Menyingkap Kain Penutup Nisan

0
0
Deskripsi

Di beberapa daerah, jamak ditemukan nisan-nisan bertutup kain. Sekilas, ini membuat sebuah makam atau nisan tampak lebih terlihat mistis dan angker. Di sisi lain, praktik menutup nisan dengan kain memiliki banyak arti dan tujuan, termasuk tujuan ekonomi.

Baca catatan Kelana Pusara selengkapnya.

Lima tahun silam, ketika saya tiba-tiba menggemari ziarah makam, ada beberapa hal yang membuat saya bertanya-tanya. Di makam Banyusumurup misalnya, saya melihat nisan-nisan dengan penutup kain berwarna putih kekuning-kuningan, tanda kain itu sudah kepanasan dan kehujanan untuk waktu lama. Mulanya, saya menduga bahwa kain ini harus berupa mori putih, senada dengan kain pembalut jenazah pada ajaran Islam.

Beberapa waktu setelahnya, anggapan itu terpatahkan ketika saya berziarah ke makam raja-raja Mataram Islam di Imogiri. Di sekitar anak tangga, terdapat beberapa nisan dengan penutup kain. Kali ini bukan mori putih melainkan jarik batik khas milik simbah-simbah pedesaan. Karena jarik, tentu saja motifnya beragam.

Memutar memori lebih lama, pertemuan saya pertama dengan nisan-nisan bertutup kain terjadi pada 2017 silam di makam dusun daerah Saptosari, Gunungkidul. Kala itu saya menginap di sana dan pada suatu malam pergi sendiri melewati komplek makam. Kala itu, melihat nisan-nisan bertutup mori putih membuat bulu kuduk berdiri. Nuansa horor makin terasa dan saya teringat adegan di film-film horor.

Hampir 5 tahun melakoni perjalanan ziarah, saya mulai bisa memetakan alasan pemasangan kain di nisan. Di film horor, barangkali hal ini identik dengan kesan seram, padahal sesungguhnya ada kompleksitas budaya dan persepsi di balik selembar kain di atas nisan seseorang.

 

Tradisi Penghormatan

Sebagaimana kebudayaan lain, budaya Jawa juga meletakkan leluhur dalam suatu posisi penting bagi peradaban. Kadang, Jawa melihat secara sederhana bahwa tidak mungkin ada peradaban kiwari jika tidak ada leluhur. Jika butuh filosofi lebih dalam, Jawa meletakkan leluhur dalam posisi agak suci melalui filosofi mikul dhuwur mendem jero, menjunjung tinggi martabat dan menyembunyikan serapat mungkin kesalahan.

Konsep penghormatan ini lantas menurunkan berbagai produk kebudayaan Jawa, salah satunya adalah budaya makam dan segala seluk beluknya. Bagi Jawa, membangun makam bukanlah penghormatan paling paripurna bagi seorang leluhur. Dari makam, akan muncul aneka bentuk budaya lain, salah satunya adalah fenomena kain penutup makam.

Sebagai sebuah produk budaya, fenomena kain penutup makam ini agaknya lahir dari inisiatif masyarakat di beberapa daerah atas tafsir cara penghormatan. Itulah kenapa, terdapat 2 ragam kain yang sering dipakai sebagai penutup yakni kain mori dan jarik. Jika dijelaskan lebih rinci, ada nisan yang ditutup kain sepanjang badan makam (kijing) dan ada pula yang hanya ditutup kepala nisan (maesan) saja. Masih soal kain, ada beberapa makam kuna yang hanya ditutup kain hingga berlapis-lapis seperti makam Mbah Lancing di Kebumen.

Karena lahir dari inisiatif masyarakat, tidak ada kriteria khusus soal makam siapa yang boleh ditutupi kain. Semua orang boleh memasang kain penutup untuk makam orang tua, kakek nenek, atau saudaranya. Bebas. Tidak harus makam ulama atau tokoh kerajaan khusus. Pengeculian untuk makam-makam tokoh besar, memang biasa terlihat dipasangi kain putih berbahan satin seperti di makam Pangeran Purbaya atau makam Ki Ageng Gribig.

Selain itu, tidak ada pula pola khusus terkait waktu penggantian. Kain-kain penutup nisan boleh diganti setiap saat. Di beberapa makam kuna saya malah menemukan cerita bahwa peziarah boleh berinisiatif mengganti kain penutup nisan. Beberapa peziarah membeli sendiri dan ada pula peziarah meminta tolong juru kunci untuk membelikan.

Lalu, apa tujuan pasti pemasangan kain di makam? Jawaban paling sederhana adalah untuk menyelimuti makam – dalam arti sebenar-benarnya. Hal ini berangkat dari pandangan bahwa makam merupakan rumah bagi leluhur yang telah berpulang. Artinya, memasang kain di nisan adalah upaya melindungi rumah si leluhur tersebut. Beberapa orang juga punya alasan estetika agar rumah tersebut tampak lebih bagus.

Sebagaimana unsur-unsur kebudayaan kebudayaan lain di Jawa yang sedikit banyak terpengaruh konsep animisme dan ajaran pra-Islam, praktik memasang kain penutup nisan agaknya juga demikian adanya. Ada nuansa penghormatan untuk benda-benda tertentu, senada dengan penghormatan pada senjata pusaka yang juga sering disimpan dengan dibalut kain mori. Contoh lainnya adalah pemasangan kain untuk menutup batang pohon tertentu seperti yang masih bisa dilihat di tradisi resan ala Gunungkidul.

 

Membuka Lebih Luas Kain Penutup Nisan

“Tapi kan itu bukan ajaran Islam,” demikian beberapa teman saya mengomentari budaya kain penutup nisan. Saya kadang membantin, jangankan kainnya, kijing dan cungkup saja memang tidak ada di ajaran agama. Karenanya, beberapa pihak melihat budaya semacam ini dengan sebelah mata dan gagal melihat dinamika kebudayaan lebih luas di balik fenomena tersebut.

Saya memahami bahwa anggapan ini sedikit banyak berkelindan dengan anggapan penghormatan berlebihan pada makam. Saya tidak memungkiri bahwa beberapa kalangan terlalu mendewakan makam. Jika dilihat dari sudut pandangan religiusitas, praktik ini bisa disebut kadang disebut menyerempet ke arah musyrik.

Beberapa aspek kebudayaan Jawa memang sintesis dari kebudayaan Islam, Jawa, dan Hindu, termasuk fenomena menutup nisan dengan kain dan banyak aspek dalam budaya pemakaman di Jawa. Sejauh ini, saya belum pernah menemukan fenomena kain penutup nisan di daerah luar Jawa.

Dalam pandangan budaya kontemporer, kain penutup nisan identik dengan kesan seram dan wingit. Tentang hal ini, kita harus meletakkan tren film, video, dan cerita horor sebagai salah satu penyebabnya. Padahal, nisan siapapun boleh dipasangi kain ini. Tidak pula semua makam dengan kain penutup terasa menyeramkan. Beberapa nisan, terutama nisan para ulama, terasa lebih berwibawa berkat kain penutup semacam ini.

Sayangnya, karena kain penutup nisan ini pula, orang-orang yang ingin mengkaji desain ragam hias nisan kesulitan untuk melihat bagian kepala nisan. Senada dengan hal ini, cukup sulit bagi para peneliti untuk memastikan apakah kepala nisan masih asli atau sudah diganti.  Artinya, jika semisal makam tersebut adalah makam palsu pun lebih sulit diketahui.

Lebih menyebalkan lagi ketika ada oknum juru kunci menggunakan kain penutup nisan sebagai modus mendapatkan keuntungan. Caranya, dengan meminta bayaran tertentu ke peziarah yang ingin membuka kain penutup nisan. Kadang, praktik semacam ini dicampuradukkan dengan unsur mistik bahwa, “Simbah yang minta agar makamnya ditutup kain.” sehingga jika ingin membuka kain penutup harus melewati serangkaian prosedur.

Namun, sekuat apapun budaya, modernitas tetaplah tantangan utama, termasuk dalam hal budaya kain penutup nisan. Budaya ini semakin jarang ditemukan di tengah maraknya model nisan dari keramik atau malah tanpa nisan sama sekali. Selain itu, perbedaan cara pandang masyarakat modern terhadap leluhur dan menguatnya ajaran agama tertentu juga mempengaruhi budaya-budaya pemakaman di Jawa dan Indonesia pada umumnya.

***

Dahulu, ketika belum terbiasa dengan ziarah, saya memandang kain penutup nisan sebagai hal sakral. Ada perasaan takut jika menyentuh atau membukanya. Belum lagi perasaan takut jika hal ini dianggap tidak sopan baik oleh juru kunci ataupun peziarah lain. Namun, perjalanan saya mendatangi puluhan makam kuna malah mendatangkan sudut pandang logis atas fenomena ini.

Sekarang, jika menemukan nisan dengan penutup kain, saya akan mencoba menyingkap atau menyentuhnya agar tahu nisan di sebaliknya seperti apa. Jangan-jangan, makam tersebut adalah makam baru yang diklaim sebagai makam kuna hanya bermodal kain putih kekuning-kuningan?

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Sebelumnya Nisan Kapal: Sebuah Hipotesis
0
0
Dalam khasanah pernisanan kuna di Yogyakarta, nisan kapal atau nisan dhuwur masih belum banyak dibahas. Padahal, nisan jenis ini adalah salah satu bentuk kebudayaan yang menarik terutama bagi sebagian daerah Bantul dan Kulon Progo.Catatan saya kali ini akan mencoba menarik hipotesis tentang keberadaan nisan ini. Selamat membaca.
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan