
Selamat membaca 😁
Czar melihat ke arah luar jendela mobil. "Apa kau pernah melihatnya tersenyum?"
"Emm ... saya tidak mengingatnya, Tuan." Sergev seakan ragu menjawab pertanyaan yang diajukan Czar.
"Saat bersamaku dia tidak pernah menunjukkan ekspresi seperti itu. Dia selalu terlihat murung seolah dia tidak suka berada di dekatku. Sikapnya benar-benar berbeda saat dia bersama dengan orang lain."
Sergev tidak tahu harus memberikan komentar apa. Namun, dia berusaha menghibur Czar. "Mungkin saja dia hanya berusaha ramah dengan orang lain."
"Bukan berarti dia menyukai orang itu," imbuhnya.
"Aku tidak ingin memikirkannya." Czar menyandarkan kepala di kursi mobil.
Suasana hati pria itu memburuk dalam sekejap. Padahal awalnya dia datang dengan hati yang gembira. Dia ingin berpamitan, sekaligus melihat wajah Ishfir sebelum kembali ke Moskow. Tapi siapa sangka? Niat baiknya justru menjadi bumerang untuk dirinya sendiri.
"Dia terlihat jauh lebih bahagia bersama orang lain, haruskah aku melepaskannya?" gumam Czar.
"Coba tanyakan hal itu pada diri Anda. Apa Anda benar-benar rela melepaskan Ishfir?"
"Aku sudah merampas hidupnya dan membuatnya terpuruk. Rasanya terlalu serakah kalau aku masih memaksanya untuk tetap bersamaku."
"Kalau aku tetap menahannya, konflik di antara kami tidak akan pernah selesai. Yang ada dia akan semakin membenciku."
"Hanya ada satu cara untuk menyelesaikan permasalahanku dengan Ishfir. Aku harus melepaskannya dan membiarkan dia menjalani hidupnya yang baru."
"Bagaimana dengan balas dendam Anda?" tanya Sergev.
"Mari akhiri semuanya di sini. Dia tidak pantas menerima semua perlakuan buruk itu. Tidak seharusnya aku melibatkan dia ke dalam permasalahanku dengan Vladimir."
"Aku sudah sangat keterlaluan padanya. Aku telah membuat orang yang tidak bersalah menjadi korban keegoisanku. Jadi aku tidak menyalahkan dia kalau dia tidak mau memaafkan aku."
"Itu berarti, Anda tidak akan mengawasinya lagi?"
"Aku tidak akan ikut campur lagi dengan urusannya. Biarkan dia hidup sesuai pilihannya sendiri." Czar memutuskan untuk melepaskan Ishfir sepenuhnya.
Sergev hanya menyimak dan tidak mengatakan apa-apa setelah itu.
Sesudah mengembalikan mobil ke tempat sewa, mereka berdua pergi ke bandara dengan mengendarai taksi.
Waktu penerbangan dari Sochi ke Moskow memakan waktu kurang lebih empat jam.
Czar dan Sergev kemudian dijemput oleh Ateas dan Evgen di bandara.
Ateas dan Evgen sempat tersentak melihat wajah Czar yang dipenuhi memar. Anehnya, Sergev yang menjadi pengawal Czar justru terlihat baik-baik saja dan tidak ada luka sama sekali di wajahnya.
Dua orang itu dibuat bingung dengan penampilan Czar dan Sergev. Banyak pertanyaan yang bermunculan di benak mereka. Namun, mereka hanya menyimpan pertanyaan itu dalam hati dan tidak berani menanyakannya langsung pada Czar.
Selama di perjalanan tidak ada yang berbicara sampai mereka tiba di kediaman utama.
Czar langsung masuk ke ruang kerja begitu sampai di rumah.
"Ada apa dengan wajah tuan? Kenapa bisa seperti itu?" Ateas sudah tidak bisa menahan rasa penasarannya. Ia segera meminta penjelasan pada Sergev usai Czar masuk ke ruangan.
"Ishfir yang membuatnya seperti itu." Jawaban Sergev membuat Ateas ternganga lebar.
Begitupun dengan Evgen yang berjalan di belakang mereka. Dia tidak bisa menutupi keterkejutannya mendengar bahwa Ishfir yang telah membuat wajah Czar terluka.
"Maksudmu, Ishfir yang menghajar tuan?"
Sergev mengangguk.
"Terus kau diam saja saat tuan dipukuli Ishfir? Kenapa kau tidak melindungi tuan?" maki Ateas.
"Tuan melarangku ikut campur."
Ateas membuang napas kasar. "Apa yang wanita itu pikirkan sampai berani melayangkan tinjunya pada tuan?"
"Mulai sekarang kita tidak perlu mengawasinya lagi. Tuan sudah memutuskan untuk melepaskan dia dan tidak akan melanjutkan balas dendamnya," ungkap Sergev.
Evgen tercekat.
Balas dendam?!
Sebenarnya apa yang terjadi di antara Ishfir dan tuan?
"Aku sudah menduganya, sepertinya tuan memang ada rasa dengan Ishfir. Perhatiannya pada Ishfir terlalu berlebihan untuk dibilang sandiwara," sahut Ateas.
Sergev tidak terkejut sama sekali karena dia memang sudah mengetahui tentang perasaan Czar sejak awal.
Malam harinya, Evgen menghubungi Ishfir untuk memberitahu mengenai percakapan Sergev dan Ateas yang dia dengar sebelumnya.
"Aku senang kau meneleponku," ucap Ishfir di ujung sana.
"Kenapa harus menungguku yang menghubungimu dulu? Kenapa kau tidak mencoba menghubungiku? Aku kan juga menunggu telepon darimu," cecar Evgen.
"Baiklah-baiklah, lain kali aku yang akan meneleponmu." Ishfir mengiyakan permintaan Evgen karena malas ribut.
"Oh, ada hal yang ingin aku tanyakan padamu."
"Apa?"
"Tadi tuan pulang dengan kondisi wajah yang babak belur. Dan Sergev bilang kalau itu ulahmu, apa benar kau yang sudah menghajar tuan?"
"Ya, aku yang melakukannya."
"Kenapa kau melakukan itu? Aku tau kau bukan orang yang suka memukuli orang sembarangan."
"Dari sudut pandangmu aku mungkin terlihat seperti orang yang tidak tau berterima kasih karena menghajar mantan bosku sendiri. Tapi aku tidak mungkin memukul dia kalau tidak ada penyebabnya."
"Sebenarnya ada masalah apa di antara kau dan tuan? Tadi Sergev juga bilang kalau tuan Czar akan melepasmu dan tidak akan melanjutkan balas dendamnya. Apa maksudnya semua itu? Kenapa di sini hanya aku yang tidak tau apa-apa?"
"Aku juga baru mengetahui tentang balas dendamnya setelah aku bertemu dengan kakekku. Kalau aku tidak menemui kakekku di penjara, aku mungkin tidak akan pernah mengetahuinya."
"Jadi, orang yang kau temui di penjara waktu itu ...." Evgen tidak melanjutkan kalimatnya.
"Ya, itu kakekku."
"Kenapa tuan ingin balas dendam padamu? Memangnya kesalahan apa yang sudah kau buat?"
"Aku tidak melakukan apa-apa. Bahkan, kami sebelumnya juga tidak saling mengenal satu sama lain. Aku juga tidak tau kenapa dia mengincarku. Padahal yang bermasalah dengan dia adalah kakekku, tapi dia justru melampiaskan kemarahannya padaku."
"Kau tidak ikut terlibat dengan urusan kakekmu dan tuan, kan?"
"Aku sama sekali tidak tau."
"Sejak kecil aku tidak tinggal dengan kakekku. Aku juga tidak pernah berkomunikasi atau pun bertemu dengannya."
"Kalau memang tuan ingin balas dendam padamu, kenapa tuan malah memperlakukanmu dengan baik?"
"Tuan juga tidak pernah memarahimu saat kau membuat kesalahan."
"Semua itu palsu. Itu hanyalah alibi supaya kebusukannya tidak terbongkar. Karena sebelum mengajakku bergabung, dia sudah beberapa kali melakukan hal buruk padaku."
"Hari pertama aku menjadi pengawalnya juga dia mencoba mencelakaiku."
"Jadi ini alasanmu resign?"
"Aku agak menyesal karena baru mengetahuinya sekarang. Kalau saja aku mengetahuinya lebih cepat, aku tidak akan mau bekerja dengannya."
"Bagus kalau dia mau melepaskan aku. Sekarang tidak akan ada lagi yang mengusik hidupku. Aku juga tidak perlu melihat wajahnya lagi."
"Melihat kau yang sampai semarah ini, sepertinya yang dilakukan tuan Czar sangatlah menyakitimu."
"Dia telah membuatku kehilangan ibuku. Gara-gara dia, aku kehilangan satu-satunya keluarga yang aku miliki. Sekarang aku sudah tidak memiliki siapa-siapa lagi."
"Aku minta maaf karena harus mendengar semua ini. Tapi sejujurnya aku sedikit keberatan saat kau bilang kalau kau tidak memiliki siapa-siapa. Memangnya kau tidak menganggapku sebagai keluargamu?"
"Benar, aku hampir saja melupakanmu."
"Dasar!" Evgen merasa kesal karena Ishfir justru bercanda di saat dirinya sedang serius.
Terdengar suara kekehan dari sambungan telepon.
"Oh, di sini aku bertemu dengan kembaranmu."
"Kembaran? Aku tidak memiliki kembaran."
"Ah, apa mungkin orang tuaku menyembunyikan anak yang lain?"
"Imajinasimu benar-benar di luar nalar. Maksudku, cara bicara orang itu mirip sekali dengan cara bicaramu. Aku bahkan sampai berpikir kalau itu kau."
"Benarkah? Aku jadi penasaran dengan orang yang kau bicarakan."
"Datanglah ke tempatku saat kau ada waktu luang. Aku rasa kalian berdua akan cocok karena kalian memiliki energi yang sama."
"Hanya saja, dia sedikit lebih pendiam darimu."
"Apa sekarang kau akan memberitahuku tempat tinggalmu yang baru?"
"Aku sekarang tinggal di salah satu pedesaan di kota Sochi."
"Kau nyaman tinggal di sana?"
"Ya, orang-orang di sini sangat baik padaku. Mereka ramah terhadap pendatang."
"Aku jadi ingin pergi ke sana."
"Kau memang harus datang ke sini."
"Kabari aku saat kau ingin datang, aku akan menjemputmu di bandara."
Sementara Evgen dan Ishfir mengobrol lewat sambungan telepon, Czar saat ini masih berada di ruang kerjanya. Pria itu sengaja menyibukkan diri agar berhenti memikirkan Ishfir.
Walaupun mulutnya berkata dia akan melepaskan Ishfir. Namun, jauh dari lubuk hatinya yang terdalam dia sebenarnya berat melakukan itu. Karena melepaskan Ishfir sama dengan memutus hubungan dengan wanita itu. Yang mana itu berarti dia tidak akan bisa bertemu dengan Ishfir lagi.
"Aku sudah mengabulkan keinginanmu, jadi hiduplah dengan baik."
"Jangan membuatku menyesali keputusanku."
TBC.
Selamat membaca 😁
Ishfir pergi ke ladang membawa minuman serta camilan untuk para pekerja suruhan Czar yang mengolah ladangnya.
"Cepat juga kerja mereka. Padahal baru kemarin mereka datang, tapi ladang sudah hampir selesai mereka garap," gumamnya.
"Siapa orang-orang itu?" Suara seseorang mengejutkan Ishfir.
Ishfir terhenyak mendapati Ilyas berdiri di sampingnya. "Kau hobi sekali ya muncul tiba-tiba," cetusnya.
"Aku tidak pernah melihat mereka sebelumnya. Mereka orang luar, ya?" tanya Ilyas.
"Kenapa kau ada di sini?" Ishfir bertanya balik.
"Nenek Samara bilang kalau dia baru saja memanen sayur di ladang. Jadi aku dan karyawanku datang ke sini untuk membawa hasil panennya ke rumah," jawab Ilyas.
"Oh." Ishfir hanya mangut-mangut.
"Aku dengar dari penduduk desa kalau ladangmu dirusak orang yang tidak dikenal. Aku pikir hanya beberapa bagian yang dirusak, ternyata semuanya dibabat habis," ucap Ilyas.
"Yeah, begitulah. Kita tidak pernah tau kapan musibah itu akan datang," sahut Ishfir.
"Pasti ini sangat melelahkan bagimu. Kau sudah mencurahkan seluruh waktu dan tenagamu untuk mengurus ladang, belum lagi biaya yang sudah kau keluarkan untuk membayar pekerja dan membeli bahan-bahan. Tapi tanamanmu justru dirusak orang lain." Ilyas seakan mengetahui perasaan Ishfir.
"Kau benar. Sejujurnya aku juga sangat marah." Ishfir tidak menampik soal perasaannya.
"Saat ini orang-orang di desa sedang mencari pelakunya. Kami akan menginterogasi apa motif di baliknya setelah berhasil menangkap orang itu," tutur Ilyas.
"Kalian tidak perlu repot-repot melakukan itu, karena dia tidak akan pernah datang lagi ke sini," balas Ishfir.
"Kenapa kau bisa sangat yakin?"
Belum sempat Ishfir membuka mulut, suara anak kecil menginterupsinya. "Uncle Ilyas!" Seorang anak perempuan berlari ke arah Ilyas dengan kedua tangan yang terbuka lebar.
Ilyas mengangkat tubuh mungil Samara dan membawa anak itu ke pelukannya. "Ternyata ada Samara di sini." Ilyas langsung berubah ramah ketika di depan Samara.
Ishfir memasang wajah jengah melihat perubahan ekspresi Ilyas sebelum dan sesudah bertemu Samara.
Dia benar-benar bermuka dua.
Jadi anak ini cucunya nenek Samara? Batin Ishfir kala mendengar Ilyas memanggil anak itu dengan sebutan 'Samara'.
Samara beralih ke Ishfir. "Aunty ini siapa, Uncle?"
"Pacarnya Uncle?" celetuknya polos.
"Bukan, ini Aunty Ishfir. Dia tetangga baru kita," terang Ilyas.
Ishfir tersenyum menyapa Samara. Namun, senyumannya yang kaku justru membuatnya tampak menakutkan di mata Samara. "Hai, salam kenal. Aku—"
"Hic ... hic!" Samara menenggelamkan kepala di dada Ilyas sambil menahan tangis.
"Aunty itu menyeramkan sekali ... hic ...."
"Eh? Kenapa kau menangis? Aku bukan orang jahat, aku tidak akan menyakitimu."
"Apa-apaan senyumanmu itu? Kau membuatnya takut," tegur Ilyas.
"Aku hanya ingin menyapanya."
"Menyapa dengan raut wajah seperti itu?"
"Memangnya ada apa dengan raut wajahku?"
"Haruskah aku membawakan cermin untukmu? Senyumanmu saat ini mirip seperti joker di film Amerika."
"Hei! Bukankah kau hanya ingin menghinaku?" sergah Ishfir.
"Aku bicara apa adanya. Buktinya Samara takut melihatmu."
"Ini karena aku tidak pernah berinteraksi dengan anak kecil. Aku tidak tau bagaimana menghadapi mereka," ungkap Ishfir.
"Rileks saja. Mereka tidak sesulit itu sebenarnya," kata Ilyas.
"Kalau kau ingin dekat dengan mereka, kau hanya perlu membelikan mereka es krim atau makanan manis. Nanti lambat laun mereka pasti akan menyukaimu," imbuhnya.
"Terima kasih untuk tipsnya. Tapi aku tidak berniat mendekati mereka karena aku tidak terlalu menyukai anak kecil."
"Padahal mereka sangat imut, bisa-bisanya kau tidak menyukai makhluk menggemaskan seperti mereka." Ilyas benar-benar tidak habis pikir dengan Ishfir.
"Menurutku mereka merepotkan."
"Karena kau tidak menyukainya, makanya kau bisa berpikir seperti itu. Kalau kau menyukai anak kecil, kau pasti akan berpikir tingkah mereka lucu."
"Mungkin," gumam Ishfir.
"Lalu apa yang kau suka?" tanya Ilyas.
"Kau," jawab Ishfir tanpa ragu.
"Hah?"
Suara tawa Ishfir terdengar nyaring. "Tidak perlu tegang begitu. Aku tidak serius, kok."
"Serius pun juga tidak apa-apa."
Ishfir tercekat. "Eh?"
*****
"Putar balik." Czar tiba-tiba menyuruh Sergev putar balik di tengah perjalanan menuju kantor.
Sergev yang sedang menyetir dibuat bingung oleh Czar. "Maaf?"
"Pergi ke makam sekarang," perintah Czar datar.
"Ah, baik." Sergev segera memutar mobil dan pergi ke pemakaman sesuai perintah Czar.
Sesampainya di pemakaman, Czar meminta ketiga pengawalnya untuk tidak mengikutinya. "Kalian tunggu di sini."
Sergev, Ateas, dan Evgen menunggu di luar mobil, membiarkan Czar berjalan ke makam seorang diri.
Czar menghampiri makam kedua orang tuanya yang berdampingan. "Apa kabar mom, dad?"
"Maaf baru mengunjungi kalian sekarang. Banyak hal yang terjadi akhir-akhir ini, makanya aku tidak sempat datang ke sini."
"Meski begitu, aku akan selalu menyempatkan waktu untuk menemui kalian."
Czar termenung. Tatapan matanya yang tajam berubah sendu. Pria besar itu terlihat rapuh, sangat berbeda jauh dengan sosok Czar yang selama ini disegani orang-orang.
Hanya di tempat inilah dia berani menjadi dirinya sendiri dan tidak malu menunjukkan sisi lemahnya.
"Aku tau aku sudah terlalu tua untuk mengeluh. Tapi, terkadang aku merasa beban di pundakku terlalu berat. Mungkin saja tidak akan seberat ini kalau kalian masih ada."
Czar teringat kembali akan masa indahnya bersama orang tuanya ketika mereka masih hidup. Di mana waktu itu hari-harinya hanya dipenuhi oleh canda dan tawa. Tidak ada rasa sedih, benci, atau pun dendam. Yang ada hanyalah kebahagiaan.
Sebelum menjadi seperti sekarang, Czar dulunya adalah anak yang ceria. Dia juga anak yang lembut dan memiliki kepribadian hangat.
Sampai akhirnya, hal itu terjadi.
"Czar! Apa kau sudah siap?" Aluva memanggil Czar dari lantai satu.
"Aku datang, Mom." Czar keluar dari kamar dan berlari menuruni tangga.
Aluva mencubit pipi Czar. "Dasar anak ini. Mommy sudah bilang jangan berlarian di tangga, nanti kalau jatuh bagaimana?"
"Hehe. Maaf, Mom."
"Kau harus menjaga dirimu karena kau adalah anak Mommy satu-satunya. Kau tidak boleh terluka sedikit pun, mengerti?"
Czar mengangguk patuh.
Aluva mengacak-acak puncak kepala Czar bangga. "Anak pintar."
"Beruntungnya Mommy memiliki anak yang baik sepertimu."
"Pantas saja aku tunggu kalian tidak keluar-keluar, ternyata kalian malah mengobrol di sini." Mathius menginterupsi.
Aluva terkekeh. "Maaf, Sayang. Aku akan ke mobil sekarang. Tapi sebelum itu, ada yang ingin aku katakan pada Czar."
Aluva lantas mengecup pipi Czar dengan penuh kasih. "Selamat ulang tahun putraku ...." tuturnya tersenyum hangat.
"Kita kan belum sampai di restoran, Mom," ujar Czar polos.
"Mommy ingin menjadi orang pertama yang mengucapkannya."
Mereka kemudian pergi ke restoran yang mereka sewa untuk menggelar pesta ulang tahun Czar yang keenam.
"Kau sudah memutuskan ingin hadiah apa? Jangan bilang kau tidak menginginkan hadiah seperti tahun-tahun sebelumnya? Daddy sudah lama menunggu jawaban darimu, sekarang sudah waktunya kau menjawab," papar Mathius.
"Aku sudah memikirkannya, Dad."
"Bagus, apa yang kau mau? Setelah ini kita akan membelinya."
"Keinginanku adalah—"
"Tunggu! Apa-apaan mobil itu!" Mathius mencoba menghindar kala ada mobil dari arah berlawanan yang melaju kencang ke arahnya.
Sayangnya, keadaan saat itu tidak memungkinkan sehingga dia terpaksa membanting setir.
"Sayang!" teriakkan Aluva menggema memenuhi seisi mobil.
Brakkk!
Dengan mata sayup-sayup, Czar melihat kedua orang tuanya sudah tak sadarkan diri dengan tubuh bersimbah darah.
Czar mengangkat tangan seperti ingin menggapai kedua orang tuanya. Namun, dia tidak mampu menggerakkan tubuhnya karena luka di kepala yang ia dapatkan.
"—aku ingin terus bersama kalian ...." Itu adalah kalimat terakhir yang keluar dari mulut Czar sebelum akhirnya ia kehilangan kesadaran.
Sejak saat itu, Czar tidak pernah mau menggelar acara ulang tahun. Selain karena duka yang mendalam akibat kematian orang tuanya, hari ulang tahunnya sudah bukan lagi menjadi hari favorit yang dia tunggu-tunggu.
"Sering-seringlah datang ke mimpiku agar rasa rinduku sedikit terobati."
Czar lalu beralih ke makam kakeknya yang tak jauh dari makam Mathius dan Aluva.
Dia terdiam cukup lama memandangi makam kakeknya. Ada perasaan bersalah yang berkecamuk di dada. "Maaf ...." Hanya kalimat itu yang keluar dari mulut Czar.
"Maafkan aku karena tidak bisa menyelesaikannya dengan tuntas."
"Aku sudah berhasil membalas Vladimir. Hanya saja ...." Czar terhenti seakan berat mengatakan kalimat selanjutnya.
Dia mengusap wajahnya frustasi.
"Sekeras apa pun aku memaksakan diri, aku tetap tidak bisa menyakiti cucunya. Dia tidak bersalah dan tidak ada kaitannya dengan kejahatan yang dilakukan kakeknya. Karena itu, aku memutuskan untuk membebaskan dia," sambungnya dengan suara pelan.
"Aku harap kakek tidak terlalu membenciku karena hal ini."
Selepas mengunjungi makam kakek dan orang tuanya, Czar pun melanjutkan perjalanan ke kantor.
"Tuan, bolehkah saya mengambil cuti dua hari? Kemarin saya mendapat kabar kalau salah satu kerabat saya ada yang sakit, saya ingin mengunjunginya." Ateas membuka pembicaraan.
Czar melirik sekilas Ateas yang duduk di sebelahnya.
"Apa ada jadwal kunjungan bulan ini?" tanya Czar pada Sergev.
"Bulan ini tidak ada jadwal kunjungan, Tuan," jawab Sergev.
"Kau boleh pergi," kata Czar singkat.
"Terima kasih. Saya akan kembali tepat waktu."
"Kapan kau akan berangkat?"
"Rencananya malam ini setelah selesai mengawal Anda."
"Hari ini kau bisa pulang lebih awal. Terlalu lama kalau harus menungguku."
"Baiklah, saya akan berangkat sore hari."
Tepat jam empat sore, Ateas pulang dari kantor. Dan beberapa menit setelah Ateas pergi, Sergev masuk ke ruangan Czar.
"Saya baru saja mendapatkan laporan kalau mereka sudah selesai mengurus ladang Ishfir." Sergev memberitahu Czar mengenai perkembangan ladang Ishfir.
"Kau tidak perlu melapor padaku, aku dan dia sudah tidak ada hubungan apa-apa," pungkas Czar tak acuh.
"Kedepannya juga jangan pernah bahas dia lagi di depanku, aku tidak ingin mendengar apa pun tentangnya," tambahnya.
"Baik, Tuan."
Lantaran Ateas tidak ada, kini Sergev dan Evgen yang berjaga di depan kamar Czar.
"Aku tidak tau kalau Ateas memiliki kerabat. Bukankah dari kecil dia diadopsi oleh kakeknya tuan Czar?" celetuk Evgen.
Sergev tersentak. Dia langsung teringat bahwa Ateas sama sekali tidak memiliki kerabat atau pun orang tua, karena saat masih bayi Ateas dibuang oleh orang tuanya ke tempat pengemis. Dan di umur tujuh tahun, pengemis yang merawatnya meninggal dunia. Ateas pun hidup luntang-lantung di jalanan dan berkelana ke sana ke mari untuk mencari makan sebelum akhirnya bertemu dengan kakeknya Czar.
"Anak itu benar-benar! Aku harus mencegahnya sebelum dia melakukan hal bodoh." Sergev mengambil ponsel di kantong dan segera menghubungi Ateas seakan dia mengetahui ke mana Ateas pergi.
"Sialan! Kenapa nomornya tidak aktif?"
"Angkat teleponnya, Brengsek!"
Evgen merasa heran dengan Sergev yang mendadak gusar. "Ada apa? Kenapa kau panik begitu?"
"Ini bahaya! Kemungkinan besar dia mendatangi Ishfir."
"Memangnya kenapa kalau dia menemui Ishfir? Mereka kan pernah menjadi rekan kerja."
"Kau tidak tau apa-apa. Dia bisa saja mencelakai Ishfir!" pekik Sergev emosional.
Evgen tertegun.
Di saat yang bersamaan, Ateas berdiri di depan ranjang seseorang dengan membawa pisau di tangannya.
"Sekarang tidak ada lagi yang melindungimu. Dan tidak akan ada yang mencarimu kalau kau menghilang. Jadi pergilah dengan tenang." Ateas mengangkat tangan dan bersiap menusuk Ishfir yang sedang tertidur pulas di tempat tidur.
"Selamat tinggal, Jalang!"
Jleb!
TBC.
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
