Mengejar Waktu

0
0
Deskripsi

Kalau ada yang bilang, semua orang punya waktu yang berbeda dalam mencapai target kehidupannya masing-masing, mungkin itu benar. 

Di usiaku yang 24 tahun, aku baru punya kamar sendiri. Sebelumnya aku harus berbagi dengan kakak perempuanku, atau ibuku. Ketika kakakku menikah, dan punya rumah sendiri, aku baru punya kamar sendiri. 

Di usiaku yang 27 tahun, aku baru mulai kuliah sarjana S1. Disaat itu, teman sebayaku sudah rata-rata memiliki 2 anak, sudah sukses, sudah jadi dosen, mengawasi peserta ujian, sedangkan aku masih sibuk membagi waktu kerja dengan tugas kuliahku. Lalu, kabar baiknya aku lulus di usia 31 tahun, meski telat aku lulus dengan predikat lulusan terbaik. 

Di usiaku yang menjelang 32 tahun, aku baru bisa berenang. Hahaha, entah ini aku harus bangga atau mentertawakan diri sendiri ya?. Keinginan belajar berenang pun timbul, karena suatu paksaan waktu aku traveling ke suatu pulau dan aku menginap di hotel yang kolam renangnya luas sekali. Pada saat itu, temanku semua bisa renang, dan rasanya rugi jika aku hanya satu-satunya yang tidak menikmati fasilitas kolam renang yang terlihat menyegarkan dan menyenangkan. Aku memberanikan diri dan menyapa air.
"Ya ampun, umur segini masih takut aer" komentar salah satu temanku Dio.
"Sini nyebur, gw ajarin! Ntar juga bisa sendiri.." temanku yang bernama Gita ikut menimpali dan mendukungku.
Singkat cerita, akhirnya pulang dari traveling itu, aku sudah bisa berenang gaya standar andalan "meluncur rusuh", yaitu gaya renang meluncur yang rusuh, kadang arahnya menyerong, kadang menabrak teman di sekitar hehehe. Setidaknya pada lain waktu, ketika ada momen lagi aku liburan di hotel yang ada kolam renangnya, aku tidak melewatkannya untuk menikmati fasilitas itu bersama teman-temanku. 

Lanjut, pada usiaku yang beranjak 33 tahun, dengan suatu keadaan dan patah hatiku, dengan banyak hal dan pertimbangan, aku berada di titik gagal menikah. Kondisi galau ini menjadi alasanku untuk melakukan berbagai hal atau aktifitas sebagai pelipur laraku.
Di usiaku yang menginjak 34 tahun, aku mendapat kesempatan untuk menjadi bagian di bidang event dan wedding organizer.
Pada saat beberapa teman-teman sebayaku mempersiapkan khitanan anak mereka, atau bahkan mempersiapkan pernikahan kedua mereka (aku baru tahu, beberapa teman seusiaku ada yang sudah menyandang status janda atau duda dengan berbagai kondisi mereka), aku disibukkan dengan menjadi konsultan untuk mempersiapkan pernikahan clientku.
Pengalaman kegagalan untuk menikah, membawaku ke bidang ini, karena dahulu saat tahap survei lamaran dan pernikahan, aku menjadi tahu bagaimana?, serta apa saja? yang terkait dengan urusan "Wedding Organizer". 

Hidup terus berlanjut, sampai tetap bertahan jomblo di usia 35 tahun. Sedikit trauma dengan kegagalan menikah, membuat aku menjadi personal yang memiliki banyak target. Aku merasa, aku tertinggal dengan teman-teman seusiaku, aku harus begini, harus begitu...
Termasuk, aku ambil KPR (Kredit Pemilikan Rumah) di usia segitu, sedangkan temanku sedang mencicil mobil kedua mereka.
Kabar terakhir jelang usiaku 36 tahun, aku baru punya minat belajar main badminton.
Banyak yang meledek, banyak yang heran, banyak juga yang mendukung. 

Memang, semua orang memiliki perjalan waktu yang berbeda. Aku juga seperti itu, memiliki perbedaan dengan orang-orang pada umumnya.
Aku sadar, semua orang tidaklah harusnya "sama". Namun, terkadang aku tetap bersedih ketika aku "berbeda" dengan yang lainnya. 

***
Mari kita lanjutkan lagi cerita tentang aku di era yang sekarang.
Saat ini, usiaku 37 tahun. Aku sudah berhasil menempati rumah baruku, yang aku idamkan meskipun lewat jalur KPR alias Kredit Pemilikkan Rumah. Mempunyai kamar tidur sendiri, dengan konsep tataruang idaman dan memiliki ruang bebas bukan lagi impian, aku sudah mewujudkannya dalam setahun terakhir, aku bahkan sangat mencintai ruang kamarku ini.

Selain itu, aku punya usaha cafe kecil-kecilan di rumah ini di bagian depan, adikku menjadi manager cafenya. Aku masih bekerja di perusahaanku yang lama penuh waktu sebagai karyawan. Sedangkan, kerjaan paruh waktuku di bidang Wedding Organizer (WO), kabar buruknya aku sudah tidak dibidang itu lagi. Karena, ada beberapa konflik internal dan beda pandangan dengan tim manajemen WO nya. Kabar baiknya aku tidak begitu saja menyerah, 4 bulan setelahnya, aku dan temanku mengelola sebuah "Agency" penyedia tenaga kru terlatih untuk berbagai event, seperti kru event, usher, dancer, master of ceremony (MC), dan talent untuk iklan promo kecil-kecilan. Kami juga menyediakan jasa layanan pembuat konten media sosial. 
Nah kalo soal main badminton, tahun lalu aku ditertawakan karena lebih sering 'mungutin Kok' ketimbang 'mukul Kok' atau main badmintonnya. Kalau sekarang, kalau ada pertandingan badminton antar RT, aku sudah mulai percaya diri untuk ikut serta hahaha. 

Aku bertumbuh dan mengejar ketertinggalanku. Meskipun pada rentan waktu itu, pasti ada jatuh bangunnya.
Aku pernah mengalami fase susah, aku mengingat lagi pencapaianku di usia 37 tahun ini. Sebelumnya, yang sudah aku ceritakan di awal, aku pernah gagal menikah, pernah punya masalah finansial. Saat aku memutuskan berhenti di WO, cicilan KPR memanggil, rumah belum jadi dan aku punya tanggungan lainnya yang harus aku selesaikan. Pada saat itu pula aku menutup diri dari pertemanan teman-temanku yang biasa.


Aku merasa, menjadi manusia yang kurang beruntung. 
Aku jomblo, belum menikah, terlilit hutang, tidak ada teman, tidak ada yang perduli denganku, tidak ada juga ide yang masuk untuk aku berpikir.
Aku bahkan menjual barang-barangku, laptop, kalung, cincin emas, dan apapun yang bisa aku jual untuk bertahan hidup.
"Kamu sungguh hebat Nina!"
"Kamu bisa melewati itu semua!"
Ini kata-kataku untuk diriku sendiri, yang sudah hebat bangkit dan berhasil melewati keterpurukkan menjadi ketenangan menuju ke stabilan.
Kabar baiknya, tak ada satu pun temanku yang tahu, kondisi susahku pada saat itu. Mereka hanya mengira aku menjauh dari kehidupan sosial. Padahal aku hanya di dalam goa, melakukan hibernasi, dan mengumpulkan energi. Pada saat yang tepat pula, aku keluar goa untuk memanen keberkahan dan memancarkan energiku kembali. 

Begitulah hidup, mau terlambat ataupun lebih cepat, orang hanya bisa mengomentari prosesnya dan hanya menyimpulkan hasil akhirnya.
Pun, bagaimana aku akhirnya bisa mencapai titik ini aku rasa aku tidak perlu ceritakan. Karena kalian tidak ingin dengar kannn...? Hehehhhe.


Kalian hanya perlu tahu, sekarang aku bersyukur berada di titik yang baik-baik saja dan tercukupi.
Ehmm, baik... lalu, bagaimana soal jodoh?
Pasti kalian mau tanya soal itu kan?
Nah, satu-satunya yang belum terjawab doaku adalah perihal jodoh. Aku masih ikhtiar soal itu. Aku pernah dekat beberapa kali dengan laki-laki, tapi pada akhirnya kami memutuskan berteman saja.
Aku tahu, di usia wanita yang sudah menginjak 37 tahun sudah semakin sulit menemukan laki-laki yang mau menerima kondisi kita. Ditambah lagi, aku masih belum bisa menurunkan kriteria jodoh idaman untuk masuk kehidupanku.
Tapi, aku yakin. Orang baik menarik jodoh yang baik. Orang berkualitas menarik jodoh berkualitas pula. Sekarang waktunya aku menjadi pribadi yang semakin baik lagi, ini semua untuk menarik jodohku yang baik pula. 

***
Sambil menghayal tentang kedatangan jodohku, aku membolak-balikkan catatan meeting - Ku di atas meja, di salah satu restaurant di Jakarta, tempat aku menunggu klien. Kali ini, klienku adalah teman SMA -ku (dulu kami juga hanya sekedar "kenal" tapi tidak terlalu dekat). Namanya Sarah, dia ingin anaknya Chia, yang berusia 9 tahun, untuk menjadi influencer cilik, dan minta dibuatkan konten-konten you tube chanel oleh Agency ku, dengan latar belakang talenta Chia di seputar balet, dance, dan model. Karena ini meeting pertama, kami sepakat bertemu tanpa tim. Aku pun melakukan pendekatan selayaknya teman lama, untuk mengobrol-ngobrol seputar "apa kabar kamu selama ini?" Karena kami sudah kurang lebih tidak bertemu selama 20 tahun. 
Disini, aku harus siap dengan pertanyaan sarah
"Btw, kenapa lu belom nikah sih Nin?"
Aku sejenak berhenti menyeruput kopi pesananku, lalu cangkir kopi itu aku letakkan kembali ke meja.
"Menurut lo kenapa ya? Gw juga penasaran Sar!"
Jawabku menimpali.
"Lah, maksud lo, lo lagi ga ada yang deket gitu?"
Sarah memperbaiki posisi duduknya untuk siaga mendengarkan jawabanku.
"Gw udah 4 tahun jomblo, umur 33 terakhir gw pacaran itu gw ga jadi nikah. Sekarang sih gw lagi nunggu.. tapi belum ketemu... lu ga ada apa cowo yang potensi buat gw lu kenalin gitu?" 

"Lah, gw aja baru mau minta kenalin sama elu, Nin! Kali aja kaannn...! gw liat di Medsos lu temen ama partner kerja lu banyak banget. Mana ganteng-ganteng lagi..."
Jujur, aku sedikit kaget dengan pernyataan Sarah, bukan soal temanku yang banyak dan ganteng, tapi soal kenapa dia minta kenalin..
"Sorry, lu sama Irfan kenapa emang Sar?"
"Gw udah cerai Nin, 3 tahun lalu. Kita sama-sama selingkuh. Si Irfan uda kawin lagi tauu ama temen kita juga si Endar. Jangan-jangan lu ngga tau lagi si Endar juga janda..." waduh, jawaban sarah menaikan hormon gosipku. Apalagi dia cerita tentang "Endar" sosok cewek tercantik pada jaman kita sekolah dulu.


"What? Oemji, gw ga update berita.. sorry sorry Sar.."
"Iyaaa, intinya gw udah cerai. Ya kalo si Irfan dikawinin tuh selingkuhannya si Endar, kalo gw malah putus ama berondong gw. Soalnya gw mikir kalo orang tua Chia fokus ama pasangan masing-masing, kasian juga anak gue nya. Ya sekarang gw udah single 3 tahun, anak gw udah nyuruh gw cari lagi juga, ya gw udah mulai open rekruitment sih... hahhah..."


"Uwawww... lu udah pada mau 2 kali nikah, gw aja 1 kali juga belom ya...pantes... jodoh gw ke salib janda mulu kali ya..." jawabku bercanda


"Dih, enggaklah justru lu bener. Cari pas udah mapan, udah sreg, jadi jalaninnya udah sama-sama dewasa. Lu ga tau aja, temen kita walaupun ngga cerai banyak yang selingkuh sana-sini. Si endar aja di cerein lakinya gara-gara ada maen ama mantannya. Dia ga bisa ama mantannya, karena ternyata mantannya lebih milih istrinya.., dia goda lah si Irfan... dia kira si Irfan kaya kali... kaga tau aja dia, modal nikah ama irfan bisnis semua dari bokap gueee... yaudahlah, yang penting gw sama Chia ya alhamdulillah sih bahagia aja.. kerjaan gw di bank BNA masih lancar.." 

Kami menghabiskan waktu meeting pertama kami selama 3 jam di restoran itu. 30 menit makan dan basa-basi. 30 menit selanjutnya membahas konsep project Chia, 2 jam selanjutnya kami berbincang ngalor ngidul tentang apa yang terjadi pada kehidupan kami masing-masing. Apa yang telah kami lalui, serta teman-teman kami yang kami ketahui. 

Dalam perjalanan pulang, aku berpikir tentang obrolanku dengan sarah. Mendengar cerita tentang kehidupannya, serta kabar-kabar temanku satu SMA, membuat aku bersyukur. Karena aku merasa telat dalam segala hal, aku menghabiskan beberapa tahun belakangan ini untuk fokus mengejar ketinggalanku dalam berbagai hal. Sehingga aku tidak bergosip, aku juga tidak sempat mengurusi urusan orang lain. Aku bahkan baru tahu tentang kabar teman-temanku. Lalu untuk apa mereka meluangkan waktu bertemu, untuk membuka kesedihan mereka, lalu cerita mereka menjadi konsumsi orang lain. Aku juga bersyukur, aku masih dijaga dari lingkungan penuh skandal yang aku pikir itu hanya ada di sinetron-sinetron.

Akhirnya, aku bersyukur, karena aku memiliki time line berbeda dengan orang lain. Tetapi, inilah hidup akan terus berputar sampai kita akhirnya mati. Kita tidak pernah tahu, pada akhirnya kita akan berakhir dalam kondisi apa.


Mengingat kembali cerita beberapa kolegaku yang dulu hidup sebagai konglomerat, dan hari ini beliau mengajukan proposal sebagai salah satu penyuplai cafeku, membuat aku tersadar lagi, mereka pernah lebih dulu diberi kemudahan, lalu diberikan ujian. Maka, kita semua sama. Karena, kita manusia. Akan merasakan susah, merasakan sukses, dan merasakan bahagia tepat pada waktunya. 

Ah, sudahlah! Aku kembali memikirkan, urusan jodoh aku serahkan pada Tuhanku saja. Semakin aku bersyukur semakin aku ikhlas. Aku ingin mengucap syukur pada Tuhanku, aku memiliki timeline kehidupan yang berbeda dengan orang lain pada umumnya.
Aku juga ingin mengucapkan terima kasih pada diriku yang tetap memilih berusaha.
"Terima kasih Nina! I love you so much!" 

Untuk teman-temanku, jika saat ini kalian sedang merasa tertinggal, atau merasa berbeda. Tenang saja, kalian pasti diberi waktu yang tepat untuk sukses selama kalian mau berusaha. Selama kalian hidup dan bernafas, di situ kalian masih diberi kesempatan untuk mengejar kebahagiaan.
*** 

Sampai di rumah, aku melihat Mazda C5 abu-abu, parkir di depan rumah. Entah, itu tamu adikku, atau mungkin kenalanku, lalu kuparkir Honda Jazz merah pembelian second kesayanganku di belakang Mazda C5 itu. Setelah parkir, aku masuk ke rumah, aku lihat ibuku di ruang tamu, sedang mengobrol dengan tamu yang ku kenal, yaitu ‘Ummi’ teman ngaji ibuku. Kelihatannya Ummi datang bersama dengan beberapa keluarganya, ada perempuan yang sebaya dengan kakakku, anak kecil seusia 6 tahun, dan juga laki-laki dewasa yang mungkin seusiaku atau kepala tiga. Hmm yah.. lumayan good looking lah menurutku.


"Assalamua alaikum" ucapku memasuki rumah


"Wa alaikum salam, nah ini Nina datang" sahut ibuku.
Aku disambut mereka, lalu aku menyalami mereka satu persatu, dimulai dari ummi, keluarganya, sampai terakhir ke lelaki tampan itu.
Ketika aku menyalami, sosok lelaki itu, Ummi memperkenalkan dan menjelaskan,


"Kenalin ini anak ummi yang ketiga, namanya Rahardian, panggilnya Dian. Paling beda berapa tahun doang sama kamu Nin, dia minta dikenalin ke kamu Nin. Ummi bilang, kenalan aja ke ibunya dulu..! sebenernya rumahnya juga itu depan gang ini yang 'Laundry Amanah' itu. Itu usahanya Dian, tapi kan Dian mah pulangnya ke rumahnya yang di Jakarta terus kan deket kantornya di Kemenpora."


Aku, mendadak melirik ke arah Rahardian yang tersenyum padaku. Dalam hatiku berkata, "Terima kasih atas banyaknya informasi tentang Doi, Mi!".

Ummi pun melanjutkan mengenalkan anak-anaknya yang lain, yaitu Ita, dan cucunya Sifa, tapi pikiranku fokus dengan sosok Dian yang katanya 'minta dikenalin' denganku.
Aku mencoba mencuri pandang lagi ke arahnya, mencoba melakukan " Scanning " dengan penglihatanku.
Wow, aku merasa sesosok 'Morgan Oey' dengan kearifan Bekasi sedang mampir ke rumahku.
"Ah Ummi bisa aja, yaudah kenalan aja silaturahmi.. hehehe, aku pamit ke dalam dulu ya bersih-bersih" sahutku sembari permisi menuju ke kamarku dengan sopan.
Sampai di kamar, ku banting lembut tubuhku di tempat tidur. Aku merebahkan tubuhku, dan menatap langit-langit kamarku, tersenyum dan berkata:
"Oh Tuhan, apakah ini sudah saatnya Engkau pertemukan aku dengan jodohku? Bismillah..dengan ridho Mu". 

Senyum.

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Sebelumnya Aku Mundur
0
0
Aku mundur!Aku, bukannya tidak menyukaimu.Aku hanya tidak menyukai rasa cemas, ketika pasanganku terlalu memukau.Aku tidak menyukai konflik, ketika aku harus bertanya;“Wanita ini siapamu?”Aku tidak pernah mengejar calon kekasih seorang bintang.Karena aku tahu, aku tidak percaya diri.Mundur adalah langkah teramanku. annisah5h#puisi#mundur#aman#tulisan
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan