6. Baby Step

34
6
Deskripsi

"Flora bakal latihan jalan pertama kali di tanah perantauan," sahut Rendra.

Naya bergumam sambil mengerucutkan bibir. "Ayah, Bunda jadi melow lagi, nih."

πŸ‘ πŸ‘žπŸ‘ πŸ‘ž

"Naya, sudah siap?"

Sontak Naya melepaskan pandangannya dari layar ponsel. Rendra telah berdiri di depannya, sambil menggendong Flora menggunakan baby carrier. Sebelah tangan pria itu menenteng tas berisi peralatan bayi.

"Ayo! Bunda sudah siap!" sahut Naya.

"Kamu kayak mau nangis gitu, benaran sudah siap?" Rendra melirik gawai di genggaman Naya. "Lagi lihat apaan?"

"Cuma … chat dari Kak Marka," jawab Naya sambil menyusut ingus. "Bunda melow dikit aja gara-gara lagi pamitan. Sekarang sudah nggak apa-apa, kok."

Rendra membulatkan bibir tanpa mengeluarkan suara. Dia juga tak bertanya-tanya lagi. Rendra mengerti, Marka adalah sosok penting dalam pendewasaan Naya. Tinggal jauh dari Marka, apalagi sampai berbeda daerah waktu, tentu merupakan perubahan hidup besar bagi Naya.

"Nda! Nda!"

"Iya, Flora?" Naya menyahuti panggilan putrinya. "Kita bakal jalan, ya. Eh, Flora, mah, belum bisa jalan."

"Flora bakal latihan jalan pertama kali di tanah perantauan," sahut Rendra.

Naya bergumam sambil mengerucutkan bibir. "Ayah, Bunda jadi melow lagi, nih."

"Astaga! Sekarang kenapa?"

"Ya, itu tadi. Anak kita bakal latihan jalan di negara asing, bukan negara tempatnya lahir." Naya berkedip cepat supaya air matanya tidak keburu terkumpul. "Prestasinya besar banget. Pertama kalinya jalan, sudah di tanah orang." 

Rendra menepuk jidat. Apakah itu bisa disebut prestasi? Sepertinya badai melodrama benar-benar sukses meluluhlantakkan pikiran logis istrinya. Naya terlalu sentimental atas perubahan yang akan mereka lalui bersama.

Maka dari itu, Rendra bertugas sebagai penggembira suasana–tugas yang biasanya diemban Naya. Begitu tiba di bandara, Rendra langsung mengajak istrinya mencari tempat makan. Niat hati ingin menghibur dengan membelikan makanan enak, Naya malah kembali baper memikirkan sulitnya menemukan bahan-bahan memasak soto Betawi di Edinburgh nanti.

"Nda!" Flora memotong nada kesedihan yang bundanya keluarkan. "Da … da … Nda!"

"Makanannya nggak boleh dibuang-buang."

"Nda!"

"Iya, apa?" Naya sigap menangkap sendok yang hampir saja Flora jatuhkan dari meja makan. "Kamu sengaja, ya? Biar Bunda nggak sedih. Biar Bunda jadi ngurusin kamu."

Di sisi lain, Rendra langsung menarik mangkuk makanan Flora yang isinya belum benar-benar habis. Dia menutupnya, kemudian menyisihkannya ke dalam tas. Flora pasti sedang tidak ingin makan. Daripada makin banyak membuat kekacauan, Rendra menyudahi acara makan putrinya. Dia biarkan Flora terbebas dari high chair dan duduk di sofa, di samping Naya.

"Aku juga nggak mau kamu sedih," ucap Rendra sambil mengelap ceceran bubur di kursi makan Flora tadi. "Kalau kamu sesedih ini, aku jadi mikir kamu nggak siap untuk hidup bergantung sepenuhnya cuma sama aku. Aku nggak enak hati, berasa maksa kamu untuk ikut pindah."

"Intinya, kan, bukan gitu, Ayah!"

"Naya." Rendra meremat telapak tangan istrinya penuh kesungguhan. Keseriusan tergambar dalam caranya menatap dan nada bicara. "Percaya sama aku. Kita bakal survive tinggal di Edinburgh. Step by step, baby step. Kayak Flora, kita juga butuh latihan jalan. Jalan untuk lebih mandiri dan untuk membangun keluarga tanpa intervensi dari bunda, mama, maupun kakak."

Hati Naya tersentil. Berawal dari gugup karena mau naik pesawat, keresahan Naya malah melantur. Pikirannya melambung terlalu jauh. Saking jauhnya, Rendra pun ikutan jenuh.

"Maaf."

Satu kata sudah cukup.

Naya membiarkan suaminya menemani Flora mencoba berbagai macam permainan di area bermain anak. Naya sempat melihat beberapa ibu melirik ke arahnya. Mungkin mereka heran karena Naya menyerahkan tugas itu pada Rendra, atau mungkin juga iri karena suami mereka tidak seperti suami Naya.

Naya masa bodoh saja jika bakal ada tanggapan miring tentangnya. Dia butuh waktu sendiri, daripada justru menyakiti orang tersayang dengan overthinking-nya. Sampai waktu boarding tiba, Naya jadi lebih banyak diam.

"Aaa!" Flora menjulurkan tangan ke arah Rendra yang tega mendudukkannya begitu saja di kursi pesawat.

"Sebentar, Flora. Ayah mau taruh tas di kabin." Naya memberikan putrinya pengertian. "Flora duduk situ dulu. Nanti Ayah datang lagi."

"Aaa!" Flora malah berusaha memanjat pembatas kursi.

Akhirnya, Naya memangku Flora. Ketakutannya yang semakin mendekati puncak karena telah masuk ke dalam pesawat pun buyar. Seketika dia deva ju. Saat perjalanan ke Manado hanya berdua bersama Flora, Naya bisa sama sekali tidak memikirkan trauma. Repotnya mengurus Flora seorang diri dan kesedihan mendalam mengetahui kabar kepergian ayah mertua membuat ketakutan Naya sirna.

"Melamun?"

Naya kelabakan. Sejak kapan Rendra duduk di sebelahnya? Naya pun tidak sadar bahwa Flora telah merangkak turun dari pangkuannya menuju pangkuan Rendra.

"Melamun sedikit," jawab Naya sambil meringis. "Ayah sudah pakai sabuk pengaman? Sudah minta sabuk pengaman tambahan untuk Flora?"

Rendra tersenyum simpul. "Bisa mikir hal lain, berarti sudah nggak takut, ya?"

Muka Naya memerah seperti tomat rebus. Separah itu?

Perubahan air muka Naya terbaca. Rendra pun menarik tangan Naya, sekaligus menarik perhatiannya. "Aku bakal urus Flora biar kamu bisa menikmati perjalanan ini dengan lebih nyaman." Rendra mendekap si putri kecil dengan tangannya yang bebas tanpa memutus pandangan dari istrinya. "Flora aman selama ada aku. Dan Cici."

Janji Rendra membuat Naya tenang untuk sementara waktu. Beberapa menit setelahnya, badan pesawat sedikit berguncang saat sedang menuju landasan pacu. Jantung Naya rasanya berlompatan di dalam rongga dada.

Naya sibuk mengendalikan diri tanpa tahu di sampingnya Rendra kurang teliti mengawasi putri mereka. Boneka kelinci terjatuh dan Flora berniat mengambil, meski tubuhnya telah terkungkung sabuk pengaman. Flora berceloteh minta tolong pada sang ayah yang sibuk memperhatikan bundanya dari samping.

Ketika pesawat berguncang sekali lagi, di situlah kekacauan terjadi. Flora kehilangan bonekanya. Botol susunya juga ikut-ikutan menggelinding. Akibat bergerak-gerak terus, kepala Flora terantuk dagu Rendra cukup keras.

Rendra tidak sempat mengaduh sebab putrinya keburu menangis. Di sisi lain, Naya tidak jadi memejamkan mata karena terkejut oleh rengekan yang familiar. Penumpang lain mulai menoleh ke arah mereka, tak terkecuali awak kabin. Tangis Flora mengacaukan segalanya.

πŸ‘ πŸ‘žπŸ‘ πŸ‘ž

Flora nangis, Rendra juga jadi mau ikutan nangis.

Semoga kamu nggak nangis karena harus nunggu hari Sabtu minggu depan lagi

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi πŸ₯°

Kategori
Rajendra
Selanjutnya 7. Gara-Gara Cici
32
7
Rendra mengangkat kedua alis. Kesal kenapa?Bianca. Naya akhirnya mendongak dan membalas tatapan suaminya. She is a bitch.
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan