Chapter 3: The Day Before Christmas Eve

0
0
Deskripsi

Minghao melanjutkan merajut syal. Kemudian, saat Minghao berjalan-jalan untuk makan siang, ia bertemu dengan tiga sahabat kekasihnya - yang akhirnya membuat mereka makan siang bersama. Setelah makan siang, Minghao berjalan kembali ke rumahnya untuk menyelesaikan syalnya. Pada malam hari, setelah ia akhirnya menyelesaikan syalnya, Junhui - yang sedang berada di bandara - ia akan kembali ke Korea Selatan - melakukan panggilan video ke Minghao.

Hari sudah pagi, Minghao sudah setengah jalan merajut syal untuk Junhui. Tidak terbiasa begadang, dengan matanya yang sudah terasa berat, Minghao melihat jendela, kemudian melihat jam di handphone-nya. “Udah jam 7 pagi ya…”

 

Minghao memutuskan untuk tidur. Sebelum tidur, Minghao memastikan rajutan syalnya tetap rapi, kemudian Minghao meletakkan rajutannya di atas meja. Kemudian Minghao merebahkan dirinya di atas kasur yang empuk dan hangat, menyelimuti dirinya dengan selimut, dan Minghao memejamkan kedua matanya.

 

Beberapa jam berlalu, Minghao terbangun dari tidurnya. Minghao meraih handphone-nya dan melihat jam, dan jam menunjukkan jam 2 siang. Minghao bangun dari kasurnya, kemudian merapikan tempat tidurnya. Setelah itu Minghao mengambil turtleneck hitam, celana jeans, dan pakaian dalamnya, dan Minghao pergi ke kamar mandi.

 

Setelah mandi, Minghao memakai syal yang sangat ia sayangi, kemudian ia memakai mantelnya, dan Minghao jalan keluar dari rumahnya.

 

Di perjalanannya menuju café, Minghao bertemu dengan Hoshi, Wonwoo, dan Woozi yang sedang berada di depan restoran yang kebetulan berada di dekat café yang mau ia datangi.

 

“Hoshi-hyung! Wonwoo-hyung! Woozi-hyung!” Minghao memanggil ketiga teman baik kekasihnya, dan mereka melihat Minghao yang menghampiri mereka.

 

“Minghao, apa kabar?” Woozi menyapanya.

 

Minghao tersenyum, “Kabar aku baik. Hyung mau makan di sini?”

 

Wonwoo baru membuka mulutnya, hendak membalas Minghao, namun Hoshi secara tidak sadar menyelanya. “Nggak, kami lagi cari restoran buat Ju–”

 

Woozi dengan cepat langsung menutupi mulut Hoshi dengan tangannya. Minghao memiringkan kepalanya, bingung melihat Woozi yang tiba-tiba menutup mulut Hoshi seperti itu.

 

“Ju…?”

 

“Ah, i-iya, kami baru mau makan di restoran ini,” Wonwoo menjawabnya dengan sedikit panik, “Kalo Minghao sendiri gimana?”

 

Minghao sebenarnya ingin mengajak ketiga teman kekasihnya untuk makan siang bersama, tapi setelah mendengar jawaban dari Wonwoo, raut muka Minghao terlihat sedikit kecewa, “Aku mau makan di café yang ada di deket sini,” jawabnya, “Tadi aku mau ajak Hyung buat makan bareng aku, tapi karena Hyung mau makan di sini, jadi–”

 

“Kami ikut kamu nggak apa-apa kok,” Woozi menyelanya dan segera menghiburnya, “Kami masih bingung juga sih mau makan di mana. Jadi kami ikut kamu aja ya.”

 

Kalimat dari Woozi membuat Minghao tersenyum. “Thank you, Hyung!”

 

“Kamu mau makan di café mana?” tanya Wonwoo.

 

“Dari sini deket kok, cuma beda dua gedung doang,” Minghao menjawabnya, “Ayo!”

 

Minghao berjalan di depan, diikuti oleh Wonwoo. Woozi akhirnya memindahkan tangannya dari mulut Hoshi, dan Woozi menatapnya, “Please, jangan sampe keceplosan lagi ya. Jun udah minta kita buat jangan kasih tau rencana dia buat Minghao.”

 

“Oh, iya…” Hoshi hanya mengangguk.

 

 

Di dalam café, dengan berempat sudah di tempat duduk – lengkap dengan pesanan masing-masing, Hoshi melihat pesanan yang Minghao pesan.

 

“Minghao, tumben lu minum iced americano,” komentar Hoshi, “Lu mau ikutin jejaknya Seungkwan atau gimana nih?” tanyanya sambil bercanda.

 

“Sebenernya lebih tumben karena Minghao minum kopi nggak sih?” Wonwoo menambahkannya.

 

Minghao tertawa, “Iya, aku lagi butuh kopi karena semalem aku begadang,” jawabnya.

 

“Tumben kamu begadang,” Woozi komentar dengan singkat.

 

“Ngomong-ngomong lu udah tau kalo Jun pulang malem ini?” tanya Hoshi - membuka topik pembicaraan.

 

Minghao langsung tersenyum lebar. “Udah dong! Aku jadi nggak sabar buat besok, akhirnya bisa jalan-jalan lagi sama Junnie-hyung!”

 

Melihat Minghao sedang berbunga-bunga, Wonwoo terkekeh, “Lovey-dovey amet ya, kamu sama Jun.”

 

“Terus nanti kamu ikut ke bandara buat jemput Jun nggak?” Woozi tanya.

 

“Awalnya aku mau ke bandara buat jemput Junnie-hyung, tapi Junnie-hyung minta aku buat istirahat aja di rumah.”

 

“Ooh, begitu ya. Jun beneran care banget ya sama lu,” Hoshi menanggapinya, dan Minghao hanya tersenyum malu.

 

 

Setelah selesai makan, mereka berempat keluar dari café.

 

“Habis ini kamu mau ke mana?” Wonwoo tanya sambil melihat Minghao.

 

“Aku mau pulang ke rumah,” Minghao menjawabnya, “Soalnya aku ada urusan.”

 

Tidak tahu dengan ‘urusan’ yang dimaksud Minghao adalah syal yang sedang dia rajut untuk Junhui, Wonwoo hanya mengangguk, percaya dengan jawaban Minghao. 

 

“Aku pergi dulu ya, Hoshi-hyung, Wonwoo-hyung, Woozi-hyung,” Minghao melambaikan tangannya dan pergi menuju rumahnya.

 

“Oke, hati-hati di jalan ya, Minghao,” Wonwoo melambaikan tangannya dan memperhatikan Minghao yang pergi meninggalkan mereka bertiga.

 

Hoshi melihat kedua temannya, “Jadi… Sekarang kita lanjut cari restorannya?”

 

“Lanjut. Kita coba ke restoran yang tadi mau kita datengin sebelum ketemu Minghao kali ya? Tadi kan kita belom sempet tanya,” Woozi menjawabnya.

 

Akhirnya Hoshi, Wonwoo, dan Woozi mendatangi restoran itu lagi. Pelayan restoran menyambut mereka dengan ramah, “Selamat datang. Untuk berapa orang?”

 

“Ah, permisi,” Wonwoo bicara, “Saya mau booking makan malam di restoran ini, tapi untuk teman saya, dan untuk dua orang ya. Makan malamnya besok jam 7 malam. Apa masih ada slot yang tersedia?”

 

“Baik, sebentar ya, saya periksa dulu,” pelayan tersebut kemudian membuka buku yang penuh dengan nama tamu yang booking di restoran itu, “Sebelumnya kami mau minta maaf, kalau untuk jam 7 malam sudah penuh. Tapi masih ada slot untuk jam 8 malam. Bagaimana?”

 

“Jam 8 malem ya…” Woozi melihat Hoshi, “Jam 8 malem gapapa kali ya?”

 

Hoshi mengangguk, “Gapapa lah, daripada nggak dapet slot kayak lima restoran yang tadi kita datengin.”

 

“Boleh, kalau begitu saya mau ambil jam 8 malam ya,” Wonwoo menjawabnya.

 

“Baik. Jam 8 malam ya. Boleh dibantu nama dan nomor yang bisa dihubungi?”

 

“Atas nama Wen Junhui, dan ini nomor telponnya,” Wonwoo memperlihatkan nomor telpon milik Junhui, dan pelayan restoran mencatat nomor tersebut.

 

“Baik, reservasi dibuat untuk Tuan Wen Junhui, nomor telepon sekian-sekian, untuk dua orang, jam 8 malam ya,” pelayan restoran membacakan pesanannya untuk memastikannya.

 

“Iya, betul.”

 

“Baik. Terima kasih ya. Ditunggu kedatangannya,” pelayan restoran tersenyum dan membungkuk kepada mereka bertiga.

 

Keberuntungan ada di pihak mereka, akhirnya mereka berhasil menemukan sebuah restoran untuk kencan Junhui dan Minghao. Hoshi dengan segera mengirim pesan untuk Junhui, memberitahunya kalau mereka sudah membuat reservasi, dan tidak lupa Hoshi juga mengirim nama dan alamat restoran itu.

 

 

Sesampainya di rumah, Minghao melepaskan sepatunya, dan ia jalan menuju kamarnya. Setelah sampai di kamarnya, ia melepaskan syal dan mantelnya, tidak lupa untuk melipat syal kesayangannya dengan rapi, lalu Minghao melanjutkan pekerjaannya - merajut syal untuk Junhui. “Ayo, Xu Minghao, untuk Junnie-hyung!” Minghao menyemangati dirinya yang sedang merajut.

 

Beberapa jam sudah berlalu, tanpa disadari, hari sudah malam. Minghao memperhatikan syal yang sudah selesai dirajut. Diperhatikan lagi rajutannya yang rapi, dan ia tersenyum, “Semoga Junnie-hyung suka sama syalnya,” ucapnya. Minghao melipat rapi syal yang dibikin dengan penuh cinta itu dan dia meletakkan syal itu di atas meja. Merasa dirinya lapar karena belum makan malam, Minghao mengambil handphone miliknya, memakai syal dan mantel, dan Minghao keluar dari rumahnya untuk mencari makan malam.

 

Minghao pergi ke convenience store untuk membeli sebuah ramyeon, dan ia memakan ramyeon itu di convenience store. Sedang menikmati makan malamnya yang hening, Minghao mendapatkan video call masuk dari Junhui. Dengan perasaan senang, Minghao langsung memasang earphone, lalu menjawab panggilan itu. Di layar handphone-nya, Minghao melihat Junhui memakai mantel hitam dan juga masker hitam. Meskipun Junhui memakai masker, Minghao tahu Junhui sedang tersenyum kepadanya. Jika saja Minghao berada di rumahnya, bukan di convenience store, mungkin saja Minghao sudah menyambut Junhui seperti “Junnie-hyuuuuung, kangeeeeen!!”

 

“Minghao sayang, kamu lagi ngapain?”

 

“Aku lagi makan malem, Junnie-hyung,” jawabnya dengan nada yang ceria.

 

“Ooh. Aku ganggu kamu ya?”

 

“Nggak kok, bentar lagi aku selesai makan. Junnie-hyung udah di bandara?”

 

Junhui mengangguk, “Iya, aku udah di bandara. Tinggal tunggu masuk pesawat aja.”

 

Minghao tersenyum, “Wah, akhirnya kita beneran bisa ketemu lagi. Aku udah kangen banget sama Junnie-hyung soalnya.”

 

“Minghao sayang, kamu ngomong begitu bikin aku mau peluk kamu deh.”

 

Minghao tertawa malu, “Duh, Junnie-hyung jangan bikin aku malu dong.”

 

Melihat reaksi yang membuatnya gemas, Junhui hanya tersenyum melihat Minghao malu. Kemudian Junhui melanjutkan pembicaraan, “Ngomong-ngomong kamu udah selesai makan malemnya? Kalo belom, habisin dulu aja, nanti makanannya keburu dingin loh. Aku tungguin kamu kok.”

 

“Ah, oh iya, bentar ya, aku habisin dulu ramyeonnya,” jawab Minghao, lalu Minghao meletakkan handphone-nya dalam posisi berdiri, memperlihatkan dirinya dengan jelas untuk Junhui, kemudian dia menghabiskan makan malamnya. Selagi menunggu Minghao, Junhui hanya menatap Minghao dengan tatapan lembut. Begitu Minghao selesai makan malam, Minghao membuang cup ramyeon ke tempat sampah. Lalu Minghao mengambil handphone miliknya dan jalan keluar dari convenience store.

 

“Junnie-hyung, maaf ya, aku udah bikin Junnie-hyung nunggu,” kata Minghao sambil jalan-jalan di kota.

 

“Nggak apa-apa kok, Minghao cintaku. Sekarang kamu lagi jalan ke mana?”

 

“Hmm…” Minghao melihat sekeliling, lalu ia balik melihat handphone-nya, “Kurang tau juga sih, aku mau ke mana… Oh iya, ada yang mau aku tunjukin ke Junnie-hyung!”

 

“Hm? Kamu mau kasih aku lihat apa?”

 

“Bentar ya,” Minghao membalikkan kamera video call-nya, memperlihatkan lampu-lampu Natal menerangi jalanan, “Cantik ya, Junnie-hyung.”

 

Junhui melihat lampu-lampu Natal dari handphone miliknya, “Iya, lampu Natalnya cantik-cantik ya. Besok malem kita kencan sambil lihat-lihat lampu Natal di jalanan mau?” ajaknya.

 

Minghao mengangguk, “Mauu!” jawabnya dengan semangat.

 

Junhui terkekeh melihat Minghao seperti itu, “Kamu kenapa gemesin banget sih?”

 

Minghao juga terkekeh, “Habisnya menurut aku itu romantis, makanya aku suka.”

 

“Kamu beneran suka hal-hal yang romantis ya,” Junhui menanggapinya. Lalu Junhui terdiam begitu dia mendengar suara pengumuman di bandara. Sudah waktunya untuk masuk ke dalam pesawat. “Minghao sayang, aku udahan dulu ya video call-nya. Aku udah harus naik pesawat soalnya.”

 

“Oke, Junnie-hyung. Safe flight ya,” balas Minghao sambil menempelkan tangan kirinya yang membentuk hati.

 

“Iya, thank you ya, sayang,” Junhui tersenyum dan membalas hati Minghao dengan gaya yang sama. Lalu Junhui mematikan video call-nya.

 

Minghao melepaskan earphone-nya dan memasukkannya ke dalam kantong celananya. Masih dengan senyum yang nampak di wajah cantiknya, Minghao akhirnya memutuskan untuk pulang ke rumah untuk beristirahat – supaya dirinya tidak merasa lelah di kencan besok yang sudah dinantikannya.

 

 

Selang beberapa jam kemudian, Hoshi, Wonwoo, dan Woozi sudah di Bandara Incheon, menunggu kedatangannya Junhui. Begitu mereka melihat sosok Junhui yang membawa banyak barang – ditemani dengan manager dan bodyguard-nya, ketiga teman baiknya langsung menghampiri Junhui.

 

“Jun, sini kami bantu bawa barang-barangnya,” Wonwoo menawarkan bantuan kepada Junhui.

 

“Eh, nggak usah, nggak apa-apa kok,” Junhui membalasnya dengan singkat.

 

“Itu bawaan lu banyak loh,” timpal Woozi, “Sini gue bantu juga.”

 

“Nggak usah,” Junhui bersikeras tidak ingin merepotkan teman-temannya, “Bawaan gue dikit kok, yang banyak itu oleh-olehnya.”

 

“Ya sama aja Jun, gapapa lah, sini kami bantu,” kata Hoshi yang juga bersikeras untuk membantunya.

 

Junhui tersenyum melihat ketiga temannya, “Ya udah, makasih ya, udah mau jemput gue, terus bantu gue bawa barang-barang gue. Ngomong-ngomong lu bertiga ke sini naik apa?”

 

“Naik mobil. Wonwoo yang nyetir tadi,” Hoshi menjawabnya, “Terus Woozi yang pasang musik, terus gue bagian nyanyi lagunya. Pokoknya serasa kayak pesta di dalem mobil!” Hoshi menceritakannya dengan semangat.

 

Junhui tertawa membayangkan suasana di dalam mobil seperti yang Hoshi ceritakan. Begitu mereka keluar dari gerbang, manager-nya Junhui memanggilnya, “Tuan, mobilnya sudah di sini.”

 

Junhui melihat manager-nya, “Baik, sebentar ya, aku mau masukin barang-barang bawaanku ke mobil temen-temenku dulu,” dan manager-nya mengangguk. Masih ditemani bodyguard-nya, Junhui mengikuti Hoshi, Wonwoo, dan Woozi jalan ke tempat parkir mobil.

 

Sesampainya, Hoshi membukakan pintu bagasi dan mengangkat oleh-oleh yang dibawa Junhui, dibantu juga oleh Wonwoo dan Woozi. Begitu sudah selesai memasukkan semua oleh-oleh ke dalam bagasi mobil, Hoshi kembali menutup pintu bagasi, “Oleh-olehnya banyak bener ya Jun.”

 

“Kan gue beli oleh-oleh buat semuanya,” jawab Junhui dengan singkat.

 

Woozi melihat Junhui, “Jadi lu beneran beli oleh-oleh buat Seungcheol-hyung sampe Dino?”

 

Junhui mengangguk. Tapi sebelum Junhui sempat bicara, bodyguard-nya menepuk pundaknya Junhui, “Ayo tuan, kita pergi.”

 

“Baik,” lalu Junhui melihat ketiga temannya, “Gue pergi dulu ya. Nanti oleh-olehnya gue bagiin di rumah gue. Thank you ya,” lalu Junhui pergi dengan bodyguard-nya.

 

Wonwoo membuka pintu mobil, “Berarti kita ke rumah Jun ya?”

 

“Iya, ke rumahnya Jun,” Woozi menjawabnya.

 

Okay! Let’s go!” teriak Hoshi dengan semangat begitu dia masuk ke dalam mobil. Wonwoo menyalakan mobil dan mengendarai mobilnya ke rumah Junhui.

 

 

Satu setengah jam berlalu, mobil yang dinaiki Junhui sudah sampai di depan rumahnya. Manager-nya melihat Junhui yang tertidur dengan pulas, lalu membangunkannya, “Tuan, tuan sudah sampai di depan rumah tuan.”

 

“Ng…” Junhui membuka kedua matanya, terlihat masih mengantuk. Junhui melihat keluar dan dia melihat rumahnya, “Sudah sampai ya…?”

 

“Betul, sudah sampai,” jawab manager-nya.

 

“Ah, baik. Terima kasih ya,” Junhui kemudian membuka pintu mobilnya dan dia turun dari mobilnya.

 

“Masih ada yang bisa dibantu?” tanya bodyguard-nya, dan Junhui menggeleng, “Sudah nggak ada kok. Karena sudah tengah malam, kalian pulang saja, nggak apa-apa kok.”

 

“Baiklah. Kalau begitu kami pergi ya,” ucap bodyguard-nya, dan mobil itu pergi meninggalkannya.

 

Junhui menyadari ada cahaya dari sebelahnya. Begitu dia menoleh, dia melihat mobil yang dikendarai Wonwoo. Junhui membantu ketiga temannya membawa oleh-oleh ke dalam rumahnya. Begitu semuanya sudah di dalam rumahnya, Junhui mulai membuka kardus-kardus yang berisikan oleh-oleh.

 

“Ternyata lu udah susun rapi ya, oleh-olehnya,” Hoshi mengomentarinya begitu dia melihat beberapa bungkus oleh-oleh yang dilabeli nama teman-temannya.

 

“Iya, gue susun kayak gitu biar rapi, biar lebih gampang juga dibaginya,” Junhui membalasnya. Lalu Junhui mengambil beberapa bungkus oleh-oleh untuk ketiga temannya, “Ini, oleh-oleh buat kalian.”

 

Ketiga temannya mengambil oleh-oleh yang diberikan. “Wah, thank you ya Jun,” ucap Wonwoo sambil tersenyum, “Oh iya, lu tidur aja, gapapa kok, biar sisanya gue sama Hoshi sama Woozi yang urus.”

 

“Udah, gapapa, gue bantu aja.”

 

Hoshi menghampiri Junhui dan menepuk punggungnya, “Jun, lu tidur aja. Sekarang udah mau jam 2 loh. Belom lagi nanti lu mau kencan sama Minghao.”

 

“Nah, iya, mending lu tidur aja, biar lu nggak ngantuk mulu pas dating nanti,” Woozi juga ikut membujuknya, “Inget, lu akhirnya bisa kencan sama Minghao. Tahun lalu sama dua tahun lalu kan lu nggak jadi kencan sama Minghao karena kerjaan lu.”

 

“Oleh-oleh buat yang lain nanti kami yang kasih juga, jadi lu santai aja, fokus aja sama kencan lu sama Minghao,” Wonwoo menambahkannya.

 

Junhui terdiam, lalu akhirnya dia menerima saran dari teman-temannya. “Ya udah, kalo gitu gue istirahat dulu ya. Thank you udah bantuin sejauh ini,” ucapnya dengan senyum. Junhui melangkah ke kamarnya, tapi Junhui membalikkan badannya, “Jangan lupa pintunya tolong dikunci ya. Sama hadiah buat Minghao dibiarin aja di sini, biar pas Natal nanti gue yang kasih.”

 

“Siap, Bos Wen Junhui!” Hoshi menjawabnya sambil mengambil bungkusan oleh-oleh yang akan dibagikan ke teman-temannya.

 

Ketika mereka sudah selesai memasukkan semua bungkusan oleh-oleh ke dalam mobil, Woozi mengunci pintu rumah Junhui dengan kunci cadangan yang pernah Junhui berikan, dan mereka pergi dari kediaman Junhui.

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Chapter 4: The Lover's Date
0
0
Hari yang ditunggu-tunggu oleh Minghao dan Junhui, 24 Desember, akhirnya tiba. Seperti rencana Junhui sebelumnya, ia mengajak Minghao ke taman bermain untuk berkencan, yaitu kencan Natal.
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan