Surroundings #2

155
38
Deskripsi

Pasangan Sabrina Jerry ketemu Bimo-Zane CS.

Setting : 2022

[AKMAL]

laper

kpn lo ke sini? [1:11 PM]


[SABRINA]

Bodo mal, bodo [1:15 PM]


[AKMAL]

yodah w tagih di akhirat aja

utang lo [1:15 PM]


[SABRINA]

Emang udah mo mampus sekarang? [1:15 PM]


[AKMAL]

language

*forward to jerry*

w laporin ayang lo

ketikan ceweknya kaya dakjal [1:16 PM]


[SABRINA]

Astagfirullah beb 1:17 PM]


[SABRINA]

HP JERRY DI GUE BUAHAHAHAHAHAHAHA

LAGIAN GAK PENTING JUGA, CHAT LO GAPERNAH DI READ AMA DOI [1:19 PM]


[SABRINA]

Mal masi idup? [1:25 PM]


[SABRINA]

Shopee food aja siii???

Masa urusan makan doang mesti gw dateng??? [1:27 PM]


[SABRINA]

Astagfirullah akmal abdul basit

Makasih udah bikin w istighfar mulu

LAGIAN SAKIT NGAPA GAYA2AN BERANTEM AMA KARENINA SEGALA???

JADI NGEREPOTIN GW KAN!!!

INI WEEKEND PLEASE GW JUGA BUTUH QUALITY TIME AMA MAS PACAR!!! [1:29 PM]


[SABRINA]

Gw orderin babi guling [1:34 PM]


Sabrina istighfar lagi.

Kayaknya Akmal emang ditakdirkan jadi temannya biar Sabrina banyak-banyak nyebut.

Dengan gondok, cewek itu lalu scrolling salah satu aplikasi e-commerce yang sejauh ini paling royal ngasih voucher diskon. Lalu memilih soto daging betawi dari merchant yang lokasinya nggak jauh dari apartemen Akmal biar nggak bangkrut di ongkir.

Sayangnya, totalnya masih di atas goban dan dia nggak ikhlas. Jadilah dia ganti ke pilihan menu ayam, yang sedikit lebih miring.

Kalau sama Akmal, emang kudu balas perhitungan. Deseu nalangin fotokopi goban aja nagihnya kayak Sabrina punya utang berjuta-juta dan udah lama ditagih gak mau bayar, sedangkan baru juga beberapa hari lalu ngutangnya dan bisa aja Sabrina langsung transfer sekarang mumpung ingat, alih-alih repot beliin makan sebagai gantinya.

Padahal, si Akmal tuh bayar valet parkir mall tempatnya nongkrong tiap weekend yang nominalnya dua kali lipatnya aja nggak pernah ngeluh, apalagi sampai pindah tempat nongkrong. Tega amat, sama Sabrina segitunya.

“Ada apa?” Jerry yang baru kelar membayar kemeja barunya di kasir Zegna datang menghampiri.

“Biasa. Akmal.” Sabrina mengembalikan handphone dan handbag Jerry yang tadi dititipkan sebentar padanya, lalu menggandeng pacarnya itu keluar dari store karena sudah lapar.

Agenda mereka ngemall siang ini adalah menemani Jerry belanja, karenanya Sabrina nggak menenteng shopping bag sebijipun. Alasan sebenarnya, ini tanggal tua. Meski Jerry nggak akan menolak membayar belanjaan Sabrina, kalau nggak lagi kepepet mah Sabrina ogah. Sungkan kalau semisal putus coy—biarpun dia berharap yang satu ini jangan sampai putus, cuz she believes he’s the one.

“Masih gak enak badan dia? Gak niat jenguk?” Jerry nanya sambil jalan.

Orderan Sabrina beres. Setelah mengirim pesan pada si mas ojol untuk miss call nomor yang tertera biar Akmal turun ke lobby ketika makanannya sampai, dia tutup aplikasi e-commerce tersebut, lalu memasukkan ponsel ke saku depan celana jeans.

Sabrina has always been a jeans girl. Ditambah croptop atau bralette dan sendal jepit. Rambut dijedai berantakan. Bedanya dengan stereotip cici-cici Surabaya, dia nggak menjinjing tas Gucci, melainkan totebag kanvas gede, bergambar lukisan abstrak hasil karya keponakan Jerry, yang dihadiahkan padanya saat main ke Jogja tahun lalu.

Kontras dengan pacarnya yang kayak mas-mas kelewat sukses yang seliweran di store-store barang branded di PI, yang biarpun pakai kaos dan jeans juga, tapi muka glowing, rambut klimis, Rolex di tangan, dan sepatu Balenciaga, bikin kenecisannya tetap terpampang nyata.

Syukurlah penampakan Sabrina si jelmaan kuntilanak masih terselamatkan dengan berlian solitaire 2,5 karat segede biji jagung di salah satu jarinya, yang dari radius beberapa puluh meter kilauannya juga udah bikin silau. Bukan cincin tunangan betulan. Tapi bebannya sama aja beratnya, karena emang kayaknya ibunya Jerry sengaja memberi hadiah yang segede gitu biar Sabrina nggak kabur dari anaknya yang udah menginjak kepala tiga dan si ibu udah kepengen ngunduh mantu. Sabrina mesam-mesem doang membaca ekspresi kekhawatiran calon mama mertuanya itu, padahal dia mah nggak niat ke mana-mana lagi. Why would she, if Jerry was more than she asked for?

“Enggak. Dia aja tegaan kalo aku yang sakit.” Sabrina manyun.

“Terus yang rajin mijitin kamu tanpa pamrih dulu itu siapa?”

“Itu duluuu banget, Jer, waktu masih culun. Sekarang Akmal udah berubah. Songong dia sekarang.”

Jerry mencubit pipi cewek di sebelahnya itu tanpa menyahut lagi.

Hubungan Sabrina dan Akmal emang love hate gitu. Lucu. Padahal love language Sabrina bukan words of affirmation, tapi dia bakal ngamuk kalau Akmal lupa ulang tahunnya dan nggak ngirim ucapan. Akmalnya lebih kampret, kalau ultah, yang pertama ditagih kado adalah Sabrina. Kalau dapat kabar salah satu tiba-tiba masuk RS, yang lain bakal nangis-nangis kayak ada yang meninggal, tapi giliran udah ketemu berantem lagi, kadang sampai lupa kalau bangsalnya paling-paling kelas dua, yang mana pasiennya nggak sendirian di ruangan.

Apakah Jerry pernah dibikin cemburu dengan kedekatan mereka? No, thanks. Logikanya, Sabrina dan Akmal sama-sama slebor. Mau jadi apa mereka kalau sampai berpasangan? Sabrina sadar itu, dan masih cukup waras untuk tetap berada di sisi Jerry, karena siapa lagi yang sabar menampung segala kerandomannya kalau bukan Jerry?

“Jadi Pepper Lunch?” Mendadak Sabrina nanya. Sepasang matanya yang sok sendu menunjukkan kalau dia sudah lapar.

Ini anak kalau lagi sibuk kerja bisa lupa makan. Tapi kalau weekend begini bisa empat sampai lima kali ngunyah makanan berat. Cita-cita mau sembuh maag-nya dan punya sixpack, tapi makan nggak jelas, olahraga males. Kalau diajak ke gym, Jerry doang yang angkat beban, Sabrina jadi juru foto, menjual biceps pacarnya yang segede kepala orang ke followers medsosnya. That’s how Sabrina maintains engagement, jadi pengikutnya tetep banyak, jadi brand-brand masih setia menggunakan jasa endorse-nya—Sabrina emang brengsek.

“Ayok aja.” Jerry menjawab lempeng.

Dari tadi pagi memang Sabrina bilang lagi pengen makan daging, tapi budget foya-foya sudah menipis. Jadi makan kali ini jangan terlalu fancy, tapi rasa masih poin utama.

Dari level 1 mereka berdua lalu mencari eskalator untuk turun ke basement.

“Tapi kalau penuh, apa aja, ya. Nggak reservasi duluan, mana bisa pilih-pilih?” Jerry memastikan dulu, biar Sabrina nggak tantrum nanti. Males banget kalau harus nyari Pepper Lunch di lain mall demi nurutin ngidamnya.

“Iya, Babe, iya. Kapan sih aku pilih-pilih tempat makan?”

Jerry pengen menjitak puncak kepalanya karena jawaban Sabrina jelas-jelas berbanding terbalik dengan kenyataan. Tapi karena pacarnya itu pasang muka manis, alih-alih menjitak dia cuma mengelus-elus rambutnya, lalu merangkul bahunya sembari eskalator membawa mereka berdua turun.

Hari Sabtu jam-jam segini harusnya sih belum penuh-penuh amat. Biasanya pengunjung membludak kalau sudah mendekati sore.

Tapi harapan hanyalah harapan. Meja Pepper Lunch lagi penuh dan mereka berdua ditawari masuk waiting list. Karena cuma mereka berdua yang ada di situ, harusnya sih nggak perlu menunggu lama. Mau nyari tempat makan lain juga kayaknya Mission Impossible.

“Tunggu aja ya, Jer?” Sabrina mengiba.

Jerry ngangguk-angguk. Dua tahun lebih pacaran dengan Sabrina auto bikin dia lulus S2 Parenting. Sabar dan selfless-nya udah unlimited.

Mereka berencana jalan-jalan dulu sembari minta dikirimi pesan kalau sudah ada tempat kosong, tapi belum sempat balik kanan dari kasir, keberadaan Mas Gusti dan Mas Ismail yang menyebutkan reservasi mereka membuat Sabrina melotot.

“Jadi elo berdua yang bikin gue sama Jerry nggak dapet meja?” Cewek itu pasang muka galak. Padahal apa salah Gusti dan Ismail?

“Kayak ada yang ngomong tapi nggak kelihatan wujudnya.” Mas Ismail menyahut rese sebelum nyelonong masuk meninggalkan temannya meladeni Sabrina sendirian.

Mas Gusti ketawa. “Ya udah, gabung aja kalau cuma mau makan. Kalau lebih penting pacaran, ke laut aja sono.”

Dia lalu menanyakan apakah masih bisa nambah dua kursi, dan mbak kasir memastikan dulu ke bagian cleaning sebelum menganggukkan kepala.

“Bisa, Mas.”

“Oke, tambahin dua kursi ya, Mbak. Makasih.”

Sabrina senyum penuh kemenangan, segera menggamit lengan Jerry yang pasrah-pasrah saja diajak mengikuti langkah Gusti menuju area dalam Pepper Lunch.

WAIT A MINUTE! Muka Sabrina auto horor.

Mas-mas cleaning sudah beres menambah dua kursi pada salah satu meja yang muat delapan orang tapi baru terisi empat orang—termasuk Mas Ismail yang baru duduk.

Tebak siapa yang ada di sana selain Mas Ismail?

Mas Ehsan.

PLUS BIMO!

PLUS ZANE!

Kurang heboh gimana? Dua mantannya duduk di satu meja, sedangkan dia menggandeng pacar baru.

Bukan masalah sih. Bimo sudah punya pacar baru, dan mereka udah baikan nggak lama setelah putus. Zane denger-denger juga udah ada gandengan jadi Sabrina nggak perlu kepedean mengira mantannya itu belum moveon. Masalahnya adalah sungkan sama Jerry bok! Minggu kemarin udah ketemu Lius, sekarang ketemu mantan yang lain! Kayaknya PI haram dikunjungi lagi buat ngedate minggu depan.

“Calm. I met them at Gusti’s wedding.” Jerry berbisik di kupingnya sementara Mas Gusti beberapa langkah di depan sedang memberi tahu pada kawan-kawannya kalau Sabrina dan Jerry akan bergabung.

“Gue kalem kok.” Sabrina denial. Padahal mah, dengan Zane, sampai lima tahun lebih putus, sampai sekarang masih awkward karena ketemunya bisa dihitung jari dan ngobrolnya sebatas say hi dan nanyain kabar, lanjut sok udah ditungguin yang lain dan kabur.

Kalau dengan yang lain Sabrina bisa menjaga hubungan tetap baik, dengan Zane Sabrina nggak berusaha gimana-gimana, apalagi karena Zanenya juga nggak kelihatan usaha biar mereka kembali akrab. Ya memang mau dilihat bagaimanapun juga, dengan adanya pernikahan Kak Ibel, sudah sewajarnya mereka berdua awkward. Dari pacaran berubah jadi punya hubungan secara hukum. Weird AF.

Ketiga cowok selain Mas Ismail kontan menoleh serempak mendengar pemberitahuan Mas Gusti.

Sabrina sembunyi di ketek Jerry. Pengen melototin Zane yang kayak ngelihat setan.

Woy, mana ada setan cakep???

“Mending kita cari tempat lain aja gak sih? Gak enak gangguin reuni orang.” Cewek itu mencicit, mendadak jiper.

Dia tuh udah biasa diem-dieman kalau kebetulan ada di tempat yang sama dengan Zane. Tapi di meja sekecil itu, masa mau diem-dieman juga? Ya bisa aja sih. Tapi kan gak sopan.

“You’re the boss.” Jerry membalas kalem.

Tapi ternyata cicitan Sabrina terdengar oleh yang lain.

It’s just a regular lunch. Duduk aja. Nggak ganggu sama sekali.” Zane Abram Simalakama yang menjawab.

Demi Tuhan, kenapa harus dia yang nyuruh stay sih? Kalau yang lain, udah pasti Sabrina tolak tanpa rasa bersalah!


PS. Babang Jerry gak cembokur apa ketemu mantan Sab mulu? Kagak coy. They broke up for a reason, dan dia ama Sab jadian for a reason juga kan? Jadi nggak ada alasan buat insecure.

Lempeng banget dong? Ya kagak.

Kalau cemburu-cemburu manjah mah pernah, tapi kalau yang ampe baper beneran kagak.

The man understands his value. Jadi semisal nanti tetep putus setelah sama-sama usaha semampunya, ya berarti emang nggak jodoh. Gitu.

Lagian Sab kesambet setan apa mau putusin Jerry? He’s soooo suamiable. Wkwk.

PS lagi. Di atas gw bahas Akmal tapi kenapa kebawah-bawah gak dibahas lagi yak? Mon maap otak rada kurang sinkron. Ngurusin Akmal sakit lanjut ke #3 aja ya.

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Kategori
Free
Selanjutnya Nowness [part 15-16]
67
6
15 | this is how you fall in love16 | keep your head up, princess! This is the climax chapter!
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan