[PDF] Suamiku Mencintai Wanita Lain - Epilog

2
0
Terkunci
Deskripsi

Shelina cuti seharian. Dia menelepon Leo untuk membantu wakil direkturnya dan beberapa Kepala Divisi untuk melaksanakan pekerjaan mereka. Untuk dokumen yang hanya bisa Shelina tandatangani, ditaruh saja di meja kerjanya, dan bila hal itu mendesak Leo-lah yang membawa dokumen itu ke rumah.

Rumah lama Shelina dan Abizhar.

Semalaman Abizhar menata barang-barang Shelina di dalam koper, sementara Shelina tidur di atas tempat tidur. Pada dini hari setelah Abizhar selesai mengemas, dia tak melewati batas...

1 file untuk di-download

Unlock to support the creator

Choose Your Support Type

Post
1 konten
Akses seumur hidup
150 (IDR 15,000)
Berapa nilai Kakoin dalam Rupiah?
Sudah mendukung? Login untuk mengakses
Selanjutnya [PDF] Sampai Kamu Mencintaiku #Completed
1
0
— Sebelumnya telah dipublikasikan di https://www.wattpad.com/story/160728192?— Status cerita:full/completed— Jumlah halaman PDF: 518**  PrologLamaran? Tergelak Alana. Oh, tidak, kamu bahkan tidak melamarku! Kamu hanya mengajukan tawaran, Mas Pasha. Tawaran yang kapan saja bisa kutolak.Tidak, darling. Tidak ada yang menolakku sebelumnya.Haruskah aku bahagia untuk jadi yang pertama?Kalau begitu kupastikan kamu takkan bahagia, sahut Pasha. Aku membatalkan niatku untuk tinggal di sini selama satu minggu. Lusa pagi kita akan ke Jakarta. Dan setelah kita sampai di sana, aku ingin kita segera menemui keluargamu.Ibuku tidak akan menyambutmu, tidak juga aku.Apakah ibumu sebegitu bencinya padamu? Kukira kenakalanmu sangatlah wajar, kata Pasha heran.Alana mengangkat bahu. Kembali ke rumah dan bertemu dengan Mama adalah mimpi buruk. Mana kutahu, aku akan ke realita yang lebih buruk lagi, dengan hidup bersamamu.Kita akan melihatnya, Pasha tersenyum dengan penuh keyakinan. Tidak ada wanita yang tidak bahagia bersamaku, termasuk jenis wanita yang kubenci, Sayang. Dan Pasha pergi meninggalkannya ke ruang tengah.Tandasan itu membuat Alana bergidik. Selamat, Alana, kamu telah mendapat tiket untuk meninggalkan permainan congklak dan beralih ke catur, di mana semua langkah memerlukan strategi dan intuisi yang kuat. Ya, hidup bersama Pasha akan lebih membahagiakan daripada dengan Mama, setidaknya Pasha bukan orang yang sedarah dengannya walau dia membencinya. Tapi, diperlukan mental yang kuat untuk menghadapi kejutan-kejutan yang diberikan pria itu. Tuhan, tabahkan aku. *** 1 Selamat siang, Pak Pasha.Pasha menoleh. Pria botak dengan tubuh kekar yang setinggi dirinya, menghampirinya. Ada berita baru? tanya Pasha.Kami baru menemukan wanita yang membawa keponakan Bapak di sebuah ranch di Bogor, lapor Roy, kepala pelayan rumah sekaligus kaki tangan Pasha dalam hal apa pun, salah satunya mencari informasi. Roy menyerahkan sebuah map pada majikannya. Semua identitasnya ada di sana.Termasuk alasannya menculik Aira?Soal itu, kami belum tahu, Pak Pasha.. Roy terdiam. Saya menyelidikinya kemarin. Wanita ini tidak terlihat jahat pada gadis kecil yang mirip Nona Perla. Malahan... Lagi-lagi Roy menggantungkan kalimatnya. Ia berbisik, ...dia mirip dengan Nona Perla.Mirip dengan Perlita? Jangan berbelit-belit, Roy. Pasha mendengus.Anda tidak akan percaya sebelum Anda bertemu langsung dengan wanita ini, jawab Roy. Terdengar mustahil, tapi dia mirip dengan Nona Perlita, namun lebih muda dan ada perbedaan signifikan yang masih membedakannya dengan Nona Perlita.Perlita tidak mungkin hidup lagi, desis Pasha. Dan yang jelas, wanita ini sangat berbahaya.Saya tidak mengira begitu.Pasha mendelik pada Roy. Anak buahnya sama sekali tidak punya hak menentang pendapatnya. Well, Roy, saya sudah menganggap kamu sebagai teman saya karena kita tumbuh bersama-sama. Tapi wanita ini, dia pasti membawa Aira karena ingin menguasai kekayaan Perlita yang diwariskan pada anaknya.Ya, pasti karena itu alasannya. Pasha tidak melihat alasan lain mengapa ada orang yang mau menculik keponakannya. Untuk menjaga anak Perlita? Omong kosong. Dia memang kakak Perla, tapi ada beberapa hal yang harus diakuinya, salah satunya sifat buruk Perlita yang suka ke klub malam. Tabiatnya juga tidak baik, semakin parah setelah bertemu Rufi Mantovani. Untung saja begundal yang membawa adiknya pergi itu sudah mati.Saya sangat mengenal Nona Perlita, kata Roy. Dia tidak mungkin menyerahkan anaknya, atau membiarkan anaknya dibawa oleh orang tak dikenal.Perlita sudah pergi saat anaknya diambil. Pasha berkata tegas. Siapkan mobil. Kalau bisa Prado. Saya mau menemui wanita tengik ini di Bogor.Sepertinya Anda harus memakai mobil yang lain. Tadi Bu Ambar menelepon dari bandara ingin memakai mobil itu.Ambar pulang ke Indonesia hari ini?Merona wajah Pasha. Ia sama sekali tidak tahu istrinya akan pulang. Ambar tidak pernah berada di rumah. Ia sibuk belanja di Eropa menghabiskan uang suaminya. Dan Pasha tidak peduli pada walaupun semua orang mengenal Ambar sebagai wanita cantik dan intelejen. Sayangnya itu tidak nyata. Pasha melatih keras Ambar agar terlihat pantas menjadi istrinya. Setelah kakeknya meninggal setahun yang lalu, Ambar kembali menjadi wanita murahan dan memanfaatkan apa yang ia dapat dari Pasha.Kontrak pernikahannya akan selesai akhir tahun ini, dan itu tak lama lagi. Apalagi berakhir atau tidak pernikahannya tidak memiliki perbedaan. Ambar tidak pernah di rumah, dan Pasha tidak merasa terikat oleh siapa pun.Pernikahan itu dilakukan setahun setelah kematian Perlita. Tujuannya semata-mata untuk menghibur untuk hati Mama yang gundah. Namun itu tak ada gunanya. Mama bahkan dapat mengenali Pasha hanya sesekali saja. Sisanya Mama habiskan untuk mencari Perlita gadis kecilnya yang hilang. Dan mungkin juga tidak.  Selain itu, Nenek Jadwa Hartanto Jusuf memintanya untuk menikah dengan perempuan beradab untuk mewarisi perusahaan-perusahaan yang diberikan kakeknya pada ayahnya. Tapi belakangan Nenek tahu bahwa pernikahannya hanya bohongan saja, tidak ada cinta atau ikatan lahiriah di dalam pernikahannya bersama Ambar.Kalau begitu siapkan mobil Lexus saja, Pasha memberi keputusan. Saya akan siap setelah makan siang. Dan, saya menyetir sendiri.Saya tidak yakin Pak Effendy mengizinkan Anda menyetir sendiri. Roy menatap Pasha. Tangan Anda belum sembuh total sejak Nona Perla pergi, bukan begitu, Pak Pasha?Sial. Pasha terlalu bersemangat untuk memaki wanita tengik itu hingga lupa dengan penyakitnya. Ya, sejak ia kehilangan adik mungilnya, tangan kanannya sering bergetar di luar kehendaknya walaupun tidak sering. Ada masalah dengan sarafnya, kata dokter yang menanganinya, yang membuatnya harus beristirahat dulu dari kegiatan berat seperti mengemudi.Kalau begitu bilang sopir untuk mengantarkan saya.Pasha beranjak ke atas, ke kamarnya. Kamar yang memiliki nuansa kamar seorang bujangan yang sukses. Ketika masuk, ia hanya melihat tempat tidur yang berbentuk lingkaran dan melayang serta langit-langit yang dilapisi gambar awan dan lemari cokelat tua yang diwarisi ayahnya. Tak jauh dari jendela yang besar, ada meja bar dan lemari bir yang menempel di tembok.Ada dua pintu lagi di kamar itu. Pertama di balik lemari, dan yang kedua pintu ke kamar mandi. Ia menekan kode akses di depan lemari, dan tak lama setelahnya lemari itu bergeser dan mengantarkannya pada sebuah ruangan yang terang.Ruangan pribadinya.Di sana berderet lemari yang dilapisi kaca dengan pinggiran emas putih. Di dalamnya ada beberapa tuxedo, kemeja kerja, dan pakaian santai. Ia membuka kaca etalase di dalam lemari, memakai arloji Cartier-nya. Dijatuhkannya handuk ke lantai, dan dipakainya kaos Polo putih polos serta celana dalam Calvin Klein dan celana berbahan nilon panjang.Tak lupa ia merapikan rambutnya dengan dibubuhi gel hingga menampilkan wajah yang segar.Dan ia terpekur.Mengapa harus dandan serapi ini hanya untuk menemui wanita jalang tak berotak yang sudah mengambil keponakannya?Ia kembali ke kamar. Berbaring di kasur seraya mengeluarkan semua lembaran kertas dari map.Alana Sotomayor. Dua puluh tahun. Hanya lulusan SMA. DO dari teknik industri ITB. Tunggu sebentar. Itu artinya dua tahun yang lalu ia berusia delapan belas tahun? Oh, gadis muda yang satu ini tahu sekali memperoleh uang dengan mudah. Tidak perlu susah-susah sekolah tinggi-tinggi. Tinggal menunggu beberapa belas tahun lagi untuk ke kediaman Hartanto Jusuf, dan meminta bagiannya karena telah merawat Aira. Benar-benar gadis kecil yang cerdas.Bukan usia Alana saja yang membuat Pasha terkejut. Ketika melihat foto Alana ia nyaris terpekik.Gadis ini mirip sekali dengan Perlita.Hanya saja ia memiliki rambut cokelat yang keemasan, bintik-bintik di wajahnya yang menunjukkan dia bukan orang asli Indonesia. Hidungnya juga lebih mancung serta bibirnya lebih tipis dari adiknya. Dan senyumnya...Ini bukan senyum Perlita. Ini senyum... wanita tengik.Sial. Bagaimana bisa dari sekian miliar orang di dunia, gadis yang menculik Aira memiliki wajah yang mirip dengan Perlita? Goodness. Tuhan tahu ini bukan kebetulan, kan?Inikah alasannya Rufi selingkuh dengan gadis ini? Gadis ini punya kemiripan yang luar biasa dengan Perlita. Atau mungkin, inikah sebabnya Rufi menikahi adiknya? Rufi bisa saja mencintai Alana. Tapi karena Alana tidak sekaya Perlita, dia memilih untuk meninggalkan wanita ini...Asumsi itu menaikkan emosi Pasha.Entah karena begundal itu mengkhianati adiknya atau Alana.Wajah Alana yang mirip dengan adiknya semakin membuatnya yakin untuk menemui wanita jalang itu. Wanita yang membuat semua anggota keluarganya semaput lantaran anak Perlita pergi. Yang membuat mamanya gila. Yang membuat Effendy berselingkuh dan Feisal pergi dari rumah.Ia beranjak untuk menemui ibunya di loteng. Sejak mental ibunya bermasalah, dokter menyarankan Mama untuk jauh dari jangkauan orang-orang. Mama bisa mencakar, menggigit siapa pun tanpa punya alasan yang jelas, yang meresahkan semua orang di rumah.Kecuali Pasha.Pintu menuju loteng digerendel dengan dua gembok raksasa. Dua pemilik kunci gembok itu ketua pelayan alias Roy dan Pasha. Pasha memasukkan kunci ke lubang gembok, kemudian menaiki tangga ke loteng.Dilihatnya Mama yang sedang meringkuk di atas tempat tidur sambil memeluk boneka beruang usangnya. Boneka beruang yang menjadi teman bicara ibunya selama dua tahun terakhir.Selamat siang, mamaku yang cantik. Pasha duduk di tepi tempat tidur, menunduk untuk menatap ibunya. Bagaimana kabar Mama? Apakah Mama sudah makan?Tatum tidak menjawab sapaan putranya. Ia mendekap boneka beruangnya lebih erat lagi, seakan menjaga dirinya dari serangan musuh.Pasha menghela napas panjang.Aku Pasha anak Mama, kata Pasha prihatin. Dia memperhatikan ibunya dengan perasaan bersalah. Mama yang dulu tampil modis dengan rambut disasak dan polesan gincu yang menghiasi wajahnya kini sudah pergi. Yang ada di dekatnya kini Mama yang memiliki rambut terurai dan tak terurus, wajah yang pucat, badan yang kurus kering. Apakah Mama sama sekali tidak ingat padaku?Tatum menggeleng.Ini akan menjadi hari yang buruk, Ma, kata Pasha. Tidak peduli ibunya mengerti atau tidak dengan yang diucapkannya. Aku akan bertemu wanita jalang itu, dan aku akan mencekiknya begitu aku menemuinya. Selain itu.... Pasha menelan ludahnya. Ini hari yang buruk karena Mama masih tidak ingat padaku.Wanita jalang... Tiba-tiba Tatum tertawa cekikikan. Wanita jalang. Yang biasa dikatakan Ahad.Maksud Mama... Papa Ahad? tanya Pasha.Rashad tidak pantas jadi seorang ayah! pekik Tatum. Dia hanya pantas menjadi suami Tatum... Tapi dia meninggalkan aku dan membuatku hidupku sengsara... Dan Tatum mulai menangis.Pasha mencoba untuk merangkul ibunya tapi Tatum mengelak.Kamu musuhku, anak buah Rashad yang mau mengambil kebahagiaanku! Wajahmu mirip sekali dengan Ahad!Aku Pasha anak Mama dan Papa Rashad, sahut Pasha getir. Sadarlah, Ma. Kalau Mama begini terus, Feisal anak kedua Mama tak akan pulang...Anakku hanya satu! Hanya Perlita anakku! Tatum kembali memeluk boneka beruangnya dan menggulingkan tubuhnya hingga ia telentang jauh dari Pasha. Jangan coba culik anakku!Perla sudah meninggal, Ma, kata Pasha pelan.TIDAK! isak Tatum tegas. Perla-ku belum mati. Bukan begitu, Sayang? Tatum menoleh pada bonekanya kemudian ia mendelik pada Pasha. Pergi kamu, penjahat tidak berotak! Aku tidak akan membiarkan anakku pergi lagi dan dibawa olehmu!Perlita sudah pergi, Mama. Begitu juga anaknya.Aira juga pergi? tanya Tatum memelan. Perla berjanji akan menamakan anaknya Aira, bukan begitu, Sayang? Ia bertanya lagi pada boneka beruangnya. Dan orang jahat telah mengambil anak Perla..Ya, Mama, orang yang jahat sekali telah merebut Aira dari kita, desis Pasha. Giginya gemelutuk dengan hatinya yang dicengkram oleh segumul dendam. Tapi itu tak akan lama lagi.Tak akan lama lagi?Mama harus berjanji untuk sehat jika aku membawa Aira ke sini, Mama, kata Pasha. Aku akan membawa cucu Mama segera.Tapi aku sama sekali tidak gila, elak Tatum dengan tatapan lugu.Ya, Mama sama sekali tidak gila, ulang putranya sambil menatapnya dengan getir. Melihat betapa menyedihkannya penampilan ibunya, tekad Pasha untuk mencekik wanita jalang itu semakin bulat.Masalahnya, ia tidak punya pikiran sama sekali akan menghadapi wanita jalang macam apa. **  2Jaga anakku baik-baik, Al. Jika aku mati, hanya kamu dan Rufi-lah yang dapat merawatnya. Keluargaku dan keluarga Mantovani tidak mau menerimanya. Hanya kamu dan Mas Feisal yang kupercaya untuk merawat Aira. Peluh membasahi Perlita kala ia memohon padanya sebelum bidan membantu mengeluarkan bayi yang dikandungnya. Genggaman Perlita di pergelangan tangannya masih membekas hingga sekarang.Di bawah cahaya matahari yang mulai menyelusup di balik penggunungan, semilir angin yang membelai rambutnya yang dikepang ke sisi samping kanannya, ia terus menarik tali kekang kudanya.Dari siang sampai hampir maghrib ia menghabiskan waktunya di hutan dan area berkuda. Hari ini ia merasa begitu bebas karena ada Feisal yang mampir untuk merawat Aira. Di hari-hari biasa ia menghabiskan waktu untuk mendesain, menjahit baju untuknya dan Aira, serta melakukan pekerjaan rumah tangga seorang diri di villa dekat peternakan kuda.Begitu hampir sampai ke kandang, ia turun dari kuda. Dibimbingnya Lilak, kuda poni berwarna putihnya ke kandang paling ujung. Setelah memasukkan Lilak dan tak lupa mengunci kandangnya, ia keluar dari kandang.Hanya perlu sepuluh menit dari sana ke villanya yang megah. Dari luar, ia dapat mendengar tangisan Aira. Suara lengkingan Aira membuatnya bergidik dan berlari untuk masuk rumah.Dari jendela ia dapat melihat Aira yang digendong pria asing.Ya Tuhan. Di mana Feisal? Mengapa ia tidak ada di sini? Alana tidak pernah menghadapi perampok atau penculik kelas kakap sebelumnya. Di depan rumahnya terparkir mobil Lexus yang ia duga sebagai mobil pria asing ini. Pria ini pasti anak buah dari mafia yang ingin membawa pergi Aira darinya.Alana tak akan membiarkannya terjadi.Syukurlah ia menemukan sepotong kayu panjang di depan rumah. Dipukulnya pria asing itu dari belakang hingga nyaris jatuh, dan menarik Aira hingga dalam gendongannnya.Brengsek, Pria asing itu menggerutu sambil memegangi lehernya yang kesakitan. Alana tidak menyangka pria itu masih hidup. Ia mengira pria itu akan jatuh tunggang-lunggang ke lantai. Tapi sepertinya dari cara pria itu memegangi lehernya dan merenggangkan otot-otot tubuhnya yang kekar dengan gerakan senam ringan, Alana yakin rasa sakit yang ditimbulkannya tidak sesakit itu.Atau mungkin, ia bisa berharap demikian.Tanpa diundang pria asing itu duduk di sofa empuk berlapis kulit. Alana mencoba untuk menenangkan Aira yang akhirnya tertidur dalam dekapannya. Jadi Anda Alana Sotomayor?Dahi Alana mengernyit mendengar pertanyaan yang dingin itu. Sebelumnya saya harus tahu dulu siapa kamu, kan? balasnya tak merasa takut. Di mana Feisal? Apakah kamu menyakitinya?Feisal, paman Aira? ulang pria itu. Pak Feisal baru saja pergi.Kamu mengenal Feisal?! pekik Alana. Bagaimana bisa Feisal yang berbadan kurus itu punya teman gangster macam ini..Siapa yang tidak mengenalnya? Pria itu menyilangkan kakinya. Bau apa ini?Merona pipi Alana. Ini bau kuda yang kutunggangi, jawabnya. Siapa kamu sebenarnya? Mengapa kamu ingin menyakiti anakku?Apakah tidak terlalu muda gadis sepertimu punya anak seusia Aira?Baiklah, pria tidak tahu diri yang sudah menyelonong masuk ke rumah saya, ini semua bukan urusan Anda, jawab Alana sama menyebalkannya. Karena itu, saya mohon Anda untuk meninggalkan rumah saya.Saya tidak bisa meninggalkan Anda, Nona.Mengapa begitu?Yang ditanya terdiam sejenak. Pak Feisal yang meminta saya untuk menjaga Anda dan Aira, jawabnya. Matanya menelusuri sekujur tubuh wanita itu. Tenggorokannya kering melihat betapa liuknya badan wanita itu. Tidak, dia sama sekali tidak mirip adiknya. Perempuan itu lebih pantas menjadi... teman tidurnya.Gairah Pasha terendam ketika ia menyadari pakaian macam apa yang dipakai wanita itu. Baju berbahan katun tipis murah serta celana ketat berwarna cokelat yang memperkuat bulatan bokongnya. Celana itu lebih terkesan kekecilan karena dimakan usia daripada didesain untuk menampilkan keseksian.Fakta gadis ini adalah simpanan Rufi dan kini menjadi teman spesial Feisal menyentakkan Pasha.Wanita seperti ini yang akan membesarkan Aira? Yang akan meninggalkannya jika sudah mendapat apa yang diinginkannya, yaitu harta yang ditinggalkan Perlita?Hell no.Tolong jelaskan siapa Anda sebenarnya, Alana menghela napas panjang. Pria itu bangkit dari duduknya dan mengulurkan tangannya. Saya Pasha, katanya. Pembantu baru Anda.Ragu-ragu Alana menyambut uluran tangannya. Pembantu baru? tanyanya bingung. Saya tidak berniat untuk memiliki pembantu untuk saat ini. Feisal-kah yang mengirimmu ke sini?"Saya minta maaf, saya mengira Anda bukan Nona Alana yang dimaksud Pak Feisal, jawab Pasha. Maafkan saya, Nona. Dan ya, Pak Feisal sendiri yang mengutus saya ke sini.Feisal tidak bilang apa-apa...Pak Feisal ada meeting mendadak di Jakarta, Pasha memberikan penjelasan. Saya diminta Fe—Pak Feisal untuk menjaga Nona Aira.Tapi... kenapa? Apakah Feisal tidak percaya saya bisa merawat Aira?Di rumah sebesar ini? Pasha menggeleng. Saya tidak berpikir Pak Feisal lengah membiarkan gadis muda seperti Anda tinggal bersama anak kecil di villa mewah seperti ini.Saya sudah memiliki satpam dan baby sitter yang saya sewa separuh hari, jawab Alana bersikeras. Melihat ekspresi Pasha yang berubah murung, ia jadi tak sampai hati. Saya akan bilang pada Feisal untuk mencarikanmu pekerjaan lain.Sebenarnya, ini kesempatan terakhir saya, kata Pasha berlagak sedih. Saya bisa melakukan apa saja. Membersihkan rumah. Memasak. Menyetir. Memandikan kuda. Well, itu semua benar, atau hampir semuanya benar. Boro-boro memandikan kuda, mencium baunya saja tidak tahan. Sejak ia jatuh dari kuda ketika remaja, ia tak punya niatan untuk berhubungan dengan kuda lagi.Tapi itu yang menjadi daya tarik di mata Alana.Memandikan kuda? ulang Alana dengan mata berbinar. Saya rasa itu bukan ide yang buruk, Mas....Pasha, jawab Pasha keki. Huh, selama ini tidak pernah ada yang melupakan namanya, mengabaikan wajah memikatnya.Ya, Mas Pasha. Ini sudah saatnya Pak Tedjo untuk pensiun.Saya tidak bermaksud mengambil posisinya, kata Pasha cepat. Terlalu cepat hingga Alana memandangnya dengan heran. Sebelum ke sini Pak Feisal menjelaskan mengenai semuanya. Tidak, maksud saya Roy yang memberitahuku. Pak Sutedjo sudah Anda anggap seperti ayah Anda sendiri bukan begitu, Nona Alana? Dan dia begitu menyayangi kuda. Kejam rasanya memisahkannya dari kuda-kuda yang menopang hidupnya selama ini.Yah, benar juga—Lalu apa yang bisa kamu lakukan? Saya bisa melakukan semuanya sendiri, Mas Pasha.Saya bisa merobek baju murahan itu dari tubuh mungilmu itu, Manis. Menarik lehermu hingga mulutku dapat memagut mulutmu. Membawamu ke atas, ke kamar di mana kita bisa menghabiskan malam ini dengan desahan kepuasan.Kamar yang barangkali tempatmu menjajahkan tubuhmu bersama Rufi. Atau mungkin, bersama Feisal juga.Gadis ini tidak mungkin memiliki villa semewah ini jika tidak ada yang menyokongnya. Menurut laporan yang diterima Pasha, villa ini dimiliki atas nama Rasyid Mantovani, ayah si begundal yang tak lain mertua Perlita.Entah siapa gadis ini sebenarnya. Yang jelas, Pasha harus hati-hati. Sudah banyak pria yang ia kira sudah dijerat oleh Alana Sotomayor. Dan dia tidak mau menjadi korban wanita ini. Karena kalau ia sampai menyerahkan dirinya pada wanita ini, ia tak yakin menemukan jalan untuk kembali menjadi Pasha yang rasional.Mobil Lexus itu punyamu? tanya Alana membuyarkan lamunan Pasha.Anda bercanda, ya? Pasha tertawa masam. Pengangguran seperti saya mana bisa punya mobil semewah itu? Mobil itu punya Pak Feisal, Nona.Maafkan saya, kata Alana. Baiklah, Pasha, saya punya tawaran yang lebih baik. Alana terdiam. Kamu akan menjadi butler sementara saya sibuk belajar di siang hari, bagaimana?Dengan senang hati, Nona. Kalau saya boleh tahu, belajar apa?Untuk saat ini saya belajar desain melalui internet, jawab Alana. Desain pakaian.Kalau begitu pasti seleranya sangat buruk mengingat pakaian yang dipakai perempuan itu. Saya masih amatir, lanjut Alana lagi. Tapi majikanmu, Feisal, melihat potensi di bidang yang masih saya anggap mentah itu.Majikanku. Dalam hati Pasha tertawa sumir. Sedih sekali menyamar menjadi gembel seperti ini. Saya yakin Pak Feisal tidak salah percaya pada Anda, sahut Pasha.Alana mengangkat mukanya untuk menatap Pasha. Saat itu mereka saling bertatapan, dan entah dari mana datangnya desiran hangat di dadanya tatkala matanya bertemu dengan Pasha. Kamu sudah boleh bekerja, kata Alana kikuk. **  3. What a bastard, Ia mendengar adiknya menumpahkan kejengkelannya di speaker ponselnya. Mama sama sekali tidak apa-apa di rumah! Dan aku dengar dari Alana, kamu berada di sana? Sebagai apa..? Pelayan rumah? Holy God! Apakah otakmu sudah tidak ada di tempatnya lagi, Kak?Pasha terkekeh. Untuk mengalihkan perhatian adiknya, ia memberitahu Feisal bahwa terjadi sesuatu pada Mama. Begitu adiknya pergi, barulah ia berani masuk ke villa itu melalui kunci yang diduplikat oleh Roy. Well, Feisal, aku minta maaf telah menipumu. Aku hanya penasaran pada wanita yang membuatmu pulang ke Jakarta dan tidak memberitahu keluargamu sama sekali.Kalau kamu mengira Alana adalah wanita semacam itu, kamu salah besar, Kak, desis Feisal marah. Dia bukan istrimu yang murahan itu!Jangan mengalihkan pembicaraan, Dik, kata Pasha dingin. Kamu tahu semua orang mencari anak Perlita. Mengapa kamu sembunyikan kenyataan itu dari kita semua? Aku harap kamu punya alasan yang membuatku terkagum padamu.Pentingkah itu? Semua orang mencari Aira untuk mengambil harta adik kita, kuingatkan takut-takut otakmu sudah tak jalan lagi.Salah satunya kamu? Kamu mengincar harta Perlita? Dammit, Pasha, aku sama sekali tidak terpikir untuk harta Perla. Ini mungkin terdengar bullshit, tapi aku memang ingin merawat keponakanku. Hanya aku, yang membantu Perlita saat kalian semua tidak ada yang mau menerimanya.Gigi Pasha gemelutuk. Sial. Feisal benar, Pasha tidak pantas ikut kontribusi untuk masa depan keponakan mereka. Tapi masalahnya, Pasha berpikir Feisal sedang dibutakan oleh wanita cantik itu. Dan sudah menjadi tanggung jawab Pasha untuk melindungi segenap keluarganya. Dia tidak akan membiarkan harta Perlita jatuh pada orang yang tidak berhak. Dan iris nadinya jika ia melihat adik satu-satunya menikah dengan wanita jalang macam Alana Sotomayor.Well, sekarang aku sadar bahwa Aira perlu dibimbing, salah satunya ia harus tinggal bersama keluarga Hartanto Jusuf, kata Pasha.Sama sekali bukan keputusan yang tepat. Effendy sama sekali tidak mencarinya, kan? Dia bahkan sama sekali tidak menghendaki keberadaan cucunya!Aira harus berada di tempat seharusnya di mana ia berada, Dik, sahut Pasha tegas. Aku kira Alana takkan tahan hidup dengan keluarga kita.Dia justru orang pertama yang kusingkirkan dari kehidupan Aira.Kamu tidak bisa melakukannya, Pasha, tegas Feisal. Alana sangat menyayangi Aira. Tidak ada seorang pun yang bisa menyayangi keponakan kita selain dia!Oh, Dik, ayolah dia hanya gadis muda yang tidak punya apa-apa. Tahu apa dia soal mengurus anak?Dia akan punya apa-apa begitu menjadi istriku.Istrimu? tergelak Pasha. Bermimpilah, Dik. Masih banyak wanita yang lebih baik ketimbang dia, kan? Dan aku orang, yang paling bersikeras, untuk menentang pernikahan itu.Siapa yang peduli, Kak? Kamu bukan Tuhan. Feisal berdecak.Tentu saja Mama akan peduli. Begitu Mama sadar dan tahu anak lelakinya menikah dengan penculik cucunya... oh, Feisal, aku tidak membayangkan kelanjutannya.Brengsek kamu, Pasha!Sekarang biarkan aku memerankan pekerjaan baruku sebagai Pasha pelayan Nona Alana, Dik. Berdoalah dengan adanya aku di sini, aku bisa tahu keperibadian Alana-mu yang sebenarnya. Barangkali itu dapat mengubah keputusanku untuk menyeretnya ke pengadilan.Bajingan kamu....Klik. Pasha mematikan ponselnya. Untuk sementara ia tidak akan memakai ponsel itu dan hanya menggunakan email jika ada informasi darurat dari kantor dan rumah. Kemudian ia menoleh pada westafel yang penuh dengan tumpukan piring.Saat kuliah di Stanford ia terbiasa melakukannya. Mencuci piring bekasan dirinya. Tapi sekarang, ia harus mencuci piring kotor wanita itu? Sial seribu sial. Rasanya lebih baik langsung melemparkan kekesalannya saja pada wanita itu dan melaporkannya ke polisi.Tidak sekarang, Pasha mengingatkan dirinya. Dia tidak bisa sembarang menuntut orang jika tidak tahu faktanya. Bagaimana kalau yang dikatakan Feisal benar adanya? Perlita menyerahkan anaknya pada wanita jalang itu. Bisa saja kan saat itu Perlita adik kecilnya ditipu juga oleh pesona Alana?Jangan hiraukan aku, lanjutkan saja pekerjaanmu, Mas Pasha.Kalimat perintah itu justru menarik perhatian Pasha. Sambil mencuci piring ia dapat melihat Alana yang merebahkan Aira di dalam buaian dekat meja bar, lalu perempuan itu mulai berkutat dengan pensil-pensilnya, dari yang tipis sampai yang paling tebal, di atas kertas polos berukuran A4. Di samping peralatan gambarnya terdapat beberapa kain kusut dengan warna yang berbeda-beda.Sedang belajar, Non? tegur Pasha sambil meremas spons dan mulai mencuci piring satu per satu. Bukan, Mas, lagi nyari uang, jawab Alana diiringi dengan tawa kecil.Nyari uang, Non?Iya, seperti Mas Pasha. Setiap enam bulan sekali Feisal ke sini, mengambil desain-desain saya untuk perusahaan pakaiannya di Singapura. Kalau pasar lagi baik, Feisal membayar saya dengan jumlah yang besar.Non Alana ini desainer?Bisa dikatakan begitu. Tidak semua desain saya diterima oleh perusahaan Feisal. Alana menghela napas. Dan itu hal tersulit. Saya akan kebingungan mendapatkan uang untuk merawat Aira.Huh, bagaimana bisa adikku memercayai urusan anaknya pada gadis tak berdaya ini, keluh Pasha. Karena itu Mbak belajar desain online? Agar tak ada satu desain pun ditolak oleh perusahaan Pak Feisal?Ya, begitulah. Feisal orang yang baik, dia tidak menuntut saya untuk bekerja di sana. Yang dimintanya dari saya adalah merawat keponakannya dengan baik. Mas Pasha tentu sudah tahu Aira keponakan Feisal, kan?Pasha mengangguk.Dan saya tidak bisa membalas jasanya sampai situ saja. Saya harus berguna, berkontribusi untuk Feisal. Kami sudah berteman sebelum adik Feisal, Kak Perla, meninggalkan Aira.Lucu. Anda memanggil Pak Feisal dengan sebutan nama, sementara pada adik Pak Feisal dengan sebutan 'kak'?Feisal sendiri yang memintanya. Dia merasa sangat tua jika saya panggil dengan sebutan itu.Tentu saja. Adikku mana mau dianggap tua oleh gadis kecil yang disukainya! Hubungan Anda dan Pak Feisal pasti sangat dekat, ya.Ya, seperti hubungan Mas dan Feisal.Pasha menoleh dan mengernyitkan dahinya. Hubungan saya dan Pak Feisal tidak sebaik itu, jawabnya.Benarkah? Setahu saya Feisal tidak pernah dekat atau percaya pada siapapun, termasuk pada rekan kerjanya sendiri di kantornya. Apalagi, dia sendiri yang meminta Mas Pasha untuk menjaga kami—Aira dan saya. Mas seharusnya bersyukur dapat dipercaya begitu oleh Feisal.Bicara pada Feisal saja hanya dua kali setahun. Saat Lebaran Idul Adha dan Idul Fitri. Ya, saya merasa bersyukur telah mengenal Pak Feisal, desah Pasha, melanjutkan aktivitas cuci piringnya.Mas Pasha.Ya, Non Alana. Pasha meletakkan piring terakhir ke rak untuk piring. Ia mengelap tangannya dengan kain kering, dan berdiri berhadapan dengan Alana. Jangan panggil 'nona', kata Alana, tertawa kecil. Usia saya jauh lebih muda dari Mas Pasha.Non—Alana tahu usia saya berapa?I don't know. Alana mengamati wajah Pasha yang tampan—kumis serta jenggot tipis yang menghiasi wajahnya, rambutnya yang rapi, dan matanya yang belo itu menatapnya dengan berani seolah menantangnya untuk menebak dengan benar. Tiga puluh enam?Pasha menggeleng dengan senyum masam. Setua itukah penampilan saya? Saya berusia tiga puluh satu tahun, jawabnya.Oh. Pipi Alana memerah karena malu. Ia tertawa lagi, lebih keras. Maaf, Mas Pasha terlihat lebih bijak daripada seorang pria yang berumur tiga puluh satu tahun.  Bijak bukanlah kata yang tepat. Hiduplah yang membuat Pasha terlihat lebih tua daripada usianya. Kerutan di pelipisnya menandakan betapa takutnya pada mimpi saat ia tidur. Mimpi bisa buruk bisa baik. Namun hidup, ia memperjuangkannya untuk hidup di kehidupan yang baik.Menjadi cucu dan anak tertua yang tak pernah dianggap oleh ibunya sejak hadirnya Feisal kemudian Perlita, memberi pelajaran pada Pasha untuk tidak menempatkan harapannya pada orang yang salah. Ia mengeruk keberhasilannya dengan kegigihannya walau pada akhirnya ia meneruskan usaha kakek dan ayahnya. Tapi itu bukan hal yang mudah. Kakeknya lebih memilih orang lain untuk menjadi CEO di H.J Puccino, perusahaan kopinya, yang lebih bonafit daripada keluarganya yang tak bisa apa-apa. Dan Pasha membuktikan, dengan semangat serta kemampuannya dalam berbisnis, ia dapat meraih posisi itu.Hanya segelintir orang yang dapat melakukannya. Orang-orang terpilih.Hidup pula yang membuat Pasha kebal pada kebohongan, kemunafikan, kepura-puraan yang dilakukan orang lain padanya. Ia tahu, sebelum ayahnya pergi, ia tengah memeluk Feisal. Orangtuanya bertengkar hebat. Mereka membahas sesuatu, hingga ujungnya Mama mengangkat topik mengenai alasan Mama dan Papa Ahad menikah.Pasha tidak mau mengingatnya.Kini, setelah ia kehilangan ayah serta adiknya, ia tidak mau kehilangan Feisal dan keponakannya. Tidak, dia tidak mau menyerahkan harta yang dimilikinya untuk wanita munafik seperti Alana.Terima kasih, Non..ngg, Alana, sahut Pasha. Saya tidak akan terbiasa memanggil nama kecil saja, Mbak Alana."Ya ampun, Mas, tidak apa-apa, panggil Alana saja. Toh kita ini sama-sama ditolong Feisal, kan? Bedanya aku lebih muda daripada Mas, dan aku rasa kita bisa berteman.Benarkah? Kita bisa berteman..., Alana?Cara Pasha bertanya padanya, cara pria itu menatapnya, membuat Alana berhenti menggambar. Dia tidak pernah merasakan hal semacam ini, ketika ada sesuatu dalam dirinya sedang menari, dan... panas. Apakah ini gairah? Tidak, Pasha tidak bersikap kurang ajar dan bermain fisik dengannya.Tidak mungkin dia jatuh cinta pada pria yang baru dipukulnya dengan kayu, kan?Well, sejauh yang bisa saya lihat, kita bisa jadi teman, kata Alana, menundukkan kepalanya untuk menggambar lagi. Dia tidak bisa melihat sorot mata Pasha. Lebih tepatnya, tidak tahan. Kecuali Mas Pasha memilih untuk tidak mau berteman dengan saya.Saya tidak menolak.Alana mengangkat mukanya. Panggil namaku kalau begitu.Bagaimana saya memulainya? Bibir Pasha menukik senyum penuh arti. Baiklah, Alana.Good. Alana kembali berkutat dengan kertas-kertasnya. Dia sudah mengambil beberapa contoh dari desain yang sudah dibuatnya, dan mulai memodifikasinya dengan menambahkan beberapa hiasan di bagian tertentu. Selama ia menggambar, ia merasakan sepasang mata yang memperhatikannya. Ia mengalihkan pandangannya ke Pasha lagi. Mas Pasha mungkin bisa mengerjakan hal lain.Mengerjakan apa misalnya, Alana? Rumah ini sudah bersih sebelum saya menginjakkan kaki saya di sini, jawab Pasha.Mungkin Mas Pasha dapat membuatkan susu untuk Aira. Alana menoleh pada gadis kecil yang sedang terlelap dalam buaian. Bisakah Mas melihat? Aira tampak tenang, tidak rewel meski tidak minum susu sebelum tidur. Aira seolah sudah mengerti keadaan saya.Pada dasarnya Pasha tidak suka anak kecil, karena itu selama ini ia selalu menggunakan 'pengaman' setiap melakukannya dengan Ambar. Ada sesuatu dalam dirinya yang enggan melibatkan dirinya dengan anak kecil, yang lebih banyak merengek, menyusahkan, dan bahkan banyak pula kepesimisan dalam dirinya yang membuatnya berpikir ia tidak bisa membahagiakan anak kecil.Tapi kali ini, hati Pasha tergugah. Sedikit. Aira mengingatkan pada momen di mana ia menemukan adiknya Perlita di buaian. Saat itu Mama sangat senang memperkenalkan bayi perempuannya pada semua orang, tak terkecuali pada dua anak lelakinya. Kala itu Pasha tidak mengenal kata 'iri'. Tapi semakin besar, ia semakin tidak dapat mengerti mengapa Mama tak pernah menganggapnya dan Feisal sebagai anaknya.Pasha mengulurkan telunjuknya untuk membelai pipi Aira. She's so beautiful, desahnya.Alana menatapnya dengan heran. Mas bisa bahasa Inggris? Memerah pipi Pasha. Sial. Dia lupa menjalankan perannya sebagai Pasha si pembantu. Pak Feisal tidak memberi kesempatan pada orang yang bodoh banget, Alana, jelasnya.Ya, benar juga, sahut Alana. Mas suka anak kecil?Ngg—ya dan tidak, jawab Pasha kikuk. Saya belum berpengalaman mengurus anak.**  Unlock untuk baca cerita ini secara lengkap di PDF.
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan