Review: Drakor Monstrous

2
4
Deskripsi

Setelah kematian anak mereka, Jeong Ki-Hoon dan Lee Soo-Jin tinggal di kediaman masing-masing. Mereka ingin menjaga jarak untuk menghindari pertengkaran yang lebih hebat.

Suatu malam, sebuah desa didera hujan hitam, es, dan bebatuan kecil menyerupai raut manusia.

Jeong Ki-Hoon dan istrinya adalah arkeolog yang juga memfokuskan diri pada hal-hal supernatural yang menyertai sebuah artefak.

JKH didatangi oleh dua orang biksu karena mereka membutuhkan bantuan dalam mengidentifikasi patung Buddha yang baru...

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Side Story 1
0
0
Gadis berusia 8 tahun itu aku. Dia baru saja bertengkar dengan kakak sepupunya, yaitu Giltae. Rumah kecil kami mendadak riuh oleh omelan ibu. Perempuan bernama Hanaz itu memegangi wajah Giltae, sementara Bibi Kaya membersihkan darah pada pelipis Giltae yang baru saja kupukul menggunakan teko mainan.Aku kabur ke dalam kamar. Karena terburu-buru masuk, mata kaki membentur peti kayu untuk menyimpan selimut. Bukan hanya Giltae yang terluka sore itu, tapi aku juga.Aku menangis karena panik oleh kekejamanku sendiri, takut pada amarah ibu, dan juga kasihan kepada Giltae. Tanpa memedulikan denyut menyakitkan pada kaki, aku meringkuk di samping ranjang.Beberapa menit kemudian, tangan sejuk menyentuh kaki. Aku sontak mengangkat kepala. Ayah muncul, dan dia menarikku ke atas pangkuannya. “Kelahi lagi?”Tangannya masih mengusap luka yang saat ini sudah tidak mengeluarkan darah.“Mau Ayah ceritakan sesuatu?”“Apa?"“Di liburan selanjutnya, bagaimana kalau kita ke Hutan Guu?”“Guu?”“Iya. Ada banyak burung dan bunga langka di sana. Kita harus menyeberang menggunakan kapal kalau mau melihat itu semua.”Hal pertama yang kuinginkan adalah menaiki kapal, lalu melahap ikan bakar hasil pancingan. “Apa Giltae juga ikut?” Ayah mengangguk. “Pastinya. Paman Rem dan Bibi Kaya juga ikut. Kita semua ikut.” Aku mengeringkan sisa air mata. “Apa ada ikan?” “Silver memang suka makan ikan. Nanti Ayah bawa perlengkapan memasak.” Senyum Ayah mengembang. Dia bangkit sambil menggendongku. “Kita pergi minta maaf dulu, ya. Giltae pasti kesakitan,” katanya. Sementara itu, luka pada kakiku sudah tidak berbekas sama sekali. _ 
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan