KKN di Desa Sound Horeg

1
4
Terkunci
Deskripsi

Malam di desa Ngadirejo Wetan tidak pernah benar-benar sepi. Bahkan ketika langit sudah hitam dan angin tak lagi berhembus, dentuman bass samar masih terdengar dari bukit, seperti jantung purba yang berdetak dari perut bumi.

Tapi malam ini... berbeda.

Gudang Edi Sound, yang biasanya jadi tempat penyimpanan kabel, speaker rusak, dan sisa-sisa pesta, telah berubah. Di tengah ruangan, gulungan kabel tebal membentuk lingkaran. Tiga kursi plastik diletakkan di tengahnya, dan di atas lantai yang dilapisi...

Dukung suporter dengan membuka akses karya

Pilih Tipe Dukunganmu

Karya
1 konten
Akses seumur hidup
90
Sudah mendukung? Login untuk mengakses
Selanjutnya Dari wajah yang kucinta.
1
2
Langit Jakarta sudah mulai runtuh ketika aku tiba di depan kantor Vanya. Rintik hujan menetes di kaca helm, menciptakan pola-pola kacau yang mengaburkan lampu jalan. Bau aspal basah, daun busuk, dan sisa rokok dari warung pojok bercampur jadi satu, membuat udara malam seperti napas kota tua yang kelelahan.Aku matikan mesin motor, diam sejenak.Vanya belum pulang. Sudah hampir jam sembilan. Chatku hanya centang satu. Telepon tak diangkat. Dan berita yang beredar di grup kampus tadi siang membuat dadaku terus bergemuruh:Parto—teknisi tua kantor Vanya—mati kesetrum di ruang panel.Sialnya, aku tahu betul siapa dia.Bukan karena pernah bicara, tapi karena tatapannya. Tatapan kotor, licik, seperti anjing tua yang sudah tak bisa menggonggong tapi masih bisa mengejar dengan air liur di moncong.Dia sering menatap Vanya. Dan Vanya tahu. Dia sering cerita.Dan sekarang... dia mati. Di tempat yang sama. Saat Vanya juga masih di kantor.Aku mendorong pintu kaca kantor yang sudah gelap sebagian. Tak ada resepsionis. Lift mati. Ruangan sepi seperti gedung yang lupa ditinggali manusia. Lampu emergency menyala temaram, menyinari lorong panjang yang berbau plastik lembap dan kopi basi.Langkahku menggema.Lorong ini biasanya gak semenyeramkan ini, gumamku.Aku menuju ruang sosial media—tempat Vanya biasa lembur.Pintu setengah terbuka. Dan dari balik celah, terdengar suara samar…“Hhmmhh… enak juga ya ternyata…”Aku berhenti. Telingaku menangkap suara lain—lebih basah.“Sluuuurrpphh... hhhhnnnghh...”Keringat tiba-tiba muncul di pelipis. Aku dorong pintu itu pelan, dan ruangan terbuka...Perlahan.Lampu hanya menyala sebagian. Di sudut ruangan, di depan cermin besar yang biasa dipakai untuk live konten, Vanya berdiri sendirian.……
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan