Pernikahan Politik (Chapter 5)

10
0
Deskripsi

Selamat membaca 😁

Selepas masa cuti pernikahan habis, Richard mulai kembali bekerja. Sebenarnya pria itu memiliki kesempatan cuti hingga tujuh hari. Namun, dia hanya mengambil cuti tiga hari karena tidak ingin berlama-lama di rumah.

Dan tidak hanya Richard saja, Jean hari itu juga mulai bekerja di perusahaan Richard sebagai direktur baru.

Awalnya Richard ingin dia dan Jean berangkat sendiri-sendiri. Tetapi karena dia tidak ingin membuat orang kantor berpikiran macam-macam tentang rumah tangganya, akhirnya dia terpaksa berangkat ke kantor bersama dengan Jean.

Dan seperti biasanya, tidak ada satu pun dari mereka berdua yang bersuara saat berada di dalam mobil. Bahkan hanya untuk sekadar basa-basi pun mereka enggan.

Richard dan Jean sama-sama menutup mulut rapat-rapat hingga membuat suasana kian sunyi meski saat ini mereka tengah berada di jalan besar yang penuh dengan kebisingan.

Sampai akhirnya, ponsel Richard berdering.

Richard merogoh kantong celana, lalu melihat layar ponsel. Setelah mengetahui nama seseorang yang tertera di layar ponsel adalah kekasihnya, tak menunggu lama pria itu langsung menerima panggilan telepon tersebut.

"Ada apa, Sayang?" tanya Richard dengan suara halus.

Walaupun di sebelahnya ada Jean, namun Richard tak sungkan memanggil Natalie dengan panggilan 'sayang'. Seakan dia memang tidak memperdulikan keberadaan Jean.

"Kamu udah sampai kantor belum?" tanya Natalie dari sambungan telepon.

"Masih di jalan, kenapa?"

"Aku barusan beli kopi buat kamu, aku taruh di meja kerja kamu, ya?"

"Kamu sekalian tunggu saja di ruangan, jangan pergi. Ini aku sudah mau sampai kantor," ujar Richard.

Jean yang mendengar itu tidak berkomentar apa-apa. Seakan dia memang sudah mengetahui jika kekasih Richard juga bekerja di kantor Richard.

Karena sejak pembicaraan dengan orang tua Richard waktu itu, dia sudah menebak jika sekretaris yang di maksud oleh David adalah kekasih Richard. Karena itu, dia tidak terlalu terkejut.

Richard asik mengobrol dengan Natalie dan terang-terangan mengabaikan Jean. Tetapi Jean sendiri juga tidak menggubrisnya. Dia lebih memilih mendengarkan musik dan menutup telinga dengan earphone dibandingkan mendengarkan pembicaraan sepasang kekasih yang menggelikan.

Setelah selesai berbicara dengan Natalie, Richard melirik sekilas ke arah Jean yang tengah melihat ke arah Jendela dengan telinga yang tertutup earphone.

Dia tidak mengatakan apa pun dan kembali fokus menyetir.

Sesampainya di kantor, Richard segera keluar dari mobil dan bergegas menuju ruangan kerjanya seakan dia tidak sabar bertemu dengan Natalie.

Dan setelah tiba di ruang kerja, dia langsung menghampiri Natalie dan memeluknya dengan penuh kasih sayang.

"Maaf aku nggak bisa jemput kamu," ucap Richard merasa bersalah.

Natalie tersenyum lembut. "Nggak apa-apa, aku ngerti posisi kamu," tuturnya  menyentuh wajah Richard.

"Justru kalau kita tetap berangkat bersama setelah kamu menikah, orang-orang pasti akan curiga dan berspekulasi yang enggak-enggak tentang kita," sambungnya.

"Tapi aku nggak tega biarin kamu berangkat dan pulang kerja sendiri," ujar Richard.

"Aku nggak masalah, kok. Asalkan kita masih bisa bersama," sahut Natalie.

"Karena aku nggak mau kamu dimusuhi orang tua kamu kalau sampai kamu ketahuan masih menjalin hubungan dengan aku. Jadi kalau memang kita harus menjaga jarak saat berada di depan umum, aku nggak keberatan," imbuhnya.

Richard menatap kedua netra Natalie dalam. "Kamu nggak benci dengan mereka?"

Natalie menggeleng. "Sama sekali enggak," jawabnya tanpa ragu.

"Setelah apa yang mereka lakukan?" tukas Richard.

"Aku menghargai keputusan mereka," sahut Natalie.

Richard terdiam sejenak dengan raut wajah yang tidak bisa ditebak.

"Aku benar-benar nggak ngerti kenapa mereka bisa menolak kamu yang sebaik ini," ucap Richard tampak kecewa dengan sikap kedua orang tuanya yang terkesan egois.

"Karena kita hidup di lingkungan yang berbeda. Dan orang tua kamu pasti ingin kamu punya pasangan yang sepadan juga dengan kamu. Itu kenapa hubungan kita nggak akan pernah bisa direstui. Karena aku nggak memenuhi syarat untuk masuk ke dalam keluarga kamu," ujar Natalie

"Aku nggak butuh pasangan yang punya banyak kelebihan. Yang kubutuhkan adalah perempuan yang bisa membuatku merasa nyaman. Dan perempuan itu adalah kamu," pungkas Richard dengan raut wajah serius.

Natalie menatap Richard dengan tatap haru. Cukup lama mereka berdua saling bertatapan satu sama lain, hingga akhirnya Natalie mengalungkan kedua tangannya di leher Richard sembari menjinjitkan kaki untuk menyamakan tingginya dengan Richard.

Perlahan kelopak matanya menutup bersamaan dengan wajahnya yang kian mendekat.

Namun ketika bibir Natalie hampir menyentuh bibir Richard, suara ketukan pintu mengagetkan Natalie hingga membuat wanita itu langsung menjauh dari Richard.

"Ada urusan apa kamu datang ke sini?" tukas Richard dingin seakan tidak menyukai kedatangan Jean.

"Hp kamu ketinggalan," jawab Jean ringan sembari menunjukkan ponsel yang berada di tangannya.

Richard menatap Jean tanpa ekspresi, sedangkan Natalie menunduk dan mengalihkan wajah ke arah lain ketika Jean melihat ke arahnya.

Jean melangkah masuk ke dalam. Alih-alih memberikan ponsel tersebut langsung kepada Richard, dia justru meletakkan ponsel Richard di atas meja kerja.

"Silahkan lanjutkan, aku tidak akan mengganggu," ucap Jean tenang sembari berjalan keluar.

Dan saat berada di depan pintu, Jean berhenti tanpa membalik tubuh. "Lain kali jangan lupa tutup pintunya," pungkasnya singkat sebelum akhirnya menutup pintu ruang kerja Richard.

"Sayang, gimana ini?" tanya Natalie panik sembari menggenggam tangan Richard erat.

"Aku takut dia akan memberitahu orang tua kamu tentang kejadian ini," ucapnya cemas.

"Sudah, nggak perlu panik. Nanti biar aku yang bicara dengan dia," pungkas Richard dengan tatapan lurus ke depan.

Beberapa saat kemudian, para karyawan telah bersiap-siap untuk pergi makan siang.

Jean dan sekretarisnya menoleh ke arah pintu secara bersamaan ketika ada seseorang yang masuk ke ruang kerjanya tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu.

Tesa dengan sopan menyapa Richard ketika pria itu masuk ke dalam dengan wajah arogannya. Sedangkan Jean tidak memberikan reaksi apa-apa.

"Aku ingin bicara," ucap Richard singkat dengan ekspresi datar.

"Sekarang waktunya jam istirahat, kalau ingin bicara nanti saja," ujar Jean tanpa emosi.

"Aku ingin sekarang," tegas Richard.

Jean menatap Richard intens.

"Oke, silahkan."

"Hanya berdua," pungkas Richard melirik ke arah Tesa.

"Ah, kalau begitu saya akan keluar." Tesa dengan gugup bergegas pergi dari ruang kerja Jean.

"Sekarang katakan," suruh Jean.

"Pastikan mulut kamu tetap tertutup kalau kamu masih ingin hidup dengan tenang," desis Richard tajam.

"Oh, jadi aku sedang diancam?" sahut Jean.

"Apa ini karena tadi pagi aku tidak sengaja memergoki kalian ciuman?" imbuhnya.

"Kalau sampai orang tua aku tau tentang hal itu, aku tidak akan tinggal diam," tukas Richard dingin.

"Aku pikir ada hal penting apa yang membuat kamu sampai datang ke sini. Ternyata hanya masalah sepele," kata Jean.

"Aku tidak main-main dengan ucapan aku. Kalau sampai kamu berani membuka mulut, aku tidak akan segan-segan berlaku kasar," ancam Richard.

"Sudah berapa kali aku bilang? Aku tidak tertarik dengan hubungan kamu dan wanita itu. Lagipula banyak hal yang harus aku urus, jadi aku tidak punya waktu untuk mengurusi hubungan kalian berdua," tegas Jean lugas.

"Kalau sudah tidak ada lagi yang ingin kamu bicarakan, silahkan keluar. Karena sekarang aku tidak ingin diganggu," pungkasnya tanpa ekspresi.

TBC.

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Pernikahan Politik (Chapter 6)
6
0
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan