
"Tidak." Johan menjawab singkat tanpa mengalihkan pandangannya dari depan dan tetap berkonsentrasi menyetir.
Refleks, Lira pun menoleh ke arah kakaknya yang sedang menyetir di sampingnya.
"Kenapa, Kak?" Anya tampak kecewa. "Katanya nggak punya pacar? Aku jadi pacar Kakak saja." Nada bicara Anya terdengar manja.
Johan terkekeh tanpa melihat ke arahnya.
Anya tersenyum lebar melihat wajah seniornya yang tertawa kecil itu. "Mau, yaa?" Kembali ia berkata sambil tetap dalam posisi tubuh condong ke depan dan...
"Tidak." Johan menjawab singkat tanpa mengalihkan pandangannya dari depan dan tetap berkonsentrasi menyetir.
Refleks, Lira pun menoleh ke arah kakaknya yang sedang menyetir di sampingnya.
"Kenapa, Kak?" Anya tampak kecewa. "Katanya nggak punya pacar? Aku jadi pacar Kakak saja." Nada bicara Anya terdengar manja.
Johan terkekeh tanpa melihat ke arahnya.
Anya tersenyum lebar melihat wajah seniornya yang tertawa kecil itu. "Mau, yaa?" Kembali ia berkata sambil tetap dalam posisi tubuh condong ke depan dan memandang Johan penuh pemujaan.
Lelaki dengan alis tebal dan wajah malaikatnya itu terdiam memandang lurus ke depan dengan bibir mengulas senyum tipis.
Agresif sekali ternyata Anya. Lira berkata dalam hati. Namun, ia hanya diam, memilih tidak ikut campur dan kembali asyik memandangi awan yang bergerak-gerak di langit biru yang cerah dari balik kaca mobil.
"Kau belum mengenalku, tapi berani memaksa untuk menjadi pacarku?" Johan berkata tenang dengan mata hitamnya yang menatap lurus jalanan. Siang ini, jalanan terlihat padat dengan banyaknya kendaraan yang berlalu-lalang.
"Justru karena aku tahu Kakak, makanya aku mau jadi pacar Kakak!" Anya menjawab cepat dengan wajah serius menatap lelaki dengan pembawaan tenang itu.
Johan menyeringai lebar mendengar kata-kata gadis berambut pendek yang terus saja menempel-nempelkan bagian dada pada pundaknya itu.
"Lir, kau juga pasti setuju, kan, kalau aku jadi pacar kakakmu?" Anya menoleh ke arah gadis berkuncir yang sedang asyik memperhatikan langit siang dari kaca jendela mobil sambil bersandar pada jok mobil.
"Apa?" Lira terkejut dan langsung menoleh pada teman barunya dan kakaknya yang masih tenang-tenang saja mengendarai mobil.
"Aaahh ... kau ini!" Anya terlihat sebal. "Jangan-jangan nggak mendengarkan pembicaraan kami?" Anya bersedekap dan memandang Lira pura-pura marah.
Lira gelagapan. Ia memang tidak begitu menyimak obrolan kakak dan teman barunya itu.
"Kalau Lira setuju, aku akan mempertimbangkannya." Johan tersenyum tanpa mengalihkan pandangannya dari depan.
"Benarkah?" Wajah Anya langsung cerah. Ia menoleh pada Lira yang masih tak paham dengan apa yang sang kakak bicarkan. "Lira, kau setuju, kan?" Anya menangkup telapak tangan Lira dengan kedua tanganya dan menatap penuh harap.
"Se–setuju apa?" Lira masih tak mengerti.
"Aku jadi pacar kakakmu!" ucap Anya semangat.
Mata Lira membulat dan melirik ke arah kakaknya yang tampak tak acuh dengan mereka.
"Ta–tapi ...." Lira kebingungan.
Bukannya kami baru saja berkenalan? Dan dia juga baru bertemu kakakku? Kenapa langsung ingin menjadi pacar Kakak? Lira berkata dalam hati, tapi ia sungkan untuk mengungkapkan.
"Ya, Lir? Kau setuju, kan?" Anya mempererat tangkupannya pada telapak tangan Lira yang mulai berkeringat meskipun di dalam mobil terdapat pendingin.
"Aku nggak tahu." Akhirnya, Lira berkata. Ia melihat ke arah kakaknya, berharap Johan akan membantunya. Namun, nyatanya lelaki dengan wajah malaikat itu tetap tenang menyetir.
"Bilang saja, iya!" Anya sudah tak sabar.
Lira mengerutkan kening. Ternyata, sifat Anya seperti ini. Lira berucap dalam hati. Ia agak menyesal mengiyakan ajakan Anya jalan-jalan ke Mall. Mestinya aku nggak langsung mengiyakan ajakan orang yang baru aku kenal.
Sampai mobil Chevrolet Camaro RS warna metallic itu masuk ke salah satu Mall besar di Kota Jakarta dan berjalan lurus ke arah parkir basement, Lira masih belum memberikan tanggapannya.
Setelah memarkirkan mobil, mereka bertiga segera turun dan masuk ke Mall yang besar dan mewah dengan berbagai merek barang yang dijual dan restoran-restoran lezat di dalamnya.
Wajah Lira langsung tertekuk saat teman barunya itu terus bergelayut pada lengan kakaknya dan berbincang seolah-olah hanya ada mereka berdua di situ. Lira yang berjalan perlahan mengikuti mereka di belakang makin kesal, karena kakaknya sama sskali tidak menolak dengan sikap Anya yang menurut Lira kurang sopan.
"Lir, kenapa kau berjalan lambat sekali?" Johan sudah menoleh ke arah adiknya dengan tangan Anya yang masih berada di lengannya.
"Ah, iya, Kak!" Lira berjalan cepat ke arah kakaknya dan berdiri di sisi samping Johan.
"Apa kau sakit?" Johan meletakkan telapak tangannya pada dahi adik perempuannya itu, yang membuat kedua mata Anya memicing memandanginya.
"Aku nggak apa-apa." Lira tersenyum. Ia selalu senang dengan sikap kakaknya yang selalu perhatian padanya. Yah ... walaupun kadang perhatian Johan berlebihan.
"Lalu kenapa jalanmu tadi lambat?" Johan pura-pura bertanya, padahal ia tahu sifat adiknya yang serba tidak enakkan itu.
Lira baru saja akan membuka mulutnya, saat Anya sudah duluan berkata, "Kak, aku lapar sekali!"
"Kalau begitu, ayo, kita cari tempat makan yang enak." Johan mengalihkan perhatiannya dari Lira ke Anya, kemudian tersenyum pada gadis berambut pendek yang masih saja dengan tanpa sungkan menggandeng mesra lengannya.
"Ayo!" Anya tersenyum lebar memandang seniornya yang berwajah luar biasa tampan yang biasanya hanya bisa ia lihat dari kejauhan, saat sedang orasi atau kegiatan kampus.
Diam-diam, Anya melihat kawan barunya yang berjalan menunduk di samping lelaki impiannya. Beruntungnya aku, hanya dengan menceritakan siapa Kak Andreas pada gadis itu, aku bisa jadi pacar Presiden BEM Kampus! Anya berkata dalam hati. Ia berusha menutupi kegirangannya. Ternyata ada manfaatnya juga mengumpulkan informasi tentang cowok-cowok ganteng di kampus!
Ia bejalan dengan riang dan bangga, karena bisa berjalan berdua dengan Presiden BEM kampusnya yang terkenal akan prestasi dan wajah tampan bak malaikat.
Uuh ... andai saja hanya ada aku dan Kak Johan .... Sekali lagi Anya melirik ke arah Lira yang kali ini pun sedang mendapat perhatian dari kakaknya.
"Kau ingin makan apa, Lir? Tanya Johan.
"Terserah Kakak saja," jawab Lira sambil memamdangi kakaknya yang bertinggi 178 cm dengan badan tegap dan bahu yang lebar.
"Baiklah ...." Johan tersenyum memandangi Lira yang hari ini pun selalu membuatnya ingin memeluk adiknya itu.
"Kalian akrab, ya?" Anya ikut berkata, membuyarkan interaksi manis antara kakak dan adik yang membuat gadis berambut pendek itu sedikit cemburu.
"Lira adikku yang paling aku sayangi." Dengan tangan satunya, Johan mengacak pelan rambut Lira yang membuat gadis itu refleks memegangi tangan sang kakak.
"Berantakan, Kak, rambutku!" Lira merapikan rambutnya sambil memandang kakaknya dengan kesal.
Johan terkekeh melihat raut wajah sebal adiknya yang terlihat lucu menurutnya. Tanpa Johan sadari, Anya juga tengah memandanginya ketika ia sedang tertawa kecil.
Kedua pipi Anya merona kemerahan. Ia mempererat pegangannya pada lengan Johan. Ganteng sekaliii! Ia menjerit dalam hati. Kak Johan, harus jadi pacarku!" Tekatnya.
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
