat napas keduanya memburu.
Roda kursi berderik kasar saat dua penumpangnya bangkit. Tanpa melepaskan ciuman, keduanya saling dorong menuju ranjang. Di tengah tawa geli atas gelitik di tubuh masing-masing, Haka dan Kamila saling melucuti. Mengecup, menggigit, melumat, dan mencumbui kehangatan yang lama sekali tak mereka temui bersama.
Layar tablet menghitam. Mati karena tak kunjung disentuh pemiliknya. Tak ada tanda-tanda Haka akan menyentuhnya lagi. Glove di tangannya bahkan sudah tanggal, bersama pakaian lain yang sudah tercecer di lantai.
***
Musik romantis mengapung dari penyuara ponsel Haka. Sama sekali bukan genre lagu yang akan Haka dengarkan sambil bekerja. Datangnya pun bukan dari pemutar musik langganan Haka. Tapi dari sebuah laman daring yang menampilkan undangan pernikahan.
“AD0634 ….” Senyum Haka meletupkan kode warna HEX itu begitu saja. Ingatan tentang lipstik kissproof Kamila malam itu mengapung tiba-tiba di ingatannya. Dilanjut sensasi kecupan bibir yang sulit luntur ronanya kala itu, lalu ide tentang melacak kode warna sebelumnya.
Sudah 3 tahun berlalu. Haka masih terbiasa menebak kode warna HEX pada lipstik Kamila. Bahkan ketika gadisnya itu akan dipersunting oleh lelaki yang bersumpah akan menjaganya sehidup semati.
“Haha …. Yang ini baru kissproof, anti kena cium. Soalnya udah ada pawangnya.” Haka terkekeh, melihat mempelai pria yang merengkuh Kamila dengan mesra.
Sudah 3 tahun berlalu. Meskipun banyak kisah manis lalu pahit setelah malam itu, bibir Haka masih ingat rasanya menghapus lipstik kissproof dari bibir ranum itu. Tanpa sadar, semakin keras ia berusaha menghapus rona lisptik itu, semakin sulit ia melupakan jejak cumbu bibir itu di hatinya.
"Selamat, Kamila …."
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
