Perkenalan dengan Raja

2
0
Deskripsi

“Jangan mengekangku dan menggangguku selama kita menikah, maka hidupmu akan terjamin dan bahagia.” 

Apakah dia sedang berjanji? atau sedang membual? 

“Jika mungkin dan bisa, saya akan membuat anda mencintai saya dengan arogan juga.”


 

Aku, Tatiana Zulaikh, salah satu putri dari kerajaan Harmoni. Meskipun bukan dari permaisuri. Aku hanya putri dari selir yang dulunya hanya pelayan dari permaisuri. Kami berdua hidup terpisah jauh dari istana, lebih dekat dengan kandang kuda dan peliharaan setelah kelahiranku. Aku hidup berdua dengan ibu dalam pondok yang sesekali raja akan datang bersama pengawal dan aku akan dibawa pergi oleh pengawal begitu Baginda Raja masuk ke pondok. Hal itu menjadi kebiasaan. Bahkan aku tidak pernah sekalipun berbicara langsung dengan beliau, ayahku sendiri. 

“Ibu masih sakit? haruskah saya panggilkan dokter lagi? Mungkin sahabat saya sedang tidak ada pasien hari ini.” kataku sembari menyiapkan makan siang. Pagi hari tadi seorang pengawal datang memberitahukan bahwa raja akan makan siang bersama. Biasanya memang ibu akan memasak sendiri karena kami tidak diberi juru masak atau pelayan. 

“Tidak, hanya hari ini ibu khawatir. Ah, ini adalah bagian daging kesukaan beliau, mungkin kau akan menyapanya sebentar nanti?” usulan yang masuk akal. 

“Bolehkah?” tanyaku dengan hati berbunga. 

“Kau harus bersikap sopan, biar bagaimanapun beliau raja.” saran ibu sembari tersenyum. 

Aku mengangguk tersenyum juga. Bagaimanapun ini adalah kesempatan yang mungkin tidak akan terulang dikemudian hari. Setidaknya untuk hari ini aku tak perlu keluar dengan cuaca yang sangat dingin demi memberi waktu kepada ibu dan raja. Bahkan aku tidak mengenal saudara-saudaraku yang lain. Hidupku hanya berkutat pada ibu pondok, kuda, dan hutan dimana aku akan dibawa pergi jika raja sedang berkunjung. 

“Apakah ibu mencintai raja?” tanyaku dengan senyum yang tidak akan pudar, harapanku membuncah jika seandainya mereka saling mencintai. 

“Hah? Ya! tentu. kami saling mencintai. Semoga kelak kau juga menemukan pendamping yang mencintaimu dan kau mencintainya.” jawabnya dengan senyum merekah. Aku memeluknya, tubuh kurus dengan senyuman yang tidak akan pernah pudar untukku. 

“Seharusnya ibu lebih banyak makan, kurasa ibu lebih kurus akhir-akhir ini. Jika memelukmu aku akan takut karena kukira aku memeluk tulang,” kataku sembari sedikit melonggarkan pelukanku. 

Ibu mengelus kepalaku dengan senyum berkembang. Kali ini matanya berkaca-kaca lalu tersenyum. 

“Jika ibu mempunyai kedudukan lebih tinggi mungkin kau mempunyai nasib yang lebih baik,” katanya seraya berjalan menuju meja makan. 

Kudengar suara langkah kuda bergerombol menuju kandang kuda. Diikuti suara derap kaki yang jauh lebih ramai dari biasanya. Percakapan mereka terdengar sangat akrab. Ibu langsung berlari kecil membukakan pintu lalu menunduk dengan hormat mempersilakan mereka masuk. Kali ini raja tidak sendiri ternyata. Ada tamu lain yang datang dan aku tidak bisa menebak. Bisa jadi saudaraku? atau putra mahkota? atau yang lain. Ibu mengajakku duduk bersebelahan dengannya sementara didepanku adalah orang asing, salah satu dari tamu yang membersamai raja saat ini. 

“Silakan dinikmati, kami undur diri.” kata salah satu pelayan yang mengikuti mereka setelah mencicipi masakan kami. 

“Seperti biasa, kau membuatku senang dan nyaman, Ann,” kata Baginda ketika beliau setelah mencicipi masakan ibu. 

“Hanya ini yang saya bisa, Yang Mulia,” jawab ibu dengan senyum tipis tertunduk. 

Fokusku hilang ketika aku mendengar suara Raja, ayahku sendiri yang bahkan tidak pernah kudengar suaranya sampai saat ini. Hatiku bergetar. Ada rasa bahagia yang membuncah yang tidak bisa kugambarkan. Aku memandangnya sedikit lebih lama hingga akhirnya ibu menyenggol lenganku untuk kembali fokus pada meja. 

“Ini putriku, namanya Tatiana Zulaikh. Dia putri yang kusebut kemarin. Meskipun aku tidak akrab, tapi saya yakin dia adalah anak yang baik karena ibunya juga begitu sangat baik.” 

Aku menunduk mengenalkan diri dihadapan semua tamu. Perkenalan resmiku kepada raja yang tak lain adalah ayahku bahkan bersama tamu lain, tapi meski begitu aku bahagia. Aku mencintainya, ya, mencintainya dengan bahagia dan pada pandangan kami yang saling bertemu aku bahkan menyesali jalan hidupku. seandainya beliau bukanlah raja. 

“Saya Dawod Dianishwa, calon suami putri.” 

Perkataan singkat yang mampu menjungkir-balikan dunia. Saya yang seumur hidup hanya bertemu dengan ibu, pegawai kandang, dan pengawal kini bertemu orang asing yang langsung mengklaim menjadi calon suami. Kutatap lama dengan pikiran yang kosong hingga ibu menyenggol lenganku. Aku mengangguk lalu menunduk dengan muka yang mulai memanas. Bahkan usiaku baru 18 tahun. 

“Kurasa kamu sudah waktunya menikah, mengingat saudaramu yang lain menikah di usia 15 tahun. Maaf sedikit terlambat karena aku lupa punya putri lain di sini. Andai kemarin Ann tidak mengungkit namamu mungkin aku lupa jika kau adalah putriku.” 

Hatiku mencelos seketika, pipiku yang terasa panas mendadak dingin. Tanganku kaku dan perasaan asing datang, kecewa, tersinggung, sakit hati namun bahagia. Aku harus bagaimana bersikap atau menjawab pada tuturan raja?

“Kurasa juga saya jatuh cinta dengan arogan pada putri Baginda pada pertama ini saya bertemu. Bisakah kami berbincang di tempat yang berbeda setelah ini?” 

“Tentu.” 

Setelah acara makan selesai para orang tua berbincang sementara aku dan Dawod berjalan keluar. Kami berjalan menuju taman di pinggiran hutan yang tak jauh dari pondok.  Langkahnya lebar tanpa menoleh ke belakang mengabaikanku yang mempunyai langkah leih kecil. Dia duduk disebuah kursi dekat kolam. Kursi yang menjadi bagian favorit ibu duduk kala senja. Aku menyusulnya duduk di ayunan kayu yang sedikit usang karena aku lupa mengecatnya tahun ini. 

“Kau harus mencintaiku,” katanya tiba-tiba begitu aku duduk. 

“Ya, jika anda suami saya kelak, saya akan mencintai anda.” 

Dia tersenyum, “hanya jika berada di depan banyak orang. bahkan raja sialan itu menjodohkanku pada putri yang dibuang.” 

Aku menunduk. Menggenggam gaunku yang cantik pemberian raja dengan erat, hanya sesaat lalu mengangguk. 

“Mungkin, saya akan mencintai anda dengan sedikit arogan. Saya ingin hanya saya yang anda cintai,” jawabku kemudian lalu aku berdiri memunggunginya dan beranjak. 

“Jangan mengekangku dan menggangguku selama kita menikah, maka hidupmu akan terjamin dan bahagia.” 

Apakah dia sedang berjanji? atau sedang membual? 

“Jika mungkin dan bisa, saya akan membuat anda mencintai saya dengan arogan juga.”


 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya MENIKAH
1
0
Pernikahan yang indah itu berubah menjadi pernikahan yang aneh dalam perjalanan ini.
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan