The Truth 5 : Aku hanya mencintaimu.[End]

27
3
Deskripsi

Hinata mengangguk lantas mendekat pada Naruto, Ia sedikit tersentak ketika pria itu menarik telapak tangannya tanpa permisi dan memakaikan cincin di jari manisnya. “Hokage-sama.. ini?”

“Aku ingin membeli cincin untuk melamar seseorang sekembalinya ke Konoha dan sepertinya kalian punya ukuran jari yang sama.” Kedua bola mata Naruto nampak berbinar.

Deghhh...

‘Apakah gadis yang akan dilamar itu adalah sepotong hati Naruto seperti yang Sakura katakan padanya waktu itu?’-- “Saya senang bisa membantu anda,...

Story by : HinataLight8

Rate : M

Genre: Faith, Romance, Hurt, Friendship, Regret.

Diclaimer: All Characters of Naruto is belongs to Masashi Kishimoto.

This story is mine.

Warning: All Typo(s), Out Of Chara, If you dislike this story, please turn back with peace. No flames with barbarian's words, Be Nice for critic, Typo and others. Thank you.

.

.

*****

Hokage duduk dikursinya menghadap kearah jendela, memunggungi pengawal dadakan yang baru saja masuk keruangan. Sesaat Hokage memutar kursinya kearah berlawanan, pengawal didepannya justru seperti mematung.

Hokage menatap asisten sementarannya dengan netra berkilat seraya tersenyum hangat.

“Lama tak berjumpa.... Hinata.”

---***---

Desa Sunagakure.

Hokage ke-7, Uzumaki Naruto berjalan dua langkah didepan Hinata, membiarkan gadis itu tenggelam dalam kebingungan.  

“Hinata, bisakah kau berjalan lebih cepat.” 

Keduanya saat ini tengah memasuki desa Sunagakure. Malam ini mereka akan beristirahat di penginapan, sebelum besok akan memenuhi undangan yang diselenggarakan oleh tuan rumah.

Haikk Hokage-sama.” Hinata bergegas menyamakan langkah dengan sang pemimpin desa. Meskipun saat ini Hinata masih tersihir dan tersesat dalam pikiran yang tidak menyangka bahwa Naruto telah menjadi Hokage ke-7 secepat ini. 

Begitulah hidup bekerja, kadang-kadang banyak kebetulan yang tak bisa dijelaskan. Seperti keadaannya saat ini, ketika Hinata berhasil maju selangkah dalam dua tahun, lagi-lagi pria itu melampaui ekspektasinya. Naruto telah berhasil menjemput impiannya, menjadi Hokage ke-7 desa Konoha.

“Apa Yamato Sensei sudah menjelaskan tugasmu menjadi asistenku selama pertemuan itu berlangsung.” Naruto sedikit menaikkan sudut bibirnya ke atas, sedikit sekali hingga tak ada siapapun yang menyadarinya.

“Saya mengerti, Hokage-sama.” Jawab Hinata patuh.

Sebelum memasuki kawasan penginapan, Naruto menghentikan langkahnya tiba-tiba. Sontak, Hinata yang tepat berada satu langkah dibelakang Naruto, tidak sengaja menubruk tubuh tegap pria itu. “Maaf..”

Naruto balas tersenyum seraya memutar haluan langkahnya kekiri, Ia masuk kedalam sebuah toko perhiasan terbesar di kota Suna yang letaknya tak jauh dari penginapan. 

Meski merasa bingung dengan keperluan Naruto ditoko perhiasan, Hinata hanya mengikuti dan menjalankan tugasnya dalam diam.

Seorang pelayan datang menyapa calon pembeli di tokonya, melayani pembeli dengan ramah dan sopan. Di mata pelayan itu Naruto nampak seperti seorang pemuda yang ingin membelikan perhiasan bagi kekasihnya.

Netra Naruto tertuju pada dua buah cincin sederhana bermanik berlian didalam etalase. “Bisakah aku melihat cincin itu?”

“Pilihan yang tepat tuan.” Pelayan itu mengambil cincin dari etalase dan memberikannya pada Naruto.

Pelayan itu sedikit menundukkan kepala, berbicara nyaris berbisik. “Tuan, konon katanya seniman membuat sepasang cincin ini dengan cakranya. Jika sepasang kekasih itu bukan belahan jiwa, maka cincin ini tidak akan muat dijari pasangan itu.” 

Pelayan itu makin mengecilkan suaranya, “Apa anda mau mencoba cincin ini pada kekasih anda?” mata sang pelayan menunjuk seorang gadis yang berdiri tidak jauh dari mereka.

“Dia bukan kekasihku.” Naruto menyanggah.

Meski begitu, Naruto mengenakan cincin itu kemudian mengikuti anjuran si pelayan toko. “Hinata bisakah kau membantuku?”

Hinata mengangguk lantas mendekat pada Naruto, Ia sedikit tersentak ketika pria itu menarik telapak tangannya tanpa permisi dan memakaikan cincin di jari manisnya. “Hokage-sama.. ini?”

“Aku ingin membeli cincin untuk melamar seseorang sekembalinya ke Konoha dan sepertinya kalian punya ukuran jari yang sama.” Kedua bola mata Naruto nampak berbinar.

Deghhh...

‘Apakah gadis yang akan dilamar itu adalah sepotong hati Naruto seperti yang Sakura katakan padanya waktu itu?’-- “Saya senang bisa membantu anda, Hokage-sama.” Hinata membuat simpul disudut bibirnya turut berbahagia untuk Naruto, mengacuhkan sesuatu yang terasa menyesakkan disudut terdalam hatinya.

Yang tidak disangka adalah cincin itu sangat pas dijari manis Hinata. Beruntung bagi Naruto karena jari manis sang pengawal dadakan sama dengan ukuran jari manis gadis cantik yang akan segera Ia lamar.

Disisi lain, sang pelayan menganga dengan mulut yang nyaris terbuka sepenuhnya. Demi Kamisama, akhirnya setelah sepuluh tahun berlalu sepasang cincin itu terjual juga dari etalase tokonya. 

Puluhan bahkan ratusan pasangan mencoba cincin karena mendengar kisah dibalik pembuatan cincin itu. Namun hanya pemuda didepannya ini yang berhasil menyematkan cincin itu pada kekasihnya.

Sepasang cincin yang terbuat dari cakra itu seperti mampu mengubah ukurannya sendiri. Sehingga, manakala para wanita atau pria mencoba tidak ada satu pun yang pas dengan ukurannya. 

Cincin itu seolah sedang menunggu pemiliknya. 

Pelayan wanita itu lantas tersenyum lebar membayangkan bonus yang akan Ia dapatkan karena berhasil menjual cincin keramat itu, sebab bosnya tidak jadi merugi. 

.

.

Gedung pertemuan para Kage, Desa Suna.

Malam tadi di penginapan Hinata nyaris tak tertidur, sesuatu yang terasa menyesakkan memaksanya untuk tetap terjaga. 

Enam bulan lalu selepas pertemuannya dengan Sakura, Hinata begitu percaya diri telah menyelesaikan segala urusan hatinya.

Seperti perkataan Sakura bahwa Naruto telah memberikan sepotong hatinya untuk seseorang, hati kecil Hinata pun berlapang dada menerima fakta bahwa dirinya memang bukan di takdirkan untuk bersama.

Namun, semua perasaan mengiklhaskan ternyata hanya tembok kaca yang Hinata bangun untuk melindungi diri. 

Malam tadi di toko perhiasan, tembok kaca yang susah payah Hinata bangun hancur berkeping-keping hanya karena sebuah retakan kecil. Kedua bola mata yang berbinar dan senyuman Naruto yang begitu tulus saat membeli cincin lamaran untuk gads yang dicintainya.

Perasaan cinta dan kebahagian yang terlukis jelas diwajah Naruto menjadi jawaban bagi Hinata penyebab rasa menyesakkan disudut hatinya. Tidak bisa dipungkiri, nama Uzumaki Naruto bersemayan terlalu dalam, bersembunyi didalam ruang terkecil hatinya.

Pagi ini Hinata berusaha seprofesional mungkin menjalankan tugas sebagai asisten sementara Naruto, menemani pria itu menghadiri rapat bilateral para Kage pemimpin lima desa terbesar. Dan sepertinya itu berhasil, meskipun dengan kondisi rasa meyesakkan yang menyelimuti hatinya.

Memasuki gedung pertemuan para Kage, Hinata dibuat sedikit bingung dengan suasana yang nampak kekeluargaan dan nyaman. Sukar dipercaya, mengingat ini adalah pertemuan bilateral lima desa yang mestinya menjadi pertemuan yang serius karena akan mempengaruhi kebijakan politik desa mereka.

Belum selesai dengan semua kemelut dan kebingungan yang ada, ketika Hinata mendampingi Naruto memasuki aula utama gedung pertemuan tubuhnya mematung seketika, terkejut luar biasa. 

Hinata bahkan lalai dalam tugas karena tidak menyadari posisi Naruto yang sudah melangkah terlebih dahulu menemui tuan rumah.

Saat ini gambaran dua orang yang nampak berbahagia didepan mata Hinata adalah alasan mengapa pertemuan para Kage bernuansa kekeluargaan, hangat dan nyaman. 

Hari ini memang benar Pare Kage menghadiri pertemuan di desa Suna, namun bukan mengenai urusan politik melainkan pertemuan mereka terjadi karena memenuhi undangan pernikahan Sabaku Gaara sang Kagekaze desa Sunagakure dengan Haruno Sakura sang Konuichi terkuat desa Konohagakure.

.

.

Dari tempatnya berdiri Hinata bisa melihat jelas Naruto tersenyum lebar menyalami kedua mempelai di pelaminan. Hari ini Garra dan Sakura begitu rupawan, tak ketinggalan keduanya memamerkan senyum kebahagiaan pada semua tamu undangan. 

Sedetik, mata Hinata bertemu pandang dengan Sakura, dan entah apa yang dibisikkan Sakura pada Naruto hingga membuat wajah pria itu bersemu merah.

Sadar dari keterpakuan Hinata segera menghampiri kedua mempelai dan memberikan ucapan selamat. Sang mempelai wanita membalas ucapan Hinata dengan sembutan berupa pelukan hangat.

“Terimakasih kau hadir disini, aku sangat senang Hinata.”

Melerai pelukan Sakura, Hinata mengusap lembut tangan wanita itu. “Selamat Sakura, aku turut berbahagia. Apa ini sebuah kejutan? Bagaimana bisa?”

Pipi Sakura merona padam, “Ya... ini kejutan yang luar biasa kan Hinata. Aku akan menceritakannya nanti padamu saat aku pulang ke Konoha. Mungkin... kita akan bertemu saat Naruto ada diposisiku hari ini.” Ucap Sakura sembari tergelak ringan.

Ucapan pengantin wanita itu seperti doa yang tulus bagi sahabat prianya namum cukup menusuk sanubari gadis dihadapannya.

“Ya.. aku harap begitu.” Balas Hinata seraya memberikan senyuman kecil berusaha menutupi suara gemuruh dihatinya.

.

.

Kediaman Hyuga

Mengenakan kimono berwana lilac yang pas ditubuhnya, Hinata membuat para pelayan kediaman Hyuga terpesona.

Dua tahun pergi dari kediaman Hyuga untuk menjalankan misi penting dari Hokage, keluar masuk hutan, menjelajah dari satu desa kedesa lainnya tidak membuat Nona mereka kehilangan kecantikannya sama sekali.

Kulitnya tetap mulus seputih persolen, bibirnya berwarna merah muda alami, bahkan surai sang putri nampak berkilau dan lembut. Mereka meyakini sang putri Hyuga menerima anugrah kecantikan alami dari Kamisama.

Tokk..tokk...tokkk..

“Hinata-sama, Hiashi-sama sudah menunggu anda diruang pertemuan.”

“Aku akan segera kesana, terimakasih Ko-san.”

Memejamkan mata, Hinata meminta para pelayan yang berada di kamar untuk meninggalkannya. Ia ingin memiliki waktu sendiri di kamarnya sebelum bertemu dengan pria yang akan melamarnya.

Merenung, hanya itu yang Hinata lakukan selama beberapa menit. Sepulang dari misi di Sunagakure tiga hari yang lalu, Sang Ayah mengabarkan bahwa telah menerima lamaran pernikahan untuk dirinya. 

Terkejut dengan keadaan, bingung pada hatinya, serta menyerah terhadap sesuatu yang tidak dapat dimiliki kembali. Dengan setengah hati Hinata mematuhi semua keputusan Tetua Hyuga, menerima lamaran dari pria yang dipilihkan oleh Ayahnya, Hyuga Hiashi.

Tepat hari ini Hinata akan bertatap muka langsung dengan pria yang melamarnya, pria yang dipilihkan Sang Ayah untuknya. 

Menghela nafas dalam sebelum akhirnya Hinata menggeser pintu kertas washi untuk memasuki ruang pertemuan, pergerakan tangan Hinata terhenti manakala separuh pintu yang terbuka itu telah menampakkan wajah dari pria yang melamarnya. 

Di depan sana pria itu menyambut dengan senyuman hangat serta pancaran mata menenangkan yang mampu membuat membuat Hinata terpesona.

“Naruto...” hanya gumaman kecil yang keluar dari mulutnya. Hinata terpaku, benaknya terus dipenuhi pertanyaan-pertanyaan akan situasi yang menderanya saat ini.

‘Bagaimana bisa Naruto ada disini?’ ‘Bukankah Naruto memiliki seseorang yang akan dilamar?’ ‘Bagaimana bisa Naruto adalah pria yang melamarnya?’

“Hyuga Hinata.” Keterpakuan diri beserta pertanyaan yang ada dikepala Hinata buyar seketika saat suara tegas Ayahnya terdengar.

“Tunjukkan sikap hormat dan sikap santunmu pada mereka.” Titah Hiashi.

Hinata melakukan 'Senrei' pada Naruto dan Iruka, bentuk ojigi yang dilakukan dalam posisi duduk dalam situasi formal. 

Acara lamaran dan perbincangan mengenai persiapan pernikahan kemudian diambil alih sepenuhnya oleh para Tetua Hyuga, sang Ayah dan juga Umino Iruka selaku perwakilan dari pihak pelamar.

Hinata hanya menunduk, menjawab jika di tanya saja. Maniknya mencuri-curi pandang kearah Naruto. Yang sialnya Hinata selalu tertangkap basah oleh Naruto ketika melakukan itu. 

Bagaimana tidak, nyatanya Naruto tidak melepas pandangan dari Hinata sedikutpun. Naruto hanya beralih ketika sedang menjawab pertanyaan. Tak mengherankan kelakuan curi pandang yang dilakukan Hinata selalu tertangkap basah olehnya.

.

.

Selepas acara lamaran selesai Hinata mengajak Naruto untuk berbicara, sepenuh Ia ingin membebaskan pikiran dari pertanyaan-pertanyaam yang berkecambuk di kepalanya.

Tsukiyama sebuah taman yang berada dalam kediaman besar Hyuga dipilih Hinata sebagai tempat berbicara empat mata dengan Naruto. 

Tsukiyama dalam bahasa Jepang berarti penciptaan bukit buatan, sebuah taman tradisional memiliki ketiga konsep seperti air, batu dan kehijauan yang mampu membuat setiap orang didalamnya merasakan ketenangan dan kedamaian.

“Bagaimana bisa?” Hinata memulai pertanyaan dengan rasa penasaran yang tinggi.

“Apa?” Sudut bibir Naruto menyeringai, “Tentang lamaran ini atau tentang aku yang menjadi Hokage ke-7?” Safir Naruto tidak melepas pandangan sedetikpun dari wajah ayu Hinata, yang tentu saja tatapan itu hanya bisa dibalas Hinata dengan kepala yang menunduk malu.

Ya... Naruto berhasil.

Akhirnya setelah dua kali menerima penolakan, pada upaya ketiga kali ini lamaran Naruto diterima oleh Ayah dari gadis pujaannya. Hinata telah resmi menjadi calon istrinya, calon istri dari Uzumaki Naruto sang Hokage ke-7 desa Konoha.

Naruto menyudutkan Hinata pada tiang Gazebo kecil taman Tsukiyama, kedua tangannya memegang erat kedua sisi bahu Hinata. “Apa setelah dua tahun ini kau masih tidak percaya padaku, Hinata?”  Tanya Naruto dengan raut wajah sendu.

“Aku bahkan berdalih memberikan misi hanya untuk mengajakmu datang kepernikahan Sakura. Apa semua itu belum cukup membuktikan tidak ada perasaan apapun seperti yang kau pikirkan waktu itu.”

“Aku dan Sakura hanya sahabat.” Naruto menatap dalam Hinata, berusaha terus meyakinkan.

“Aku percaya padamu Naruto.” jawab Hinata dengan senyuman manis. 

“Terimakasih Hinata. Terimakasih.” Senyum merekah diwajah ceria Naruto.

Kali ini dengan semua peristiwa yang telah mereka lalui, bagaimana mungkin Hinata tidak percaya, bagaimana mungkin hatinya tidak tergugah dan bagaimana mungkin Hianta tidak merasa dicintai.

Sepenggal cerita dari Hanabi tentang bagaimana perjuangan Naruto memenuhi semua syarat Ayahnya yang berakhir dengan penaklukan ketua klan Hyuga bersedia menerima lamaran Naruto untuknya, Hinata tidak ingin berlaku kekanakan lagi, Hinata tidak mau membohongi diri lagi. Nama Uzumaki Naruto tidak pernah pergi dari hatinya.

“Sebenarnya aku marah padamu, Hianta.”  Sembari berbicara, Naruto mengambil sebuah kotak kecil dari kantong celananya.

Aku tak akan menarik kembali kata-kataku, karena itulah jalan ninjaku, bukankah seharusnya Hinata yang paling mengerti perkataan itu?”

“Ketika misi dibulan aku berkata aku mencintai Hinata. Aku berkata ingin hidup bersamamu dan itulah jalan ninjaku untuk membalas cintamu. Kenapa Hinata bisa melupakan itu?” Ucap Naruto seraya menyematkan cincin di jari manis Hinata.

“Naruto...ini..?” Pelupuk mata Hinata sudah tergenang dengan airmata. Cincin yang baru saja disematkan Naruto di jari manisnya adalah cincin yang dibeli Naruto didesa Suna/

“Hinata... menikahlah denganku. Mari membangun keluarga bersamaku.” Ujar Naruto penuh ketulusan.

Hinata mengangguk, “Memangnya aku bisa menolak?”

“TIDAK.” Naruto dan Hinata tertawa bersama, mengumbar senyum penuh kebahagiaan.

Menggeser tubuhnya mendekat, Naruto menangkup wajah Hinata. “Aku mencintaimu.” Di ikuti kemudian dengan satu kecupan lembut didahi, dua kecupan lembut di hidung diakhir tiga kecupan bibir tipis sewarna delima. 

Tak bisa lagi menahan diri lebih lama, Naruto melumat bibir manis yang membuatnya menggila. Tak puas dengan sembuat lumatan, tangan Naruto menarik tengkuk Hinata memperdalam ciuman. 

Ketika bibir mungil itu setengah terbuka, lidah Naruto menyusup masuk menginvasi setiap sudut ruang dironga mulut Hinata. Ciuman keduanya sempat terhenti dan mereka bahkan tertawa ketika gigi mereka berbenturan secara tak sengaja saat tengah membelit lidah penuh gairah.

Namanya masa muda penuh dengan energi dan semangat, tentu saja rasa perih di lidah tidak berasa apa-apa bagi Naruto dan Hinata dibandingkan rasa nikmat yang muncul saat lidah mereka saling bertemu, bukahkan begitu?

Mari kita tinggalkan saja sejoli yang sedang kasmaran menuntaskan kerinduan mereka setelah putus selama dua tahun. 

Cahaya dari aura cinta mereka terlalu menyilaukan mata, lebih baik kita menghindar ketimbang berakhir dengan kepedihan dengan rasa cemburu karena ingin merasakan ‘Kenikmatan itu.’

.

.

The End.

.

.

Epilog.

Sementara itu bersamaan dengan hari lamaran Naruto dan Hinata, disalah satu kamar penginapan pemandian airpanas yang ada didesa Kumogakure nampak seorang pria mendekap erat tubuh mungil sang isteri dari belakang.

Sang isteri yang tengah membaca novel hanya sesekali mengusap lembut lengan suaminya menaggapi tingkah manja pria yang baru dinikahinya enam bulan lalu. Mereka adalah pasangan pengantin baru Hatake Kakashi dan Shizune. 

Pengantin baru itu bisa melakukan bulan madu setelah enam bulan menikah. Setelah pernikahan Kakashi harus fokus mempersiapkan dan memberikan pelatihan untuk Naruto sebagai penggantinya. 

Kakashi memilih pensiun dini untuk menikmati hidup bersama istri dan mengejar hasratnya sebagai penulis.

Terinpirasi dari sang legende pencipta novel ‘icha-icha paradise’ kakashi ingin menulis novel romansa pertamanya dari kisah nyata.

“Kakashi-san, cerita ini....” Shizune terkikik geli sambil menggelegkan kepala.

“Bagaimana cerita novel pertamaku, sayang?” ucap Kakashi sambil menyusupkan kepala diperpotongan leher isterinya.

“Apa Naruto dan Hinata tidak akan marah kisahnya dibuat novel seperti ini?”

“Kurasa tidak.”

Ada satu bagian dari Novel ini yang membuat Shizune menaruh curiga pada suaminya. “Kau ada disana  saat Ino berbicara dengan Hinata.”

Tawa Kakashi meledak.“Benar. Saat itu kukira Hinata akan menangis mendengar perkataan kejam dari Ino. Sebenarnya saat itu aku ingin berbicara langsung pada Hinata agar tidak termakan omongan Ino. Tapi yang kudapati gadis itu malah terlihat tidak perduli justru Ino yang menangsi setelah kepergian Hinata.”

Mata Shizune memincing curiga. “Jangan bilang novel romansa pertamamu terinpirasi dari kejadian ini?”

“Sayangnya memang demikian.” Kakashi tertawa lepas tanpa dosa.

“Kau membuat novel ini dengan bereksperimen pada hubungan mereka berdua?”  Shizune ingat betul, dua tahun yang lalu ketika Hinata mendaftarkan diri jadi Anbu Kakashi terlihat sangat senang.

Ahh... Shizune baru saja mendapatkan ingatannya kembali, ketika itu Naruto merengek dan memeles agar Kakashi memberi ijin menyusul Hinata, namun Hokage ke-6 itu melarang Naruto dengan alasan demi pengembangan diri Hinata, bahkan dengan tega mengatai murid kesayangan sendiri sebagai lalat penggangu.

“Apa misi Hinata selama dua tahun masuk kedalam bagian eksperiman cerita ini?”

“Tentu saja. Bukankan perasaan mereka patut diuji, setidaknya aku membantu mereka menjadi semakin dewasa.”

“Tskk... mana bisa begitu.” Shizune ingat betul Naruto yang sempat berubah dan putus asa, untung Shikamaru selalu menemani dan memberi nasehat pada Naruto.

Tungguuu......

Shikamaru yang pemalas dan paling benci dengan sesuatu yang merepotkan terlebih tentang urusan cinta mau membantu Kakashi menyadarkan Naruto untuk segera mengikuti pelatihan menjadi Hokage, berakhir membuat kedua alis Shizune menukik tajam.

“Apa Shikamaru bagian dari eksperimenmu, bagaimana kau membuat anak itu menuruti keinginanmu?”

“Tentu saja Sayang. Pengalaman dari misi dibulan, siapa lagi yang didengarkan sikuning itu selain perkataan Shikamaru. Jadi aku hanya meminta bantuan sirusa itu untuk membujuk Naruto secepatnya menjadi Hokage agar aku bisa segera bebas.”

“Membujuk sipemalas itu sangat mudah cukup beri satu kata ‘libur’ nanas itu langsung menegakkan punggungnya.” Lagi, Kakashi tertawa keras tanpa dosa.

“Sudahlah semua sudah berlalu Sayang, Naruto dan Hinata telah kembali bersama. Hiashi sudah menerima lamaran bocah itu untuk Hinata. Sekarang...” Kakashi menggerling. “Saatnya kita membuat Kakashi junior..” pria itu menerjang dan menindih tubuh mungil isterinya.

“Arghhh....tunggu aku belum selesai membaca...Kakashi-kun...Agrhh.”

.

.

FIN

_____________________________________________

 

Ceritanya simple kan 🤭🤭

SEE YA NEXT STORY 

💛💜💛💜💛💜💛💜💛

 

 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya The Truth 2 : Kesalahpahaman
41
8
Sesuai dengan rencananya diawal, Hinata memang ingin memutuskan status sebagai kekasih Naruto sepulangnya dari misi pertama, tentu jika pria itu tidak memutuskannya terlebih dahulu. Tapi, untuk berbicara sekarang Hinata cukup malas dan lelah, ingin berendam air hangat dan tidur sebentar.“Baiklah, aku akan mejemputmu jam tujuh malam.” Naruto menawarkan.“Tak perlu.” Tolak Hinata cepat, “Kita bertemu direstoran Yakiniku saja.”  Setelah mengatakan itu Hinata langsung pergi begitu saja tanpa memandang Naruto.Tinggallah Naruto mematung ditempat. Hatinya tercubit dengan perubahan dan penolakan terang-terangan dari Hinata.
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan