Kamar Sebelah - Part 1 (GRATIS)

29
1
Deskripsi

Entah bagaimana caranya, ayahku bertemu dengan ibu tiriku yang super kaya. Aku dan ayah yang hanya hidup sederhana selama ini, tiba-tiba diboyong masuk ke dalam rumah mewah milik ibu tiriku.

Namanya Maria Arabel. Nama yang sangat cocok disandingkan dengan sosok cantik yang kini tersenyum padaku.

"Jadi ini Rangga. Kenapa kamu baru bawa dia ke sini, mas?" ibu tiriku itu menoleh menatap ayahku, memperlihatkan tatapan memuja pada ayahku yang bertampang biasa-biasa saja, bahkan terkesan kontras dengan...

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Kamar Sebelah - Part 2 (GRATIS)
20
1
Pintu kamar Anin terbuka dengan bunyi brak keras, kemudian sahabatnya masuk dengan tampang yang masam.Kalo pintu kamar gue rusak, pintu mobil lo yang bakalan gue patahin. Anin mengancam tanpa menoleh pada Caca, ia asik memakan macaroni sambil menonton serial Squid Game di Netflix.Kesel gue sama abang lo! Caca mengadu, mencari perhatian Anin yang masih tetap tak peduli dengan apa yang dilakukan Caca.Bukannya Anin tidak peduli betulan pada sahabatnya, masalahnya adalah Anin betul-betul tidak paham dengan jalan pikiran Caca yang absurd. Sahabatnya ini sudah dua minggu selalu datang ke apartemennya semenjak kakak tirinya pindah ke sini.Alasannya tentu saja karena dia ingin mendekati Rangga, si manusia kaku bak kabel baru beli itu. Anin padahal sudah mewanti-wanti Caca bahwa usahanya akan sia-sia. Sekali lihat saja, Anin sudah tahu bahwa Rangga bukan tipe orang yang mudah didekati.Ia terlalu pendiam, bukan pendiam karena pemalu. Tersenyum saja jarang ia lakukan, pokoknya Anin gak suka sama lagaknya yang sok cool itu!Masa dia cuekin gue yang udah cantik gini. Dia nanya, mau tampil dimana Mbak Caca pake baju adat?!Aku menyemburkan Macaroni yang belum sempat kukunyah, tertawa terbahak-bahak sambil sepenuhnya memperhatikan penampilan sahabatku. Caca benar, dia terlihat memukau, terlalu memukau dengan dress rancangan desainer yang motifnya mirip baju adat Jepara.Caca cemberut, menggeplak paha Anin karena menertawakan dirinya.Lagian ngapain sih lo pake pakean begini, bener aja dia nanya lo mau tampil dimana haha.. Anin masih tertawa, rasanya melihat wajah Caca lebih menghibur dibanding menonton peserta terbunuh yang ada di Squid Game.Yaa.. Gue kan niatnya mau caper ke dia karena dia dari daerah, jadi gue pake baju gini lah biar keliatan lebih anggun dan manis. Caca berkata serius, ia mulai membuka kancing depan bajunya, membuangnya sembarang, berjalan ke sudut ruangan dan mulai membuka lemari baju milik Anin.Gak usah aneh-aneh makannya, dibilang percuma. Lagian ngapain sih lo keuhkeuh banget deketin manusia kabel. Anin melempari sahabatnya yang sedang memilih baju miliknya untuk dipinjam dengan Macaroni.Ia berdiri, ikut memilihkan baju yang cocok di tubuh Caca yang lebih kecil dari tubuhnya.Tapi nin, gue ngerasa sikap Rangga ke elo beda gak sih? Dia lebih sering ngajak lo ngobrol duluan, padahal dia gak pernah ngobrol sama siapapun.Halah, itu karena dia numpang di apart gue, biasalah jilat adek tirinya sendiri.Ihhh, mau dong dijilat Ranggaaaa.. Caca membuat suara menjijikan ketika mengatakan itu. Anin menoyor kepalanya yang penuh kemesuman.Nih pake, gak akan kedombrongan kalo lo pake ini. Anin memberikan kaus berwarna beige pada shabatnya yang masih cemberut.Udahh nyerah aja, gebetan lo banyak tuh nunggu diajakin jalan sama lo.Ahh, bosen bangett gue. Gue tuh maunya Rangga. Lihat deh kulit putih pucetnya, gue udah bisa bayangin adegan romantis mirip Film Twilight! Berasa pacaran sama vampir gak siiihhh??! Caca mulai kembali absurd dengan omongannya.Anin hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala mendengar bayangan random dari sahabatnya. Caca benar, kulit Rangga sangat pucat bak mayat hidup. Tidak seperti kulit Anin yang coklat. Anin curiga, Rangga berbohong bahwa ia tinggal di desa sebelumnya.Bukannya harusnya ia memiliki kulit hitam layaknya orang-orang yang datang dari desa ya? Menyebalkan!Udah ah jangan lebay, kemarin bilang mirip Shawn Mendes, sekarang mirip Cullen. Dia tuh Rangga Batara, anak gunung! Anin kembali menoyor Caca yang bertampang oon dengan fantasinya sendiri. Anin berbalik untuk mengambil kunci mobilnya di atas laci.Mau kemana, Nin? Caca bertanya, melihat Anin yang sibuk nemasukkan dompet, ponsel dan lipstiknya ke dalam tas.Mau ketemu Wisnu. Anin berkata acuh, kemudian berbalik kaget saat merasakan panas menyengat di bahunya. Caca menggeplak bahunya dengan sangat keras.Aww! Apaansih!Elo yang apaan! Lo gila ya! Gak ada harga diri banget lo masih mau ketemu sama cowok bajingan itu! Caca meledak, kembali menaboki bahu Anin dengan pelan.Aw.. Iya iya gak jadi, apasih, kok lo yang repot!Iyalah gue repot. Ngapain sih niiiinn lo mau temuin cowok yang ninggalin elo karena elo gak mau diajak ngentot! Caca menyembur, merampas kunci mobil Anin dari tangan si empunya.Haaahh.. Anin menghela nafas, ia duduk di atas ranjang, diikuti Caca yang duduk di sampingnya.Gue tau, seumur hidup lo baru pacaran sama satu orang ini, si tolol Wisnu. Tapi berkali-kali kan gue udah bilang sama lo kalo cowok beneran sayang sama lo, dia akan hargain dan nerima prinsip lo.Caca berkata, sedikit lebih lembut dari sebelumnya. Dalam hati ia sangat mengutuk mantan pacar sahabatnya ini. Anin memang galak dan ketus, namun Caca sangat tahu bahwa ia hanya pernah jatuh hati pada satu laki-laki di hidupnya. Dan si dajjal Wisnu justru merusak hatinya yang baik.Jangan heran jika Caca dan Anin sangat berbeda dalam hal prinsip berpacaran. Caca orang yang bebas, ia akan have sex jika ia ingin, ia juga orang yang tidak bisa berhubungan dengan satu jenis lelaki dalam waktu yang lama.Ia lebih suka menjalin hubungan tanpa status, dia akan menerima kepuasan dan memberi kepuasan, tidak ada baper, tidak ada komitmen, bebasss.. Dan selalu bahagia tanpa pikiran toxic yang merajalela di hidupnya.Namun berbeda dengan Anin, dari luar ia terlihat bebas dan galak, namun hatinya begitu lembut. Anin akan setia pada satu laki-laki yang sudah ia pilih, namun ia menjaga prinsipnya untuk tidak melakukan sex sebelum menikah. Dan siapa yang berani men-judge pikiran suci ini? Sebagai sahabat, tentunya Caca sangat menghargai prinsip yang sahabatnya punya.Lo harus inget, dia ngentot sama si Rita cuma karena lo gak mau dia entot! Lo harus inget nin! Caca kembali mengingatkan Anin betapa brengseknya si dajjal Wisnu.Anin masih diam, membuka tasnya dan mengeluarkan ponselnya dari sana. Ia mengetikkan sesuatu, kemudian menunjukkannya pada Caca.Udah gue batalin nih, puas?! Anin berkata ketus namun tersenyum, ia tahu Caca sangat peduli padanya.Caca nyengir, memeluk sahabatnya yang lebih tinggi dari dirinya sendiri.Ayok clubbing! Lupain si dajjal Wisnu! Kita have fuuunnn!Kedua orang itu kembali membuka lemari pakaian, memilih beberapa gaun pesta untuk mereka gunakan. Ternyata benar kata orang,  mantan pacar sahabat kita adalah musuh terbesar kita.***Tapi ini udah mau maghrib. Aku berkata pada adik tiriku yang sibuk memakai sepatu berhak di meja makan. Temannya duduk manis memandangiku, membuatku sedikit tidak nyaman karena dipandangi dengan begitu intens.Ya siapa juga yang bilang pagi. Gue cabut, udah itu aja. Gak usah nungguin, taroh aja kunci manual di laci deket TV. Ntar gue yang ngunci sendiri. Anindira berbalik pada temannya, mengatakan sudah siap dan menarik paksa tubuh temannya yang masih mau duduk sambil memandangiku.Jangan pulang larut, Nin. aku mengingatkan, dijawab dengan tatapan dingin yang tajam dari bola matanya yang jernih.Aku menuju dapur, membuat sesuatu untuk dimakan. Membaginya menjadi dua dan meletakkannya di dalam lemari pendingin, jadi Anin hanya tinggal memanaskannya saja di microwafe jika ia ingin makan.Sebenarnya aku tidak perlu membuatkan makanan untuk Anin karena ia tidak pernah memakannya. Namun anehnya, tanpa sadar aku akan membagi dua makanan yang kubuat seperti sebuah kebiasaan.Aku mengecek jadwal kelasku, besok seperti biasa aku mendapat kelas pagi. Beberapa tugas yang belum kukerjakan sudah menantiku di kamar, aku mengerjakan tugas sampai tak sadar bahwa Anin belum pulang di jam 10:30 malam.Aku menelepon ponselnya, mengirim pesan singkat menanyakan keberadaannya. Namun tidak satupun pesan dan panggilanku dijawab. Aku menunggunya, berusaha membuat mataku tetap terbuka dengan meminum kopi dan menonton serial yang sebenarnya tidak kutonton.Aku hanya membiarkan televisi menyala menemaniku menunggu adik tiriku pulang. Sebenarnya aku bisa saja tidur, toh Anin bisa membuka pintu apartemen dengan kartu akses yang ia miliki. Namun aku telah diwanti-wanti oleh ibu tiriku untuk mengunci pintu apartemen dengan kunci manual dari dalam setiap malam setelah Anin tertidur.Aku tidak tahu alasan pastinya, namun sepertinya Anin memiliki kebiasaan yang aneh saat ia tidur. Ibunya mengatakan bahwa gejalanya tidak beraturan. Beberapa bulan belakangan ini Anin tidak pernah mengalami gejala itu lagi. Namun untuk keamanan, mengunci pintu depan secara manual hukumnya wajib dilakukan.Aku memang tidak pernah tahu apakah kunci otomatis dalam apartemen juga memerlukan kunci manual, namun apartemen Anin memiliki keduanya, seperti sengaja diprogram dan dibuat khusus agar pintunya bisa dikunci dari luar ataupun dalam.Ibu tiriku juga berpesan untuk menyimpan kuncinya, jangan biarkan menggantung atau tergeletak, apalagi dipegang oleh Anindira sendiri. Maka selama ini, aku membawa kuncinya dan meletakkan di dalam laci nakas di kamarku.Aku masuk ke dalam kamar di jam setengah satu dini hari. Berniat membaca buku saja sambil menunggu Anin pulang. Beberapa saat kemudian, suara pintu terbuka terdengar dari kamarku yang memang dekat dengan pintu depan.Aku hendak menunggu Anin masuk ke dalam kamar, namun suara kedebug dan rintihan sakit terdengar dari luar kamarku. Aku bergegas membuka pintu, mendapati Anin yang tengkurap dengan sepatu berserakan di lantai.Nin?.. aku memanggil namanya, namun tak ada jawaban, adikku ini malah bergeser, menelungkup memeluk lututnya sendiri.Aku mengangkat tubuhnya, ada aroma manis yang memuakkan menguar dari tubuhnya. Ini alkohol, berapa banyak yang dia minum sampai bisa tepar seperti ini?Aku menggotongnya ke kamar, menidurkan tubuhnya dan menyelimuti kakinya yang bergetar kedinginan. Aku mematikan lampu kamar, dan melakukan ritualku seperti biasa, mengunci pintu depan secara manual.Setelah meletakkan kuncinya ke dalam laci, aku menyelimuti diriku sendiri dan bergegas tidur, sudah dari dua jam yang lalu aku menahan kantuk, ditambah besok aku memiliki kelas pagi.Aku sudah berada di langit ketujuh saat kurasakan sesuatu yang basah menyentuh kulitku secara langsung. Kemudian beban berat ada di atasku, aku membuka mata, mendapati sosok wanita yang sedang menjilati bibirku yang terbuka dan mengendus kulit wajahku.Aku mengerjap kaget. Jantungku berdebar saat mengira sosok di atasku ini bukan manusia. Namun saat menyesuaikan penglihatan dengan dibantu cahaya temaram yang datang dari celah pintu kamarku yang terbuka, aku melihat wajah manis Anin di atasku.Anin? aku memanggil namanya, berusaha menyingkirkan tubuhnya yang menindihku.Sialan, aku lupa mengunci pintu kamarku. Kulirik jam kecil di nakas, demi tuhan ini baru jam 2 dini hari. Belum ada sejam semenjak aku tertidur.Anin terlihat linglung, ia diam saja menatapku. Matanya yang biasanya waspada dan galak, kini sendu dan sayu. Ia masih mengenakan pakaian yang tadi, masih ada juga noda eyeliner di bawah mata dan pipinya.Aku berusaha bangkit berdiri, ingin mengantarnya kembali ke kamarnya. Namun Anin menubrukku, membuatku kembali tertidur di kasur. Ia kemudian menurunkan celana tidurku, kami sama-sama kaget saat penisku meloncat keluar dari sana.Anehnya Anindira terpekik girang ketika melihat penisku berdiri tegak dan mengeras, sedangkan aku hanya menatapnya seperti orang tolol, aku sendiri tidak tahu kapan aku ereksi dan mengapa aku bisa ereksi.Behhsarr.. ia tersenyum padaku, suaranya terdengar melantur, ia menangkup ereksiku dengan jemarinya yang lentik.Aku terkesiap, tidak. Bukan seperti ini harusnya, dimana Anindira yang galak dan sangat membenciku? Anindira yang normal tidak akan mau melakukan hal seperti ini, ia bahkan benci untuk sekadar mengobrol denganku.Aku berusaha menyingkirkan tangannya, namun ia mencengkram penis kerasku dengan ketat, mengocoknya dengan girang layaknya anak kecil yang memiliki mainan baru.Anin, gak boleh.. Aku berusaha berbicara dengan lembut, merayunya untuk melepas penisku yang berkedut.Anin menatap mataku, kemudian menggembungkan pipinya.Kenapa gak boleh? ia bertanya, aku sangat yakin suaranya melantur. Apakah karena dia mabuk? Tapi kenapa kebiasaan mabuknya sangat berbahaya seperti ini?Aku merasa frustasi karena adrenalinku berpacu, mengalir memenuhi tubuhku yang tiba-tiba merasa panas.Anin, lepasin dulu ya. Aku masih merayunya dengan mengelus sisi wajahnya yang cantik.Ia mengerjap, kemudian menyengir lebar, terlihat senang saat aku mengelus sisi wajahnya.Tapi sosis kamu ngaceng. Aku menutup mataku mendengar ucapannya.Dengung aneh dan rasa pusing melandaku saat Anin membawa wajahnya mendekati penisku yang anehnya bertambah besar daripada sebelumnya.Anin yang tahu bahwa aku bertambah besar mengerang takjub, dan mengembuskan nafasnya di sana. Aku meremang, perutku mengencang oleh antisipasi gila yang hadir di kepalaku.Anin jangan.. aku berkata, memperingatkannya untuk tidak mendekatkan wajahnya lebih dekat pada penisku.Anin,.. aku masih memperingatkannya yang justru sibuk memandangi kelaminku, memeriksanya seakan sebuah peninggalan sejarah.Anin, ahhhhh.. Ya Tuhan.. aku menggeram saat mulut kecilnya menangkup ereksiku yang besar, melumuri penisku dengan air liurnya yang hangat.To be Continued...***→Next Part 3 Kamar Sebelah
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan