
Office romance, mature theme, boss x staff
rate : 18+
Blurb :
Kiara Magnolya, memiliki tiga sisi yang berbeda. Kiara yang di rumah, Kiara yang di kantor, dan Kiara yang di luar kantor dan di luar rumah. Saat di rumah, Kiara adalah seorang anak yang penurut dan pendiam. Saat di kantor, Kiara adalah seorang pekerja yang tegas dan jutek. Saat di luar rumah dan di luar kantor, Kiara adalah wanita bebas yang senang bersenang-senang. Dan orang-orang, tidak akan mendapati ketiga Kiara secara bersamaan.
Kecuali,...
From : +1 647 987 6584
Text me if you need me.
-Your Gabriel
Kiara menyipitkan kening membaca sebuah pesan masuk yang diterima. Dikirim oleh nomor dengan kode area luar negeri. Wanita itu mulai mengingat keras siapa pengirimnya barusan. Di tengah kepalanya yang masih nyut-nyut-an tak karuan. Diingatnya semalam Kiara yang bersenang-senang di sebuah klub malam langganannya. Berjoget dan minum cocltail kesukaannya hingga melayang-layang.
Lalu ... setelah itu apa?
Kiara meringis keras, mencari lebih jauh ingatannya yang masih hilang. Sampai kemudian, perutnya terasa diaduk-aduk. Membuat wanita itu turun dari ranjang, berjalan menuju kamar mandi yang sialnya tidak langsung dia ketahui.
Shit! Dia bahkan bukan berada di dalam kamarnya sendiri saat ini.
Menunda sebentar soal kamar ini, Kiara menuntaskan urusannya lebih dulu di depan wastafel. Memuntahkan isi perutnya yang hanya berupa cairan bening. Selesai dengan menyalakan keran yang langsung membersihkan muntahannya dengan air yang mengalir, juga dengan tangannya sendiri, Kiara membersihkan mulutnya. Hela napasnya keluar menatap pantulan wajahnya di depan cermin.
So messed up.
Rambutnya acak-acakan, maskaranya yang luntur, lipstiknya yang berlepotan. Make up cantik Kiara yang ia poles dengan sangat baik ke wajahnya tadi malam kini membuat rupanya itu bak monster. Alias, Kiara jelek sekali! Tidak tahan memandang wajahnya sendiri, Kiara mencucinya. Dengan kemudian, sekilas dua kilas ingatan hilangnya mengenai kondisi tadi malam kembali melintas di kepalanya.
“Gabriel? The Angel?”
Suaranya yang dia buat secentil itu, terdengar di kepalanya. Suaranya ketika berbicara dengan seorang dengan pria yang wajahnya masih samar di ingatannya.
“No, not me. It’s you. You are the angel.” Suara berat pria itu juga kembali masuk ke dalam ingatannya.
Kiara berdiam di tempatnya. Dengan kedua tangan berpegangan pada sisi wastafel. Masih serius menyusun kembali ingatan-ingatannya yang berceceran. Di mana ternyata dia menemui seorang pria asing di klub malam. Mereka berkenalan, menari bersama, juga ....
Oh shit! Mereka bahkan berciuman?
Seriously, Kiara? Dia berciuman dengan stranger yang baru pertama kali ditemuinya? Yang bahkan wajahnya belum terlihat lebih jelas di dalam ingatannya? Kiara sepertinya bukan hanya mabuk, tetapi dia gila!
Suara ponsel berdering, membuat isi kepala Kiara yang masih mengingat-ingat buyar seketika. Wanita itu pun keluar dari kamar mandi. Menuju ponselnya yang masih tergeletak di atas ranjang. Nama dan profil mamanya muncul di layar. Kiara menarik napasnya perlahan, sebelum kemudian, mengambil ponsel itu, berdeham menyamankan tenggorokan, lalu menjawab panggil.
“Di mana Iya? Kok kamu nggak pulang ke rumah?” Suara tanya Mamanya langsung ia dengar.
Kiara meringis kecil. Dia sendiri bahkan tidak tahu di mana keberadaannya saat ini. Pandangan Kiara pun mengeliling. Mencari sedikit clue mengenai kamar ini. Sampai matanya menangkap sebuah logo hotel, kepala Kiara pun kembali tercerahkaan.
“Iya nginep di rumah Zoe mah,” bohong wanita itu, membawa-bawa temannya. Kalau Mamanya tahu dia menginap di hotel setelah mabuk-mabukan, bisa langsung dipotong-potong menjadi delapan bagian tubuhnya.
Sampai kemudian, terdengar cebikan Mamanya di seberang. “Kamu tuh. Kebiasaan banget kalau hari libur pasti nginep. Baru bangun kan pasti kamu? Nggak ke gereja pasti kan kamu?”
Kembali, Kiara meringis. Tentu saja dia baru di siang hari di mana matahari sudah teramat terik. Juga, melewati jadwal ibadah minggunya.
“Sore, Ma. Sore.”
“Sore, sore. Mana mungkin kamu dateng sore. Paling ada aja alasan kamu nanti terus nggak jadi pergi.” Mamanya kembali mengomel. “Kamu itu ke gereja cuman seminggu sekali loh, Ya. Seminggu sekali pun kamu masih malas.”
Kiara memilih untuk diam. Menyiapkan telinganya mendengar ceramah siang sang ibu sembari menahan perutnya yang mulai kelaparan. Suara Mamanya yang masih terdengar di telinga, tetapi pikiran Kiara tidak di sana. Alih-alih demikian, dia sedang membayangkan beberapa menu makanan yang bisa disantapnya setelah ini.
Sungguh, Kiara benar-benar kelaparan!
“Jangan lupa, Ya. Tamu penting yang mau datang. Kalau kamu nggak bawain, kamu nggak usah pulang-pulang lagi,” ujar Mamanya sebelum kemudian berhenti bicara.
“Iya, Ma.” Kiara menyahut. Spontan saja. Sebab sebenarnya, dia bahkan tak menyimak apa yang baru saja Mamanya perintahkan.
Bawa apa, sih? Kiara disuruh bawa apa?
Sampai panggilannya dengan sang ibu berakhir, Kiara masih tak dapat mengetahui apa yang baru saja diperintahkan untuknya. Sepertinya, efek mabuknya belum benar-benar hilang. Kiara yang biasanya cepat tanggap dan gesit saat di kantor, kini mulai bak orang linglung yang hanya mampu menggaruk kepalanya dengan rambut kusut bak singa. Apa dia terlalu banyak menenggak alkohol, ya, makanya kadar kepintarannya jadi menipis sedikit demi sedikit?
Tapi, berpengaruh nggak, sih?
*__*
From : +1 647 987 6584
You ghostin’ me or just being cute? 😏
Kiara menemukan sebuah pesan masuk lagi dari nomor yang siang tadi mengiriminya pesan. Pria yang dia temui di klub semalam. Pesan itu sengaja-tak sengaja dia abaikan. Selain Kiara belum mengingat benar-benar dan merasa tak perlu membalas, dia juga disibukkan dengan titipan Mamanya yang cukup banyak. Titipan yang akhirnya Kiara ketahui setelah bertanya lagi pada adiknya. Ada tamu istimewa yang katanya mau datang ke rumah. Mamanya banyak menitip buah-buahan, juga Kiara diminta mengambil beberapa bolu yang sudah mamanya pesan di toko kue.
Pesan itu kembali Kiara abaikan. Dia tidak punya waktu untuk mencari tahu lagi lebih banyak tentang si ‘Gabriel’. Tidak penting juga. Toh, mereka tidak akan bertemu lagi. Kiara mulai mengingat sedikit tentang pria itu. Gabriel yang merupakan asal Kanda, meski katanya Mamanya adalah orang Indonesia. Mereka memang berciuman. Hampir check in kamar juga. Namun syukurnya, tiba-tiba tidak jadi dan hanya Kiara yang menempati kamar itu sendiri. Kiara menutup pintunya dari dalam dan tidak mengizinkan pria asing itu masuk ke dalam. Hal yang patut disyukuri bahwa meski dia hangover tadi malam, Kiara masih punya akal sehat untuk tidak tidur dengan pria asing itu.
Ponselnya berdering begitu Kiara menutup pintu mobilnya yang terparkir di depan toko kue. Nama Mamanya muncul di layar. Si yang paling tidak sabar. Menghela napasnya, Kiara pun menjawab panggilan itu.
“Iya, Ma. Ini Iya baru ambil kue.” Kiara langsung bicara sebelum Mamanya sempat melakukannya lebih dulu.
“Ini tamu Mama udah sampe di rumah makanannya belum ada. Lagian kamu lama banget, sih, cuman ambil kue doang? Rumah Zoe ke tokonya kan nggak jauh. Toko buah juga ada di sampingnya.”
Memang benar, rumah Zoe ke toko kue tidak jauh. Masalahnya kan, Kiara bohong. Dia tidak ada di rumah Zoe, melainkan di hotel yang jaraknya cukup jauh dari toko kue yang Mamanya sebutkan.
“Macet, Ma.” Kiara pun beralasan. Sebelum kemudian mengakhiri panggilan dan kembali melajukan mobilnya membelah jalanan.
Beberapa menit menempuh waktu perjalanan hingga akhirnya dia bisa tiba di rumahnya. Memarkirkan mobil di garasi, Kiara pun bersiap turun. Sampai kemudian urung dilakukannya sebentar saat sebuah notifikasi pesan masuk muncul di layarnya.
From : +1 647 987 6584
So cute....
Si ‘Gabriel’ tidak jelas itu lagi. Kiara langsung menutup layar. Melihat pria itu ternyata sangat mengganggu dan tidak jelas, setelah ini Kiara bertekad untuk memblokir nomornya saja. Lagi pula, kenapa juga dia bisa sukarela memberikan nomor ponselnya pada pria asing, sih?!
Seganteng apa sebenarnya si ‘Gabriel’ itu sampai Kiara memberikannya nomor HP? Biasanya, meski sedang mabuk parah, Kiara masih punya akal sehat yang memandunya untuk tidak memberikan nomor ponsel ke pria asing. Kecuali, kalau memang dia sudah sangat terpikat oleh pria itu.
Ah, sepertinya, mungkin saja Kiara memang sudah terpikat. Karena kalau tidak, tidak mungkin dia merelakan bibirnya berciuman dengan pria itu, kan?! Meski, Kiara benar-benar tidak bisa mengingat dengan jelas bagaimana rupa si pria asing kecuali hanya nama dan suara beratnya saja.
Turun dari mobil dengan cukup kerepotan membawa sekantung buah juga bolu pesanan Mamanya, Kiara mulai memasuki pekarangan rumah. Melihat pintu depan rumahnya yang terbuka, juga mobil lain yang sebelumnya sudah ia temukan lebih dulu di garasi rumah. Seperti yang Mamanya bilang, tamunya sudah datang sebelum makanan datang.
Kiara pun melangkah ke dalam rumahnya. Mendapati seorang pria berdiri membelakanginya—menghadap bufet tempat beberapa bingkai foto dipajang di sana. Pria berambut hitam sedikit kecokelatan itu, yang wajahnya hanya Kiara bisa lihat sedikit dari samping, terlihat tengah memegang sebuah bingkai foto. Sampai kemudian, dia berbalik, bertatapan langsung dengan Kiara yang mematung di tempatnya.
“Hello, Angel.”
Pria itu menyapanya, membuat seluruh bawaan di tangan Kiara terjatuh saat akhirnya ingatan di kepalanya sembuh total. Si ‘Gabriel’. Orang itu adalah pria tadi malam yang berciuman dengannya. Juga orang yang mengiriminya pesan yang tidak kunjung Kiara balas. Pria yang tengah memegang bingkai fotonya ketika Kiara masih lima tahun.
*__*
Kacau, kacau!
Hidupnya sebagai anak baik-baik nan penurut di rumah mulai terancam. Kiara gelisah setengah mati. Netranya tidak lepas mengamati pergerakan ‘Gabriel’ yang duduk manis di sampingnya ibunya. Ya, Ibunya. Kiara benar-benar merasa seperti berada di dalam neraka. Bahwa ternyata, ibunya Gabriel adalah teman Mamanya yang bertamu hari ini!
Kalau saja dia tahu, Kiara pasti tidak akan pulang ke rumah!
Sayangnya, Kiara bukanlah cenayang. Dia tidak tahu tentang masa depan. Sungguh, kalau Kiara tahu tentang masa depan, jangankan pulang ke rumah, ke klub malam pun tidak akan Kiara lakukan kalau dia tahu akan dipertemukan dengan pria itu. Sepertinya, ini benar-benar hukuman dari Tuhan karena Kiara jarang ke gereja.
Oh, Tuhan! Kenapa hukumannya berat sekali?
Sampai kemudian ‘Gabriel’ yang tengah ikut berbincang dengan ibunya, pamit bangkit dari sofa saat teleponnya berbunyi. Pria itu melangkah pergi dari ruang tamu. Hal yang langsung Kiara manfaatkan untuk ikut bangkit dari sana. Mereka harus bicara. Kiara harus membungkam pria itu agar tidak bicara macam-macam pada Mamanya.
Kiara menyusulnya. Mendapati ‘Gabriel’ yang langsung tahu kalau dia diikuti. Pria itu bahkan mengedipkan sebelah matanya pada Kiara sebelum kemudian menjawab teleponnya. Berbincang dengan lawan bicaranya yang entah siapa, sembari pandangannya menatap Kiara dengan senyum genit padahal Kiara tengah memasak wajah ketusnya dengan tangan yang dilipat di depan dada. Sampai pria itu selesai menelepon dan memasukkan ponselnya ke dalam saku celana dan Kiara yang masih berdiri dengan ekspresi yang sama.
“Do you miss me?” Pria itu bertanya dengan senyum manis di bibirnya.
“We need to talk.” Kiara mau langsung to the point saja. “Can we just forget everything about last night? (Bisa nggak kita lupain aja soal tadi malam?)”
Senyum manis Gabriel yang masih tertahan di bibir, juga kakinya yang melangkah mendekat Kiara. Tepat di hadapan wanita itu hingga Kiara memundurkan langkah saking dekatnya Ethan berdiri di depannya.
“Why should I? (Kenapa?)” Gabriel menanggapinya bak main-main.
Kiara menghela napasnya. Kemudian, memilih memasang wajah memelasnya. “Please? My mom can’t know about that. (Tolong? Mama gue nggak boleh sampe tahu.)”
“About what? (Tahu apa?)”
Kiara nyaris menggeram. Namun sebisa mungkin, dia masih mencoba untuk bersabar. Bagaimana pun, Kiara perlu pria ini untuk bekerja sama.
“About our kiss last night? (Tahu soal ciuman kita tadi malam?)”
Oh, shit! Kenapa pria ini menyebalkan sekali?
“Or the part where you took me to the hotel and then ditched me like a scene from a bad rom-com?? (Atau soal kamu yang nyulik aku ke hotel terus buang aku kayak di adegan film romantis yang jelek?)”
Kiara mengepalkan tangannya di sisi tubuh. Ini hari apa, sih? Apakah hari sialnya? Perasaan kemarin-kemarin Kiara baru sedang senang-senangnya melihat saldo di rekening yang bertambah sehabis menerima gaji. Kenapa sekarang sudah sial lagi?
*__*
Awal bekerja di Ardas, posisi Kiara adalah sebagai seorang recruiter. Dengan sebelumnya dia memiliki pengalaman dua tahun sebagai HR Admin and General Affair. Sayangnya, ketika melamar di Ardas, hanya tersedia posisi recruiter saja. Karena sedang butuh-butuhnya bekerja, Kiara pun nekat melamar dengan menyeratkan pengalaman di universitasnya juga background pendidikan yang merupakan sarjana psikologi. Syukurnya, Kiara diterima. Menjadi seorang HR Recruiter Ardas selama setahun lamanya.
Selama setahun itu, Kiara tidak pernah sekalipun bertemu dengan orang ini. Petinggi perusahaannya, salah satu investor and founder yang menjabat sebagai CEO Ardas Kanada yang hanya Kiara tahu nama dan alamat emailnya saja.
Gabriel Ethan Mahendra.
Sial! Kenapa pria itu sekarang ada di mana-mana? Setelah di ponselnya, di rumahnya, dan kini juga ada di kantornya?
“It’s a really nice to meet you all.”
Suara Sir Ethan—setidaknya itulah sapaan yang biasa dialamatkan kepada pria itu di sini—masuk begitu jelas di telinga Kiara. Masih sama. Masih sama seperti kemarin, atau kemarin lusa. Basnya, juga intonasinya yang santai, penuh keramahan dan sok akrab. Dia benar-benar pria yang sama dengan ‘Gabriel’ yang Kiara temui di klub dan di rumahnya.
Sejak Jumat kemarin, mereka memang sudah diberitahu mengenai kedatangan Ethan untuk yang pertama kalinya sejak Kiara bekerja di sini. Sebagai recruiter, Kiara memang tidak pernah bersinggungan langsung baik di telepon atau pun di email dengan Ethan. Dia hanya pernah sekali ketika online town hall di mana wajah Ethan tidak tampak begitu jelas. Entah karena kamera laptopnya yang bermasalah atau memang lokasi pria itu yang berada di tempat remang-remang hingga Kiara tak bisa mengenalinya bahwa Ethan petinggi perusahaannya adalah Gabriel yang Kiara temui di klub malam.
“Kiara will be assisting you here, Sir. Feel free to ask her if you need anything.” Suara Tamara, atasannya terdengar menyebut namanya.
Kiara. Kiara yang akan menjadi PIC pria ini selama berada di sini. Begitulah kira-kira tugasnya yang memang sudah ia ketahui. Kiara sudah berganti alih dari seorang recruiter. Dia sudah beralih jabatan menjadi seorang HR Assistent. Salah satu pekerjaannya, Kiara ditugaskan mengurusi keperluan para expat (Expatriate : WNA yang kerja/tinggal di negara lain). Dari mulai mengurusi visa atau KITAS, akomodasi ketika berada di Indonesia, juga segala macamnya. Dia sudah tahu mengenai tugasnya itu. Bahkan, Kiara sendiri jugalah yang dua minggu lalu mencarikan sebuah apartemen untuk Ethan tinggali.
Kiara masih bengong terbengong-bengong di ruang meeting ini. Di mana tempat penyambutan Ethan diadakan. Meski sebenarnya, atasannya di sini hanya ada Tamara. Tidak ada Mr. Alex—CEO perusahaannya—yang memang jarang berada di Indonesia. Mr. Alex tinggal di Singapura. Hanya sesekali saja dia datang kemari jika ada yang penting.
“Kiara?”
“Ki?”
“Kiara!”
Kiara tersentak saat tangannya disenggol seseorang. Sadar dari lamunannya, Kiara panik bercampur bingung menatap Tamara yang baru saja mencolek lengannya.
“Ya, Bu?” Sedikit gelagapan, Kiara pun menyahuti.
“Sir Ethan ngomong sama kamu,” ujar Tamara sedikit geram.
Kiara menoleh pada pria yang baru saja disebutkan namanya. Menatap Ethan dengan senyum manis penuh flirting khasnya.
“Can you drive, Kiara? (Kamu bisa nyetir nggak Kiara?)” tanya Ethan padanya.
Masih mencoba menguasai kondisi, Kiara pun menjawab. “Bisa. Ah ...” Wania itu mencebik kecil. “I mean, ya, Sir, I can drive.”
“So, can you drive me home right now? (Bisa anterin saya pulang sekarang nggak?)”
Kiara menatap pada Tamara, mengonfirmasi permintaan Ethan barusan. Ini masih jam kerja. Masa pria itu meminta diantar pulang?
“You should go. Sir Ethan lagi kurang enak badan. Antar dia ke apartemennya untuk istirahat,” jawab Tamara.
Menghela napasnya pelan, Kiara pun menatap lagi pada Ethan. Tak banyak lagi yang bisa dia lakukan selain kemudian keluar dari kantor ini bersama dengan Ethan. Memegang kunci mobilnya sendiri. Dengan tatapan sinis ke depan, tak mau memilih untuk menatap ke samping, tempat Ethan berjalan di sampingnya.
Ethan meminta diantarkan pulang. Seolah-olah dia tidak bisa pulang sendiri dengan alasan tidak enak badan, padahal kemarin Kiara masih menemui pria itu sehat sentosa mengantarkan ibunya berkunjung ke rumah. Ethan meminta diantarkan ke apartemennya, padahal kemarin dia masih tinggal di rumah ibunya. Juga, Ethan tak membawa mobil, padahal kemarin dia datang ke rumah Kiara dengan mengendarai sebuah mobil.
“Slowly, Angel. Why are you walking so fast? (Kenapa jalannya cepet-cepet?)”
Panggilan itu. Angel. Kiara mencebik keras. Menghentikan langkahnya menatap pada si pria. Wajah santai Ethan yang menyebalkan. Sama sekali tak terlihat seperti orang yang sedang tidak enak badan.
“I thought we agreed to forget everything. I paid you, remember? (Kayaknya kita udah sepakat untuk lupain segalanya. Gue udah bayar lo, inget nggak?)”
Benar. Kiara sudah membayar pria itu. Catat, Kiara benar-benar membayarnya. Dengan uang. Menghabiskan setengah gajinya agar Gabriel atau memang lebih cocok dipanggil (S)Ethan, untuk tutup mulut. Bukan Ethan yang meminta, melainkan Kiara yang menawarkannya. Dia menawarkan membayar Ethan beberapa juta agar pria itu tidak bicara apa-apa pada Mamanya, juga melupakan pertemuan konyol mereka di klub malam. Ethan menerima uangnya, dibuktikan dengan dia yang bahkan mengirimkan sendiri nomor rekeningnya.
Namun kini, Ethan malah bertingkah. Dia bahkan memasang wajah sok polosnya seolah-olah tak mengerti dengan apa yang baru saja Kiara katakan.
“Sir, please, shall we work as professionals? (Pak, tolong, bisa nggak kita kerja profesional aja?)” Kiara menatap pria itu tegas.
Ethan memajukan wajahnya, membuat Kiara menarik diri menjauh.
“Angel, pelase, shall we work as unprofessionals? I think I’m going crazy over you. (Angel, tolong, bisa nggak kita nggak usah kerja profesional? Kayaknya aku mulai gila karena kamu.)”
Gila! Setan itu memang gila!
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
