[PDF] Sampai Kamu Mencintaiku #Completed

1
0
Terkunci
Deskripsi

— Sebelumnya telah dipublikasikan di https://www.wattpad.com/story/160728192?

— Status cerita:full/completed

— Jumlah halaman PDF: 518

**
 

Prolog

"Lamaran?" Tergelak Alana. "Oh, tidak, kamu bahkan tidak melamarku! Kamu hanya mengajukan tawaran, Mas Pasha. Tawaran yang kapan saja bisa kutolak."

"Tidak, darling. Tidak ada yang menolakku sebelumnya."

"Haruskah aku bahagia untuk jadi yang pertama?"

"Kalau begitu kupastikan kamu takkan bahagia," sahut Pasha. "Aku membatalkan niatku untuk tinggal di sini selama...

1 file untuk di-download

Dukung suporter dengan membuka akses karya

Pilih Tipe Dukunganmu

Karya
1 konten
Akses seumur hidup
350
Sudah mendukung? Login untuk mengakses
Selanjutnya [PDF] That One Person Who Loves Me #Completed
1
0
Katakan padaku, apa yang kurang dari diriku sampai membuatmu berselingkuh dengannya, Sofia?Sofia tidak bisa membalas tatapan Ario. Ia terus menangis. Ingin sekali membantah kalimat itu, tetapi susah sekali menahan tangisnya.Demi Tuhan, aku hanya melakukan itu sekali, katanya akhirnya. Yang baru saja kamu lihat, Ario. Aku bersumpah, aku juga tidak tahu mengapa aku melakukannya... Aku...aku tidak tahu, Yo.Kamu mengharapkan aku melakukan apa lagi, Sofia? tanya Ario putus asa. Mengapa kamu tidak mengatakannya dari awal, jika kamu masih mencintainya?Sofia mengangkat mukanya. Tangisnya berhenti. Matanya menatap Ario dengan tidak percaya. Aku mungkin salah karena aku tadi hm—melakukan itu, tetapi aku tidak pernah mencintainya sejak aku bertemu denganmu, Yo!Setelah pernikahannya dengan Alano batal, Sofia berpikir hidupnya sudah terpuruk sampai ia bertemu Ario di Monte Carlo. Pertemuannya yang singkat di sana membawa hubungan mereka lebih intens. Namun rupanya Sofia harus memutuskan hubungannya dengan pria itu dan kembali pada Alano karena alasan yang disembunyikannya dari Ario.~Status cerita: Full/Completed Jumlah Halaman PDF: 331 Link wattpad: https://www.wattpad.com/story/166687506?—Larvotto Beach.Mungkin pantai terindah yang pernah dilihatnya adalah Larvotto Beach, Monte Carlo, Monaco. Pantai yang bersih. Sebuah lapangan voli, trampolin anak-anak dan taman bermain yang terletak di ujung timur. Olahraga air tersedia di barat pantai itu. Dan dipenuhi dengan anak-anak remajayang bermain rollerblade, skateboard dan sepeda.Seorang perempuan belia dibalut bikini two pieces bersandar di sebuah kursi dengan earphone di telinganya dan novel di tangannya.Sementara tak jauh dari situ, pemuda bertubuh kekar bertelanjang dada yang kelelahan usai main voli memperhatikannya. Di sebelahnya, pemuda yang seusia dan seperawak dengannya bertanya, Is it your sister? Elleest très belle.Pemuda yang di sebelahnya mengangguk. Yeah, she is pretty. She's gonna stay here for a while.Adrian menghampiri adiknya yang tengah menikmati lagu We Found Love-nya Rihanna. Dilepaskannya earphone itu dari telinga adiknya.Long night?Mata adiknya memang ditutupi oleh kacamata hitam bening. Adrian masih dapat melihat noda hitam yang melingkari kedua mata adiknya.Adiknya mengangguk.Habis berapa gelas tadi malam?Haven't you heard that I'm good? Sofia tersenyum kecil. Aku sudah tidak banyak minum. Walaupun tidak sepenuhnya aku meninggalkan kebiasaanku.Seriously? Bukankah seharusnya orang patah hati itu menjadi lebih buruk keadaannya?Aku bosan lari dari kenyataan. Setiap aku mabuk, aku selalu bermimpi dia ada di sebelahku. Tapi ketika aku bangun, dia sudah pergi. Menikah dengan perempuan jalang itu!Sudahlah, Sofia, mereka itu brengsek. Lebih baik kamu mencari cowok lain. How's about him? Adrian menunjuk temannya yang sedang tertawa dengan teman-teman volinya.Sofia mengalihkan pandangannya dari novel ke lelaki yang ditunjuk kakaknya. Hm, cukup tampan. Orang Indonesia asli. Tingginya sekitar 180-an. Kulitnya cokelat kehitaman.Tubuhnya bersembul otot. Wajahnya juga manis. Tetapi bukan itu yang menarik perhatiannya.Senyuman lelaki itu.... Sofia tidak tahu bagaimana mendeskripsikannya. Senyuman yang menyejukkan. Hanya dari wajahnya saja Sofia tahu, ia lelaki baik. Tidak seperti mantan kekasihnya.Adrian tersenyum melihat adiknya tertegun.Dia itu arsitek. Teman kuliahku di Paris. Orangnya baik dan pintar.Ah, pasti dia sudah punya pacar, gumam Sofia lesu. Ia kembali membaca novelnya.Belum, kok. Dia nggak suka sama cewek bule. Katanya sih, lagi nyari yang kayak kamu. Asli Indonesia.Sayang sekali. Padahal dia punya modal untuk itu. Tampan, pintar, plus baik. Isn't he.. gay?Katanya sih dulu pernah diselingkuhin. Karena itu dia tidak mau punya kekasih dulu. Tapi jika kamu mau kenal dengannya, aku bisa bantu.No, thanks.Dia akan menginap di villa kita untuk seminggu ini. Do you mind?Sofia menggeleng. Jawabanku itu tidak mempengaruhi apa-apa. Kamu akan tetap mengizinkannya nginap di villa, kan?Adrian tertawa. Ia kembali bermain voli dengan teman-temannya. Dari jauh Sofia memperhatikan lelaki yang ditunjukkan kakaknya.Di saat yang sama, lelaki itu tengah melihat ke arahnya. Bukannya salah tingkah, lelaki itu justru tersenyum padanya. Mau tak mau Sofia membalas senyuman itu dengan gugup.Melihat senyum yang tersungging di bibir lelaki itu, Sofia bersumpah, itu senyuman paling seksi yang pernah dilihatnya!~Makan malam sudah tersedia di meja makan. Sofia memanggil Adrian yang tengah konsentrasi bermain catur dengan temannya.Terus terang Sofia sedikit risih dengan teman kakaknya itu. Biasanya setiap liburan ia hanya menghabiskan waktu dengan Adrian. Lain dengan liburan kali ini.Teman kakaknya itu terlalu tampan. Entah mengapa, Sofia ingin sekali berkenalan dengannya, walau awalnya dia tak ingin.Seperti tadi sore. Ketika Sofia memutuskan untuk ke villa duluan karena mabuk laut. Dari lantai atas, ketika kakaknya baru sampai villa dengan temannya, Sofia mendengar temannya itu bertanya, What kind of sick? I really hope she will get well soon.Banyak yang perhatian padanya. Seperti Ayah, Bunda, maupun Adrian. Tetapi tidak seperti teman kakaknya. Entah hanya basa-basi karena ditumpangi villa. Entah dia memang perhatian dengan orang lain.Adrian terkejut ketika melihat apa yang ada di meja makan. Nasi uduk. Rendang. Adiknya memang gila setelah putus.Kamu yang memasaknya? tanya Adrian tidak percaya. Kamu tahu sekali aku rindu masakan ini! Adrian mengajak temannya menikmati semua hidangan itu.Sofia tersinyum simpul. Karena sedang diet, ia pamit ke kamarnya. Tetapi Adrian mencegah, Just have a dinner as usual, Sofia, pintanya lembut.Its not as usual, desis Sofia dalam hati. There's a stranger between us!Sebelum ke Monte Carlo Sofia sudah membuat rencana. Ia ingin menghabiskan waktu semalaman dengan abangnya di bawah langit, menghitung bintang. Bermain ayunan sampai pagi.Apalagi di saat ia sedang patah hati. Kakaknya sangat dibutuhkan di saat hatinya sedang gundah. Ah, pokoknya kehadiran teman kakaknya yang entah siapa namanya ini mengganggu rencananya!Sofia menggeleng. I'm on diet.Perempuan itu pergi ke kamarnya yang berada di lantai dua. Lebih baik dia mengurung diri dengan novel daripada harus makan malam dengan mereka.Sofia bersandar di sofa dan mulai membaca novelnya. Hanya dengan novel ia bisa memproyeksikan kemarahannya. Kekecewaannya dengan kekasih yang telah meninggalkannya.Dua jam lamanya Sofia membaca. Tidak sadar lampu-lampu sudah dimatikan. Ia menjejalkan pembatas novel di tengah halaman novelnya. Lalu turun ke bawah. Untuk memastikan semua orang sudah kembali ke kamar.Ada kebiasaan yang selalu dilakukan abangnya. Adrian malas cuci piring setelah makan dan Sofia sangat membenci itu. Dia sangat rapi dan bersih. Ada segumpal debu di kamarnya saja ia langsung turun tangan membersihkan.Dugaannya benar. Piring-piring kotor itu masih di atas meja makan. Sofia segera membawa piring-piring itu ke dapur.Dan ia tertegun.Teman kakaknya tengah mencuci gelas. Melihat Sofia berdiri di sebelahnya ia ikutan kaget.Hm, maaf, saya mengejutkanmu, katanya menyesal. Saya punya kebiasaan mencuci piring. Tadinya setelah mencuci gelas, saya akan...Okay, okay, I get it, sela Sofia. Ia menaruh piring-piring kotor itu di sebelah westafel. Boleh saya bantu?Honestly, I'm done washing all glasses. Jadi, tidak keberatan jika saya yang membantu kamu? Tanpa bicara apa-apa lagi ia segera membilas piring kotor dengan air dan menuangkan sabun.Sekali lagi Sofia tertegun.Bagaimana bisa orang sebaik ini menjadi teman kakaknya yang, ehm, bisa dibilang supersantai?Sofia duduk di kursi dan memperhatikan lelaki itu. Dari cahaya yang remang, Sofia bisa melihat pemandangan yang indah.Lelaki itu memakai kaos ketat berwarna abu-abu dan celana olahraga selutut dengan warna serupa. Menunjukkan ototnya yang kekar.Usai mencuci semua piring lelaki itu menoleh kepadanya yang sedang terpukau. Ia melambai-lambaikan tangannya di depan wajah Sofia.Hai.., kamu tidak sedang kesambet, kan?Ha, tidak. Cuma heran aja. Masih ada cowok kayak kamu.Lelaki itu menarik kursi dan duduk di depan Sofia. Lucu, ya. Kamu bahkan tidak tahu namaku tapi sudah bisa menilaiku.Bukan, bukan maksudku seperti itu. Lagipula untuk mengenali karakter seseorang tidak perlu nama, cukup perilakunya. Namaku Sofia.Sofia mengulurkan tangannya.Uluran tangannya disambut baik oleh lelaki itu. Ario.Ada sesuatu yang bergetar di hatinya ketika tangan lelaki itu menyentuh tangannya. Begitu kasar. Keras. Tetapi ada sisi kelembutan di tangan itu.Sofia segera menarik tangannya sebelum Ario melihat raut wajahnya yang memerah. Ia segera bangkit dan berjalan ke ruang tengah, diikuti Ario.Boleh saya bertanya?Sofia menghentikan langkahnya.Kamu tidak benci kepada saya, kan?Sama sekali tidak, jawabnya singkat, tanpa menoleh sedikitpun. Ia melanjutkan jalannya ke ruang tengah dan duduk di dekat fireplace. Cuaca di malam hari membuatnya merasa kedinginan.Tanpa ia sadari Ario duduk di sofa yang berada di belakangnya. Diperhatikannya perempuan yang sedang bersandar di kursi itu.Sejenak Sofia teringat dengan gaun pernikahan yang terkoyak, kemarahan ayahnya, dan tangisan ibunya. Semua itu terlihat jelas di matanya. Ketika Alano datang ke rumahnya yang berada di Jakarta.Memberi kabar buruk yang membuat Sofia menyesal mendengarnya.Alano tidak bisa menikahi Sofia. Lelaki Spanyol itu berterus terang bahwa ia akan menjadi suami... perempuan lain. Ada perempuan lain yang sedang mengandung anaknya.Ada segurat penyesalan di wajah lelaki itu saat mengakuinya. Tetapi ayah Sofia tidak peduli. Ia mengusir Alano. Merobek gaun pernikahan putrinya. Dan memarahi Sofia semalaman.Dari awal ayahnya memang tidak setuju hubungan putrinya dengan Alano. Naluri seorang ayahnya berkata, Alano bukan lelaki yang baik. Dan itu terbukti ketika Alanomemutuskan untuk tidak menikahi Sofia.Ayahnya malu bukan main. Undangan sudah disebar. Tinggal menunggu hari. Dan bajingan Spanyol itu menghancurkan segalanya!Dari belakang Ario memperhatikannya. Mengagumi kecantikannya di keremangan malam.Kasihan dia, gumam Ario. Tentu saja ia tahu apa yang menimpa adik Adrian itu. Ditinggal kekasihnya lima hari sebelum hari H!Sofia dapat merasakan sepasang mata yang menatapnya. Ia menoleh ke belakang.Sorry, Ario bangkit dari duduknya, hendak pergi.No....., just stay.Suara Sofia begitu lembut. Apalagi wajahnya yang sendu. Sampai Ario terasa lemas untuk duduk kembali.Sofia membalikkan posisi duduknya, menghadap Ario.Pernikahanku batal.Sofia memulai perbincangan. Jadi, aku hanya bisa berharap kamu mengerti dengan mood-ku yang naik-turun.Aku mengerti. Sebagai tamu, aku juga tidak bisa meminta lebih. Apalagi kamu adiknya Adrian, adik sahabat saya.Kamu... tidak naksir dengan kakak saya, kan?Ario tergelak. Saya? Tentu saja tidak! Walaupun penampilan saya seperti ini, saya masih suka perempuan. Mau bukti?Sofia tersenyum. Ia tahu teman kakaknya itu pasti bergurau. Ario terlalu sempurna untuk Sofia jadikan kekasih. Lagipula... mengapa berpikir sejauh itu? Kekasih! Mereka saja baru berkenalan.Aku lega mendengarnya.Adrian terlalu lama sendiri. Kehidupannya terlalu dihabiskan di kampus dan klub malam atau bahkan di tempat perjudian. Tidak ada waktu untuk membuat hubungan dengan lawan jenis.Sebaiknya kamu mengajak Adrian untuk bertobat. Sejak semester dua kuliah sampai lulus, dia lebih suka having fun yang berbau negatif. Beda dengan Adrian saat pertama kali saya mengenalnya.Wow.... Kamu percaya saya bisa membuatnya bertobat? Sofia tertawa kecil. Saya gagal menikah. Tuhan tidak berpihak lagi kepada saya.Ya, benar. Sofia tidak pernah lagi sholat. Berdoa kepada Tuhan-nya. Ia merasa, Tuhan tidak adil terhadapnya. Dari kecil Sofia selalu mendapatkan apa yang ia inginkan. Selama itu ia selalu beribadah.Tetapi ketika hari nista itu datang, ia tidak ingin menyentuh mukenanya. Tidak ingin berdoa. Merasa Tuhan jahat kepadanya. Memisahkannya dengan lelaki yang sangat ia cintai.Ario tidak menyangka Sofia perempuan yang seperti itu. Lebih tepatnya ia tidak percaya Sofia mengklaim dirinya bukan orang yang beriman.Tuhan punya jalan yang lebih baik untukmu, Sofia. Kita tidak bisa hanya memuji Tuhan ketika Ia berpihak padamu. Kamu mau berjanji padaku untuk kembali ke jalan yang benar?Hening. Ario tahu, omongannya tidak akan didengar oleh perempuan yang ada di depannya. Sofia sudah tertidur pulas di sofa.Ario bangkit dari duduknya. Meraih tubuh Sofia dan menggendong perempuan itu ke kamarnya yang berada di lantai dua. Untung saja hanya ada satu kamar di lantai itu. Ario tidak perlu bingung di mana kamar perempuan itu.Dibaringkannya perempuan itu di atas kasur.Sejenak Ario terpaku di posisi berdirinya. Menatap Sofia yang mendengkur halus. Sepertinya perempuan itu letih sekali. Perjalanannya dari benua lain pasti menguras tenaganya.Ario memadamkan lampu dan keluar dari kamar.eDi mana? Di mana sih aku taruh barang itu? gumam Sofia sambil mengaduk-aduk kopornya. Ia mencari album foto dirinya dengan Alano. Begitu terjaga dari tidurnya tiba-tiba perasaan rindu itu datang.Semalam Sofia bermimpi menikah dengan Alano. Mereka begitu bahagia. Memiliki tiga anak, dua anak pertama laki-laki, dan yang terakhir perempuan. Alano begitu mencintai keluarganya. Di akhir mimpinya sebelum terbangun, sosok nenek sihir datang.Sofia terbangun pukul tiga pagi. Dan tidak bisa tidur sampai matahari terbit. Selama itu ia mencari apa saja yang mengingatkannya pada Alano. Tetapi percuma. Tidak ada satu barangpun yang ia temukan.Adrian yang pagi itu sudah mandi untuk bersiap-siap main voli mampir ke kamar adiknya. Kamu sedang apa?Kamu melihat album foto berwarna merah, Adrian? jawab Sofia tanpa menoleh. Tangannya sibuk meraba-raba kopornya.Oh, yang ada di kopormu? Sudah kubuang, ujar Adrian santai. Ia duduk di ranjang Sofia.Dibuang?! Sofia terbelalak menatap kakaknya. Ia berdiri dan memukul Adrian dengan bantal. Kurang ajar! Kamu tahu kan, aku sangat mencintainya!Adrian menepis bantal yang dilempar padanya. Kamu kenapa sih, Sofia? Dia kan memilih perempuan lain. Seharusnya kamu berterima kasih padaku!Aku tahu aku tidak bisa memilikinya lagi. Tetapi aku tidak tahu bagaimana melampiaskan kesakitanku ini, Adrian. Aku ingin melihat wajahnya. Meski di foto.Adrian mengangkat alisnya dengan tidak percaya. Tadinya dia menganggap Sofia hanya patah hati biasa. Toh adiknya itu tidak jelek. Pasti banyak lelaki yang ingin mendekatinya. Dan tidak susah Sofia mencari pengganti mantan kekasihnya.Siang itu, setelah bermain voli di pantai, Adrian mengajak Ario berbicara serius di kafe dekat pantai.Kamu serius, Adrian? Jus alpukat itu loncat keluar dari mulutnya setelah mendengar permintaan Adrian.Yang ditanya mengangguk. Aku ingin sekali membuatnya lupa dengan Alano. Kalau kamu bisa membuatnya jatuh cinta dengan orang lain, aku akan membayarmu. Tapi kalau kamu tidak bisa, kamu yang membayarku.Tergelak Ario. Gila kamu, Adrian. Dalam hal ini saja kamu ngajak aku taruhan. Baiklah, aku akan mencoba.Mereka bersalaman. Begitulah jika mereka bersepakat dalam satu hal. Ario menyela, Sebentar..., bagaimana aku bisa membuatnya lupa pada mantan kekasihnya?Buat dia cinta padamu.Ario tertegun. Wait, what? Tidak, tidak bisa. Aku tidak ingin menyakiti hatinya. Tidak sampai hati.Tapi kamu suka padanya, kan? Adrian mencoba meyakinkan sahabatnya. Akui saja, Yo. Kalau kamu yang jadi pacarnya, aku seratus persen setuju!   Sofia menghabiskan waktunya seharian penuh di vila selama kakaknya dan Ario bermain di pantai. Sudah seminggu ia melakukan itu. Menyapu. Mengepel. Membersihkan kamar Adrian. Ada keinginan untuk membuka kamar Ario yang berada di lantai satu, di sebelah kamar Adrian persis. Tetapi ketika tangannya menyentuh gagang pintu, ia mengurungkan niatnya.Di vila itu tidak ada pembantu. Setiap bulan Adrian selalu datang ke Monaco untuk mengecek vilanya. Padahal Sofia sering sekali memintanya untuk mencari pembantu. Namun Adrian menolak. Selama ia masih bisa mengurus vila itu sendiri, ia tidak perlu orang lain untuk membantunya. Toh vilanya berlokasi di tempat yang aman. Tidak pernah ada maling atau alien yang mampir ke vilanya.Perempuan itu melangkahkan kakinya ke kamar mandi. Memutar keran berwarna merah dan biru bersamaan di bak mandi. Begitu bak terisi penuh oleh air hangat, ia menanggalkan pakaiannya dan menggantungkannya di pintu. Dibenamkan tubuhnya di dalam bak.Keletihan setelah membersihkan vila hilang seketika. Ia memejamkan matanya. Menikmati hangatnya air yang menyentuh tubuhnya.Pintu kamar mandi diketuk dari luar. Bukan, bukan diketuk. Digedor. Sofia terbangun. Ah, sudah berapa lamakah ia tertidur di kamar mandi?Segera Sofia bangkit dari bak dan melilitkan tubuhnya dengan handuk yang sudah tersedia di lemari kamar mandi.Dan ia terkaget ketika membuka pintu kamar mandi.Kamu?Ario mendesah tak enak, ia membalikkan tubuhnya. Maaf menganggu jam mandimu. Aku akan ke kamar.Tunggu, cegah Sofia ketika dilihatnya Ario berjalan meninggalkannya. Kamu risih karena aku hanya memakai handuk? Santai saja, aku tidak akan naked di depanmu, kok. Silakan masuk ke kamar mandi.Sofia berlari kecil meninggalkan Ario. Dari belakang Ario melihat caranya berlari. Lucu sekali. Seperti anak kecil yang sedang mencuri permen dari sebuah toko. Ditambah dengan wajahnya yang polos.Ario masuk ke kamar mandi. Ketika menutup pintu, ia terkaget. Pakaian perempuan tengah di gantung di pintu. Beserta pakaian dalamnya.Astaghfirullah, gumamnya. Perempuan itu benar-benar teledor. Bagaimana bisa dia meninggalkan ini di kamar mandi?Tidak digubrisnya pakaian itu. Ario segera menyalakan keran dan mulai berwudhu. Setelah wudhu, ia buru-buru keluar dari kamar mandi. Takut dosa melihat pakaian dalam milik Sofia.Ario masuk ke kamarnya dan meletakkan sajadah menghadap ke kiblat. Setelah sholat ashar, dia ke ruang tengah.Autumn Leaves-nya Richard Clayderman mengalun di udara. Sofiatengah mendentingkan tuts piano. Perempuan itu sangat menikmati senandung yang keluar dari pianonya hingga tak menyadari Ario berdiri terpukau melihatnya.Ario menepuk tangan ketika lagu itu selesai. Tidak pernah ia mendengar seseorang bermain piano di depannya. Di Paris ia tinggal sendiri, dan tidak punya waktu untuk menghadiri konser classic.Nonton bola di rumah lebih menarik perhatiannya daripada hal-hal yang sifatnya menghabiskan uang.Sofia menoleh dengan kaget. Melihat wajah Ario yang begitu puas, Sofiamerasa lega. Mengingat hasratnya bermain piano sudah berkurang sejak berpisah dengan Alano.Terima kasih.Buat apa? Sofia mengangkat alisnya.Ini pertama kalinya aku mendengar piano secara live.Dan kamu memberikan kesan yang indah untukku.Banyak orang yang memujinya. Tetapi entah mengapa, jika Ario yang mengatakannya, Sofia merasa ia adalah pianis terhebat di dunia. Sofia mengangguk senang.Terima kasih. Bulan depan aku akan mengadakan. Konser pertama di New York. Kalau kamu suka, kamu bisa datang.Kamu seorang pianis? Ario tidak menutupi kekagumannya. Setahunya, Sofia ini masih berusia dua puluh enam, tiga tahun di bawah usia Adrian. Terlalu muda untuk menjadi seorang Beethoven.Aku membuka tempat les di rumah. Aku sendiri yang mengajarnya.Oh, guru piano kau rupanya, Ario nyengir. Pantas saja kamu galau terus!Sofia ternganga, lalu cemberut, Ada masalah dengan itu? Apa hubungannya galau dan guru piano?Aku selalu berasumsi orang-orang yang suka main piano itu memiliki kegalauan tingkat tinggi, dibanding yang lain.Apa yang membuatmu berasumsi seperti itu?Aku pernah nonton film yang menceritakan seorang pianis jatuh cinta, lalu ditinggalkan oleh kekasihnya. Pianis itu mengurung dirinya di kamar dan bermain piano berbulan-bulan. Hingga akhirnya, pianis itu meninggal saking asyiknya bermain piano hingga lupa makan. Ngeri sekali, ya? Ario mengarang asal saja. Entah ilham dari mana yang memasuki kepalanya.Sofia bergidik. Aku kan tidak se-patethic itu. Ia membela diri.Oh ya? Ini Monte Carlo, Sofia. Kamu kira aku tidak memperhatikan kamu yang tidak keluar ke mana-mana, even ke pantai.Aku hanya tidak kuat melihat orang-orang yang dimabuk cinta di luar sana, Sofia menunduk, tidak ingin Ario melihat raut wajahnya yang berubah sedih. I just...can't.Melihat mata Sofia yang redup, Ario merasa tidak enak. Entah mengapa hatinya ikutan sakit. Tidak seharusnya ia berkata seperti itu pada orang yang patah hati.Tetapi Ario harus bagaimana? Ia sudah berjanji kepada Adrian untuk membahagiakan Sofia. Untuk menyingkirkan mantan kekasih perempuan itu di hati Sofia.Hi, I'm fine, totally fine, Sofia memaksakan untuk tersenyum ketika melihat ekspresi bersalah di wajah Ario.Kamu tahu, Sofia, aku senang kamu bisa bicara denganku sepertiini. Aku merasa sudah mengenalmu lebih dari seminggu.Ah, kamu hanya kasihan padaku, kan? Adrian pasti cerita kisah hidupku yang menyedihkan.Tidak, kamu bisa tanya Adrian seperti apa aku ini. Di kampus aku tidak bisa bergaul seperti kakakmu. Tidak banyak orang yang enak aku ajak bicara.Karena sisa liburan yang dimiliki Adrian dan Ario tinggal seminggu lagi, Ario menggunakan waktu sebaik-baiknya dengan Sofia. Sebelum ia dan Adrian kembali ke Paris dan berpisah dengan Sofia.Ario tidak malu lagi mengajak Sofia bicara. Dari awal dia memang tidak pernah malu. Lebih tepatnya, ia deg-degan. Takut kata-kata yang keluar dari mulutnya menyakiti hati perempuan itu. Untung saja Sofia sudah mulai moving on. Ario tidak usah khawatir lagi untuk bicara dengan perempuan itu.Dari kejauhan, Adrian memperhatikan adiknya yang tengah bermain di pantai bersama Ario. Dari beranda kamar Sofia, ia bisa melihat ke arah pantai. Dengan teropongnya Adrian bisa melihat tawa Sofia yang lepas.Aku capek sekali, Iyo, kata Sofia sambil menghempaskan tubuhnya di atas pasir. Dua hari ini ia menghabiskan waktunya bermain lempar bola dan makan di pinggir pantai bersama Ario. Selama itu ia mendapatkan panggilan kecil untuk Ario.Ario melentangkan tubuhnya di sebelah Sofia. Di bawah matahari yang mulai terbenam, di saat di mana kegelapan jatuh, Ario memperhatikan wajah Sofia yang kecapekan.Bahkan dalam letihnya perempuan itu masih terlihat cantik. Alisnya yang tebal. Matanya yang hitam bening. Bulu matanya yang lentik. Hidungnya yang mancung. Bibirnya yang tipis mungil. Membuat dada Ario bergejolak.Ada keinginan untuk merangkul Sofia. Menyandarkan kepala perempuan itu di dadanya. Mengecup bibirnya.Tetapi ia tidak berani. Ada sesuatu yang mengganjal di hati Ario. Ada sesuatu yang mengatakan padanya, hubungannya dengan Sofia tidak akan berjalan lebih jauh dari ini. Mengingat Sofia baru ditinggalkan kekasihnya. Tidak mungkin secepat itu membuat Sofia melupakan lelaki itu.Sofia menoleh pada Ario yang sedang menatapnya. Kenapa? Mukaku pasti jelek sekali ya? Capek sih.Ario tertawa kecil. Mungkin itu sebabnya kamu ditinggalkan. Kamu jelek sih.Sofia mencubit pinggang Ario, pura-pura tersinggung. Ario menggeliat dan membalas dengan mengelitiki perempuan itu.Aaaaa! Sofia merasa geli, ia berdiri dan berlari dari situ. Ario langsung mengejarnya dan menariknya dari belakang.Dan entah bagaimana, dalam waktu kurang dari dua detik, Sofia sudah berada di pelukan Ario. Mereka tertawa.Sofia menyandarkan kepalanya di dada Ario. Terima kasih ya, Iyo. Aku merasa lebih hidup dua hari ini.Tidak ada yang gratis, Sofia, Ario mengusap kepala Sofia. Meski sudah seharian main di pantai, rambut hitam Sofia masih wangi. Ario merasa nyaman mendekatkan hidungnya di atas kepala perempuan itu. Kamu harus melakukan sesuatu untukku.Sofia melepaskan pelukan Ario, tetapi tangannya masih menggantung di leher lelaki itu. Matanya menatap sendu pada Ario.Katakan padaku, kamu ingin aku melakukan apa?Aku ingin kamu bernyanyi untukku.Nyanyi?Sofia tertawa tidak percaya. Melihat Ario diam saja, dengan pelan Sofia mengaku, Suaraku jelek. Kamu salah orang jika memintaku untuk bernyanyi, Ario.Sudah mukamu jelek, suaramu juga jelek? Ario nyengir. Mimpi apa aku semalam berteman denganmu.Sofia cemberut. Ih! Oke, oke. Sofia mulai bernyanyi. We found love in a hopeless place... We found love in a hopeless place... Uhuk. Ketika mengambil nada tinggi, suaranya pecah. Ia terbatuk.Mau aku belikan minum? Ario tertawa mendengar suara Sofia yang apa ya... ia tidak tega mengatakan suara Sofia jelek.Ah, nggak usah. Aku memang tidak bisa bernyanyi. Itu artinya aku tidak perlu membalas apa-apa, kan?Ario berpikir sejenak. Ada. Seminggu ini kita harus menghabiskan waktu bersama. Sebelum aku kembali ke Paris. Dan aku tidak mau kamu menolak.Sofia menyandarkan kepalanya di dada Ario lagi. Tanpa kamu minta aku pasti mau kok, Yo. Kamu kan sahabat terbaikku.Kamu kan sahabat terbaikku. Ario menggumamkannya dalam hati. Saat itu lagu Fall Again yang dinyanyikan Glenn Lewis mengalun.Sofia memejamkan matanya. Lagu itu salah satu lagu favoritnya. Mereka berdansa kecil di pantai yang semakin malam semakin ramai itu. Ario tidak akan melupakan malam itu.I can breathe, I can bleed, I can die in my sleep Cause you're always there in my dreamsDan ketika ia menyadari Sofia terlelap di dadanya, Ario memberanikan diri untuk melakukan sesuatu yang dari tadi ia kekang.Ia mengecup bibir perempuan itu dengan lembut.**New York masih menjadi salah satu wilayah terpadat di dunia begitu Sofia menginjakkan kakinya di sana. Kenangannya yang singkat bersama Ario terbayang di benaknya ketika ia berada di taksi yang membawanya ke rumah.Telapak tangan Ario yang kasar menyentuh tangannya. Rangkulannya yang masih terasa hangat di tubuh Sofia. Dan dadanya yang bidang, yang aman untuk Sofia jadikan tempat sandaran.Sofia mengeluh dalam hati. Pantaskah ia membuka lembaran baru bersama lelaki itu?Perasaan trauma itu belum hilang dari hatinya. Sofia belum bisa membuang kesakitannya. Gagal nikah. Perempuan mana yang tidak trauma gagal menikah? Perempuan mana yang tidak sakit hati ditinggal lima hari sebelum hari pernikahan? Perempuan mana yang tidak marah ketika kekasihnya meninggalkannya karena perempuan lain?Ponsel Sofia berbunyi. Ada pesan dari email yang tak ia kenal.How's New York, Sofia? – ArioLelaki itu sudah kembali ke Paris bersama Adrian seminggu sebelum Sofia kembali ke New York. Sofia tidak menyangka, lelaki itu akan mengirimkannya pesan. Ketika mereka berpisah di stasiun kereta, Sofia tidak memberitahu alamat email maupun nomor teleponnya pada Ario.Pasti tahu dari Adrian, gumam Sofia.Sofia membalasnya:Good. I just reached here. How's Paris? Still being a romantic city, huh?Sayang sekali begitu pesan itu terkirim, ponsel Sofia mati karena kehabisan baterai. Selama di Monaco Sofia memang tidak mengisi baterai pada ponselnya. Dia lupa karena di sana ia sama sekali tidak menggunakan ponselnya.Ia sampai di rumahnya yang di depannya terdapat plang Sofia Piano Course. Di kota metropolitan ini ia tinggal sendiri. Orangtuanya tinggal di Indonesia.Sofia disambut oleh pembantu setianya, Bik Ira ketika masuk. Ayah memang tidak ingin menggunakan orang bule sebagai pembantu. Bik Ira ini pengasuh Adrian dan Sofia sejak mereka bayi, sejak ia tinggal di Indonesia.Awalnya Ayah Sofia keberatan Sofia tinggal di New York setelah lulus kuliah di sana. Apalagi Sofia menolak menerima fasilitas dari ayahnya. Sofia memutuskan untuk hidup mandiri. Dari kecil ayah Sofia memang mendidiknya untuk tidak manja namun tidak juga bersikap otoriter pada Sofia. Akhirnya Ayah setuju, dengan syarat ia yang membelikan Sofia rumah. Karena bagaimanapun, Sofia adalah putri kesayangannya. Tidak pernah sekalipun Ayah membuat Sofia sedih. Pernah sekali Ayah marah karena putrinya gagal menikah. Tetapi Sofia tahu, Ayah marah bukan karena membencinya, melainkan untuk menutupi rasa sedih yang dirasakan putrinya.Sofia langsung ke kamarnya dan nge-charge ponselnya. Karena tidak sabar balasan Ario, ia bergegas menyalakan komputer yang ada di kamarnya dan mengecek inbox email-nya.Yeay! Ada balasan lagi dari Ario. Kali ini lebih panjang.Yupp, it's still the most romantic city.. Tapi percuma, Sofia, jika tidak ada pasangan untuk kamu ajak ke sini. Apalagi statusmu yang baru ditinggalkan kekasih. Ups! Keceplosan. Jangan marah ya. Oh iya, bagaimana dengan konsermu? Aku bisa book tiket dari sekarang?Sofia hendak membalas ketika pembantunya datang sambil membawa telepon wireless. Telepon dari salah satu muridnya, katanya. Rupanya muridnya itu marah karena ia terlalu lama pergi liburan.Dengan tenang Sofia meminta maaf. Ia siap jika sore itu muridnya datang untuk belajar piano.Bahkan tidak usah membayar.Sebenarnya basa-basi. Sofia sedang letih sekali. Perjalanannya dari benua lain sangat menguras tenaganya. Tetapi muridnya ini seperti tak sabar. Sore itu ia datang ke ruang depan, tempat Sofia mengajar.Sofia menyunggingkan senyum kepada muridnya yang sudah duduk di kursi piano itu. Muridnya itu bernama Philip. Sama-sama orang Indonesia juga, tetapi sedikit oriental. Ia seusia dengan Sofia.Di antara murid-muridnya yang lain, Philip paling rajin. Ia sangat suka bermain piano. Karena itu Sofia tidak bisa marah jika Philip yang meminta untuk diajarkan.Bukan diajarkan sebenarnya. Philip sudah jago bermain piano. Ia hanya membutuhkan orang untuk mendengarkan senandung piano yang ia mainkan. Di rumahnya, Philip dikelilingi orang yang tidak suka musik.Apa kabar, Philip? sapa Sofia sambil duduk di sebelah Philip. Sudah siap untuk belajar?Philip mengangguk. Maaf ya, Sofia. Aku mengganggu waktu istirahatmu. Tetapi aku sangat benci di rumah. Tidak ada yang menghargaiku.Sofia mengangguk. Bersama Philip, ia bukan hanya sebagai guru pengajar, tapi juga sebagai teman bicara. Sofia tidak pernah bosan mendengarkan cerita Philip. Dari Philip yang bosan kuliah dan memutuskan untuk belajar dengannya, sampai perempuan yang disukai Philip. Mereka sudah seperti sahabat.Tetapi hanya sekedar itu. Mereka hanya bicara jika Philip datang. Philip tidak pernah mencoba berhubungan dengan Sofia melalui telepon atau apapun. Ia sudah menganggap Sofia sebagai teman diskusi di tempat les saja.Seperti wabah, berita gagal nikahnya Sofia sudah menyebar. Philip tahu dari ibu-ibu yang tinggal di sebelah rumah Sofia.Aku menyesal mendengarnya, Sofia, kata Philip prihatin. Aku harap kamu bisa melewatinya.Philip, jangan pasang wajah seperti itu. Aku tidak apa-apa, kok. Jodoh kan tidak kemana.Sebenarnya aku ke sini bukan untuk bermain piano. Aku ingin mendengar ceritamu. Boleh, kan?He? Sofia masang wajah bloon.Selama ini aku terus yang bercerita. Tapi kalau kamu keberatan, tidak masalah. Aku tidak memaksa.Bukan, bukan begitu, Sofia mencoba menenangkan keadaan ketika dilihatnya wajah Philip yang murung. Masalahnya, apa yang harus kuceritakan? Kamu pasti sudah tahu semuanya, kan? Sofia tersenyum.Iya, kamu betul. Kalau begitu hari ini kita belajar saja.Seperti yang sudah dikatakan, Philip tidak perlu diajar. Ia sudah mahir dalam hal bermain piano. Sofia begitu menikmati alunan yang berasal dari piano. Philip lihai sekali memainkan jemari-jemarinya di atas tuts.Tidak terasa hari itu Philip latihan sampai malam. Sofia sama sekali tidak bosan. Tidak merasa ngantuk sama sekali. Justru ia merasa bersyukur, ada yang bersedia memainkan piano untuknya.Sebelum pulang, Philip meminta Sofia untuk mengajarinya lagi besok. Dengan halus Sofia menolak. Kamu bisa belajar di rumah. Kemampuanmu sudah bagus, Philip. Bahkan terkadang aku khawatir kamu akan menggantikan profesiku. Sofia tersenyum tipis.Philip menyambut gurauannya. Kalau begitu, nanti yang boleh tampil di konser, aku saja ya? Singkirkan saja murid-muridmu yang lain, Sofia.Enak saja! Aku kan tidak bilang hanya kamu yang pintar bermain piano. Sudahlah, sudah larut. Kamu sebaiknya pulang.Dan kamu terlalu capek untuk meladeni aku. Baiklah, Ibu Sofia, saya pulang dulu. Sampai jumpa bulan depan.Philip membuka pintu rumah kecil itu dan berjalan keluar.Hai, kamu benar-benar tidak mau latihan menjelang konser?Percuma. Pertanyaannya tidak didengar. Philip terus berjalan ke halaman rumah Sofia yang tak berpagar, menaiki motornya, dan meninggalkan rumah Sofia. Dari jendela rumah kecilnya Sofia melihat kepergian Philip.Tiba-tiba ia teringat dengan email yang ingin ia balas kepada Ario. Sofia berlari ke kamarnya dan duduk di depan komputer.Sofia langsung log in dan menerima beberapa pesan dari Ario yang intinya lelaki itu menanyakan mengapa ia tidak membalas email-nya. Namun yang membuat Sofia tertawa, ada pada pesan terakhir yang dikirimkan lelaki itu.SOFIA! Kamu sedang sibuk, ya? Atau aku sangat mengganggumu? Baiklah. Jika besok kamu tidak membalasnya, aku akan terbang ke sana. Menggendongmu di Times Square. Tidak susah kok membeli tiket malam ini, dan besok aku akan berdiri di depan rumahmu.Tetapi jika kamu memang sibuk, aku minta maaf. Aku terlalu mendesakmu untuk membalas, ya? Aku terlalu excited berteman denganmu. Kamu tidak usah membalas jika itu mengganggumu. Segera Sofia menelepon Adrian. Siapa tahu Ario sedang bersama kakaknya. Tetapi tidak mendapat jawaban. Mungkin Adrian sedang sibuk bekerja. Atau mungkin sedang menghabiskan waktunya di tempat judi.Sofia membalas pesan dari Ario. Ia menceritakan ia tidak membalas pesannya karena sedang sibuk mengajar muridnya. Lama Sofia terpekur di depan komputer. Menunggu jawaban dari Ario.Tapi sepertinya Ario juga sedang sibuk. Sofia menghela nafas panjang. Hari ini ia letih sekali. Belum makan pula. Tetapi siapa yang peduli? Semua orang sibuk dengan urusannya masing-masing. Hanya Sofia sendiri di rumahnya yang besar itu.Malam itu, Sofia tertidur di depan komputer. Sofia memulai kehidupannya kembali. Ia mengajar murid-muridnya dari matahari terbit sampai terbenam. Tidak ada yang lebih menyenangkan selain mengajar anak-anak kecil bermain piano.Setiap hari Jumat semua muridnya di bawah usia sepuluh. Sofia yang membuat jadwalnya. Agar murid-muridnya tidak kelelahan jika esoknya masih sekolah. Orangtua dari mereka sudah mempercayai Sofia bukan hanya sebagai guru. Tetapi sebagai teman cerita.Sampai akhirnya Sofia terkapar kelelahan di sofa. Muridnya, Monica, belum dijemput oleh ibunya yang biasa mengantarnya.I've called my mom, she said she will be here at eight.Don't worry, Sweetheart, she's gonna be here at eight o'clock, all right? Sofia mencoba menenangkannya. Karena sekarang sudah lebih dari jam delapan. Dan jika anak kecil berambut pirang itu belum dijemput, Sofia tidak tahu harus berbuat apa.Untung saja tak lama kemudian ibu Monica datang dan meminta maaf karena terlambat menjemputnya. Di luar sana macet sekali, begitu alasannya. Sofia bisa menghela nafas lega. Itu artinya Monica bisa pulang dengan selamat.Sofia hendak menutup pintu ketika Monica dan ibunya pergi. Tetapi ada yang menahannya. Dari sudut matanya, ia melihat sosok lelaki berdiri di depan halaman rumahnya.Ia tidak perlu menghampiri lelaki itu. Tidak perlu memastikan siapa. Lelaki itu adalah lelaki terindah dalam hidupnya. Di masa lalu.Ketika lelaki itu berjalan mendekatinya, Sofia cepat-cepat menutup pintu. Menguncinya.Bik Ira yang sedang menyiapkan makan malam di meja makan terkejut melihat Sofia berlari-lari seperti dikejar setan ke kamarnya. Bik Ira mengetuk kamarnya dengan hati-hati. Begitu diizinkan Sofia masuk, Bik Ira bertanya ada apa. Sofia menggeleng dan meminta Bik Ira meninggalkannya untuk sendiri.~Sepasang mata sipit menatap Sofia dengan terkejut. Alano datang ke rumahmu? Untuk apa? Philip tidak menutupi rasa penasarannya setelah mendengar cerita Sofia. Baru kali ini Sofia bercerita pada Philip.Sofia mengangguk. Setelah mendengarkan Philip bermain piano, Sofia bercerita pada lelaki itu. Sekarang tidak ada yang bisa dijadikan teman curhat. Adrian tengah sibuk dengan pekerjaannya sebagai arsitek. Dan Ario..... Sofia tidak tahu di mana lelaki itu. Sudah berkali-kali Sofia mengirimkannya email tetapi tidak ada balasan sama sekali.Perempuan itu juga tidak ingin membebani pikiran orangtuanya meskipun ia tahu Bunda bisa membantunya. Sekarang orang yang benar-benar available dan bisa dipercaya hanya Philip.Aku tidak tahu harus berbuat apa, Philip. Terus terang aku takut padanya.Kamu ingin aku menginap di sini sampai keadaan benar-benar aman, Sofia?Sekarang Sofia yang menatap Philip tidak percaya. Dan melihat mata Philip yang sipit itu, Sofia percaya, di sana ada ketulusan. Tidak perlu, Philip. Aku tidak mau merepotkanmu.Aku bisa tidur di mana saja kok, sergah Philip cepat. Di luar kalau perlu. Yang penting kamu aman.Phil! Jangan anggap serius. Dia kan mantan kekasihku. Sudahlah, jangan hiraukan perasaanku. Sofia memaksa untuk tertawa.Aku benar-benar khawatir, Sofia. Bagaimana bisa kamu sok naif seperti ini sih?Karena aku memang tidak takut, Philip, Sofia menegaskan. Aku hanya penasaran mengapa tadi malam ia datang ke sini.Mengapa kamu tidak membiarkannya masuk dan bertanya baik-baik apa maksud kedatangannya?Sofia menunduk. Karena setiap melihat wajahnya, flashback itu datang tanpa diundang.Aku tidak ingin mengingatnya lagi. Itu membuatku sakit kepala.Sore itu Philip mengajak Sofia jalan-jalan dengan motor gedenya. Sofia sedikit ragu. Terakhir ia naik motor ketika SMA. Ketika sopirnya tidak bisa menjemputnya dan ia terpaksa naik ojek.Philip mengangkat tangan kanannya. You can trust me, Mrs. Sofia. Philip berjanji dengan wajah yang meyakinkan. Yang membuat Sofia tanpa berpikir dua kali duduk di belakang lelaki itu.Tak terasa motor Philip berhenti di parkiran sebuah kafe. Sebelum turun, Philip dapat merasakan deru nafas Sofia yang menembus ke kulitnya. Philip lupa memakai jaket. Ia hanya memakai kaos tipis. Rupanya Sofia tertidur dari tadi.Hati-hati Philip turun dari motornya sambil menopang tangan Sofia. Pelan-pelan ia membangunkan Sofia. Perempuan itu membuka matanya dan turun dari motor.Kamu suka kopi, Sofia?Aku tidak ingat kapan terakhir aku minum kopi, Philip, jawabnya sambil menggeleng. Selama berpacaran dengan Alano, ia lebih menghabiskan minum wine dengan lelaki itu ketimbang pergi ke sebuah kafe.Philip meraih tangan Sofia. Bagi Sofia, genggaman tangan Philip hanya bentuk perhatian sebagai teman saja. Tetapi tidak bagi Philip. Sudah lama lelaki itu menyimpan perasaan kepada gurunya entah sejak kapan. Yang jelas, setiap bersama Sofia, ia merasa hidup kembali.Mereka duduk di luar. Pelayan menghampiri mereka, memberikan daftar menu. Sofia ingin memesan blackstone eggs namun diurungkan niatnya ketika melihat keterangan di daftar menu itu, bacon and roasted tomato. Tiba-tiba kalimat Ario di Monaco terngiang di telinganya.Tuhan punya jalan yang lebih baik untukmu, Sofia. Kita tidak bisa hanya memuji Tuhan ketika Ia berpihak padamu. Kamu mau berjanji padaku untuk kembali ke jalan yang benar?Akhirnya Sofia memutuskan untuk memesan eggs Normandy with smoked salmon dan espresso. Philip mengernyitkan dahinya. Itu menu kesukaanku. I order the same as her, katanya pada pelayan.Pelayan itu pergi setelah mencatat menu pelanggannya.Sofia tersenyum tipis dan berterima kasih pada Philip telah mengajaknya keluar. Sudah lama Sofia tidak makan di luar. Saat bersama Alano, ia lebih suka makan malam di rumah dan ia sendiri yang memasaknya. Ia hanya pergi keluar untuk minum wine bersama lelaki itu.Kapan-kapan aku ingin makan di rumahmu, Sofia, kata Philip seolah tahu apa yang dipikirkan Sofia. Kata Bik Ira, kamu pandai memasak.Ah, tidak juga. Aku hanya memasak makanan rumah. Seperti spaghetti, nasi goreng, hm sebenarnya lebih suka masakan Indonesia. Gudeg. Rendang. Dulu Alano suka sekali rendang.Kamu masih ingat padanya rupanya.Ya, karena sebenarnya rendang buatanku tidak terlalu enak. Tetapi ia selalu pura-pura menikmati. Setelah mengucapkan itu, Sofia menyesal. Ia jadi teringat dengan masa lalunya. Betapa manisnya masa lalunya bersama Alano.Philip menggenggam tangan Sofia. Ah, Sofia. Maafkan aku telah membuatmu sedih lagi. Padahal plan-ku hari ini adalah untuk membuatmu bahagia.Terima kasih, Philip. Kamu terlalu baik. Bagaimana bisa lelaki sepertimu masih single? Cewek bule tidak suka dengan cowok Asia sepertiku. Aku pengangguran. Aku trouble-maker di rumah. Karena itu tak heran kalau aku masih sendiri.Mereka membicarakan apa saja. Sofia menceritakan liburannya di Monaco, tetapi tidak menceritakan tentang Ario. Naluri kewanitaannya membisikan, Philip menaruh hati padanya. Sementara Philip menceritakan kegundahannya selama Sofia pergi. Betapa tersiksanya ia tak bermain piano selama dua minggu.Sofia merasa bersalah. Bagaimanapun ia pernah merasakan rindu pada seseorang dan orang itu tak ada di saat ia begitu sangat menginginkannya. Sama seperti Philip. Piano dan Sofia adalah hidupnya. Setahun terakhir ini ia lebih banyak menghabiskan waktu di rumah Sofia untuk bermain piano. Dan tidak mudah baginya ketika Sofia pergi.Pelayan menaruh pesanan mereka di meja. Setelah mengucapkan terima kasih, Sofia memulai makan eggs Normandy with smoked salmon-nya.Setelah makan di kafe restoran itu, Philip ingin mengajak Sofia jalan-jalan ke Times Square. Tetapi Sofia menggeleng. Kamu tidak perlu menemaniku belanja, Phil. Jika kamu ingin membuatku bahagia, kamu bisa main piano di rumahku. Itu sudah membuatku bahagia.Philip tidak menolak. Jika itu membuat Sofia bahagia, Philip rela melakukan apa saja.**Perempuan itu terjaga dari tidurnya ketika seseorang menyibak tirai jendelanya. Sinar matahari menembus jendela dan membuat Sofia silau. Segera ia terbanun dan melihat jam di nakas.Oh, sudah pukul sembilan. Tidak heran ia bisa bangun sesiang itu. Tadi malam setelah Philip memainkan lagu Ballade Pour Adeline, mereka menonton film komedi romantis di ruang tengah. Philip pulang pukul sepuluh malam. Dan sampai pukul tiga pagi Sofia tidak bisa tidur. Ia menghabiskan waktunya membaca novel di kamar.Bik Ira memberitahunya sarapan sudah siap. Sofia mengangguk dan bilang akan turun dua puluh menit lagi setelah mandi.Hari itu hari Minggu. Sofia tidak mengajar hari ini. Setiap hari Minggu ia memiliki kebiasaan. Bermain piano sampai sore dan belajar memasak dengan Bik Ira.Usai sarapan, Sofiabermain piano. Tetapi belum sampai lima menit ia bermain, pintu rumahnya diketuk. Ia membuka pintu itu dan terkejut siapa yang berdiri tegak di depannya.Ario.Ario?Betulkah yang ada di depannya ini Ario?Melihat kebingungan yang ada di mata Sofia, Ario tersenyum.Ario...Halo, Sofia, sapa Ario santai. Boleh aku masuk?Tanpa izin dari Sofia lelaki itu masuk ke rumah perempuan itu. Sofia tak berhenti menatapnya. Ario duduk di sofa ruang depan dan menyilangkan kakinya.Sofia duduk di kursi piano dengan bingung.Iyo, kamu sedang apa di sini?Membuktikan kata-kataku, Sofia. Tidak susah memesan tiket ke New York dan bertanya pada Adrian alamat rumahmu. Kamu terlalu lama membalas email-ku.Aku sedang sibuk hari itu, Iyo. Kamu tidak perlu repot-repot ke sini. Aku sudah membalas email-mu.Terlambat. Aku keburu ke sini.Sofia tidak tahu setan macam apa yang merasuki tubuh Ario. Lelaki itu terlihat sangat santai dekat dengannya. Seolah mereka sudah mengenal lama.Adrian tahu kamu ke sini? Sofia mencoba mengalihkan pembicaraan.Nope. Dia sedang sibuk mengerjakan proyek di Paris.Lalu kamu datang ke sini hanya untuk menemuiku? Sofia mendesah bersalah. Kamu tidak perlu melakukan ini, Yo. Tunggu sebentar, kamu ingin minum?Tidak usah, terima kasih. Sebenarnya aku memang ingin bertemu denganmu, tapi ada alasan yang lebih penting lagi. Ayahku sedang sakit.Ayah?Ario mengangguk. Ia menjelaskan bahwa orangtuanya tinggal di New York dan baru kemarin Ario ditelepon oleh ibunya ayahnya mengalami gagal gagaldan sekarang terbaring kaku di New York Hospital Queens.Dari kecil Ario tinggal dengan neneknya yang kesepian di Prancis. Ia hanya mengunjungi keluarganya di New York saat Lebaran Idul Fitri. Tetapi walau jarang bertemu dengan ayahnya, Ario sangat menyayanginya. Baginya ayahnya adalah sosok pahlawan. Terpukul sekali ketika ia mendengar Ayah masuk rumah sakit.Selama ini Ario tidak tahu ayahnya mengidap kanker otak. Ibunya selalu menyembunyikannya dari Ario. Takut mengganggu pikiran dan studi Ario di Paris.Sofia prihatin mendengar cerita Ario. Ia bersyukur ayahnya masih sehat meski umurnya sudah berkepala lima. Aku turut sedih, Iyo. Kamu sudah menjenguknya?Sudah, Sofia, ia sedang tidur tadi. Aku akan ke sana lagi habis ini. Kamu ingin menemaniku?He?Iya, aku akan mengenalkanmu pada orangtuaku. Mereka sudah mengenal Adrian. Tidak apa-apa kan?Buat apa, Iyo? Aku bukan siapa-siapa.Kamu temanku.Sesaat Sofia menatap Ario. Kamu temanku. Ya, lelaki itu memang menganggapnya sebagai teman. Ah, sudahlah. Sofia harus membuang pikiran itu jauh-jauh. Ario tidak mungkin suka padanya.Lagipula perasaannya pada Alano sama sekali belum pudar walau ia tahu ia tidak akan bisa memiliki lelaki Spanyol itu.Akhirnya Sofia mengangguk. Ia meminta Ario untuk menunggunya untuk berpakaian. Sofia ingin orangtua Ario mendapat kesan baik darinya.Sofia tertegun ketika melihat mobil yang terparkir di depan rumahnya melalui jendela kamarnya.Mobil sport Bentley? Sofia berdoa dalam hati semoga saja itu bukan mobil milik Ario. Karena jika itu mobil Ario, Sofia akan semakin minder dekat dengannya. Sudah tampan, pintar, kaya pula. Apa lagi yang kurang dari lelaki itu?Sofia menggeleng. Setelah berpakaian rapi, ia berjalan ke ruang depan. Di sana Ario tengah merokok dekat pintu.Melihat Sofia, Ario berhenti menghisap rokoknya dan menginjaknya. Lalu dilemparnya puntung rokok keluar sana.Tanpa bertanya lelaki itu merengkuh Sofia keluar. Begitu Bik Ira mengunci pintu, lelaki itu membawa Sofia ke mobilnya.Dan benar saja. Mobil Bentley itu milik Ario.Sofia menelan ludah. Ia masuk ke mobil ketika Ario membukakan pintu untuknya. Lalu Ario masuk melalui pintu sebelah kanan.You're rich, kata Sofia dengan nada terkejut. Adrian never told me this before.No, I'm not. Ario mulai mengemudi. This is the one of my dad's collections. Biasalah, ayahku itu hedon. Dan tidak ada salahnya kan memakai mobilnya sesekali.Sofia tidak harus mengatakan apa. Menyesal sekali mengapa ia memilih jurusan musik. Mengapa tidak mengambil bisnis, perminyakan, atau apapun yang dapat menandingi Ario.Siapalah dia sekarang. Hanya guru piano yang terkadang masih dikirimkan uang oleh orangtuanya. Kalau dulu ia tahu akan bertemu dengan lelaki sesempurna ini, Sofia akan belajar dengan benar dan berusaha menjadi wanita karir.Ario tidak nyaman dengan suasana di mobilnya. Sofia diam saja di setengah perjalanan.Are you okay, Sofia?Ario melambai di depan wajah Sofia ketika tidak mendengar jawaban.He? Sofia tersadar dari pikirannya. Maaf, aku sedang tidak fokus. Kenapa, Ario?Kamu tidak apa-apa, Sofia? Mengapa dari tadi diam?Sofia menggeleng. Aku hanya tidak tahu harus membicarakan apa. Kamu berbeda dari dugaanku, Yo.Aku sama saja seperti saat kita saling berkenalan. Kamu tidak nyaman dengan mobilku? Kita bisa memakai taksi atau bus jika kamu tidak nyaman, Sofia.Maaf, Ario, aku pasti membingungkanmu. Tidak, aku tidak apa-apa. Lama-lama aku akan kebiasaan, kan?Ario tersenyum, menggeleng. Ia menggenggam tangan Sofia dengan tangan kanannya. Tidak, Sofia. Aku juga tidak nyaman dengan harta yang diberikan orangtuaku. Karena itu aku tinggal dengan nenekku di Paris. Kamu tidak perlu khawatir.Aku hanya risih, Ario. Maaf, ini semua terasa weird.Kamu blak-blakan sekali sih, Sofia.Ario menepikan mobilnya ke kiri, memarkirknya di parkiran jalan. Ia turun dan membukakan pintu untuk Sofia. Dibawanya perempuan itu ke halte terdekat.Selama lengan kanannya ditarik oleh lelaki itu, Sofia tak berhenti menatapnya. Ada perasaan kagum di hatinya. Bagaimana tidak? Ario langsung turun dari mobilnya dan membuktikan kata-katanya. Dan itu untuk membuat Sofia nyaman!Seriously, you don't have to do this, kata Sofia ketika mereka sudah sama-sama di halte dan Ario melepaskan genggamannya. Aku minta maaf, Ario.Sofia, stop it. Haruskah aku membawa buku catatan untuk mencatat berapa kali kamu mengucapkan maaf? Lelaki itu mulai jengkel. Ketika dilihatnya Sofia menunduk, Ario menyentuh wajah perempuan itu dengan kedua tangannya. Kamu tahu, kamu itu perempuan pertama yang aku kenalkan pada orangtuaku. Aku tidak ingin kamu merasa aneh dekat denganku, Sofia.eKedatangan Sofia disambut baik oleh ibu Ario, Bu Salina. Meski ayah Ario sedang tidak banyak bicara, ia tak berhenti tersenyum ketika Sofia ikut menjenguknya. Bu Salina sangat mengagumi Sofia. Sepertinya perempuan itu baik dan wajahnya manis sekali. Cocok dengan putranya.Ario ini dulu punya alergi terhadap perempuan, kata Bu Salina ketika mereka sedang duduk bersebelahan di lorong rumah sakit. Ayah Ario meminta untuk bicara berdua saja dengan putranya. Setiap dekat dengan perempuan, ia langsung berkeringat berlebihan. Bu Salina tertawa mengingat itu.Sofia tersenyum tipis. Sekarang pasti ia diidola-idolakan semua perempuan, Tante. Ia orang yang sangat baik.Terima kasih, Sofia, untuk memuji anak saya dan vila yang kamu tumpangi untuk anak saya. Tante sudah tahu semuanya. Tante dengar dari Ario, kamu dan Ario bertemu di Monaco. Saya sama sekali tidak menyangka kalian akan dekat secepat ini.Saya juga tidak menduganya, Tante. Itu semua seperti takdir. Ario datang di saat saya sedang jatuh.Ya, saya sudah mendengar tentangmu, Sofia. Maaf, saya tidak bermaksud lancang. Saya tahu dari kakakmu.Ya, apa lagi yang belum diceritakan kakaknya? Adrian selalu begitu. Menceritakan kisah hidupnya ke orang-orang. Seolah adiknya itu adalah selebriti yang selalu menjadi buah bibir di mana-mana.Ponsel Sofia berbunyi. Seakan mengerti, Bu Salina meninggalkannya dengan alasan ingin ke toilet. Sofia mengangkat teleponnya. Yes, I am Sofia.... What? Today at five o'clock? Okay, I'll be there... See you, Phil.Tak sadar Ario duduk di sebelahnya dan bergumam, Phil? Alis kirinya terangkat. Siapa itu Phil?Sofia tersenyum, mengerti kecemburuan yang dirasakan Ario. Bagaimanapun kan Sofia seorang perempuan.Dia adalah muridku, Yo. Tadi ia meneleponku, mengingatkanku harus ke gedung konser.Oh ya, aku hampir lupa kamu akan mengadakan konser. Sekarang aku yang risih padamu.Kenapa?Aku bertatap muka dengan pianis muda berbakat sepertimu. Sebelum ke rumahmu, aku sudah melihat lembaran iklan tentang konsermu. Ternyata kamu terkenal.Tidak, hanya beberapa orang saja yang mengenalku. Dulu orangtua Alano yang membantuku. Orangtua Alano sangat menyukai musik, ayahnya dulu seorang pianis. Ia yang mengenalkanku dengan pianis-pianis di kota ini.Oh, KKN kau rupanya. Ario nyengir.Enak saja. Ya, sebenarnya iya juga sih. Tetapi aku membuktikannya dengan kemampuanku bermain piano.Sayang sekali kamu berpisah dengan Alano. Jika tidak, konsermu pasti akan dipromosikan besar-besaran oleh ayah Alano.Ya, Sofia menunduk sedih, lalu beberapa detik kemudian ia mengangkat mukanya dan tersenyum. Tidak. Di depan sahabatku ini, aku akan berusaha menjadi perempuan yang tegar dan soal konserku, aku percaya anak-anak didikku tidak akan mengecewakan penonton.Well, aku suka padamu. Kamu bukan tipe orang yang bergantung pada pasanganmu.Hm, tidak juga. Sampai sekarang aku merasa bergantung pada Alano. Aku masih suka teringat kenanganku dengannya. Tetapi sudahlah, dia tidak akan kembali, kan? Sofia tersenyum masam.Mau berjanji sesuatu padaku?Apa?Jangan ingat-ingat dia lagi, Sofia. Memang sulit awalnya, tetapi lambat-laun kamu akan melupakannya. Mengapa aku harus menepatinya? Aku sudah nyaman berkhayal tentang dirinya. By the way... Sofia bangkit dari duduknya. Aku harus ke gedung, mempersiapkan konserku. Kalau kamu mau nonton, kamu bisa mendapatkan tiketnya dariku. Gratis.Aku tidak biasa menerima yang gratisan, sahut Ario dengan wajah sok. Aku ingin mengajak seorang perempuan. Aku pesan dua tiket.Wow, boleh aku tahu siapa perempuan itu?Dan jawaban Ario membuat Sofia kaget.Kamu.Aku? Sofia tertawa. Aku kan akan tampil dan berdiri di belakang panggung. Tidak mungkin, Ario.Ario berdiri dan merengkuh Sofia. Kalau begitu biarkan aku mengantarkan kamu ke gedung konsermu. Kali ini kita naik taksi. Dan aku tidak mau dibantah, Sofia.   Ario sangat menyukai atmosfer gedung konser itu ketika ia duduk di kursi penonton. Di sana sudah ada murid-murid Sofia yang sedang berlatih dan petugas-petugas yang mengurusi konser itu. Sementara di dekat stage Sofia sibuk mengurusi ini-itu dari konsep panggung,lighting, sound system, dan MC. Untung saja ia memilikiAlanza, adik Alano yang sebaya dengannya, sebagai event organizer.Putusnya hubungan Sofia dengan Alano tidak mengganggu hubungan perempuan itu dengan keluarga Alano. Adik Alano cukup profesional. Ia sudah menyukai Sofia sejak perempuan itu menjadi kekasih abangnya. Karena itu ia sangat menyesal Sofia tidak bisa menjadi kakak iparnya.Di mata keluarga Alano, Sofia adalah perempuan yang cantik, pekerja keras, dan pianis hebat. Selain itu perempuan itu dapat mencairkan hati Alano yang dingin. Alano tipe lelaki yang lebih menghabiskan waktunya di rumah sakit bersama pasien daripada dengan kekasih.Mata Alanza yang berwarna cokelat pekat mengingatkan Sofia kepada Alano. Sofia menghela nafas panjang.Aku rasa kamu sudah suka dengan konsep panggung dan semuanya, Sofia. Kita tinggal tunggu hari H, kata Alanza setelah berdiskusi dengan Sofia.Sofia mengucapkan terima kasih kepada Alanza. Alanza pamit padanya untuk mengecek keadaan gedung itu. Begitu Sofia membalikan tubuhnya untuk menatap panggung, Philip sudah berdiri tegak di depannya.Phil! Kamu mengagetkanku, tahu?Who's that guy? tanya lelaki oriental itu sambil menunjuk Ario. Is that your new boyfriend?Are you jealous or what? Sofia balik bertanya.Apa susahnya menjawab pertanyaanku, Sofia?Dia adalah teman kakakku, Philip, jawab Sofia lembut. What's the matter with you? Kamu kok seperti tidak biasanya?Tidak, tidak apa-apa. Hanya penasaran saja. Philip tersenyum. Sayang sekali aku sudah bermain. Padahal aku ingin mempersembahkan sebuah lagu untukmu di panggung ini.Kamu sudah menunjukkan kemampuanmu hampir setiap hari, Phil.Saat itu lagu Minuet mengalun. Sofia dan Philip menoleh ke panggung. Melihat muridnya bermain dengan baik, Sofia merasa senang sekali. Ia bahkan hampir menangis. Tidak menyangka ia telah mengajar muridnya dengan baik.Muridnya yang sedang bermain itu berusia sepuluh tahun. Mengingatkan Sofia ketika pertama kali ia tampil di depan orang-orang, memainkan lagu Minuet juga. Saat itu ayah Sofia sendiri yang mengajarkannya dan mendaftarkannya ke lomba bermain piano se-Jakarta. Meski tidak menang, tetapi itu memiliki makna tersendiri untuk Sofia.Sofia sedih sekali ketika lagu itu berakhir. Ia ingin terus menikmati lagu itu semalaman. Philip membisikinya, Your turn.Menurut rencana, Sofia akan tampil sebagai pembuka. Sambil berdoa Sofia naik ke atas panggung. Walaupun hanya latihan, ia harus memberikan yang terbaik kepada orang-orang. Terutama Ario.Mata Sofia bertemu dengan mata Ario ketika ia duduk di kursi piano. Jemari-jemarinya mulai menyentuh tuts. Dan...here she goes.Ia menyuguhkan lagu ciptaannya sendiri. Berjudul A Reason. Lagu itu ia buat saat masih bersama Alano. Ia terinspirasi bagaimana ia bisa berpacaran dengan dr. Alano. Hanya satu alasan: ia mencintai lelaki itu.Dari kejauhan, Ario sangat menikmati permainan Sofia. Ia tidak pernah mendengar lagu itu sebelumnya. Klasik dan enak didengar. Lelaki itu mencoba menebak-nebak judul lagu itu. Bahkan ia menggunakan aplikasi di ponselnya yang bisa mengidentifikasi lagu. Tetapi tidak ada hasilnya sama sekali.Begitu selesai, Sofia menghampiri Ario dan duduk di sebelah lelaki itu. Hari sudah malam. Murid-murid Sofia pulang, termasuk Philip. Tinggal dirinya dan Ario yang berada di gedung itu.Siapa lelaki itu, Sofia?Lelaki siapa?Lelaki itu. Yang tadi bicara denganmu sebelum kamu naik ke atas panggung. Dia pengganti Alano, ya?Nada suara Ario tidak enak didengar. Tetapi entah mengapa Sofia senang mendengarnya.Dia Philip, Yo. Yang tadi aku ceritakan. Aku memang dekat dengannya. Kemarin saja ia mengajakku makan.Makan? Kok dia berani sekali mengajak kamu makan?Lho dia kan temanku? Tidak apa-apa kan seorang teman mengajak makan? Apa salahnya?Aku tidak suka kamu dekat dengannya, Sofia.Kamu... cemburu?Tentu saja tidak. Ario mengalihkan mukanya ke arah lain. Tidak ingin Sofia melihat kekesalan di wajahnya. Kenapa aku harus cemburu? Aku hanya tidak ingin kamu ditinggal seperti dulu. Mukamu jelek tahu kalau sedih.Ya, terserah kamu saja. Sofia cemberut mendengar kalimat Ario barusan. Sejelek itukah dirinya?Ario tersenyum, lengannya merangkul Sofia. Aku bercanda. Gimana kalau kita minum saja? Kata Adrian kamu suka sekali minum wine.Sudah tidak lagi. Entahlah, setiap aku minum wine, aku selalu ingat pada Alano.Sekarang wine tidak akan mengingatkanmu kepadanya lagi. Ario bangkit dari duduknya, lalu mengulurkan tangannya. Kita ke Bar Veloce.Sofia menyipitkan matanya, berpikir sejenak. Bar Veloce? Bersama Ario? Sofia tidak bisa membayangkan. Ia perempuan yang beruntung malam ini. Perempuan itu tersenyum dan menerima uluran tangan lelaki itu.Mereka ke Bar Veloce menggunakan bus. Rupanya Ario sudah expert berada di New York. Ia tahu jalan meskipun tidak memakai mobil.Selama di bus mereka saling bercerita. Ario mengaku sebenarnya saat ia kuliah ia sering ke New York tanpa sepengetahuan orangtuanya. Dulu ia memiliki kekasih asli orang Amerika. Kekasihnya adalah anak dari teman ayahnya. Mereka menjalin hubungan selama dua tahun sebelum kekasihnya mengaku memiliki hubungan dengan pria lain. Ario sangat patah hati. Itu cinta pertamanya. Sejak itu ia menutup hatinya dan sulit untuk jatuh cinta.Sofia menggenggam tangan lelaki itu dengan erat. Seolah ingin memberi kekuatan pada lelaki itu. Ario merasa terhibur walaupunSofia lebih banyak mendengarkan daripada bicara.Mereka turun dari bus dan berjalan ke Bar Veloce. Bar itu sudah dipenuhi dari berbagai kalangan. Dari yang muda sampai yang tua. Lagu berjenis jazz mengalun saat mereka datang. Ario mengajak Sofia duduk di bar.Refosco for two, kata Ario pada bartender yang ada di depannya. Ia tidak perlu melihat menu. Memberi kesan ia sering ke bar itu.Bartender itu mengangguk. Sofia menatapnya dengan heran. Adrian yang memberitahu aku suka red wine, Yo?Sebenarnya aku hanya menebak. Aku tidak tahu kamu suka Refosco juga.Aku masih bingung mengapa kamu masih single, Yo. Apa dulu kamu sakit sekali ketika ditinggalkan perempuan itu?Tidak sesakit kamu. Aku tidak ditinggalkan H min lima sebelum nikah. Ario tersenyum masam. Bagaimana kehidupanmu sekarang?Jauh lebih baik setelah berlibur denganmu di Monaco, ujar Sofia terus terang. Aku tidak tahu bagaimana cara membalas kebaikanmu, Yo. Kamu terlalu baik.Kamu bisa membalasnya dengan menyingkirkan pikiranmu tentang aku. Tentang orangtuaku yang kaya. Aku ingin kamu senang dekat denganku, Sofia.Sofia menatap lelaki itu tidak percaya. Seandainya saja Ario tidak sebaik ini, tidak sesempurna ini, ia ingin sekali jadi kekasih lelaki ini.Sejak itu mereka ke Bar Veloce dua hari sekali. Tidak minum wine melulu. Tidak sehat, kata Ario. Sofia tidak memusingkan hal itu. Asalkan setiap malam ia habiskan bersama Ario, dimanapun itu, ia bersyukur. Masih bisa dekat dengan lelaki baik itu.Mereka dekat sekali sampai lelaki Spanyol itu datang kepadanya. **  Hai terima kasih yang sudah baca! Mohon di-unlock untuk baca cerita ini secara lengkap di PDF yang tersedia di link google drive.
Komentar dinonaktifkan
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan