Without You (Ch. 1) || JaeYong / JaeDo

3
0
Deskripsi

Seandainya Doyoung tidak meninggal, apa yang akan terjadi antara dia, Jaehyun, dan Taeyong?

Alternate universe of “With You

warning  : fanfiction, gs

____________________________________

Chapter 1

Mata Jaehyun membola ketika dirinya berpapasan dengan Doyoung. Hal serupa turut terjadi pada wanita itu. Ini pertemuan pertama mereka kembali sejak insiden tujuh tahun lalu.

     Pandangan Jaehyun bergulir pada sesosok anak laki-laki di gandengan tangan Doyoung. Seorang anak berkulit putih...

     Doyoung segera berbalik dan mengambil langkah seribu. Tangannya menggandeng Jeno, anaknya, erat. Jantungnya berdetak kencang. Perlahan gugup menguasai seluruh panca indera.

     “Ibu, kenapa kita lewat sini? Tokonya ada di sebelah sana," tunjuk Jeno pada arah yang berlawanan. Kaki kecilnya mengikuti langkah Doyoung yang segera mendekati eskalator.

     “Ibu kelupaan membawa uang cash. Kita ke ATM dulu, ya. Nanti kita balik lagi ke toko buku,” bohong Doyoung.

     Jeno tidak membantah. Ia mengikuti Ibunya. Kaki kecilnya dengan hati-hati memijak pada tangga jalan.

     Doyoung diam-diam menggigit bibir, menahan diri untuk menoleh ke belakang.

     Seketika ia menyesal kenapa memilih pergi ke mall ini dibandingkan ke mall lain.

     Mall Galeria, satu mall paling besar di Seoul saat ini. Mall itu baru dibuka dua bulan lalu dan langsung jadi buah bibir banyak orang. Bukan hanya karena bentuk arsitekturnya yang sangat futuristik, ataupun segudang fasilitas dan wahana yang memanjakan pengunjung, di balik itu semua ada gosip-gosip tidak sedap tentang pembebasan lahan. Tapi siapa peduli? Kalau mall ini bisa menjawab kejenuhan masyarakat atas pusat perbelanjaan dan hiburan itu-itu saja, masyarakat akan tetap suka dan datang ke sana.

     Dan ide besar mall itu datang dari perusahaan Taeyang.

     Doyoung tidak pernah mengira, kalau ia akan bertemu Jaehyun hari ini. Setelah persembunyiannya selama tujuh tahun, mereka bertemu lagi. Di sini. Di salah satu anak perusahaan dan lini bisnis milik Jaehyun.

     Kakinya masih melangkah cepat-cepat dan tak tentu arah. Alasan pergi ke ATM itu nyatanya hanyalah bentuk pengalihan Doyoung pada Jeno. Dia tidak ingin membuat anaknya kecewa dan pulang tanpa membawa apa-apa.

     Hanya sebentar. Hanya sampai Doyoung merasa cukup aman.

     “Kim Doyoung." Suara berat itu datang bersama tarikan tangan dari arah belakang yang menahan Doyoung untuk melangkah lebih jauh.

     Doyoung menoleh pada Jaehyun kala sadar dia tidak bisa pergi ke manapun dengan cekalan tangan yang kini memegangi lengannya kencang. Keringat dingin mulai membasahi telapak tangan Doyoung yang menggenggam tangan Jeno. Anak berusia enam tahun itu memandang dua orang dewasa di dekatnya tanpa mengerti apa-apa.

     “Mau apa?” tanya Doyoung tanpa berlama-lama. Mereka berada di tengah mall dan tindakan Jaehyun menarik tangannya tiba-tiba mengundang atensi beberapa orang di sekitar mereka. Tapi Jaehyun sepertinya tidak terlalu ambil pusing dengan hal itu. Matanya memandang Doyoung dengan sorot yang Doyoung sendiri tak mampu artikan.

     Ia ingin segera pergi dari sini. Ke manapun, asalkan bisa menghindari Jaehyun.

     “Dia siapa?” tanya Jaehyun sambil melirik Jeno yang mengerjap membalas pandangannya.

     Doyoung mengigit bibir.

     “Anakku?”

     “Bukan,” jawab Doyoung cepat. “Dia bukan anakmu.”

     Jaehyun tidak sebodoh itu. Berteman selama bertahun-tahun dengan Doyoung membuatnya mengerti gestur tubuh wanita itu. Dahinya semakin berkerut tajam ketika sadar kalau Doyoung berbohong. Rahang Jaehyun mengeras.

     Tangannya berusaha melepaskan pegangan Jaehyun. “Jaehyun, kau menarik perhatian orang,” cicitnya.

     Jaehyun tidak peduli. Yang ada dalam pikirannya hanyalah status anak di genggaman Doyoung. Hanya itu.

     Ia yakin kalau anak itu adalah anaknya. Buah dari kesalahan mereka tujuh tahun lalu. Kalau tidak, bagaimana bisa rupa anak itu begitu mirip dengan Jaehyun?

     Jaehyun tidak sebodoh itu untuk sadar. Mendadak ia merasa kesal bahwa Doyoung sama sekali tidak memberitahunya tentang hal ini. Perempuan itu hilang lenyap bagai ditelan bumi setelahnya di saat Jaehyun hidup dengan takut dan khawatir yang mengikutinya selama ini. Jaehyun nyaris mati memikirkan tentang kesalahan itu.

     “Jawab pertanyaanku, Kim Doyoung!”

    “Aku sudah menjawabnya! Dia bukan anakmu!” Doyoung ikut terpancing emosi. Ia menghentak tangan Jaehyun sampai lepas. “Bukannya sudah kubilang padamu, lupakan saja kejadian itu. Kita hidup masing-masing. Kau dengan hidupmu, aku dengan hidupku.”

     Rasanya Doyoung ingin menangis saat ini juga. Ia berusaha sekuat tenaga berdiri tegar dengan kedua kakinya yang terasa lemas seperti jelly.

     “Jangan mempersulit sesuatu, Jaehyun,” ucap Doyoung lirih dengan sedih yang menggelayut. Ia menunduk pada Jeno sambil berusaha menampilkan senyum yang terasa getir. “Kita pergi, ya? Kita beli di toko lain saja,” katanya.

     Beruntung, Jeno menurut. Anak itu diam mengikuti ibunya yang kembali melangkah sambil menggandeng tangannya menuju pintu utama mall.

     Tanda tanya menguasai pikiran Jeno. Ia menoleh ke belakang, memandangi pria dengan setelan jas abu-abu yang tadi menahan ibunya. Pria itu tidak bereaksi apa-apa ketika ia dan Doyoung pergi menjauh.

     “Itu siapa, Bu?” tanya Jeno.

     Siapa? Doyoung harus mengenalkan Jaehyun pada Jeno sebagai apa?

     Doyoung merendahkan dirinya agar sejajar dengan Jeno. Ia memegangi bahu putranya lembut. Sambil terus berusah tersenyum, Doyoung berkata, “Jeno, kalau bertemu paman yang tadi, jangan dihiraukan, ya? Cepat pergi jauh-jauh dari paman yang tadi. Janji?”

     Jeno diam. Pertanyaannya tidak dijawab Doyoung, melainkan dialihkan pada sebuah pertanyaan lain. Jeno memandangi jari kelingking Doyoung yang disodorkan padanya.

     “Janji.”

     Dua jari kelingking itu bertautan, membawa sedikit rasa tenang pada Doyoung. Meskipun ia tahu, Jaehyun tidak akan tinggal diam.

.

.

.

Jaehyun memijat dahinya yang kini berdenyut nyeri. Berkas dokumen rumah sakit dan kelahiran Kim Jeno yang kini ada di tangannya jelas menunjukkan jejak waktu yang sesuai. Sampai detik ini Doyoung belum menikah. Akta Jeno ditulis sebagai anak luar nikah. Menurut orang suruhannya pun tidak ada laki-laki yang dekat dengan Doyoung. Hanya ada Gongmyung, kakak laki-lakinya. Semua bukti mengerucut pada satu jawaban solid. Kim Jeno adalah anak Jaehyun.

     Jaehyun menarik lepas dasi yang membelit lehernya. Rasanya napas seolah sedang ditarik keluar dari raganya. Kepalanya jadi pusing.

     Seandainya…

     Seandainya Jaehyun bisa menguasai diri dan tidak minum terlalu banyak malam itu. Mungkin sekarang kejadian itu tidak akan terjadi. Mungkin sekarang Jeno tidak akan pernah ada. Mungkin juga sekarang Jaehyun tidak akan hidup dengan rasa bersalah setiap hari.

     Matanya memandang pada bingkai foto di sudut meja. Foto itu diambil tahun lalu, ketika perayaaan natal. Sebuah foto keluarga yang sempurna dengan seorang ayah, ibu, dan anak laki-laki. Taeyong berdiri di sebelah Jaehyun dengan senyum cantiknya dan anak laki-laki mereka, Mark, tersenyum cerah di antara keduanya. Keluarganya kelihatan seperti sebuah keluarga sempurna seandainya Jaehyun tidak berbuat kesalahan.

     Jaehyun menunduk sambil memegangi dahinya. Berpikir.

     Ia meraih telefon, menghubungi sebuah nomor yang dijawab beberapa saat kemudian. “Tetap awasi Kim Doyoung dan Kim Jeno,” perintahnya mutlak.

     Tidak, Jaehyun harus segera membereskan benang kusut ini.

.

.

.

“Hap!”

     Gadis kecil itu nyengir lebar ketika tubuhnya ditangkap oleh Jaehyun agar tidak bersentuhan langsung dengan tanah. “Terima kasih, Paman!” serunya riang.

     “Jaemin!” seru Mark berlari dari dalam rumah.

     Gelak tawa anak perempuan bernama Jaemin langsung mengudara. Ia segera kabur dari pelukan Jaehyun, menghindari kejaran Mark. Ia berlari menuju taman berumput di samping rumah. Suara tawa riangnya dan Mark bersahut-sahutan.

     Senyum tipis terulas di wajah Jaehyun. Sore di hari Jumat di tengah musim yang beranjak berubah menjadi musim panas adalah yang terbaik. Saat suhu udara tidak terlalu dingin untuk bermain. Matahari bersinar sampai agak malam. Hanya hujan yang kadang turun dan membuat udara terasa lembab. Tapi malam ini matahari baru beranjak turun ke peraduannya.

     Jaehyun melangkah menuju rumah. Sebuah rumah dua lantai dengan gaya eropa klasik dengan atapnya yang berbentuk trapesium. Dari jauh, rumah itu tampak seperti rumah-rumah cantik dari film Disney yang ditarik ke kehidupan nyata. Rumah cantik dengan sentuhan taman bunga-bunga yang terawat di sekeliling rumah. Rumah itu hadiah pernimahan dari Jaehyun untik Taeyong. Sebuah rumah cantik yang dibuat sesuai keinginan Taeyong.

     Aroma masakan tercium dari ruang makan. Ia bisa melihat Taeyong memindahkan sebuah wadah saji dari pantry ke meja makan. Wajahnya berubah cerah ketika melihat Jaehyun datang.

     “Sudah pulang?” tanya Taeyong.

     Jaehyun mengecup pelipis Taeyong, seperti biasa. “Ada apa? Tumben kamu memasak banyak." Jaehyun melirik meja makan.

     “Winwin akan datang menjemput Jaemin. Jadi kupikir sebaiknya kita mengundang dia untuk makan malam sekalian.” Taeyong memanang Jaehyun dengan senyum masih menghiasi wajah cantiknya. “Beruntung kamu pulang sebelum makan malam. Aku senang, kamu bisa ikut makan dengan kami.”

     Jaehyun membalas dengan senyum simpul.

     “Aku mandi dulu, ya,” kata Jaehyun lalu pergi ke kamar utama di lantai dua.

     Sesaat semua terasa sempurna. Taeyong istrinya yang cantik adalah ibu terbaik untuk Mark. Perempuan dengan wajah secantik boneka itu punya perangai yang lembut dan juga ceria. Ia membawa hangat bagi rumah besar mereka. Anak mereka, Mark, juga membawa tawa bagi kedua orang tuanya. Ia tumbuh begitu sehat dan pintar. Sikapnya baik. Ia selalu jadi kebanggaan bagi Taeyong dan Jaehyun. Sepuluh tahun pernikahannya dan Taeyong adalah kesempurnaan seandainya Jaehyun tidak memberi noda di sana.

      Pancuran air mengalir dari langit-langit kamar mandi, membasahi sekujur tubuh Jaehyun dan otot-ototnya yang tegang. Jaehyun menunduk, memandang batu alam di bawah kakinya dengan kepala yang berat. Napasnya terasa sesak. Andai air bisa membasuh seluruh dosa Jaehyun, pikirnya. Namun sayang. Harapan hanyalah harapan. Nyatanya dosa ada di sana. Duduk diam menunggu Jaehyun mendapatkan karma perbuatannya.

.

.

.

Bersambung….

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Without You (Ch. 2) || JaeYong / JaeDo
1
0
Seandainya Doyoung tidak meninggal, apa yang akan terjadi antara dia, Jaehyun, dan Taeyong?Alternate universe of “With You”warning  : fanfiction, gs____________________________________Chapter 2 Doyoung menghela napas sambil memandangi tampilan excel di layar laptopnya. Tangannya bergerak cepat begitu saja memasukkan kode-kode shortcut. Secepat itu juga tampilan layar berubah. Matanya memandangi deretan angka dari balik kaca mata minusnya. Kepalanya berputar, berpikir kenapa transaksi itu terjadi pada bulan tersebut.     “Senior Kim,” panggil Seungkwan, staffnya di tim audit itu.     “Ya?” Doyoung menoleh pada gadis berpipi tembam yang berdiri di sebelahnya. “Kenapa, Seungkwan?”     “Sudah jam tujuh. Kami mau pergi beli makan ke luar. Senior mau ikut?”     Doyoung melirik jam di sudut layar laptop. Ah, benar. Sudah jam tujuh malam. Kebiasaan Doyoung, kalau sedang fokus bekerja pasti lupa makan. Beruntung, staff-staffnya selalu mengingatkan Doyoung.     “Umm… aku beli pesan antar saja. Kalian mau makan di mana?" tanya Doyoung.     “Kami mau makan di seberang jalan,” ujar Seungkwan. Doyoung melihat dua staff-nya yang lain lantas mengangguk.     “Ya sudah, makan, lah. Jangan sampai lapar,” katanya dengan senyum di wajah.     “Baiklah, kami pergi dulu ya, Senior,” pamit Seungkwan lalu berbalik meninggalkan Doyoung sendirian di ruang rapat yang sediakan client sebagai tempat mereka bekerja.     Doyoung menghela napas. Tangannya membuka aplikasi pesan antar, memilih menu murah secepat kilat. Lalu mendial sebuah nomor yang sudah ia hafal di luar kepala.     “Halo, Kak? Ada Jeno?”
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan