[PDF] Ex-Husband dan Sekuel #Completed

9
0
Terkunci
Deskripsi

"Aku tidak percaya dia anakku. Kita selalu menggunakan protection, Kayla! Tidak mungkin kamu bisa hamil.... Tidak mungkin anak yang kamu kandung itu anakku!"
"Dengar, Ando, aku tahu kamu belum siap. Aku juga belum siap. Tapi anak ini datang, anak ini anugrah buat kita... Kita bisa menghadapinya sama-sama, Ando," kata Kayla berusaha meyakinkan suaminya. Didekatinya suaminya. "Ando, aku senang sekali punya kesempatan untuk menjadi ibu dari anakmu. Kita bisa melalui ini, oke?"
"Tidak, Kayla, kita masih...

1 file untuk di-download

Dukung suporter dengan membuka akses karya

Pilih Tipe Dukunganmu

Karya
1 konten
Akses seumur hidup
400
Sudah mendukung? Login untuk mengakses
Selanjutnya That Must Have Been Love #Completed
0
0
Cinta tidak ada dalam perjanjian kita.Tapi kan tidak melanggar kalau kamu cinta sama aku, dumalmu, cemberut.Carilah pria lain. Kamu kan masih muda. Aku yakin, banyak pria yang lebih baik, yang lebih matang, yang bisa cinta sama kamu.Benar? Kedua matamu melebar. Aku boleh, mencari pria lain?Ya.... Pria itu kikuk. Dia menggaruk-garuk bagian belakang kepalanya. Kalau kamu mau, tapi kamu harus ingat loh, kamu harus punya anak dulu. Dua, lagi.Yang Lusi minta dari suaminya hanya cinta, sayangnya hal itu sulit diberikan Raisaka mengingat Raisaka mencintai kekasihnya, Amira.-Status cerita: completed-Jumlah halaman PDF: 188 ** Dari ruang ganti Raisaka berjalan ke kamar. Pria itu sudah rapi dengan setelan jas dan celana hitam.Dia menatapmu yang duduk di tepi tempat tidur. Wajahmu menunjukkan keacuh tidak acuhan. Membuat pria itu menarik napas panjang.Lusi. Dia memanggilmu. Kenapa kamu belum siap? Sebentar lagi acara anniversary kita mulai!Kamu mengalihkan pandanganmu. Kamu enggan menatap suamimu.Raisaka tersinggung. Dia mendekatimu dan menarik dagumu dengan satu tangannya hingga kamu mendongak dan melihat pria itu.Apa-apaan kamu ini. Kalau aku tanya, kamu jawab, dong!Kamu masih saja malas untuk menyahutinya.Dia membentakmu, Lusi! Kamu dengar aku, kan?Iya aku dengar, gumammu.Ayo siap-siap. Jangan sampai buat tamu-tamu menunggu.Aku... aku tidak mau merayakan hari pernikahan kita.Apa maksudmu kamu tidak mau? tanya pria itu jengkel.Ya.... Untuk apa merayakan anniversary kalau itu hanya membuat orang lain sedih?Pria itu menarik napas kesal. Orang.. orang apa sih? Kamu nih bicara apa? Siapa yang kamu maksud orang lain ini?Kamu mendengus. Kamu sebutlah nama wanita yang berarti untuk suamimu. Amira.Ada apa dengan Amira? Kenapa kamu tiba-tiba bahas dia? sahut Raisaka bingung.Beberapa hari yang lalu, dia meneleponku.Dia bilang apa ke kamu? tanya pria itu cepat. Dia terlalu penasaran sampai dia duduk di sampingmu.Kamu kesulitan untuk menjelaskan, namun pelan-pelan kamu buka mulutmu dan kamu kasih tahu suamimu bahwa pacarnya, Dia bertanya kapan kita akan bercerai.Lusi, desah suamimu. Soal itu. Jangan dipikirkan dulu lah.Sontak kamu melotot padanya. Apa maksudmu? Bagaimana aku tidak memikirkannya? Aku ini... seperti ditagih utang! Padahal seharusnya kamu, yang tegas memberi jawaban pada pacarmu itu!Sudah cukup, potong Raisaka. Kamu tahu sendiri. Kita tidak bisa bercerai sebelum kamu kasih 2 anak ke aku.Bagaimana jika aku berubah pikiran?Apa maksudmu?Aku tidak ingin bercerai sekalipun aku kasih 2 anak ke kamu.Pria itu menunjukkan ketidaksenangannya. Hal itu tampak jelas di wajahnya. Kenapa tidak?Ya kenapa harus cerai? Kita kan bisa, saling cinta.Raisaka terdiam sejenak, lalu tiba-tiba dia tertawa. Tawanya pun terdengar seakan mencemoohmu. Itu tidak mungkin, Lusi, katanya dengan nada yang seolah-olah dia baru saja mendengar permintaan yang konyol.Kamu menatapnya. Terang kamu tersinggung dengan jawabannya. Kenapa? Kenapa itu tidak mungkin? Apa karena aku tidak secantik Amira?Bukan soal itu. Pria itu diam sejenak. Dia memandangmu dengan sorotan yang tidak kamu pahami. Lusi. Aku tidak pernah mencintaimu sejak awal. Kita kan tahu, pernikahan ini terjadi karena kesepakatan orangtua kita. Kamu juga bilang di awal tidak masalah kalau aku tidak cinta sama kamu, bahkan kamu terima aku berhubungan dengan Amira. Menurutku, aneh saja, jika sekarang aku berusaha untuk cinta sama kamu.Kenapa aneh? tanyamu heran. Kita suami-istri. Wajar suami-istri saling cinta.Itu dia. Siapa sih yang mau kita jadi suami-istri selain orangtua kita?Ya aku.Lusi.Apa?Siap-siap. Pria itu beringsut dari duduknya. Dan jangan bicarakan cinta lagi. Cinta tidak ada dalam perjanjian kita.Tapi kan tidak melanggar kalau kamu cinta sama aku, dumalmu, cemberut.Carilah pria lain. Kamu kan masih muda. Aku yakin, banyak pria yang lebih baik, yang lebih matang, yang bisa cinta sama kamu.Benar? Kedua matamu melebar. Aku boleh, mencari pria lain?Ya.... Pria itu kikuk. Dia menggaruk-garuk bagian belakang kepalanya. Kalau kamu mau, tapi kamu harus ingat loh, kamu harus punya anak dulu. Dua, lagi.Dalam perjanjian aku tidak harus melahirkan anak kamu.Lusi. Ekspresi Raisaka berubah lebih serius. Dia menatapmu dengan tajam. Aku tidak terima ada perzinahan dalam rumah tangga ini!Kenapa tidak? sahutmu menantang. Selama ini aku tidak melarangmu gituan sama Amira.Lusi! Tuduhanmu keterlaluan!Apa kamu tidak pernah ngapa-ngapain sama dia?Bukan urusan kamu!Ish! Gitu saja marah!Lusi.Kamu memandang pria itu datar. Kamu tidak tertarik lagi bicara dengannya. Apa? sahutmu.Aku dan Amira tidak pernah ngapa-ngapain. Setidaknya setelah kita nikah, aku tidak pernah tidur lagi sama dia.Berarti sebelumnya pernah?Ya. Kamu tidak berpikir aku kolot seperti kamu, kan? Maksudku, aku ingat saat malam pertama kamu masih pera...Kamu sela pria itu. Sana, sana! Aku tidak mau dengar pengakuan pria nakal sepertimu!**Kamu hela napas panjang-panjang. Kamu pandangi dirimu di depan kaca.Kamu sudah rapi. Rambutmu diikat ke atas hingga menunjukkan lehermu yang jenjang. Tubuhmu yang dibalut dress berwarna krem ketat menunjukkan lekuk tubuhmu yang bak gitar spanyol.Sebenarnya kamu tidak terlalu percaya diri. Entah apa yang membuatmu begitu. Dengan gaun yang terbuka di bagian bahumu dan menonjolkan dua dad*mu yang bak mencuat keluar, kamu merasa tidak pantas.Raisaka tidak pernah mengomentari cara berpakaianmu. Pria itu cenderung dingin bahkan tidak memberi kesan peduli. Tapi malam ini, malam di mana kalian merayakan hari anniversary kalian, kamu penasaran, apa yang pria itu pikirkan tentang penampilanmu.Dari pantulan kaca, kamu melihat Raisaka muncul di belakangmu. Kamu membalikkan tubuhmu untuk menghadap pria itu.Raisaka tertegun memandangmu. Pria itu menggigit bibirnya. Untuk sesaat pria itu diam saja. Tak ada kata yang keluar dari mulutnya. Hal itu membuatmu gugup.Kamu cantik, gumamnya disertai decakan kagum. Tamu-tamu pasti akan memuji penampilanmu malam ini.Kamu tersenyum kecil. Meski kamu tidak yakin apakah pria itu memang berpikir kamu cantik. Terima kasih, katamu sekenanya, lalu pertanyaan itu melecut saja di kepalamu. Kamu sampaikanlah padanya, Kira-kira nanti ada tidak ya pria lajang yang tertarik padaku?Raut wajah Raisaka seketika berubah. Kamu nih bicara apa, gumamnya marah.Ya aku penasaran saja ada tidak pria yang naksir aku. Kan kita tidak tahu nih soal jodoh. Bisa saja kan aku bertemu jodohku malam ini.Lusi, tegur Raisaka tegas. Jangan ngomong yang tidak-tidak! Kamu ini masih istri aku, lhoYang bilang aku bukan istri kamu lagi siapa, jawabmu tak mau kalah.Ya kalau gitu kamu fokus saja ke aku dan rumah tangga ini! Jangan ke yang lain-lain!Ish! desismu. Aku saja tidak masalah kamu berhubungan dengan Amira. Kenapa kamu sewot?Kamu perhatikan rahang Raisaka yang mengeras. Kamu tahu betul menyebut nama Amira pasti memancing reaksi pria itu.Akhirnya, pria itu membuka mulut dan memperingatkanmu, Jangan bahas dia! Ini tuh lagi ngomongin kamu. Kamu nih. Ada tabiat mau genit-genitan sama pria lain!Santai saja, kali, Pak Raisaka, katamu.Kamu manggil aku apa?Pak Raisaka. Begitu kan orang-orang manggil kamu?Kamu nih kayak bukan istri aku! Tidak usah pakai 'Pak'!Terus apa?Hm.... Raisaka mempertimbangkan pertanyaanmu sejenak. Lalu dia menyahut, Mas.Kamu tergelak. Geli aku!Ya sudah kalau tidak mau. Panggil saja Raisaka seperti biasa! dumal pria itu.Raisaka.Apa?!Kamu kenapa begini? Cemburu ya? godamu.Kini Raisaka yang tertawa. Hah! Cemburu? Manalah mungkin aku cemburu! Cinta saja tidak padamu. Boro-boro cemburu!Cara pria itu bicara terkesan santai, tapi kamu tidak bisa menahan kenyerian yang mulai menjalari hatimu.Kesadaran bahwa pria itu tidak mencintaimu membuatmu terluka.Kalau begitu, kenapa kamu marah saat aku singgung pria lain? tanyamu, bersikap berusaha omongannya barusan tidak menyakiti hatimu.Di luar dugaanmu, Raisaka malah tidak bisa memberikan balasan atas pertanyaanmu. Pria itu cuma menatapmu dengan pandangan yang lagi-lagi tidak kamu mengerti.Beberapa waktu berlalu, kamu akhirnya memecahkan keheningan. Tak lupa kamu sertakan senyum untuk pria itu. Tidak usah khawatir, Raisaka, katamu tenang. Aku tidak akan genit dengan pria lain. Aku paham kok dengan tanggung jawabku untuk menepati janjiku.Lusi. Tangan pria itu terulur ke arahmu, seolah-olah dia ingin menyentuhmu, tetapi kemudian dia menariknya kembali. Kamu... jangan pikirkan Amira dan pria lain. Pikirkan saja.. aku. Ya?Perlahan kamu mengangguk. Kamu tarik tangan pria itu—membuat pria itu tersentak, lalu kamu bawa tangannya ke dalam genggamanmu.Sambil bergandengan tangan, kamu dan Raisaka keluar kamar, berjalan menuju ruang makan rumah kalian.Kamu tahu malam ini tidak akan mudah bagimu. Karena kamu harus memasang senyum di depan banyak orang. Menampilkan kebahagiaanmu sebagai istri yang tak diinginkan Raisaka.**Suasana ruang makan rumah kalian diramaikan dengan tawa dan obrolan tamu yang menikmati malam perayaan anniversary-mu dengan Raisaka. Ruangan itu dikelilingi bunga-bunga putih dan lilin yang menerangi meja panjang dengan hidangan mewah.Pesta itu dihadiri ibu Raisaka, ayah dan ibumu, dan rekan bisnis Raisaka serta beberapa karyawan perusahaan konstruksi milik keluarga suamimu.Raisaka berdiri di tengah ruang makan, mulai memberikan sambutannya. Dia mengucapkan terima kasih kepada semua tamu yang telah hadir, berharap mereka menikmati makanan dihidangkan dan musik jazz yang dialunkan oleh band yang khusus disewa malam itu.Kamu berdiri di sampingnya, ikut tersenyum dan memberikan dukungan.Begitu Raisaka selesai berbicara, salah satu tamunya, Christopher-seorang pemegang saham di perusahaannya-mendekat. Pria itu membawa gelas anggur di tangannya. Senyumnya lebar dan penuh percaya diri.Selamat atas anniversary kedua kalian, katanya sambil menjabat tangan suamimu dengan kuat. Kemudian matanya beralih ke arahmu, dan senyumnya melebar. Dan Nyonya Lusi, Anda benar-benar memukau malam ini. Jika Raisaka tidak lebih dulu menikahi Anda, pastilah saya mendekati Anda.Kamu merasa pipimu memanas mendengar kata-kata itu. Kamu mengulum senyummu dan mengucap, Ah, terima kasih, Pak Christopher, tapi pujian Anda ini... berlebihan. Kalian pun tertawa.Kecuali Raisaka.Pria itu menengahi dengan tenang. Sayang sekali ya, Christopher. Anda terlambat kenal sama istri saya. Raisaka merangkulmu dan mencengkram bahumu kuat.Tanpa memperpanjang percakapan, Raisaka membawamu menjauh dari kerumunan tamu.Kalian berdua berjalan masuk ke ruang kerja Raisaka. Begitu kalian berdua saja di sana, Raisaka menarik tangannya dari bahumu.Dia menatapmu tajam.Apa maksudmu tadi? tanyanya gusar.Kamu mengerutkan kening, bingung. Kamu ngomong apa?Mukamu. Merah. Tersipu! Kamu senang dipuji oleh investorku, desis Raisaka kesal. Kamu membuatku malu dengan sikapmu yang seperti itu. Murahan!Kamu tersentak mendengar hinaan pria itu. Jantungmu mulai berdegup cepat. Raisaka, aku cuma bersikap sopan, jelasmu.Omong kosong apa itu? tanggap Raisaka jengkel. Pikirmu aku ini tol*l?Tidak, Raisaka, bukan begitu maksudku...Dia memotong ucapanmu. Berhenti tersenyum seperti tadi! Tidak usahlah kamu menunjukkan keramahan berlebihan kepada pria lain!Sikapnya yang dingin dan ketus bukan hal yang baru bagimu, tapi seingatmu, baru kali ini suamimu marah di hari anniversary kalian.Kamu tarik napas panjang. Kamu sahuti dia, Jadi, kamu mau aku bersikap bagaimana? Dingin ke semua orang?Hanya pada laki-laki, kata Raisaka tegas.Tidak adil! keluhmu. Aku saja tidak protes kamu mau ganjen-ganjenan sama siapa pun!Lusi, aku tidak punya waktu untuk berdebat. Aku hanya tidak suka melihat kamu, istri aku, tersenyum seperti itu kepada pria lain, terutama kepada seseorang seperti Christopher.Kenapa?Suamimu melotot padamu. Ya kamu bisa lihat kan dia ganteng? Sudah gitu, kaya, lagi! Menurutmu kenapa aku marah?Hati-hati kamu tanyai dia, Kamu insecure?Tidak.Jawabannya membuatmu ragu. Masa sih dia tidak insecure?Atau mungkin cemburu?Tapi.... pria itu sudah menegaskan padamu, dia tidak mencintaimu! Tidak mungkin dia cemburu! Kalau pun dia marah sekarang, itu karena egonya saja yang terkoyak, ada pria yang ganteng dan kaya, tertarik padaku.Istri yang bahkan tidak pernah diindahkannya.Ya sudah. Ayo kembali ke pesta, katamu, membalikkan badanmu.Tanganmu ditahan olehnya. Kamu mendongak, menatap pria itu.Jangan tanggapi Christopher dan pria-pria lain yang mengajakmu bicara.Kamu mengangguk, lalu kamu tarik tanganmu dari tangan pria itu.Kalian kembali ke ruang makan. Kamu berusaha untuk menampilkan senyummu di depan semua tamu, meski kamu jauh dari kata bahagia.Berbeda dengan Raisaka, yang kamu yakin, baik-baik saja. Suamimu dengan santai berbicara dengan tamu-tamunya seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Tawanya pun ikut andil dalam meramaikan pesta itu.Kalau tidak ingat orangtuamu yang tersenyum ke arahmu, memberikanmu semangat, kamu ingin langsung berlalu ke kamar dan melupakan pesta.**Melihat orang-orang di sekitarmu yang tersenyum dan berbahagia atas hari anniversary-mu, mau tak mau membuatmu ikut tersenyum juga. Kamu tidak ingin merusak suasana jika kamu menunjukkan raut masam di depan banyak orang.Matamu turun ke piringmu. Di sana sudah ada nasi dan lauk, namun kamu masih belum tertarik untuk menyantap makan malam.Kamu mengangkat wajahmu, memperhatikan sekeliling. Kamu duduk di sebelah kanan Raisaka. Di seberang kalian ada ibu Raisaka, Mami Widya. Di sebelah Mami ada ibumu, Mama Karmila dengan ayahmu, Papa Johan, yang duduk di samping ibumu.Kamu yang belum menyentuh makanan, menarik perhatian ibu mertuamu. Kamu mendengar Mami menegurmu, Lusi, kenapa? Kok tidak dimakan? Padahal ini enak-enak lho!Oh iya, Mami, jawabmu kikuk. Ini baru mau makan.Kamu mendengar tarikan napas berat Raisaka. Pria itu membisikimu, Lekaslah makan, Lusi.Suara yang mengandung perintah itu tak bisa kamu bantah. Kamu mengangguk. Kamu suapkan sesendok nasi ke mulutmu.Lusi, apa kamu lagi menjaga berat badan? tanya Mama.Eh? sahutmu bingung.Ibumu melanjutkan ucapannya, Kamu tidak mau gemuk agar kamu lebih mudah untuk hamil. Mama pernah dengar, wanita gemuk itu susah hamil.Mendengar kata hamil membuatmu tersentak. Pipimu memanas. Ada rasa malu yang menggelitik hatimu.Bukan hanya anggota keluarga yang ada di ruang makan. Kamu tidak enak saja, topik kehamilan ini didengar oleh tamu-tamu yang lain. Bagaimana pun mereka tetap orang luar.Raisaka tiba-tiba tertawa kecil. Kamu tidak tahu apa maksud tawanya. Mungkin untuk mencairkan suasana. Atau untuk mencemooh. Mama, maaf, tapi Raisaka sendiri tidak terlalu percaya dengan hal itu. Maksudnya, ya mungkin ada penelitiannya, tapi Raisaka lebih percaya bahwa kalau sudah dipercaya sama Tuhan untuk dititipkan anak, ya akan dikasih. Tidak peduli mau gemuk atau kurus.Ucapan Raisaka sedikit menenangkanmu sekaligus membuatmu terkesima, sebab kamu tidak tahu bahwa Raisaka tipe orang yang ingat Tuhan. Pria itu jarang membicarakan agama denganmu. Kamu sendiri pun bukan orang yang sangat relijius.Sebelum kamu sempat menanggapi ucapan Raisaka, pria itu mengambil sendok besar dan menyendokkan lauk ke piringmu, menambah jumlahnya hingga terlihat hampir berlebihan.Raisaka! Banyak sekali, protesmu.Kamu harus makan lebih banyak. Dia mengingatkanmu. Akhir-akhir ini kamu makan terlalu sedikit, Lusi.Kamu terdiam, sebab yang dikatakannya benar. Ada saja yang menyita perhatianmu hingga kamu tidak terlalu mau untuk makan.Perhatian yang dicurahkan Raisaka padamu tak luput dari pikiranmu. Kamu pandangi pria itu. Dalam hati kamu bertanya-tanya. Apakah pria itu peduli padamu sekarang?Sebelumnya, manalah dia mau tahu segala tentangmu.Mungkin Lusi stres. Mami melontarkan pendapatnya. Lusi, pekerjaanmu sebagai direktur di perusahaan periklanan yang baru kamu bangun pasti sangat menekanmu, iya kan?Kamu segera menggeleng. Dijelaskannya pada Mami, Tidak, Mami. Lusi tidak stres kok! Lusi senang dengan pekerjaan Lusi.Giliran Mama yang bertanya padamu dengan hati-hati, Jangan-jangan kamu hamil ya, Lusi?"Eh? Kamu terbelalak.Untung saja suamimu bisa mewakilimu untuk menjawab. Dia dengan tenang menegur ibunya dan ibu mertuanya, Come on. Ini. Mata Raisaka memandang tamu-tamu yang lain lalu kembali lagi ke dua orang di hadapannya. Ini urusan pribadi, lho. Yuk nikmati saja makan malamnya.Suasana meja makan menjadi sedikit canggung. Mami dan Mama saling bertukar pandang, sementara beberapa tamu berpura-pura tidak mendengar apa-apa dengan sibuk berbicara satu sama lain.Ayahmu yang dari tadi diam, membuka suara. Raisaka, jangan lupa besok.Kamu lihat suamimu mengangguk. Iya, Pa, kata Raisaka.Besok apa? tanyamu penasaran.Meeting. Kamu tahu kan, salah satu perusahaan keluargaku bergerak di konstruksi. Nah perusahaan properti Papa pakai jasa konstruksiku dan besok kami mau mendiskusikan, jelas pria itu.Kamu mengangguk. Tak urung kamu teringat alasan utama kamu menikah dengan Raisaka, yaitu untuk memperlancar kerjasama bisnis antara bisnis keluargamu dan bisnis keluarga pria itu.Setelah makan malam selesai, mereka dan semua tamu ke halaman belakang yang dipenuhi lampu-lampu dekat tanaman. Band pun pindah dari dalam rumah ke sana.Raisaka mengulurkan tangannya, yang segera kamu sambut. Kalian bergandengan tangan. Sesaat kamu melupakan kesedihanmu atas ucapan pria itu di ruang kerjanya tadi.Musik mengalun pelan dari band yang memainkan lagu Can't Help Falling in Love dengan suara vokalis yang lembut. Malam itu pesta ditutup dengan dansa bersama pasangan masing-masing.Kamu kini berhadapan dengan Raisaka. Pria itu menarik tanganmu dan meletakkannya di atas bahunya. Lalu dia letakkan satu tangannya di punggungmu, sementara tangan yang lain menggenggam tanganmu. Perlahan dia menuntunmu perlahan mengikuti irama lagu.Kamu merasa canggung. Sulit bagimu untuk berakting seakan kamu baik-baik saja sementara kamu masih sakit hati.Kamu pun mengalihkan pandanganmu ke arah lain. Kamu melihat pasangan-pasangan lain berdansa dengan mesra, dengan tawa kecil terdengar di antara mereka, membuatmu merasa seperti pengamat di duniamu sendiri.Lusi, suara bisikan Raisaka terdengar di telingamu. Jangan lihat yang lain. Lihatlah aku!Kamu mengangkat kepala sedikit, mendapati sepasang mata tajamnya tengah menatapmu. Oke, gumammu.Tetap saja. Kamu diam. Kamu enggan untuk mengeluarkan sepatah kata pun.Rahang Raisaka mengeras. Tampaknya dia menyadari sikapmu yang acuh tak acuh.Kamu ini. Lagi memikirkan apa sih? tanyanya kesal.Aku tidak memikirkan apa-apa, sahutmu tenang.Pria itu tak serta-merta percaya padamu. Dia menarikmu lebih dekat, membuat jarak di antara kalian hampir tak bersisa.Tangannya yang di punggungmu menekanmu dengan lembut, sementara tangan satunya mencengkram kuat tanganmu.Kamu tidak bisa menghindarinya sekarang. Wajahmu begitu dekat dengan dadanya, hingga kamu bisa merasakan kehangatan tubuhnya menembus gaunmu.Dia letakkan tangannya di belakang lehermu, menekan perlahan agar kepalamu bersandar pada dadanya.Rileks saja, katanya.Aku rileks kok dari tadi.Ya ya ya. Teruslah berdusta, sahut Raisaka dingin.Kamu tidak peduli dengan apa yang dia katakan. Kamu mulai memejamkan matamu, membiarkan dirimu menikmati kedekatanmu dengan pria itu.Jauh di lubuk hatimu, kamu tahu betul, pria itu tidak merasakan hal yang sama denganmu. Dia menikahimu atas permintaan ibunya. Sementara kamu setuju untuk menikah dengannya karena... kemauanmu.Kamu sudah suka dengan pria itu sejak kalian pertama kali bertemu. Saat kalian masih sama-sama duduk di bangku SD.Selama kamu bersandar di dada pria itu, kamu berdoa, agar pria itu bisa mencintaimu, dan kalau pun tidak, kamu akan dipertemukan dengan laki-laki yang bisa mencintaimu juga.Lusi? panggil pria itu.Ya.Kita belum foto bareng dengan keluarga dan tamu-tamu.Kamu membuka matamu dan melihat pria itu yang memandangmu. Kamu semakin mengeluh. Kenapa sih pria itu ganteng sekali sampai kamu merana karena tak dicintai pria itu?**Setelah sesi foto bersama dan Raisaka mengucap terima kasih sekali lagi atas kedatangan para tamu, akhirnya para tamu pun satu per satu berpamitan.Kamu dan Raisaka berdiri berdampingan di teras rumah, bersalaman dengan tamu-tamu yang hendak pulang.Hingga tamu yang terakhir yang belum pulang, muncul di hadapan mereka. Christopher menyalami Raisaka lebih dahulu dan memeluk suamimu. Pandangan Christopher kemudian berpaling padamu. Kedua tangannya terulur untuk memelukmu juga.Namun sebelum dia melakukannya, Raisaka memegang bahu pria itu. Senyum lebar pun teruntai di wajah Raisaka.Hati-hati di jalan, Christopher, kata Raisaka tenang.Christopher tampak sedikit terkejut. Namun dia masih berusaha untuk bersikap biasa seperti Raisaka. Ya. Terima kasih. Sekali lagi happy anniversary untuk kalian, ya.Kamu mengangguk dengan wajah datarmu. Takut-takut kalau kamu tersenyum lagi Raisaka memarahimu.Kalian kemudian masuk ke dalam rumah yang kini sepi dan hanya diiringi suara beberapa pekerja yang tengah bersih-bersih.Raisaka menanyaimu, Bagaimana malam ini? Kamu enjoy dengan pestanya?Kamu hanya mengangguk.Yang benar? Kenapa wajahmu terlihat muram sekarang? tanya pria itu dengan nada ingin tahu.Kamu tatap pria itu lekat-lekat, lalu kamu beritahu dia, Aku ini sakit hati, tahu!Sakit hati? Raut wajah pria itu berubah serius. Sakit hati kenapa, Lusi?Kenapa? ulangmu tak percaya. Bagaimana bisa sih, kamu tidak tahu kenapa aku bisa sakit hati?Salahku? tanya pria itu bingung.Ya! Siapa lagi?!Kamu memutar badanmu, berjalan cepat menuju tangga. Sempat kamu dengar pria itu memanggil namamu tapi kamu tidak mengindahkannya. Kamu terus berjalan ke lantai atas.Begitu sampai di kamar, kamu membuka pintu dan segera masuk. Lalu kamu tutup pintu itu dengan bantingan keras.Tak lama kemudian pintu itu terbuka lagi. Raisaka masuk dengan sorotan marah di matanya.Apa-apaan kamu ini! bentaknya. Kalau aku buat kamu sakit hati, ya kamu jelaskan dong! Apa yang kulakukan sampai kamu sakit hati!Tidak usah pura-pura peduli! sahutmu dingin.Hey! Aku ini suamimu. Tentu aku peduli padamu!Huh? Kamu tersenyum sinis. Kalau kamu peduli, seharusnya kamu sadar, ucapan kamu tadi menyakiti hatiku!Ucapan? Dahi pria itu berkerut. Ucapan apa? Ucapanku yang mana?!Kamu mendengus jengkel. Percuma aku menjelaskan, jawabmu. Kamu tidak akan mengerti. Tidak akan berubah!Kamu masuk ke ruang pakaian. Ketika kamu berdiri di depan kaca, kamu mencoba untuk menurunkan retsleting di bagian belakang gaunmu, tapi tanganmu gemetar. Retsleting itu terlalu jauh untuk kamu gapai.Kamu menarik napas frustrasi. Ingin minta tolong pada suamimu tapi malu karena sudah telanjur marah-marah.Raisaka muncul di ruang ganti. Tanpa berkata apa-apa dia mendekatimu dan berdiri di belakangmu.Biarkan aku membantumu, katanya, mengerti kesulitanmu.Kamu ingin menolak, tapi di sisi lain kamu memang membutuhkannya. Sesaat kemudian jarinya mulai menyentuh kulitmu, dan kehangatan itu berdesir begitu saja ke seluruh tubuhmu.Ingin sekali kamu menikmati sentuhan pria itu, namun kamu teringat omongan pria itu kepadamu.Lusi. Pria itu mendekatkan bibirnya di tengkukmu. Lembut-lembut dia katakan padamu, Bicaralah. Beritahu aku. Apa salahku sampai kamu sakit hati?Apa kamu seingin tahu itu? sahutmu meremehkannya.Pria itu menurunkan retsletingmu sampai mentok. Gaun panjang itu kemudian jatuh tertanggal dari tubuhmu. Di hadapan pria itu kini kamu hanya dibalut bra tanpa tali dan celana dalam.Dengan tenang kamu kamu memungut gaun itu dari lantai, kemudian meletakkannya di atas meja. Besok akan ada pekerja yang membawanya ke laundry.Kamu melepaskan bra dan celana dalammu, lalu memasukkannya ke keranjang baju kotor. Setelah itu kamu berjalan ke arah lemari, membuka pintunya, dan mengambil gaun tidur yang tergantung rapi.Raisaka masih berdiri di ruang pakaian. Dia memperhatikanmu dalam diam.Setelah mengenakan gaun tidurmu yang tipis dan menerawang, kamu tegur suamimu, Kamu... perlu dibantu juga?Raisaka menggeleng. Disahutinya istrinya, Aku bisa melakukannya sendiri.Kamu mengangguk. Baiklah. Aku duluan ke kamar.Belum sampai kamu ke pintu, Raisaka menarik lenganmu. Tahu-tahu saja tubuhmu sudah di dalam dekapan pria itu.Dia menunduk, wajahnya hanya beberapa inci dari wajahmu. Deru napasnya yang tak keruan menyapu wajahmu. Ini perasaanku, atau kamu memang terlihat lebih menarik malam ini? bisiknya, menyeringai ganjen.Ish! Kamu melotot. Kamu pikir dengan memujiku seperti ini, aku akan melupakan sakit hatiku terhadapmu?!Lusi. Come on! Katakan. Apa sih yang telah aku lakukan?Kamu hanya menatap pria itu. Yang membuat Raisaka semakin naik darah.Pria itu tiba-tiba memagut bibirmu. Kamu kaku dan tidak bisa melakukan apa-apa saking kagetnya.Sekuat mungkin kamu berusaha mengendalikan dirimu meski kecupannya begitu menggoda.Tidak! Kamu harus bisa melawannya!Kamu pun mendorong pria itu.Dia menarik ciumannya, namun dia tidak sepenuhnya melepaskanmu. Raisaka malah mempererat pelukannya. Aku tidak akan membiarkanmu lolos sebelum kamu kasih tahu aku, Lusi, katanya mengancam.Murahan.Huh?Kamu bilang aku murahan dan aku benci disebut begitu sama kamu!**Kamu perhatikan wajah suamimu. Kamu tidak yakin apa yang pria itu rasakan, tapi kamu bisa melihat perubahan pada permukaan wajahnya. Menyesalkah dia?Huh! Peduli apa kamu padanya? Dia saja sudah menghinamu. Dia menyebutmu murahan!Raisaka menghela napas berat. Lusi. Aku tidak tahu, bahwa kata yang keluar dari mulutku tadi menyakiti hatimu, gumam pria itu.Mendenguslah kamu mendengar jawaban pria itu. Terang begitu. Hatimu kan masih terluka. Kamu nih serius ya? Kamu tidak merasa hal itu menyakiti orang lain? tanyamu kesal.Jujur saja, tidak sih, sahut pria itu tenang.Bagaimana bisa sih, kamu tidak menyadari ucapan kamu itu, menyinggung hatiku bahkan kurasa tak ada wanita yang terima dicap murahan oleh siapa pun! dumalmu jengkel.Ya bagaimana dong, Lusi? Aku tadi tersulut emosi.Tersulut emosi, tersulut emosi! Hey, Raisaka. Mau kamu semarah apapun padaku, tidak pantas dong kamu bilang aku murahan! bentakmu.Ya kamu tidak mengerti kenapa aku marah.Memang kamu marah kenapa?Kamu kan senyum-senyum sama Christopher.Kamu tidak tahan. Kamu pukul lengan pria itu. Terdengar ringisannya yang kesakitan.Lusi! tegurnya keras.Laki-laki yang selama ini dekat sama aku itu cuma kamu. Bisa-bisanya kamu sebut aku murahan hanya karena aku bersikap ramah pada pria lain!Kata itu keluar saja dari mulutku, Lusi. Aku tidak bermaksud untuk menyakiti hati kamu.Terang kamu tidak terima dengan penjelasan itu. Kamu menggeleng-gelengkan kepalamu. Kamu aneh sekali, kamu tahu?Anehkah suami marah jika istrinya memberi senyum pada pria lain? sahut Raisaka tidak terima.Ya aneh saja. Apa alasannya kamu marah sampai menghinaku?!Lusi, benar deh, aku tidak ada niatan untuk menghina kamu. Aku juga tidak tahu kenapa aku marah. Perasaan itu hadir begitu saja di hatiku. Aku tidak nyaman kamu beramah-tamah sama pria lain.Ya sudah. Jangan ulangi lagi, ya.Kamu kembali ke kamar. Kamu kira kamu sudah selesai berurusan dengannya. Namun saat kamu telentang di atas tempat tidur, tahu-tahu dia berada di atas tubuhmu.Bibirnya memagut bibirmu. Sementara satu tangannya meremas salah satu dad*mu. Ingin sekali kamu membalas sentuhan pria itu, namun kamu belum bisa.Kamu dorong pria itu sampai dia terbaring di sampingmu.Aku tidak mau melakukannya, katamu dingin.Apa lagi, Lusi? desah Raisaka setengah putus asa. Aku kan sudah tahu salahku. Apa lagi sekarang alasanmu masih sakit hati padaku?Ya itu belum cukup, dong!Lalu aku harus bagaimana, Lusi?Kamu tidak memercayai reaksi pria itu. Bagaimana bisa pria itu pintar dan bodoh pada saat bersamaan?Kamu pelototilah dia. Raisaka! Kalau orang salah, seharusnya ngapain?Minta maaf?Iya. Minta maaf!Kamu mau aku minta maaf sama kamu? Dia menatapmu ragu-ragu.Iya, Raisaka! jawabmu tegas.Lusi. Aku sudah bilang, aku tidak bermaksud menyakitimu, jadi untuk apa aku minta maaf? tanya pria itu... bingung?Pria itu bingung?Sesudah dia tahu dia melukai perasaan istrinya, dia masih tidak mengerti juga, kenapa dia harus meminta maaf padamu?Ah, sudah, sudah! bentakmu gemas. Kalau kamu tidak minta maaf, oke! Tapi ingat ya. Aku tidak mau kamu menyentuhku malam ini!Lusi, kamu kok ngambek gini sih? keluh pria itu. Ya sudah deh. Aku mandi dulu. Pria itu turun dari tempat tidur. Dia berlalu ke kamar mandi.Kamu menarik selimutmu sampai ke bahu, lalu kamu pejamkan matamu. Kamu kesulitan untuk tidur. Kamu memikirkan tubuh Raisaka yang tinggi dan berotot di bawah pancuran shower.Pria itu menarik sekali. Tidak heran kamu suka sekali dengan Raisaka sampai kamu merebut dia dari kekasihnya.Ah, merebutkah namanya? Kamu kan cuma bilang ke ayahmu, kamu naksir dengan salah satu anak koleganya yang juga teman sekolahmu sejak kecil. Kamu juga katakan pada ayahmu (separuh mengancam) kalau kamu tidak akan menikah jika bukan dengan Raisaka.Tentu ayahmu khawatir. Kamu anak tunggal. Ayahmu takut tak ada lagi penerusnya. Walaupun kamu juga tidak mengerti, kenapa penting sekali bagi orangtua untuk punya keturunan, sebab kamu sendiri punya pandangan lain. Menurutmu, punya pekerjaan dan bersama orang yang kita sayangi, sudah cukup membuatmu bahagia.Sementara Raisaka kebalikan dari kamu. Pria itu mengharapkan anak dari sebuah pernikahan. Karena itu, kamu yakinkan dia untuk mau dijodohkan denganmu, bahwa kamu akan kasih dia anak. Tidak hanya 1, tapi 2.Anehnya pria itu mau-mau saja, lagi, meski kamu bukan wanita yang dia inginkan sebagai ibu anaknya. Ya bagaimana tidak mau. Ayahmu kan memberi proyek-proyek besar pada suamimu.Selama ini suamimu tidak pernah mengeluh. Sikapnya memang galak dan jarang memberi perhatian, tapi dia tak pernah mendesakmu untuk memberikannya anak agar dia bisa lepas dari pernikahan kalian. Kadang kamu merasa, dia suka padamu dan sudah nyaman denganmu, tapi kalau kamu ingat lagi kedekatannya dengan Amira...Kamu jadi kesal dan cemburu.Lusi? Kamu sudah tidur?Hm? Kamu membuka kedua matamu. Kamu lihat suamimu rebahan di sebelahmu. Saat itu Raisaka sudah dibalut piyamanya.Lusi. Aku minta maaf.Kamu menatap pria itu sejenak. Kamu tidak akan menyebutku dengan kata-kata yang tidak pantas?Tidak, kecuali...Kecuali apa? Kedua matamu menyipit.Kecuali kalau kamu mengkhianatiku sebab aku pasti akan memakimu.Ya, Raisaka! cetusmu keberatan. Aku saja tidak pernah memakimu yang masih kontak dengan Amira, kenapa kamu akan memakiku jika aku melakukannya?!Ya itu kan kamu. Aku tidak begitu. Aku tidak suka membagi apa yang menjadi milikku.Kamu berdecak-decak. Kamu harus belajar dariku, Raisaka. Aku saja tidak masalah membagimu dengan wanita lain!Kamu tidak merasa itu salah?Tidak. Selama ini aku baik-baik saja dengan keadaan itu.Sudahlah. Jangan bicarakan dia lagi, pintanya dingin. Kalau perlu, usir Amira dari pikiranmu, Lusi!Bagaimana bisa? Sejak awal, dia kan sudah menjadi bagian dari pernikahan ini...**  Author's note; maaf untuk baca cerita ini secara lengkap silakan unlock dan baca di PDF yang tersedia pada link google drive, thank you**
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan