Januar & Alena: Teori Balas Dendam

154
3
Deskripsi

Perihal handuk malang dan toples kacang yang terseret dalam teori balas dendam Alena Kahyana atas tingkah suami gilanya, Januar Abhimaya.

Alena tengah berada di dalam bilik mandi dengan air yang menyala ketika Januar Abhimaya memasuki kamar mandi ini. Tanpa permisi, tanpa mengetuk atau memanggil nama Alena terlebih dahulu. Pria itu benar-benar membuka pintu seolah ia tengah mengincar hantu yang berkeliaran di rumahnya. Pria itu sialan memang. Januar Abhimaya adalah bajingan tengik yang sialnya adalah suami Alena sendiri. Entah bagaimana bisa Alena melabeli suaminya sendiri dengan label seburuk itu, Alena yakin perjalanan rumah tangga merekalah yang membuatnya seperti itu.

“Apa?!” teriak Alena ketika Januar tak kunjung masuk atau keluar dengan posisi pintu kamar mandi yang dibiarkan terbuka.

Pria itu diam di ambang pintu. Bibirnya terkatup rapat, tetapi netranya seolah tengah mengancam Alena dengan berbagai macam nama binatang dan makian yang biasa pria itu gunakan. Di sisi lain, Alena yang menolak adanya kontak mata dengan sepasang netra jahat milik Januar lantas menatap ke arah lain. 

“Kalau mau masuk, masuk aja! Kalau mau keluar, ya keluar sana! Kenapa berdiri di situ? Jagain pintu? Pintunya gak akan ke mana-mana!” seru Alena sebelum Januar melangkahkan kakinya memasuki kamar mandi.

Januar menutup pintu kamar mandi. Pria itu kemudian mendekatkan diri pada bilik kamar mandi tempat Alena tengah telanjang. Masih dengan bibir yang terkatup rapat, Januar mendudukkan dirinya di tepi bathup. Entah apa konsep yang ingin diusung oleh suaminya itu, Alena tidak peduli. Meskipun dengan kehadiran Januar membuatnya merasa sedang ditonton, Alena tetap meneruskan sesi mandinya. Lagipula ia sudah terbiasa telanjang di depan Januar apalagi hanya perkara mandi. Januar Abhimaya memanglah penonton setia dari semua aksi telanjangnya.

Alena menyudahi sesi mandinya setelah 5 menit berlalu. Sebenarnya, ia hanya perlu membilas tubuhnya saat Januar datang. Jadi, ia keluar dari bilik mandi dengan handuk yang menempel pada tubuhnya tidak lama setelah Januar datang. Sejujurnya, sedari awal Alena ragu apakah ia harus keluar atau ia bertahan di bilik mandi sampai esok pagi. Pada akhirnya, Alena memilih keluar. Meskipun kepalanya bermasalah, tetapi ia masih mencintai dirinya sendiri. Ia masih ingin hidup untuk menghamburkan lebih banyak uang suami galaknya ini. Dengan benang ketakutan yang menjerat dirinya kuat-kuat, Alena memberanikan dirinya untuk berjalan melewati Januar yang masih duduk. Namun, saat Alena berada di langkah terakhirnya untuk lepas dari hadapan Januar, pria itu berhasil meraih pergelangan tangannya.

Sialan. Alena benar-benar merasa dirinya sedang tidak beruntung hari ini. Januar mencekalnya. Pria itu bahkan perlahan berdiri dari duduknya. Sementara itu, Alena masih berusaha mengalihkan pandangannya dari Januar agar netra keduanya tidak bertemu.

“Apa?!” seru Alena yang masih memasang topeng pemberaninya ketika ia tahu kakinya hampir bergetar lagi.

“Ngobrol,” jawab Januar yang akhirnya menghentikan aksi cosplay sosok pesulap yang terkenal tidak berbicara itu.

“Ya, nanti aja. Gue pake baju dulu!” seru Alena yang masih menolak teori bicara dengan kepala dingin sekalipun ia baru saja keluar dari bilik mandi.

“Gini aja lebih enak. Habis ini langsung diewe,” balas Januar yang memacu semangat Alena untuk kabur.

Sayangnya, Alena tertangkap pada langkah pertamanya. Januar mendekap tubuh Alena sebelum mengangkatnya. Seperti biasa, dua tamparan mendarat di permukaan pantat Alena ketika Januar menggendongnya di pundak. Dengan posisi tubuh yang ada di pundak Januar, Alena tahu handuknya sudah ke mana-mana. Ia akan mendarat dengan posisi telanjang bulat. Sialnya lagi, ia akan telanjang dalam kondisi segar sehabis mandi. Pada titik ini Alena baru menyadari alasan Januar diam seperti anak baik saat menunggunya mandi. Ternyata bajingan baik itu sudah mengincar mangsanya dengan baik.

“Gak ada, ya! Awas lo maksa gue ngapa-ngapain! Kita libur 3 bulan!” seru Alena selama dalam perjalanan menuju ruang pakaian yang berada tak jauh dari kamar mandi.

Persis seperti dugaan Alena sebelumnya. Handuk yang ia pakai benar-benar jatuh saat Januar menurunkannya. Dengan segera Alena berjongkok untuk mengambil sepotong handuk itu. Namun, jemari Januar berhasil mendahuluinya. Dengan satu tangan yang ia gunakan untuk mendekap dua buah dadanya, Alena berusaha mendapatkan handuknya dari tangan Januar. Akan tetapi, Januar Abhimaya adalah si bajingan sialan. Pria itu menggoda Alena dengan menjauhkan handuk itu dari gapaian tangan Alena. Lalu, ketika Alena hendak berjalan melewatinya untuk mencapai lemari pakaian, Januar juga menahannya. 

“Ini pelecehan ya namanya!” seru Alena sebelum Januar mengembalikan handuk itu bahkan turut memasangkannya kembali di tubuh istrinya ini.

“Suami berengsek,” maki Alena dengan netra yang menatap ke arah Januar yang hanya tersenyum.

“Galaknya kayak gak pernah minta keluarin di dalam aja,” ejek Januar yang berbuah cubitan di lengannya oleh kuku-kuku panjang Alena.

Januar sempat meringis kesakitan. Namun, pria itu mengakhiri sesi siksa menyiksa manisnya bersama Alena dengan sebuah ciuman di bibir. Januar mencium Alena dengan lembut. Meskipun awalnya tak berbalas kendati hanya sekali, perlahan Januar bisa merasakan hadirnya pergerakan di bibir Alena. Seperti biasa, Januar mengakhirinya ketika Alena sudah tenggelam ke dalam mantra sihir yang ia tabur melalui ciuman mereka. Hal itu tampak pada Alena yang berusaha meraih bibir Januar lagi, tetapi dengan berengseknya Januar sengaja menjauhkan diri.

“Gimana sama Gafka hari ini?” tanya Januar yang berbalas makian dalam batin Alena.

“Seru?” tanya Januar lagi.

“Menurut kamu?” balas Alena seraya melewati tubuh Januar untuk mencapai lemari pakaiannya.

Kali ini Januar tidak menahannya. Pria itu membiarkan Alena mengenakan pakaiannya. Ketika Alena tengah memilih pakaian santai yang akan ia gunakan malam ini, Januar memutuskan untuk berdiri sembari bersandar di salah satu lemari kaca yang ada di dekat lemari Alena. Selain senang menonton Alena mandi, Januar juga suka melihat perempuan itu mengenakan pakaian.

“Katanya pulang malam banget. Kenapa jam 6 udah sampai rumah?” tanya Januar sembari melihat Alena yang tengah mengenakan celana dalam.

“Kurang? Besok lagi kalau gitu,” balas Alena tak peduli dengan tatapan liar Januar pada tubuhnya.

“Udah. Cukup hari ini aja. Sekali seumur hidup. Gak ada acara pulang dijemput Gafka atau siapa pun itu,” ujar Januar tegas.

“Yaudah. Sana!” seru Alena mengusir Januar.

Alih-alih melangkah pergi, Januar justru maju selangkah. Pria itu menatap ke arah Alena masih dengan tatapan ingin memangsa. 

“Berarti impas ‘kan? Sesuai yang kamu mau. Kamu maunya impas-impasan gini, ‘kan?” tanya Januar.

“Jawab, Sayang,” ujar Januar lagi dengan nada yang terdengar begitu dingin untuk Alena.

Alena mengangguk setuju. Tak berselang lama, suara Januar kembali terdengar di rungunya. Kali ini suara Januar terdengar lebih lembut dari kalimatnya yang sebelumnya. Selain itu, Januar juga turut menggerakkan jemarinya pada permukaan pipi Alena dengan lembut.

“Kalau gitu, gak ada acara balas dendam kayak tadi,” tutur Januar.

“Ya... kamu juga gak boleh anter-anter kayak gitu. Berlebihan tahu gak?!” seru Alena yang masih tampil galak meskipun ia juga menyimpan ketakutan pada marahnya Januar.

Januar memang tidak pernah memukul atau meneriakinya. Namun, pria itu hanya akan diam dan tidak menyentuhnya sampai amarah atau rasa kesalnya benar-benar hilang. Entah Alena harus bersyukur atau tidak, tetapi menurutnya cara marah Januar masih terasa menakutinya. Mungkin memang benar tidak ada marah yang menyenangkan termasuk dari diri seorang pria bernama Januar Abhimaya ini.

“Aku tahu. Aku minta maaf,” ujar Januar yang berbalas anggukan dari Alena.

“Kamu ‘kan yang awalnya bikin masalah ini. Jadi, hari ini aku gak seharusnya dimarah...”

“Enggak dong. Siapa yang marah,” ujar Januar memotong kalimat Alena.

Suara tawa Januar masih terdengar ketika Alena turut tersenyum. Namun, tak berselang lama tawa itu terhenti dan kalimat Januar berikutnya mulai mengubah ekspresi Alena.

“Kamu gak dimarahin, tapi dihukum,” ujar Januar tanpa hadirnya tawa atau senyum yang beberapa saat yang lalu Alena dengar dan saksikan.

“Kok gitu?!” seru Alena yang menjauh dari tubuh Januar secara refleks.

“Iyalah. Ngapain kamu sama Gafka pakai acara dijemput. Cih! Dijemput katanya,” balas Januar yang seketika itu menghadirkan keterkejutan gila-gilaan di wajah Alena.

“Ya, kamu duluan! Ngapain nganter-nganter Nameera? Kamu mau jadi ojol? Mau? Sini aku daftarin ya! Kampret!” seru Alena seraya memukul punggung Januar dengan handuk yang masih ada di tangannya.

“Len...”

“Apa? Dasar suami sinting! Setan! Iblis! Kejam! Darah ting...”

“Kebanyakan makiannya,” ujar Januar memotong kalimat Alena yang mulai menyadari bahwa Januar ada benarnya.

“Yaudah maaf,” balas Alena yang sudah berhenti memukuli suaminya itu.

“Janji dulu,” ujar Januar tiba-tiba.

“Apa?”

“Janji buat enggak deket sama lawan jenis. Yang ingkar janji dapet anal,” jawab Januar seraya mengulurkan kelingkingnya.

Dengan tawa remeh Alena meraih janji jari kelingking itu seraya berujar, “Awas aja ya. Kalau lo ingkar janji, gue anal pake toples kacang.”

Meskipun terkejut dengan ide liar sekaligus gila dari istrinya ini, Januar tetap mengangguk. Ia tidak pernah menggunakan lubang analnya untuk kepentingan selain yang sudah tertakdir oleh Sang Pencipta. Januar pun tidak pernah berlaku berengsek pada tubuh istrinya sebesar apa pun libidonya. Keduanya selalu bermain bersih dan sesuai norma yang berlaku. 

Namun, malam ini Januar tidak bisa tidur sama sekali karena membayangkan hadirnya toples kacang yang Alena sebutkan. Akhirnya, malam itu Januar membangunkan Alena dan meminta Alena untuk membatalkan janji mereka meskipun sebagai gantinya Alena meminta mobil lagi untuk kali kelima. Setidaknya, malam ini Januar tidak akan mimpi dikejar toples kacang.

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Circle: Orang-orang Gila
50
0
Setiap orang memiliki sisi gelap. Setiap orang memiliki bayangan. Setiap orang juga memiliki kegilaannya masing-masing. Begitupun pada lingkaran pertemanan antara Kiya, Bastian, Kharel, Sabrina, dan Jefan.
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan