Deskripsi

Maya Aizawa seorang mahasiswa baru. Dia cantik, tubuhnya bagus dan ideal incaran para lelaki dan pastinya membuat sesamanya merasa iri. Pribadinya ceria suka tersenyum lembut pada siapapun. Otaknya juga bagus karena bisa masuk universitas ternama tanpa melalui tes ulang. Meski begitu dia takut untuk mempunyai hubungan percintaan. Berulang kali dia merasa disakiti dan pada akhirnya dia hanya fokus untuk meraih prestasi agar bisa kerja di tempat yang nyaman. Seperti ini, meski tak ada jam kuliah dia pergi ke perpustakaan umum untuk belajar atau sekedar mencari novel lama.

Maya melirik jam tangannya sebentar lagi waktu untuk bertemu temam kampusnya di sekitar perpustakaan. Dia segera menutup dan mengembalikan novel yang telah dibacanya.

Sebentar lagi musim panas. Maya dan teman-temannya berencana untuk pergi ke pantai. Kebetulan salah satu dari mereka berasal dari desa yang dekat pantai. Untuk itu mereka berjanji bertemu di cafe.

Sampai disana beberapa gadis cantik melambaikan tangan ke arah Maya yang baru saja masuk. Kaki jenjangnya segera melangkah menghampiri teman-temannya.

"Maaf aku terlambat. Kalian sudah lama?"

"Tidak. Duduklah!"

Mereka terlibat dalam percakapan ringan hingga memasuki poin utama. Merencanakan tanggal kepergian hingga apa saja yang harus disiapkan.

Datanglah hari yang ditunggu. Maya berdiri menantikan teman-temannya di pintu masuk stasiun kereta. Berdiri sendiri sedikit membuatnya tak nyaman karena berulang kali dia mendapat tatapan dari pria yang lewat di depannya. Siapa yang tak akan meliriknya jika tubuh ramping itu dibalut outfit yang sedang tren lalu yang menjadi pusat perhatian adalah payudara dan bokong Maya. Bulat dan cukup besar. Ukuran branya saja 36 C.

"Maya!" seru teman Maya dari kejauhan. Mereka pun segera masuk ke untuk naik kereta.

Butuh beberapa jam untuk sampai di lokasi. Berulang kali mereka sempat tertidur di kereta. Dan saat sampai di stasiun mereka sudah dijemput saudara Kaori dengan mobil. Angin sejuk desa dekat pantai terasa sejuk seperti sedang menyambut mereka.

"Tidak ada teman laki-laki ya?" tanya paman Kaori.

"Paman kita baru saja masuk universitas hebat. Sulit mendapatkan teman. Dapat mereka saja sudah untung," jawab Kaori sedikit cemberut. Pamannya hanya tertawa.

"Kalian boleh memakai vilaku."

"Benarkah? Wah paman yang terbaik!" ucap Kaori dengan senang begitu pun yang lainnya.

Lima gadis itu turun di depan penginapan gaya kuno. Di dalamnya banyak perabot antik khas desa itu. Ada 3 kamar berukuran luas. Lalu tempat untuk berendam. Semua sangat indah dan nyaman.

"Nah sekarang pembagian kamar!" seru Kaori.

"Karena kita berlima pasti ada yang sendiri." Ucap Sumiko. Dia gadis yang paling pendiam diantara mereka berlima.

"Bagaimana jika ada yang bertiga. Ada kamar yang paling luas disini. Daripada pada sendiri." saran Kaori sambil menunjuk pintu kamar yang dimaksud. Semua setuju. Maya dan Rion satu kamar. Sedangkan yang lain berada di kamar paling luas karena bertiga.

Maya dan Rion menarik koper mereka menuju kamar. Sedikit canggung karena Rion lama hidup di Amerika.

"Wow bukankah ini kamar yang unik?" tanya Rion saat melihat seisi kamar yang akan ditempati. Luas dan bersih, semua perlengkapan tidur tertata di lemari.

"Apa tidak masalah kau tidur dilantai?" tanya Maya sedikit khawatir. Rion gadis yang lebih tinggi 3 cm dari Maya itu tertawa kecil.

"Meski aku tinggal di Amerika tapi aku tetap orang jepang. Aku pernah tinggal di tempat seperti ini. Jangan khawatir!"

Maya tersenyum dengan pernyataan itu. Mereka segera merapikan bawaan lalu melihat sekeliling kamar. Ada kamar mandi berukuran sedang. Di dalamnya ada wc dan shower yang disekat dengan kaca es. Jendela kecil berbentuk bulat menghadap ke pantai  dengan kaca satu arah. Orang luar tak bisa melihat ke dalam.

Setelah semua rapi mereka sepakat ganti pakaian dan segera bermain di pantai.

"Kau tidak pakai bikini?" tanya Rion pada Maya.

"Aku malu dengan ukuran payudaraku," gumam Maya.

"Hah? Aku pikir itu adalah kebanggaan wanita. Percaya dirilah! Ukuran kita sama bukan? Atau punyaku yang sedikit lebih besar? Ah tidak penting, pakailah milikku jika kau tidak bawa."

"Ti-tidak perlu. Aku juga bawa bikini. Aku akan ganti di kamar mandi dulu kau boleh ke pantai dulu bersama yang lain."

"Oke!"

Maya masuk ke kamar mandi setelah Rion pergi. Perlahan dia melepas kaos putihnya beserta bra putih. Lalu menggantinya dengan bra bikini kodel helter bercorak kelereng biru. Bawahnya dia menggunakan celana pendek yang masih senada dengan branya.

Di pantai cukup ramai pengunjung meski pantai ini terletak di desa. Banyak wisatawan mengenakan bikini membuat Maya sedikit percaya diri. Dia segera lari menuju teman-temannya yang sudah bermain air.

"Maya, kau imut sekali. Sudah kuduga payudaramu memang besar."

Maya tersenyum kecil lalu memukul air agar Satomi kena cipratan.

"Sudah kuduga Maya cocok dengan bikini." kata Rion sambil menyentuh kedua payudara Maya, gadis itu menjerit. Lalu diikuti canda tawa yang lain. Hal biasa jika sesama wanita saling menyentuh seperti ini itu pikir Maya dan lain.

Sudah sejam lebih mereka bermain air lalu mereka memutuskan berbelanja untuk makan malam nanti.

"Baiklah kita ganti dulu."

"Maya tak kusangka kau cantik jika pakaian sexy. Mustahil jika kau tak punya kekasih."

"Rion kau juga cantik. Tapi memang benar aku tak punya untuk saat ini. Hmm bagaimana ya mungkin aku masih ingin jadi siswa unggulan hehe"

"Ha? Tanpa belajarpun kau sudah pintar bahkan masuk universitas kau mengandalkan beasiswa."

Angin semilir menerpa kedua gadis itu. Dinginnya membuat puting Maya sedikit menonjol tanpa sepengetahuan pemiliknya. Rion dengan berani meraba puting itu dengan telunjuknya.

"Akh!" pekik Maya terkejut dengan perlakuan Rion.

"Hehe maaf aku hanya gemas karena putingmu keras. Mungkin karena hawa dingin. Ayo segera masuk dan mandi!"

Mereka terpaksa mandi bersama karena 3 temannya sudah menunggu lebih dulu.

"Wow tubuhmu juga bagus nona," puji Rion saat mereka sama-sama telanjang.

"Haha punyamu juga. Kau tidak kikuk saat ini?"

"Tidak. Karena aku suka mandi di onsen." jawab Rion sambil menyalahkan shower.

"Rion kau mencukur bulumu?"

"Iya. Kau tidak suka ya?"

"Bukan tidak suka tapi tidak bisa aku takut terluka nantinya."

"Mau kubantu?"

"Bolehkah?"

"Tapi nanti malam saja ya. Mereka sudah menunggu kita."

"Iya."

Mereka sampai di supermarket dekat pantai. Mulai memeilih bahan masakan untuk makan malam. Karena ini masih hari pertama mereka ingin makanan yang sederhana. Seperti snack, ramen instan dan beer. Kembali ke vila Maya mengeluh jika dia sudah lapar. Mereka bersama-sama membuat makan malam lalu menyantapnya sambil mengobrol ringan.

"Besok ingin makan apa?"

"Bagaiman jika bbq?"

"Setuju."

"Aku juga."

"Setuju."

Malam hari suasana di luar penginapan masih bisa dikatakan ramai. Sebagian dari mereka makan bersama, bermain kembang api dan lainnya. Maya dan Rion memilih untuk mencoba berendam air panas untuk melemaskan otot yang kaku. Mereka hanya memakai balutan handuk kecil.

"Bagaimana jika dilepas saja. Lagipula aku sudah melihat tubuhmu saat mandi tadi."

Maya mengiyakan. Alhasil mereka berdua telanjang bersama sambil menikmati air panas yang seakan memijat otot yang kaku. Agar tak canggung Rion membuka topik pembicaraan hingga Maya terlihat nyaman dengannya kadang mereka bercanda dan serius di waktu bersama.

"Milikmu lebih besar."

"36 D, kau?

"36 C." jawab Maya tenang meski dia sedikit iri karena kalah sedikit.

"Ah itu ukuran lamaku."

"Bagaimana bisa bertambah?"

"Terapi," jawab Rion santai.

"Terapi? Dengan obat juga?"

"Tidak. Hanya dengan pijatan. Kau mau?"

Maya mengernyit bingung, dia masih tak percaya sebuah pijatan dapat menambah ukuran payudara. Rion mendekatkan tangannya ke payudara Maya. Awalnya Maya sempat menolak tapi hatinya ingin payudaranya bertambah juga.

"Putingmu indah," ucap Rion sambil mengusap puting yang sedikit keras itu.

"Nggh Ri-rion ini tidak benarkan?" ucap Maya di sela lenguhannya. Dia merasa aneh jika ada wanita yang menyentuh payudaranya dengan intens. Tak bisa dipungkuri jika selama ini hanya pria yang menyentuh payudaranya.

"Santai saja." Rion meremasnya dengan lembut. Maya berusaha menahan tangan Rion tapi tak berhasil. Rion menekan puting merah muda itu.

"Ahh Ri-rion aah cukup. Kau punya janji yang lain."

Rion berhenti memijat karena perkataan Maya. Janji? Apa?

"Kau bilang kau akan membantu menyukur rambut kemaluanku."

Rion mengusap wajahnya pelan dia hampir lupa. Mereka memutuskan untuk keluar dari tempat berendam lalu menuju kamar mereka.

"Duduklah di closet aku akan menyiapkan alatnya."

Maya mengerti dan masuk kamar mandi. Tapi jika dipikir-pikir Rion lebih mudah didekati dan lebih mudah diajak berbagi pengalaman pikir Maya sambil duduk menunggu.

Pintu terbuka, Rion masuk dengan kotak kecil berisikan alat cukur. Lalu dia segera mengisi ember kecil dengan alkohol untuk merendam gunting.

"Baiklah akan kumulai. Buka kakimu lebar!"

"Tapi Rion aku malu jika kau melihatnya."

"Aku kan perempuan juga. Santai saja."

Dengan kikuk Maya membuka kakinya.

"Kurang lebar." Rion membantu membuka sedikit lebih lebar. Rion menelan ludah saat melihat bentukan vagina Maya. Meski sedikit tertutup tapi dia yakin vagina itu cantik, berwarna merah muda. Rion mengedipkan matanya berulang kali agar fokus ke tujuan utama.

"Jangan banyak bergerak karena kau bisa terluka!"

Pertama dia menggunting rambut yang pajang. Karena ini kali pertama bagi Maya dia bergerak gelisah sejak tadi. Sejak menggunting, Rion hanya diam matanya fokus bahkan kepalanya sedikit mendekat ke vagina Maya. Hembusan napas Rion membuat Maya menahan napas, vaginanya terasa geli. Rion menyeringai saat tahu vagina Maya sedikit basah, dengan sengaja dia menyenggolkan gunting ke klitorisnya. Maya hanya mendelik saat klitorisnya bersentuhan dengan gagang gunting. Tahap kedua mencukur dengan pisau cukur, Rion mencukur dengan hati-hati dan teliti.

"Angkat kakimu, aku tak bisa melihat bagian yang dalam."

Maya menekuk kedua kakinya di depan dada, badannya bersandar di closet. Lagi-lagi Rion menelan ludah. Dicukur rambut halus itu dengan lembut bahkan disekitar anus tak luput ia cukur habis. Setelah bersih Rion mengoleskan gel pelembap pada bagian yang ia cukur tadi.

"Selesai. Vaginamu jadi cantik."

"Te-terima kasih."

Selesai itu mereka bedua keluar untuk meminum bir dengan yang lain. Mereka bahkan menonton film horor. Tepat jam 12 malam mereka sudah tak tahan menahan pengaruh bir dan kantuk. Maya buru-buru ke kamar menyiapkan tempat tidur lalu disusul oleh Rion yang sedikit merasa pusing akibat terlalu banyak minum bir. Dia duduk dipojok menantikan Maya menyiapkan tempat tidur. Saat sudah siap Rion tidur terlebih dahulu. Maya hanya menggeleng lalu dia melepas bra-nya dan memakai kimono tidur.

Saat terlelap Maya merasakan sesuatu yang aneh meraba tubuhnya tapi karena terlalu mengantuk dia berpikir itu bagian dari mimpi. Nyatanya salah. Rion meremas lembut payudara Maya, memilin putingnya.

"Emm sudah kuduga payudaranya lembut." Rion mulai berani menjilati puting Maya, menghisapnya pelan.

"Nggh ahh" Maya mengerang dalam tidurnya.

"Maya-chan kupikir aku menyukaimu." Rion menjilati puting Maya. Puting merah muda itu makin mengeras seakan menantang lawannya. Rion menghisap kembali, menggigit kecil.

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya 2
0
0
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan