Zawsze in Love The Beginning Chapter 2: Perlombaan

0
0
Deskripsi

Sebuah kisah cinta dari karakter yang memiliki prinsip tidak mau pacaran (membohongi dirinya) namun sebenarnya, dia hanya berusaha mencari orang yang benar-benar bisa memahami dan mendukungnya. Novel ini akan menceritakan kehidupan saat karater utama pertama kali bertemu dengan wanita yang nantinya akan menjadi kekasihnya, meskipun awal kisah pertemuan mereka tidak se-simple yang diperkirakan!!. Kisah dalam novel ini akan dibumbui dengan drama dan konflik yang mengejutkan, dimana perkembangan tiap...

CHAPTER 2: PERLOMBAAN

Sabtu Pagi sekitar pukul 7 di depan Sekolah

Udara pagi yang menyegarkan ditambah cuaca yang bagus membuatku bersemangat. 

Ya hari ini adalah hari perlombaan kami dan akan berangkat naik minibus milik Sekolah menuju tempat diselenggarakannya perlombaan.

Bagi yang belum tau minibus, minibus adalah bus dengan kapasitas 30 kursi. Dan memang minibus ini biasanya digunakan untuk mengangkut kontingen sekolah yang akan berlomba.

Sekolahku cukup memperhatikan masalah fasilitas terutama bila menyangkut perlombaan.

Sekolah akan berusaha memenuhi kebutuhan perwakilan sekolah dengan harapan bisa memberikan yang terbaik dan memenangkan perlombaan.

Sejauh yang aku tau memang hal itu berbuah hasil nyata, dimana banyak perwakilan sekolah yang berhasil jadi juara dan mengharumkan nama sekolah.

Tentu hal itu juga akan sama bagiku, aku sudah mempersiapkan segala hal dengan baik agar bisa meraih gelar juara. 

Dalam hatiku aku sudah sangat mantap untuk memberikan segalanya dengan maksimal.

“Yo Nando, pagi sekali kamu datang!”

Tiba dari belakang tyas menyapaku, dia baru datang,

“Yang ada kamu yang telat, dari mana saja kamu sampai jam segini”

“hahaha aku sedang mempersiapkan sesuatu yang memakan waktu, lagian jam kumpulnya kan masih beberapa menit lagi!”

“Terserah, lagian ngak kayak biasanya kamu menyiapkan sesuatu yang khusus sebelum lomba?”

Kami sudah lumayan sering pergi berlomba meskipun masih belum memberikan gelar juara kepada sekolah namun pengalaman itu jadi motivasi untuk menang di kompetisi kali ini.

“Yang jelas sesuatu yang penting, nanti kamu juga akan tau!”

Aku hanya memberikan reaksi datar dan tidak memberikan jawaban lagi ke tyas, lalu berjalan masuk ke titik kumpul yang ada di ruang tengah sekolah.

Tapi kembali lagi ke asumsi pertamaku dari seminggu lalu kalau tyas ini sedang melakukan sesautu dan tujuannya tentu adalah untuk mendapatkan hati seorang wanita. 

Yang menggangu pikiranku, hari ini kita hanya berangkat ber 10, dimana tim ilmu pengetahuan adalah kami ber empat yaitu aku, tyas, clara dan rara sedangkan sisanya adalah satu tim beranggotakan 6 orang yang akan ikut lomba acapella. Menurutku tidak mungkin tyas mengincar salah satu dari tim acapella karena kami tidak saling kenal.

“Jangan-jangan dia mengincar Rara”.

“Tidak mungkin-tidak mungkin apa Clara?”

Pikiranku makin bingung memikirkan ini, hingga akhirnya aku terkejut karena tiba-tiba ada yang mendorongku dari belakang.

“Haloooo nando, cielah yang mau lomba….. awas aja sampai kalah, kalau kalah jangan berteman denganku lagi!”

Suara itu tak lain dan tak bukan berasal dari ketua kelasku Aurel, wanita penuh semangat tapi sebenarnya lembut dan merupakan sosok pemimpin yang bijak dan adil. 

Ngomong-ngomong selain ketua kelas dia juga kapten tim voli disekolah dan sangat disegani karena berhasil memotivasi tim voli sekolahku dari yang tak diunggulkan juara di kompetisi nasional hingga akhirnya juara secara tak terduga awal taun ini.

“Lagi-lagi kamu mendorongku dari belakang, jangan mentang-mentang kamu wanita kuat lalu mendorongku yang lemah ini!”

“Lagipula bagaimana kalau aku jatuh dan kepalaku terbentur, bisa-bisa aku lupa ingatan dan apa yang aku pelajari hilang semua, akhirnya aku kalah dan tentu semua itu adalah salahmu…”

“Jangan bilang gitu lagian aku ngak mendorongmu dengan keras sampai bisa membuatmu terjatuh kan!”

Sebenarnya memang dorongan aurel tidak cukup membuatku terjatuh tapi maksud lain dari jawabanku adalah agar dia tidak selalu mendorongku ketika mau menyapa.

“Tapi makasih dukungannya, lagian aku pasti akan menang, tenang saja!”

Tentu lagi-lagi aku sangat optimis untuk menang pada kompetisi kali ini, bisa dibilang persiapanku sempurna.

“bisa sombong juga kamu nando, baiklah aku doakan semoga kamu menang, titip salam ke tyas dan rara juga ya… aku mau ke kelas dulu”.

“Oke tunggu aku pulang membawa piala”.

“Hahaha akan kutunggu”

Sambil menjawab aurel berjalan menuju ke kelas untuk memulai pelajaran.

Aku masih menunggu dan tak lama tyas, clara dan diikuti rara juga masuk ke ruang tengah. 

“Eh barusan Aurel kan? Padahal aku mau menyapanya!”

Tyas tiba-tiba berbicara disebelahku. 

“Iya barusan aurel, dia titip salam kalau kalah dia tidak mau berteman lagi dengan kita!”

“Heee, apa-apaan salam itu!”

Yah meskipun cuma bercanda tapi bagi beberapa orang seperti tyas akan mengganggap itu serius.

“Kalau gitu fokus dan jangan kalah”

Aku mencoba memanfaatkan itu untuk mengingatkan lagi kepada tyas agar fokus dan memberikan yang terbaik, karena aku masih ragu pikirannya bisa fokus hari ini.

“Iya-iyaa… santai aku sangat fokus sekarang”

Tak lama kemudian Bu Erna masuk dan memberikan arahan bersama kepala sekolah kami.

“Baik anak-anak bapak sangat bangga kepada kalian dan mengharapkan yang terbaik dari kalian”

“Kalian adalah anak-anak terpilih dan terbaik untuk mewakili sekolah dalam kompetisi ini, jadi pastikan kalian juga memberikan yang terbaik dan buat bangga kedua orang tua, guru dan sekolah!!”

“Siap baik Pak”

Menurutku kepala sekolah kami memang jago dalam memberikan kata motivasi ditambah dengan suaranya yang berat memberikan efek yang makin meyakinkan seakan-akan kata-katanya langsung masuk kedalam pikiran kami dan membuat kami jadi lebih bersemangat.

Setelah kata motivasi dan beberapa arahan lain termasuk doa sebelum berangkat kami diarahkan masuk kedalam minibus untuk berangkat.

“Langsung masuk kedalam minibus ya anak-anak jangan lupa barang bawaan kalian”

Bu Erna terus mengingatkan kami agar jangan lupa akan barang-barang bawaan kami, sebenarnya tidak mengherankan karena kami akan pergi lumayan jauh dan akan menginap selama semalam, jadi akan sangat merepotkan jika ada barang yang tertinggal.

Sebelum berangkat aku selalu memiliki kebiasaan untuk buang air kecil dulu jadi aku minta ijin ke Bu Erna dan meninggalkan anak-anak lain yang sudah masuk duluan.

“Maaf Bu, saya mau ke toilet sebentar, saya akan segera menyusul!”

“Jangan lama-lama ya nak…”

“Baik Bu terimakasih!”

Lalu aku bergegas untuk ke kamar mandi dan buang air kecil lalu segera ke minibus. 

Tapi betapa terkejutnya kau ketika semua tempat duduk sudah penuh dan hanya menyisakan satu tempat duduk.

Dan sisa satu tempat duduk itu berada di sebelah ratu es yaitu Rara. 

“Sial kenapa hanya sisa satu tempat duduk dan berada disebelah Rara, mana tyas?”

Ketika pandanganku mencari tyas ternyata dia sudah duduk dengan clara dan tidak menyisakan satu tempat untukku.

“Hah kenapa dia duduk dengan clara?”

Pikiranku jadi kacau karena harus duduk dengan Rara, karena selama ini dia tidak pernah berkomunikasi dengan pria apalagi situasi sekarang yang mengharuskan aku duduk disebelahnya, bisa jadi dia akan berteriak dan menyuruhku berdiri bahkan mungkin menendangku.

Sebenarnya jika kondisi normal, minibus ini akan cukup untuk 30 orang, terlebih kami hanya ber 16 termasuk beberapa guru pendamping, tapi khusus hari ini hal itu tidak berlaku karena sisa tempat duduk dilipat untuk menaruh barang bawaan kami ditambah barang-barang dari regu acapella yang lumayan banyak.

Lalu aku memutuskan untuk mendekat kearah tyas dan berbisik

“Apa-apaan kau ini kenapa tidak duduk denganku…”

Aku ingin tau tentang kejelasan situasi ini karena aku yang terakhir datang jadi aku tidak atau apa yang terjadi.

“Maafkan aku do, tapi tiba-tiba saja mereka sudah duduk berpisah dan kupikir aku tidak mau ambil resiko dengan duduk disebelah rara, jadi aku memutuskan untuk duduk dengan clara!”

“Sial bagaimana aku bisa duduk dengan rara, kau tua sendiri kan dia bagaimana!”

Aku terus berbisik dengan tyas hingga akhirnya clara membentakku dengan nada yang lumayan tinggi meskipun suaranya tidak terlalu keras

“Hei jadilah seperti laki-laki berjiwa besar dan tunjukan kejantananmu, hanya masalah duduk saja kau mengeluh”

Aku tidak terima dengan ucapan clara, karena aku merasa dia adalah teman rara jadi biasa saja jika harus duduk dengan dia.

Terlebih dari awal memang aku tidak terlalu menyukai sikapnya yang selalu mengomentari hal apapun dan kurasa dia memiliki sedikit kebencian terhadap diriku entah kenapa, sehingga terus mendebatku seperti musuh. 

“Enak kalau ngomong karena kamu teman dekat rara, tapi aku ini seorang pria dan aku ngak dekat dengannya, kamu tau sendiri kan sikap dia kepada pria”

Tentu suaraku sangat pelan dan aku yakin rara tidak mendengarnya karena dia duduk di bangku belakang.

“Sudahlah jangan banyak bicara, duduk dan buktikanlah keluhanmu benar atau tidak!!”

Clara tampak kesal denganku dan akhirnya aku memberanikan diri untuk jalan kearah tempat kosong disebelah rara.

Dia tidak memperhatikanku, pandangannya menatap keluar jendela, seakan tidak tertarik dengan apa yang terjadi disekitarnya.

Namun aku berusaha memberikan itikad baik dengan meminta ijin untuk duduk disebelahnya karena bagaimanapun etika harus tetap dijaga apalagi kepada wanita seperti Rara.

“Maaf ra, tapi semua tempat duduk sudah penuh, karena disini kosong jadi ijinkan aku duduk disini”

Seketika setelah aku berbicara, untuk pertama kalinya dia memandangku secara langsung.

Tatapannya begitu tajam kearahku seakan langsung menghipnotisku akan kecantikannya dibarengi dengan geraian rambut hitam yang berkilau membaur dengan sinar matahari yang memasuki kaca jendela di bus. 

Siapapun akan terpanah melihatnya dan seketika bibirnya yang berwarna pink pucat terbuka

“Ah ya silahkan, karena tidak ada tempat kosong lagi!”

Suara lembut dan tenang yang kudengar dari mulutnya benar-benar jauh dari apa yang pernah kubayangkan sebelumnya.

Jawaban itu membuatku terkejut dan seakan membuyarkan segala prasangka buruk tentang dirinya.

Tiba-tiba terbesit ingatan yang baru saja terjadi ketika clara bilang kepadaku untuk berani dan membuktikan segala prasangkaku benar atau tidak terhadap rara.

Dan sekarang semuanya jelas bahwa mungkin rara tidak seburuk yang dirumorkan orang-orang, sehingga itu membuatku jadi lebih tenang untuk duduk disebelahnya.

“Oke kalau begitu ijinkan aku duduk disini ra”

“Tentu silahkan duduk”

Aku akhirnya duduk dan beberapa saat setelah itu Bu Erna kembali mengingatkan masalah barang yang kami bawa apakah ada yang tertinggal dan setelah memastikan semuanya aman akhirnya minibus yang kami tumpangi akhirnya berangkat menuju tempat lomba.

Perjalan ini akan memakan waktu sekitar 1 hingga 2 jam karena berada diluar kota.

Perjalan kami sudah berjalan kurang lebih selama satu jam dan tidak ada obrolan sama sekali diantara aku dan rara, padahal yang lain asik ngobrol untuk melewati waktu perjalanan yang cukup panjang.

Aku merasa itu normal mengingat rara memang jarang bicara dengan laki-laki dan mayoritas percakapannya hanya dilakukan dengan wanita.

Namun kupikir aku ingin mencoba mengajaknya bicara meskipun sedikit, diluar segala resiko seperti tidak dijawab tapi setidaknya aku akan mencobanya.

Ketika aku mau memulai percakapan tiba-tiba…

“Namamu Nando kan?”

Tiba-tiba Rara berbicara dan menanyakan sesuatu yang aneh.

Dia menanyakan namaku?, apakah dia tidak mengetahui namaku? Astaga seberapa tidak pedulinya dia salama ini padahal aku sudah sekelas dengannya sejak kelas 10.

“Benar namaku Nando, kamu bebas memanggilku dengan panggilan apapun yang menurutmu nyaman”

Aku berusaha untuk tetap tenang dan mencoba menjawab pertanyaan rara tanpa mempedulikan pemikiran-pemikiran dan prasangka yang ada dibenakku selama ini.

Dengan berpikir positif seperti itu mungkin aku bisa menemukan perbedaan atau sisi yang sebenarnya dari rara yang tidak diketahui orang lain.

“Kalau gitu aku panggil nando aja”

“Salam kenal nando, aku rara senang bisa berlomba bersama hari ini, mohon kerjasamanya”

Aku terdiam seketika ketika dia tiba-tiba mengenalkan dirinya kepadaku.

Kalau dipikir-pikir kami tidak pernah berkenalan bahkan berbicara, meskipun aku sudah tau dia dan kurasa siapa yang tidak kenal rara, tapi kupikir ini adalah hal yang baik untuk memulai percakapan.

“Salam kenal juga Rara, mohon kerjasamanya juga!”

Tentu aku tidak ingin melewatkan kesempatan yang super langka ini untuk berbicara dengannya, jadi aku memutskan untuk memulai topik pembicaraan.

“Jadi gimana ra? Apa kamu udah siap buat nanti?”

“Hmmm… gimana ya, bisa dibilang siap tapi bisa dibilang juga ngak!”

Jawaban rara entah kenapa membuatku lega, karena itu menunjukan jika dia adalah manusia biasa yang tak sempurna.

“Kalau boleh tau kanapa kamu ngak siap ra?”

Tentu aku juga sedikit penasaran apa yang membuat wanita yang nampak selalu sempurna seperti rara ini merasa tidak siap.

“Yah bisa dibilang aku cukup gugup karena ini adalah perlombaan pertamaku”

“Aku terkadang kepikiran kira-kira apa yang akan kulakukan kalau tiba-tiba tidak bisa menjawab pertanyaan”

“Bagaimana jika aku tidak mengingat materi yang aku pelajari selama ini, dan pikiran-pikiran lainnya!”

Setelah kupikir-pikir lagi jawaban rara masuk akal, karena memang benar selama ini rara tidak pernah mau jika dipilih guru untuk berlomba, namun entah kenapa ini berbeda.

Memang hal itu saja cukup membuat pertanyaan besar.

Tapi kurasa aku tidak perlu memikirkannya berlebihan.

Lebih baik untuk saat ini aku bisa memberikan rara beberapa saran yang bisa sedikit menenangkannya. 

Lagipula aku juga pernah berada di posisi dimana sangat gugup mengikuti kompetisi pertamaku dan berakhir dengan kurang memuaskan, terlebih saat itu tidak ada yang memberikanku saran yang membuatku jadi sedikit tenang.

Jadi kurasa dengan membantu rara, harusnya itu bisa sedikit menenangkannya dan bisa bagus untuk kami karena peluang kemenangan di kompetisi ini jadi meningkat.

“Sebenarnya aku tidak yakin dengan apa yang kubilang sekarang bisa membantumu apa tidak, tapi tidak ada salahnya untuk dicoba!”

Mendengar jawabanku rara menatapku dan sedikit memiringkan wajahnya seakan dia siap untuk mendengarkan saranku.

“Menurutku tidak ada hal yang benar-benar akan membuatmu bebas dari rasa gugup atau takut ketika akan melakukan sesuatu yang besar seperti kompetisi yang akan kita ikuti”

“Tapi kamu harus ingat tentang apa yang sudah kita persiapakan hingga titik ini, semua usaha dalam belajar, soal yang kita kerjakan dan perjuangan lainnya, kurasa dengan mengingat itu semua akan sedikit membuat kita lebih tenang”

aku merasa benar dengan saran yang kuberikan ke rara, karena memang itu kebenarannya.

Jika kamu sudah berproses dan berusaha maksimal dalam mempersiapkan suatu hal maka apa yang kamu lalui akan jadi kekuatanmu untuk menghadapinya, semakin baik persiapanmu, semakin yakin dan percaya diri pula kamu.

Mendengar jawabanku Rara menoleh kembali melihat kearah luar dimana hamparan sawah hijau menjadi pemandangan yang terlihat jelas diluar minibus.

Lalu tak lama rara menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya.

Tentu aku mendengar dengan jelas hembusan itu, karena rara melakukannya dengan cukup berlebihan.

Kurasa setelah mendengar saranku dan menarik nafas dalam pikirannya jadi lebih lega, raut wajahnya pun jadi lebih lemas dari yang pertama kulihat ketika aku duduk disebalahnya.

Perasaanku ikut lega ketika melihat raut mukanya yang jauh lebih tenang sekarang, rasanya seperti berhasil menyelamatkan seorang yang hampir terjatuh tanpa terluka.

Ketika aku ikut lega tiba-tiba tangan kanan rara menarik sesuatu dari kantongnya dan mengarahkannya kepadaku.

“Ini sebagai ucapan terimakasih karena telah membuatku sedikit tenang, aku merasa lebih percaya diri sekarang”

Aku sangat terkejut karena tiba-tiba rara memberikanku sesuatu sebagai ucapan terimakasih.

Lalu terlintas sekelibat dipikiranku, apakah sekarang para wanita mengungkapkan rasa terimakasihnya dengan memberikan sesuatu hal secara langsung seperti itu? 

Karena seperti yang kalian tahu usiaku sama dengan usia kesendirianku jadi aku juga belum terlalu paham dengan bagaimana pola pikir seorang wanita.

“Terimakasih kembali rara, aku terima ini dengan senang hati…!”

Sambil tersenyum aku menerima pemberian rara yang ternyata adalah satu bungkus permen coklat dari merek yang cukup terkenal.

Kurasa anak kecilpun akan paham merek dari coklat ini.

Lalu aku menambahkan ucapakan terimakasihku dengan,

“Setiap proses yang benar dan maksimal maka hasil yang didapat juga akan maksimal, begitu juga sebaliknya”

Sambil sedikit menundukan kepala lagi-lagi rara berterimakasih padakau

“Benar aku jadi lebih percaya diri sekarang, jadi sekali lagi makasih ya nando”

Melihat keramahan dari rara sekali lagi menghancurkan segala prasangka buruk tentang dirinya yang selama ini aku dengar.

Keanggunan dan kesantunannya tercermin jelas dari bagaimana dia bersikap dan menjawab setiap ucupanku.

Meskipun keraguan dalam diriku seakan telah hancur, lagi lagi pikiranku memunculkan perntanyaan

“Apakah selama ini rara sebenarnya seperti ini ataukah aku merupakan orang yang diangap layak untuk berbicara dengannya sehingga dia memberikan respons seperitu??”

“tapi mana mungkin aku bisa layak kan??”

Nampaknya aku terlalu percaya diri dan berlebihan tentang masalah kelayakan, karena kurasa aku tidak bisa dibilang layak.

Pernyataanku bukan tanpa alasan karena selama ini orang-orang yang berusaha untuk dekat dan ingin mencoba mendapatkan hati dari rara bukanlah orang sembarangan.

Ketua OSIS Sekolah, Kapten Basket, Kapten Voli bahkan Anak dari kepala sekolah kami pernah mencoba menembaknya, tapi semuanya ditolak mentah-mentah.

Jadi siapakah aku yang bisa menandingi mereka.

Jelas ini hanya sebuah kebetulan, mungkin keberuntunganku sedang bagus.

Aku berusaha untuk terus meyakinkan jika ini hanya kebetulan dan jangan terlalu dibawa serius tentang percakapanku barusan dengan rara.

Lalu aku memutuskan untuk memakan coklat yang diberikan rara.

“Hmmm, rasa coklanya enak, seketika langsung meleleh dimulutku dan memberikan rasa nyaman setelah memakannya”

Rara menyadari ekspresiku yang sangat menikmati coklat pemberiannya dan memberikan senyuman tipis yang menghangatkan

“Apakah seenak itu?” 

Lalu rara juga membuka coklatnya lalu memakannya

“Kurasa benar rasanya berbeda, apa mungkin rasa coklat akan berubah ketika dimakan bersama-sama?”

Seketika aku terdiam, tubuhku serasa tidak bisa digerakan, rasanya seperti mendapatkan pukulan telak dari ucapan yang barusan rara sampaikan.

Apa apaan itu, bersama-sama…

Apa dia merasa senang bisa makan coklat bersamaku…?

Seketika pikiranku dipenuhi dengan pertanyaan dan itu membuatku lupa untuk menjawab pertanyaan dari rara.

Setelah tegang yang kurasakan sedikit mereda akhirnya aku menjawab pertanyaan dari rara,

“Mungkin benar dengan makan bersama coklat akan terasa lebih enak, namun menurutku rasa enak ini muncuk efek dari rasa gugup kita, sehingga rasa dari coklat ini memberikan efek yang menengkan bagi kita”

Aku berusaha untuk menjawab selogis mungkin dan mencoba tidak lagi memikirkan ucapan rara sebelumnya. 

Aku tidak boleh melibatkan perasaan hanya dalam percakapan seperti ini.

Lalu sambil memainkan rambutnya rara sedikit menengok ke atas seperti sedang berpikir,

“Ada benarnya, secara teori itu benar, mungkin aku yang salah berpikir jika rasa ini berasal karena kita sedang makan bersama”

Lagi-lagi kata-kata yang rara sampaikan benar-benar membarikan efek yang cukup kuat untuku meskipun begitu aku berusaha tetap tenang dan menerima itu sebagai percakapan biasa.

Akhirnya aku menutup percakapan dengan anggukan sambil terus menikmati permen cokelat yang masih belum habis di mulutku.

Tak lama kemudian kami telah sampai di tempat dilaksanaknnya perlombaan.

Kemudian aku segera beranjak dari tempat duduk dan sedikit menengok menatap rara yang ternyata juga menatapku.

Mata kami saling pandang hingga akhirnya dia tersenyum dan sedikit berbisik kepadaku

“Semangat yah!!!”

Ibarat dalam game dimana hero mengeluarkan jurus pamungkasnya, satu kata terakhir dari rara kepadaku benar-benar memberikan damage yang sangat luar biasa.

Aku merasa sangat diberkahi saat itu lalu melihat keatas dan berbicara

“Terimakasih tuhan atas hadiahnya” dalam hatiku.

Sungguh aku tidak pernah terbayang mendapatkan ucapan semangat dari wanita terutama wanita seperti Rara yang kuanggap sebagai wanita yang berada di kasta yang berbeda.

Aku tidak bisa memberikan respon selain

“Semangat juga rara!!” 

Lalu aku bergegas turun dan mendapati tyas sudah menungguku dibawah.

“Apa kamu baik-baik aja?”

Nampaknya dia cukup khawatir dengan kondisku yang duduk dengan rara.

“Yah bisa dibilang baik dan fokus untuk berlomba setelah ini!”

“Syukurlah kupikir kamu jadi kehilangan motivasi setelah duduk dengan rara!”

Dari raut wajahnya dia tampak merasa bersalah.

“Tenang aku baik-baik aja”

“Lalu apa kamu akhirnya ngobrol dengan rara?”

Aku memutusakan untuk tidak memberitahunya tentang apa yang terjadi setelah aku duduk dengan rara

“Kurasa tidak ada yang perlu aku ceritakan. Ayo masuk”

Aku mengalihkan pembicaraan dan mengajak tyas untuk segera masuk kedalam karena kita sebagai peserta harus segera melakukan registrasi ulang.

Setelah melalui beberapa tahapan kami akhirnya tiba di aula tengah sebelum diarahkan ke ruang masing-masing.

“Baik anak-anak ini adalah saatnya, saatnya bagi kalian untuk menuangkan semua ilmu yang kalian pelajari demi lomba ini”

“Jadi ibu harap kalian maksimal, dan jadilah juara!!!”

Bu erna memberikan motivasi terakhir sebelum kami memulai lomba.

Dalam hatiku aku ingin berterimakasih kepada beliau karena telah memberikan persiapan terbaik dari yang pernah aku alami dan kata-kata motivasi itu cukup membakar semangatku.

Meskipun sebelum ini motivasiku sudah mencapai titik tertinggi ketika mendengar motivasi dari rara sebelum turun dari Bis.

“JADI AKU TIDAK AKAN KALAH DAN AKAN MENANG!!!”

Lalu kami akhirnya memulai perlombaan…

Malam Setelah Perlombaan sekitar pukul 19.30

“Selamat anak-anak ibu bangga sekali dengan kalian, jujur ibu tidak menyangka kalian akan bisa sapu bersih seperti ini”

Itu adalah ucapan selamat dari Bu Erna, seperti yang Bu Erna sampaikan kami berhasil juara di semua jenis kompetisi yang kami ikuti hari ini.

Aku juara 1 di lomba cerdas cermat, disusul Tyas juara 2, Rara juara 3 dan Clara juara 4 di lomba cerdas cermat,

Rara dan Clara juga  juara 1 di lomba debat wanita, Lalu terakhir Aku dan Tyas juara 1 di lomba debat pria.

Hasil ini sangat memuaskan, bukan hanya untuk kami tapi juga untuk sekolah kami.

Sedangkan untuk tim accapella berhasil jadi juara 3 pada kompetisi kali ini. 

Tentu aku sangat senang karena akhirnya pecah telur dan meraih gelar pertamaku.

“Kami juga mengucapkan terimakasih sebanyak-banyaknya pada Bu Erna karena tanpa pelatihan yang bu erna berikan kami tidak akan bisa jadi juara seperti ini!”

Jujur Peran Bu Erna memang sangat vital untuk kemenangan kami ini, tanpa bantuannya mungkin kami tidak akan bisa mencapai titik ini.

Lalu tiba-tiba clara lari ke arah bu erna dan memeluknya dengan erat sambil berteriak makasih bu, makasih banyak...

Rara juga mendekat ke arah bu erna tapi tidak sampai memeluknya dan hanya menunduk lalu mengucapkan terimakasih karena telah memberikan kepercayaan untuk ikut kompetisi ini.

Wajah bu erna benar-benar sumringah dan memancarkan aura keibuan yang tampak sedang menyayangi anak-anaknya.

Meskipun memancarkan aura keibuan, tapi sebenarnya Bu Erna belum menikah dan bahkan pacarpun tidak punya.

Menurutku ini bentuk keseriusannya dalam mengabdikan diri sebagai pengajar, tapi di sisi lain aku mendoakan semoga Bu Erna bisa mendapatkan pasangan yang baik.

“Besok kita ada acara lagi jadi sebaiknya kalian ke kamar sekarang dan istirahat setelah hari yang melelahkan ini.”

Ucapan Bu Erna ada benarnya, badanku rasanya sangat lelah, mungkin ini karena aku menggunakan otakku secara berlebihan hari ini untuk berlomba jadi efeknya jadi membebani tubuhku dan akhirnya lelah... 

Tapi setidaknya ini sebanding dengan hasilnya, jadi aku tidak mempermasalahkannya, cukup istirahat semalah dan pasti akan membaik.

“Baik Bu terimakasih untuk hari ini kami akan ke kamar terlebih dahulu!!”

Ngomong-ngomong kami menginap di hotel, meskipun bukan hotel mahal bintang 4-5 tapi fasilitasnya sudah cukup bagus dan nyaman.

Dan lagi tempatnya juga dekat dengan tempat diadakannya kompetisi, hanya memakan waktu 3-5 menit jika berjalan kaki.

Sehingga itu sangat memudahkan kami dalam perjalanan ke tempat kompetisi. 

Aku tidur sekamar dengan Tyas tentunya dan Rara bersama Clara.

“Do aku mau mandi dulu ya, habis itu mau keluar sebentar cari udara segar!”

“Yah tak ada masalah, habis mandi aku mau langsung tidur, jangan lupa bawa kunci kamar”

“Ya udah aku mandi dulu”

Sesampainya di kamar Tyas langsung mandi sedangkan aku membereskan barang-barang agar terlihat rapi.

Lagi lagi ini kebiasaanku, dimana rasanya tidak enak kalau barang berantakan terlebih jika dalam kondisi menginap seperti ini. 

Tak lama kemudian Tyas sudah selesai mandi dan entah kenapa dia menggunakan pakaian yang rapi.

Hal itu cukup membuatku penasaran tapi pikiranku sudah tidak bisa diajak bekerjasama untuk berpikir, jadi aku memutuskan untuk membiarkannya dan pergi mandi untuk menyegarkan kepala.

“Nando aku pergi dulu, ngak usah tunggu aku langsung tidur aja!”

“Ya, aku tau jangan lupa bawa kunci!”

“Aman...!”

Brak... Aku mendengar pintu kamar sudah tertutup dari dalam kamar mandi. 

Setelah mandi aku langsung menuju ke kasur untuk beristirahat, tapi sebelum itu aku mau cek hp ku karena dari pagi aku hanya menggunakannya untuk menelpon orang tuaku ketika aku tau kalau menang.

Tentu orang tuaku sangat senang, mana ada orang tua yang tidak bangga dan senang setelah anaknya meraih juara. 

Saat aku sedang fokus melihat hp ku tiba tiba aku mendengar suara ketukan pintu. 

Tapi kupikir hanya perasaanku saja, lagian siapa yang mampir ke kamar malam-malam begini. Pada akhirnya kubiarkan.

Tak lama kemudian kembali terdengar suara ketukan dari arah pintu, hingga akhirnya aku sadar kalau itu benar-benar suara ketukan dan ada orang di depan kamar.

Aku bergegas ke arah pintu dan membukanya.

Dibalik pintu aku melihat wanita dengan tinggi sedikit dibawahku dengan rambut hitam berkilau yang dikuncir setengah kuda yang membuatnya nampak sangat natural. 

Aroma wangi juga terasa ketika aku berada di depannya dan ini sangat khas sehingga aku bisa mengenalinya bila wanita itu adalah Rara.

Alasan aku mengetahui wangi ini adalah karena tadi aku duduk di sebelah Rara dan menggunakan parfum yang sama.

Aromanya menyegarkan dan ringan sehingga meskipun mencium baunya dalam waktu yang lama itu tidak menjadi masalah.

Satu hal lagi yang membuatku terkejut adalah penampilannya yang berbeda dari biasanya, dimana dia menggunakan pakaian tidur piyama berwana kuning muda dipadukan dengan kacamata hitam yang terlihat pas di wajahnya. 

Aku terpana melihat penampilannya yang sangat berbeda dan ini pertama kalinya aku melihat wanita menggunakan piama selain adik dan mamaku.

Setelah aku membuka pintu kamar tiba-tiba terjadi keheningan diantara kami hingga akhirnya Rara berbicara

“Akhirnya kamu membuka pintunya, kukira kamu sudah tidur Nando!”

“Aku belum tidur tapi memang mau tidur, kenapa Ra ada yang bisa kubantu?”

Seketika aku langsung mencoba bertanya alasan Rara ke sini karena tentu aku juga penasaran terlebih ini juga sudah malam.

“Wah... maafkan aku Nando, telah menggungu, kalau gitu aku kembali saja!”

“Santai ra, gak masalah aku bisa tidur nanti, bilang aja kalau perlu sesuatu”

Aku berusaha meyakinkannya bahwa aku bisa menunda tidurku nanti dan siap membantu Rara jika ada yang diperlukan.

“Benarkah tidak apa??”

Sambil memegang dadaku “ngak apa ra, tenang aja” 

Lalu aku melihat tatapan Rara yang sedikit lega, karena dia merasa jika telah mengganggu waktuku istirahat.

“Jadi gini Nando, Clara tiba-tiba meninggalkanku sendirian di kamar, dia bilang mau jalan-jalan tapi ketika aku mau ikut dan menyusulnya tiba-tiba dia sudah hilang”

Setelah aku memahami situasinya, aku berpikir jika Rara sepertinya ke sini untuk menanyakan apakah clara ke sini.

Lalu aku spontan menjawabnya

“Maaf Ra, Clara ngak kesini dan kebetulan juga si Tyas barusan pergi meninggalkanku” 

“Eh.. bukan itu yang mau kutanyakan...”

Aku cukup malu karena salah mengartikan jika rara mencari clara kesini, tapi mau bagaimana lagi kepalaku juga agak sakit, mungkin memang butuh istirahat karena kelalahan.

Setelah mengucapkan itu aku melihat Rara sedikit menunduk dan memainkan rambutnya.

Dari yang aku lihat nampaknya dia sedikit gugup dan agak malu untuk mengatakan sesuatu

“Sebenarnya..., sebenarnya...aku takut sendirian di kamar”

Suara Rara yang lembut dan sedikit malu malu benar-benar langsung menusuk telingaku.

Padahal suaranya tidak keras, tapi entah kenapa itu terdengar sangat jelas di telingaku.

“Jadi, aku kesini karena aku tau kamu sendirian...!”

Pikiranku yang lelah menjadi terkejut karena entah dari mana dia tau kalau aku sendiri dikamar...

“Dari mana kamu tau aku sendiri ra..? 

Tentu aku ingin tau dan penasaran, padahal aku juga baru bilang jika tyas pergi meninggalkanku barusan.

“Aku tadi melihat Tyas keluar dari hotel saat mencari Clara jadi kupikir kamu ada di kamar dan memutuskan ke sini!!”

“Tapi aku kan laki-laki dan bahaya juga bagi kamu sebagai wanita ke sini apalagi ke kamarku yang merupakan laki laki!”

Karena kepalaku pusing dan terkejut dengan ucapan rara sebelumnya, itu membuatku panik dan akhirnya malah menjawab Rara dengan sedikit keras dan jawaban yang terkesan menggurui dan mengusir.

Tapi memang tidak baik juga bagi wanita malam-malam keluar dan terlebih datang ke kamar pria.

Apakah dia tidak khawatir jika terjadi sesuatu hal yang buruk?

Atau aku yang kurang update, bahwa sebenarnya hal ini sudah biasa?

Kapalaku yang sudah pusing ditambah dengan panik membuatku semakin tegang dan tidak bisa berpikir.

Tapi aku menyadari kurasa aku memang berlebihan menjawabnya, seharusnya aku menjawab dengan lebih tenang dan tidak seperti itu. 

“Maaf ra, maaf kurasa aku terlalu berlebihan dalam menjawabmu barusan, aku benar-benar tidak ada maksud dibalik jawabanku barusan, jadi maafkan aku!!”

Lalu suara Rara membuyarkan segala pemikiran bersalahku 

“Jangan khawatir aku tau kamu orang baik dan ngak akan melakukan hal yang aneh, itulah kenapa aku berani ke sini” 

Kata kata itu langsung melelehkan pikiranku dan menghilangkan kepanikanku.

Beberapa saat kemudian aku menjadi agak tenang dan mencoba lebih positif melihat ini. 

Kurasa benar, hari ini hari keberuntunganku, tapi disisi kata-kata rara mengingatkanku bahwa aku harus menjaga etikaku sebagai pria.

Jadi aku mencoba menjawab dan membantu Rara karena aku sudah berjanji padanya di awal.

“Senang mendengar itu darimu Ra”

“Baiklah kamu takut sendirian kan, kalau gitu bagaimana kalau kita ke kolam renang belakang hotel dan duduk di sana melihat pemandangan malam”

Kurasa saranku ini aman karena aku tidak perlu membuatnya masuk ke kamarku dan aku tidak perlu menemani dia di kamarnya. 

“Saran yang bagus, baiklah aku mau ayo ke sana sambil menunggu Tyas dan Clara kembali!”

“Oke ayo ke sana”

Aku lega ketika Rara mengiyakan ajakan ku, karena sebenarnya aku agak takut dia menolaknya karena hanya mengajaknya ke kolam renang.

Dan sebenarnya aku juga belum paham dengan jelas maksud dari takut sendirian yang Rara maksud itu seperti apa.

Tapi kurasa pengertianku benar dengan Rara mengiyakan ajakankku. 

Jadi aku benar-benar lega sekarang.

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Sebelumnya Zawsze in Love The Beginning Chapter 1: Awal Mula
0
0
Sebuah kisah cinta dari karakter yang memiliki prinsip tidak mau pacaran (membohongi dirinya) namun sebenarnya, dia hanya berusaha mencari orang yang benar-benar bisa memahami dan mendukungnya. Novel ini akan menceritakan kehidupan saat karater utama pertama kali bertemu dengan wanita yang nantinya akan menjadi kekasihnya, meskipun awal kisah pertemuan mereka tidak se-simple yang diperkirakan!!. Kisah dalam novel ini akan dibumbui dengan drama dan konflik yang mengejutkan, dimana perkembangan tiap karakter akan sangat terkait dengan tiap kejadian yang ada dalam novel ini.
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan