
Blurb
Mereka tidak akan mungkin bersama, itulah yang Dara yakini saat dirinya tahu Ibunya akan menikah dengan laki-laki pilihannya yang belakangan ia ketahui adalah ayah dari Rakai, lelaki yang sudah 1 tahun ini dipacarinya.
Rakai tidak terima dengan apa yang Dara katakan, mereka bisa tetap bersama meski orangtua mereka menikah.
Namun, Dara tidak mempercayai itu. Sampai akhirnya mereka putus dan kedua orangtua mereka menikah tanpa tahu ada dua hati yang terluka.
Dara kira, setelah melihat ibunya...
Prolog
“Aku enggak mau!” seru Rakai tegas. Baginya permintaan Dara itu gila, aneh dan egois.
“Kenapa?” Dara menatap Rakai tidak mengerti.
“Ra, kita juga perlu bahagia! Kenapa kita enggak bisa bareng? Kan mereka yang menikah!”
“Kai, kamu sadar enggak sih. Yang menikah itu mama aku dan ayah kamu! Gimana ceritanya kalau kita masih pacaran. Yang ada, kita ini kakak adik. Aku kakak kamu. Kamu adik aku!”
“Ra, kamu tahu kan aku ini bukan anak kandung ayah aku!”
Dara menghela napas.” Iya tahu, tapi orang-orang mana mau tahu?!” ujar Dara pesimis.
“Apa aku perlu nikahin kamu sekarang dan kita pindah dari rumah? Biar kita punya kehidupan sendiri?” Rakai menawarkan.
Dara berdecak, tidak setuju dengan pendapat lelaki yang sudah ia pacari selama 1 tahun itu. “Itu bukan jalan keluar, Kai!”
“Jadi, kamu maunya apa? Yang pasti aku enggak mau putus!”
“Oke, kalau kamu enggak mau putus, biar aku yang pergi!”
Dara bersiap pergi, namun dengan cepat Rakai menahan tangan gadis itu hingga Dara menghentikan langkahnya.
Rakai memutar tubuh Dara, hingga gadis bertubuh kecil itu menghadap pada dirinya dan menatapnya.
“Oke, kita putus. Tapi, jangan pergi. Kamu tahu kan kalau mama kamu itu sayang banget sama kamu!” beritahu Rakai mengingatkan.
Yah, tentu saja Dara tahu, karena Dara tahu ibunya sangat menyayanginya. Makannya ia ingin melihat ibunya itu bahagia.
***
Acara pernikahan itu berjalan dengan lancar. Baik Dara ataupun Rakai mereka tampak larut dalam kebahagiaan kedua orangtuanya itu. Tanpa orang-orang tahu kalau mereka terluka diatasnya.
Yah, mereka memang sudah pacaran selama satu tahu, tetapi tidak ada yang tahu tentang hubungan itu. Mereka menjaganya rapat-rapat. Jadi, putus pun harus rapat-rapat juga.
“Kamu cantik pake kebaya itu!” bisik seseorang.
Dara yang sedang menatap keluar jendela kamar menoleh. Ia pikir itu adalah Rakai yang memujinya. Tetapi setelah berhadapan dengan orang itu, mata Dara membulat. Apalagi orang tersebut masuk dan menutup pintu.
“Om!” panggil Dara dengan tenggorokan tersekat.
Seharusnya ia tidak berpikir macam-macam. Apalagi ini masih siang, di luar masih ramai. Tetapi, melihat tingkah Om Arya, ayah tirinya yang menutup pintu kamar membuat Dara was-was.
“Ayah! Dara. Panggil saya ayah. Sekarang saya ayah kamu!” beritahu lelaki bertubuh besar itu.
“A Ayah!” panggil Dara, tenggorokannya benar-benar tersekat. Apalagi saat lelaki itu berjalan mendekat.
“Ayah mau ngapain?” tanya Dara lagi dengan tangan yang menggengam kusen jendela di belakangnya dengan erat.
“Ayah cuma pengen kenal sama anak ayah aja kok. Kamu enggak usah takut dan tegang gitu dong!” Senyuman Arya tipis namun tampak menakutkan.
“Kita keluar aja, kalau begitu!” beritahu Dara yang bergerak menuju pintu. Walau untuk itu, dirinya harus melewati Arya yang berjalan mendekatinya.
“Eh, mau ke mana kamu!” seketika Arya mencekal tangan Dara. Ternyata bukan hanya mencekal. Tetapi juga menariknya. hingga gadis bertubuh kecil itu masuk ke dalam pelukan Arya.
“Om!” panggil Dara refleks, karena alaram di dalam dirinya mengatakan jika bahaya datang.
“Saya kan bilang, jangan panggil Om, kamu enggak ngerti ya!” bisik Arya yang kemudian mendorongnya ke atas tempat tidur.
Dengan tanpa daya Dara terjatuh ke atas tempat tidurnya yang berukuran single.
“Om, jangan macem-macem ya. Aku bisa teriak!” ancam Dara yang berusaha untuk bangkit, namun lelaki itu mencekal kedua tangannya di kedua sisi tubuh gadis itu.
“Silakan teriak! Kamu lupa? Kalau kamar kamu ini di atas, enggak ada yang ke sini, Dara!” ucap Arya penuh kemenangan.
Tubuh besar Arya mengungkung tubuh kecil Dara di bawahnya dengan seringai yang sangat memuakan.
“Om mau ngapain?” tanya Dara. Pertanyaan yang sebenarnya tidak perlu dipertanyakan lagi.
“Kamu Anak saya sekarang. Kamu harus nurut sama saya!” beritahu Arya dengan tatapan penuh dengan gairah.
“Nurutin apa?” Dara bersdiap melakukan perlawanan. Dengan mengajak Arya bicara, Dara mencoba untuk mengalihkan perhatian lelaki itu.
“Saya ingin ‘cobain’ kamu!” seru Arya lugas dengan satu tangan melepaskan tangannya dari tangan Dara dan membelai wajah Dara yang ayu.
“Saya ini anak, Om sekarang. Enggak seharusnya Om berbuat kayak gini!” tolak Dara yang merasa jiki dengan sentuhan tangan Arya di wajahnya.
“Kita ini bukan ayah dan anak kandung, Dara!” Arya mengingatkan.
“Tapi bukan berarti aku mau nurutin semua maunya, Om.” Dara mendorong tubuh Arya sekuat tenaga dan berhasil. Tubuh Arya tersungkur ke samping.
Dara bangkit dari posisinya dengan segera, namun dengan cepat Arya menarik tangan kecil gadis itu hingga tubuh Dara tertarik dan jauh tepat di atas tubuh Arya.
Dengan sigap Arya memeluk tubuh Dara, tidak akan membiarkan gadis itu lolos kali ini.
“Om, lepasin!” seru Dara sekuat tenaga. Tetapi, tenaganya tidaklah sebanding dengan tenaga lelaki itu.
Dengan mudah Arya memutar tubuh Dara, hingga gadis itu menghadap padanya. Dan tanpa membuang kesempatan Arya mencium pipi Dara. Dara masih berusaha untuk melepaskan diri, tetapi usahanya tetap sia-sia.
“Om! Lepasin!!!” Dara masih berusaha. Dan Arya semakin gila, mencoba mencium leher Dara dengan belahan dada yang makin membuatnya bersemangat.
“Kamu ngapain?”
Panggilan itu datang dari arah pintu. Ibunya melihat adegan itu, namun dari suaranya sangat jelas hal itu ditujukan pada Dara.
“Sayang! Dara coba rayu aku!” seru Arya yang cepat-cepat mendorong Dara ke samping.
Dengan cepat ARya bangkit dari posisinya dan menghampiri istrinya yang mulai terbakar amarah.
“Dia mau rayu aku, sayang! dia ajak aku ke sini katanya kalau lihat pemandangan lauar dari sini indah, tiba-tiba dia dorong aku ke tempat tidur dan berniat cium aku!” cerocos Arya meminta pembelaan.
Dara yang mendengar itu hanya bisa diam dengan mata berkaca-kaca. Dapat ia lihat mata ibunya yang membelalak penuh dengan kemarahan.
Arini hanya diam di tempatnya. kedua tangannya terkepal. Sangat jelas Wanita itu melihat apa yang terjadi. Sangat jelas Dara lah yang mencoba mengoda suami barunya itu.
“Dara. Mama enggak nyangka kamu sebinal ini!” Suara Arini terdengar bergetar menaahn marah.
Tubuh Dara bergetar, ia sama sekali tidak menyangka ibunya akan langsung menuduhnya, hanya karena apa yang dikatakan oleh lelaki yang kini berlindung di belakang istrinya dengan senyuman menyeringai itu.
“Ma. Mama enggak bisa nuduh Dara yang gini. Mama enggak tahu yang sebenarnya!” bela Dara putus asa.
“Yang sebenarnya?” tanya Arini dengan mata menatap putrinya tajam.
“Yang sebenarnya. Yang mama lihat. Mama lihat kamu mencoba mengoda ayah tiri kamu. Siapa pun akan bilang kalau kamu yang menggoda dia, Dara!” pekik Arini tidak percaya.
Dara mengebuskan napasnya kasar, sangat jelas ia kalah, sebenar apa pun pembelaannya.
“Mama, enggak percaya sama Dara?” tanya Dara, yang rasanya memang tidak perlu lagi jawaban.
“Siapa pun enggak akan percaya Dara, kalau lihat posisi kalian!”
“Sayang, sebaiknya kita keluar. Kamu perlu tenangin diri.”
Arya memijat bahu istrinya dan mengajaknya pergi.
Saat kedua orang itu pergi, Dara bisa melihat ada orang lain yang juga berdiri di balik pintu.
Rakai. Rakai berdiri dengan tatapan tidak percaya dengan apa yang dia lihat.
“Sekarang aku tahu, kenapa kamu minta kita putus, Ra!”
Harapan Dara semakin redup kala Rakai mengatakan hal itu. Kalimat yang memberitahukan, jika lelaki itupun tidak percaya pada dirinya.
“Kamu enggak mau denger penjelasan aku?” tanya Dara putus asa, tetapi masih berharap ada yang mau mempercayai dirinya.
“Aku butuh waktu!”
Tanpa menunggu Rakai, Dara bangkit dari tempatnya dan membanting pintu tepat di depan wajah lelaki itu yang bingung.
Bersambung….
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰