Selanjutnya
SANTET BUSUNG
- SANTET BUSUNG -Ketika rasa iri dan dengki membuat hati menjadi gelapKali ini saya ingin bercerita tentang sebuah santet yang sangat banyak dimiliki dan sering digunakan untuk menyakiti sesamanya. Santet ini sangat umum dan banyak sekali didaerah saya, namun di cerita hanya akan saya ceritakan sedikit saja tentang orang-orang yang terkena santet ini. Sebelumnya sedikitpun tidak ada maksud apa-apa dari saya menceritakan kisah ini, hanya sebagai pengingat saja, agar kita lebih berhati-hati dan bahwa menyakiti seseorang dengan cara yang tidak benar adalah perbuatan yang salah.Santet busung, itulah namanya, disebut santet busung karena seseorang yang terkena santet ini perutnya akan membusung atau membesar, seperti bisul raksasa di perutnya, dan umumnya korbannya tidak akan langsung meninggal, meskipun hakekatnya meninggalnya seseorang itu adalah kuasa tuhan. Didaerah saya, santet ini dulu sangat mudah dikenali, santet ini biasanya diletakan di pohon-pohon atau kolam-kolam ikan, yang mana gunanya adalah jika ada seseorang yang mengambil tanpa izin atau mencuri akan terkena santet ini dengan sendirinya. Namun di desa sebrang sana, malah lebih sedikit sadis, bukan hanya ditujukan kepada yang mengambil tanpa izin atau mencuri, bahkan orang yang tidak sengaja memungut buah yang sudah jatuh pun, bisa terkena santet ini. Sejak kecil saya selalu di peringatkan oleh orang tua saya, jangan pernah mengambil buah sembarangan, karena sewaktu kecil biasanya kami sedikit nakal dengan memetik sembarang buah-buahan milik orang lain. Orang tua saya selalu mengingatkan , terutama di pohon-pohon milik orang-orang tertentu yang orang tua saya mengetahui bahwa orang tersebut memiliki santet busung itu Orang tua saya selalu mengingatkan, terutama di pohon-pohon milik orang-orang tertentu yang orang tua saya mengetahui bahwa orang tersebut memiliki santet busung itu. Sebenarnya, pohon atau kolam yang diletakan santet itu sangat mudah di kenali, cirinya biasanya ada semacam plastik berisi air atau buntalan plastik yang di gantungkan di dahan pohon, jika di kolam ikan biasanya, di letakan di sebatang bambu yang ditancapkan di pematangnya. Seseorang yang terkena santet ini masih bisa diobati, biasanya dengan mendatangi pemilik pohon buah atau kolam ikan untuk kemudian meminta maaf dan mengganti rugi. Namun ada beberapa kasus yang mana, pemilik santetnya tidak mau memaafkan, atau orang yang mengambil buah atau ikannya tidak tahu siapa pemiliknya, karena mengambilnya di sembarangan tempat yang tidak dia kenal. Selain itu, santet ini juga bisa di kirim kan melalui media makanan, minuman, rokok, atau segala sesuatu yang di konsumsi. Biasanya itu dilakukan oleh seseorang yang memang iri dan punya niat jahat terhadap seseorang. Dari yang saya ketahui, santet ini bekerja melalui media perantara seperti yang telah saya sebutkan. Kisah pertama dialami oleh adik dari tetangga saya, dan saya pun pernah mendengar ceritanya langsung dari korban yang terkena santet tersebut. Sebut saja namanya karman, karman ini sebenarnya lahir di kampung saya, namun semenjak dari kecil beliau tidak tinggal di kampung saya melainkan ikut dengan bapaknya karena orang tuanya bercerai, sedangkan kakak perempuanmya tinggal di kampung saya. Karman ini pekerjaannya itu serabutan, dia bekerja apa saja, dari mulai berdagang hasil bumi sampai mencari pakan hewan ternak. Kejadiannya bermula ketika ia mencari pakan ternah, dia mencari dari hutan ke hutan, dan orangnya memang sedikit sembarangan, ketika dihutan ada buah-buahan apa saja pasti akan dia petik tanpa meminta izin ke pemiliknya. Dimana saja setiap dia mencari pakan jika ada buah pasti akan di petiknya. Sampai akhirnya ia tiba-tiba merasakan sakit yang luar biasa di perutnya, dan sedikit demi sedikit perutnya membesar. Dan disitulah keluarganya meyakini bahwa karman sudah terkena busung. Keluarga pun bertanya apakah dia pernah menyakiti orang lain, atau dia pernah diberi sesuatu makanan oleh seseorang. Namun karman merasa tidak pernah merasa melakukan kedua hal tersebut. Berobat kemana-mana sudah karman jalani, namun tiada satupun orang pintar yang dapat mengobati, karena mitosnya memang santet ini sulit diobati selain dari pemiliknya yang menarik kembali santetnya. Berobat medis pun, dokter kebingungan karena belum pernah menemukan penyakit seperti ini. Dari salah satu orang pintar yang didatangi, orang tersebut memberitahukan bahwa, santet ini didapatkan bukan dari orang yang iri atau benci dengan karman. Namun karena sifat karman yang sembarangan dalam mengambil sesuatu yang bukan miliknya tanpa izin. Akhirnya karman pun menyadari perbuatannya, dan mengaku dia memang suka sembarangan mengambil milik orang lain meskipun hanya buah-buahn di dalam hutan. Orang pintar itupun menyarankan karman untuk mendatangi pemilik buah yang pernah dia petik dan meminta maaf serta mengganti rugi, barangkali saja pemiliknya mau memaafkan dan menarik kembali santet itu. Namun nahas, karman tidak tahu pemilik pohon mana yang telah menaruh santet itu pada buah-buahannya, karena seingat karman dia selalu melakukannya di setiap hutan yang dia datangi. Akhirnya karman hanya bisa menerima nasib merasakan sakit yang luar biasa. Atas bantuan dari orang pintar lainnya, rasa sakit yang diterima karman, hanya timbul sewaktu-waktu saja, tidak setiap hari seperti yang karman rasakan sebelumnya. Karman mengalami hal itu ketika usianya masih cukup muda, hingga akhirnya karman pindah ke rumah kakak perempuannya ketika usianya sekitar 40 tahunan, dan ketika tinggal di kampungku. Dia selalu bercerita dan menasehati kami bahwa agar jangan sembarangan mengambil sesuatu yang bukan milik kita tanpa izin dari pemiliknya, agar tidak mengalami hal seperti yang dialaminya. Karman bercerita bahwa, selain merasakan sakit yang luar biasa, penyakit itu membuatnya harus menjauhi kolam atau sungai, karena jika dia terjatuh, dia akan selalu tenggelam, meskipun kolam atau sungainya dangkal. Karman tidak lama tinggal dikampungku, hanya beberapa bulan saja, dia kemudian kembali ke rumah asalnya, hinggak tak lama kami mendengar kabar beliau meninggal karena rasa sakitnya terus kambuh. Kisah berikutnya dialami oleh tetangga rumah yang dekat sekali dengan saya rumahnya. Mari kita panggil saja namanya Rusdi, Rusdi ini orangnya memang kurang bergaul dengan tetangga dan sedikit galak terhadap anak kecil. Saya ingat sekali ketika saya kecil, saat itu rusdi sedang menjadi buruh cangkul milik tetangga saya, dan nenek saya sedang menanam padi bersampingan dengan sawah yang sedang rusdi cangkul. Saya sedang bermain dengan anak perempuannya, di sawah itu kami sangat senang mencari belut, meskipun aku tidak suka dengan makanan dari belut, namun aku sangat senang mencarinya. Temanku anak perempuan rusdi ini berkata bahwa bapaknya mendapatkan banyak belut, dan di simpan di kaleng dekat air minumnya, karena penasaran aku pun ingin melihatnya, kemudia bersama anaknya aku melihat belutnya. Tiba-tiba rusdi datang, dan membentak kami berdua, saya ingat sekali dia menuduh saya akan mengambil belutnya padahal saya disitu dengan anaknya, dan anaknya pun tak luput dari omelannya. Akupun langsung pergi meninggalkannya, dan aku bercerita kepada orang tua ku, dan orang tuaku, kemudian orang tua ku memberitahu bahwa rusdi itu memang orangnya tempramen dan cepat marah, jangankan kepada orang lain, kepada keluarganya sendiripun memang seperti itu, dan orang tuaku maklum dengan hal itu. Berbeda dengan rusdi, istrinya adalah orang yang sangat baik, lembut dan ramah kepada siapapun. Keluarga rusdi ini memang orang yang sangat miskin, bahkan untuk sekedar makan saja mereka sangat kesulitan. Selain jadi buruh tani, rusdi kemudian mencoba berjualan sayuran hasil dari kebun. Dari situlah perekonomiannya sedikit membaik, istrinya bercerita dari hasil berjualan suaminya, untuk kebutuhan makan selalu terpenuhi, bahkan sekarang yang tadinya istrinya sangat lelah jika hendak memasak, karena masih menggunakan tungku. Sang istri pun harus mencari kayu bakar sebelum memasak, namun saat ini suaminya telah mampu membelikan kompor minyak yang meringankan pekerjaan memasak istrinya. Namun naas, pasar tempat berjualan sayuran rusdi terletak didaerah yang memang rawan akan santet, terlebih lagi rusdi bukan warga sekitar pasar, melainkan pendatang dari desa lain yang berjualan di pasar itu. Saat usahanya mulai ramai, ada seorang sesama pedagang sayur di pasar itu mulai mengakrabkan dirinya kepada rusdi, rusdi yang memang orangnya sangat polos, tidak merasakan keanehan apapun. Belum genap 3 bulan rusdi berjualan di pasar itu, dan dagangan yang rusdi jual pun sebenarnya hanya daun melinjo, pepaya muda dan bahan-bahan untuk sayur asem, keuntungannya pun sebenarnya hanya sedikit, rusdi hanya pedagang kecil saja. Namun iri hati dan rasa tidak suka telah membutakan hati, seseorang yang berusaha berteman dengan rusdi ternyata berniat jahat, suatu hari dia memberikan 1 kilogram ikan asin kepada rusdi. Tanpa rasa curiga sedikitpun tentu saja rusdi dengan sangat gembira menerimanya, karena selama ini rusdi belum pernah bisa membeli ikan asin sebanyak itu, dalam hatinya itu bisa menjadi persediaan makanan di rumahnya. Rusdi pun bercerita kepada istrinya bahwa temannya sangat baik, tentu saja istrinya pun senang. Kemudian istrinya memasak ikan asin itu untuk dimakan bersama-sama dengan keluarga. Selang beberapa hari, rusdi pun jatuh sakit, dan tidak bisa pergi kepasar, semakin hari semakin sakit dan perutnya mulai membesar, saudara-saudaranya pun mulai berdatangan karena sakit yang rusdi rasakan semakin parah. Rusdi selalu mengerang kesakitan dengan perutnya pun semakin membesar, dan sudah tidak bisa di ajak berkomunikasi. Para Saudaranya akhirnya yakin bahwa rusdi telah terkena santet busung lapar, dan bertanya kepada istrinya apakah rusdi pernah mengambil atau diberi sesuatu oleh orang lain. Istrinya pun teringat ikan asin yang pernah di bawa suaminya, dan menceritakan bahwa suamimya telah diberikan ikan asin sebanyak 1 kilogram oleh temannya di pasar, dan setelah makan ikan asin itu esoknya suaminya mengeluh sakit pada perutnya hingga seperti ini. Saudaranya pun tidak bisa melakukan apa-apa, salah satu saudaranya ada yang berinisiatif untuk mencarinya pelakunya ke pasar, namun bukan untuk menuntut balas atau meminta pertanggung jawaban, karena jika hal itu dilakukan, Khawatir saudaranya yang lain pun akan dikirimi santet juga. Namun setelah dicari dan bertanya-tanya ke semua pedagang di pasar, tidak ada satupun yang mengenal orang yang dekat dengan rusdi, entah orang itu di sembunyikan atau memang benar-benar tidak tahu, orang itu tidak pernah ditemukan. Selang beberapa hari, rusdi pun meninggal dunia. Saya sangat sedih karena melihat teman saya, anak perempuan rusdi menangis kehilangan ayahnya, sungguh memilukan nasib teman saya, terakhir kali saya bertemu dengannya adalah ketika saya hendak masuk kelas 1 sekolah dasar, saat itu saya datang ke rumahnya. Ingin mengajaknya untuk sekolah, namun ia berkata bahwa ia tidak akan sekolah, dan akan pindah ke rumah orang tua ibunya, itu terakhir kalinya saya bertemu dengan teman saya karena sepulang sekolah ia telah pergi bersama keluarganya dan hingga sampai saat ini. Saya belum pernah berjumpa kembali dengannya, kabarnya ia telah menikah, dan semenjak pindah ke rumah kakek neneknya hidupnya lebih baik secara ekonomi. Kisah selanjutmya, terjadi belum lama ini, di alami oleh teman ayah saya, masih satu desa namun beda kampung dengan saya. Teman ayah saya ini sebut saja Dulgani, dulgani ini pekerjaannya adalah seorang penebang pohon, entah itu dia membeli untuk kemudian dijual kembali menjadi balok-balok kayu, atau hanya bekerja memotong pohon yang diminta oleh orang lain. Dulgani ini berasal dari kampung tetangga, yang mana di kampungnya sendiri santet busung pun banyak bertebaran. Perawakannya kecil, dan dulgani adalah orang yang humoris, kata-katanya selalu mencairkan suasana, dan selalu membuat orang sekitar tertawa. Ditambah dengan logat kampung sebelah yang khas, membuatnya semakin menjadi sumber hiburan bagi orang-orang yang berada didekatnya. Suatu ketika dulgani mengalami sakit yang luar biasa dibagian perut, membuatnya tidak bisa melakukan aktifitasnya seperti biasa. Semakin hari semakin sakit, dan sedikit demi sedikit perutnya membesar, hingga akhirnya menjadi sangat besar, dan jelaslah bahwa ia terkena santet busung dalam perutnya. Berobat ke sana kemari sudah di lakukan, namun hanya sedikit mengurangi rasa sakitnya, belum ada yang mampu menyembuhkannya. Sanak saudaranya bertanya bagaimana bisa ia terkena santet itu, apakah dia pernah mengambil sesuatu tanpa izin, atau ada yang pernah memberikan makanan dan minuman dari seseorang yang benci kepadanya. Dulgani tidak mengingatnya dengan pasti, namun jika persoalannya mengambil sesuatu tanpa izin, dulgani merasa tidak pernah melakukannya, karena mwmang dulgani bukan orang yang suk sembarangan. Namun dulgani pernah melakukan pekerjaan memotong kayu di sebuah desa, yang mana di desa itu terdapat orang-orang yang sebenarnya memiliki pekerjaan yang sama dengan dulgani. Sebenarnya saat itu dulgani enggan mengambil pekerjaan tersebut, karena dia tidak mau melangkahi orang di desa sana yang memiliki pekerjaan yang sama dengannya. Baginya, saling menghargai sebagai orang yang memiliki profesi sama adalah penting. Sebab sudah menjadi hal umum, akan terjadi sesuatu yang mencelakai orang yang mengambil pekerjaan di wilayah orang lain. Kecurigaan dulgani hanya sampai pada sebatas itu, entah siapa pelakunya dulgani tidak mengetahuinya. Berbulan-bulan kondisi itu di rasakan dulgani, sampai puncaknya dulgani sudah merasakan sakit yang diluar batas. Dulgani pun sudah merasakan bahwa dia akan mencapai ajalnya, dan segera berpesan dan berwasiat kepada anak istrinya. Saat itu hanya ada dulgani dan istri serta anaknya di rumahnya. Tiba-tiba terdengar ketukan di pintu, namun tanpa di barengi dengan salam layaknya orang yang hendak bertamu pada umumnya. Dulgani meminta istrinya untuk membukakan pintu dan melihat siapa yang datang. Dengan segera sang istri membuka kan pintu, namun sang istri merasa asing dengan tamu yang datang, namun tetap mempersilahkannya masuk. Orang tersebut memakai pakaian serba hitam, tanpa menggunakan sendal. Pria itu segera masuk, dan melihat kondisi dulgani, sambil memegang dahi dulgani orang itu berkata bahwa kondisi dulgani sudah parah, dan andai dia terlambat saja datang mungkin dulgani sudah tak tertolong. Dulgani sebenarnya agak terkejut, karena dia pun belum mengingat siapa orang itu, karena wajahnya asing baginya. Dan akhirnya pria itu mengatakan, bahwa dia adalah orang dari b*d*y B****N, dia datang ingin membalas budi karena dulgani pernah mengajaknya makan siang meski dengan bekal seadanya. Akhirnya dulgani teringat bahwa saat itu ia memang pernah mengajaknya untuk makan bersama saat itu. Dulgani bertanya bagaimana pria itu bisa mengetahui alamat rumahnya dan aoa yang terjadi pada dulgani, karena seingatnya dulgani tidak pernah memberitahukan dimana dia tinggal, serta saat dulgani bertemu dengan pria itu pun, terjadi di tempat yang jauh. Namun pria itu berkata bahwa dulgani tidak perlu memikirkan tentang hal itu, kedatangannya kesini hanya untuk membantunya barangkali dulgani bisa sembuh. Namun sebelum mulai mengobati dulgani, pria itu meminta disuguhi makanan. Sang istri dengan malu menyebutkan bahwa di rumahnha tidak ada lauk pauk yang layak untuk dihidangkan kepada seorang tamu. Namun pria itu berkata, tidak masalah seadanya saja, apapun akan ia makan. Akhirnya sang istri menyajikan sepiring nasi, ikan asin dan goreng oncom, karena hanya itu yang ia masak di pagi hari tadi. Dengan lahap pria itu pun memakan nasi yang disajikan oleh istri dulgani. Setelah selesai, ia meminta beberapa siung bawang putih kepada istrinya. Bawang putih tersebut dikunyahnya sambil komat kamit membaca mantra, bawang putih yang telah dikunyah itu dikeluarkan dari mulutnya, sebagian di tempelkan diperut dulgani, sebagian dimasukan kedalam gelas berisi air putih. Pria itu meminta dulgani untuk meminumnya, dulgani pun tanpa ragu meminumnya. Seperti sedang makan cabai, saat dimakan langsung pedas, ketika selesai minum air itu, dulgani langsung merasakan mulas yang luar biasa pada perutnya. Dulgani merasa ia tiba-tiba merasa sangat ingin buang air besar, dan sambil berteriak ia meminta istrinya untuk mengambilkan bak air untuk menampung kotorannya. Pria itu tersenyum, dan berkata kepada dulgani, bahwa sekarang ia sudah sembuh, dan sembari pergi keluar rumah. Dulgani tidak memperhatikanny karena ia merasa mulas yang luar biasa. Akhirnya dulgani mengeluarkan semua yang ada diperut besarnya itu. Apa yang dulgani keluarkan sangat menjijikan, satu bak penuh nanah yang berbau sangat busuk keluar dari perutnya, sampai-sampai istrinya pingsan mencium aromanya, sedangkan anak-anaknya pergi lari keluar rumah, karena aroma busuk yang sangat menusuk hidung. Setelah seleaai, dulgani pun merasa sehat kembali seperti sedia kala, tidak ada lagi rasa sakit dalam perutnya, ia bersyukur tuhan masih menyayanginya dan memberikan kesembuhan kepadanya melalui orang yang tiba-tiba datang ke rumahnya. Dulgani berusaha mencari-cari orang tersebut, namun orang tersebut sudah tidak ada. Dulgani bertanya kepada tetangganya yang saat itu sedang memperbaiki sepeda motor. etangganya pun kaget melihat dulgani sudah bisa berjalan dan dengan perut yang mengecil. Tetangganya berkata bahwa sejak dari tadi tidak ada orang asing lewat, meskipun ada dia pasti melihatnya, karena rumah dulgani yang berdampingan, serta dia yang memang sejak dari pagi sedang memperbaiki motornya tidak melihat orang berbaju hitam datang atau pergi. Dulgani pun terheran-heran, dengan kejadian itu, namun terlepas dari segala hal dan keanehan yang terjadi, dulgani sangat bersyukur masih diberikan kesembuhan dan umur yang panjang. Wallohu alam bissawab -Selesai-