Sircus : Brian x Valley eps 76

11
3
Deskripsi

Haloooo semua, aku ada lanjutan Brian x Valley eps. 76 yaaa~ 

Ini cerita menjelaskan kenapa Valley marah di chat waktu Brian ngilang nyari choco pie 🤭

Disarankan buat baca BrianxValley versi AU nya di instagram dulu ya ❤

 

 

Sejak dulu Valley tidak terlalu suka supermarket, ia tidak betah berlama-lama berada di pusat pembelanjaan yang ramai itu. Sewaktu kecil, tepatnya Valley umur 5 tahun, dirinya pernah tersesat kala tengah berbelanja bersama kedua orang tuanya. Bahkan ia sampai menangis terus menerus saking takutnya.

Dan ketika umur 7 tahun Valley pernah tak sengaja tertinggal di supermarket, karena orang tuanya tak ingat jika mengajaknya ikut serta. Alhasil kedua orang tuanya yang sudah sampai rumah harus kembali lagi untuk menjemputnya.

Dua kejadian tersebut menjadi trauma tersendiri bagi Valley. Tidak ada tahu tentang ketakutannya jika ditinggal seseorang ditengah hiruk pikuk.

Beranjak dewasa, dimana dirinya telah dituntut agar mandiri, Valley terpaksa pergi ke supermarket jika mendapat tugas berbelanja. Walau sudah mulai terbiasa, Valley tetap tak bisa melupakan kejadian itu begitu saja. Biasanya jika pergi bersama Cindy, Valley akan selalu menggandeng sahabatnya sampai kerisihan.

Oleh karena itu saat Brian pergi meninggalkannya sendirian, bayangan kejadian itu muncul. Bukan karena bisa tersesat, tetapi Valley benci ditinggal.

Kejadian tadi membuat Valley mendiami Brian. Setiap ucapan lelaki itu, tak mendapat respon membuat Brian gemas sendiri. Dirinya tak habis pikir mengapa Valley bisa semarah ini hanya karena ia tinggal sebentar.

"Udahan kek ngambeknya. Bibir lo mau jatuh noh memble mulu," ujar Brian sembari fokus menyetir.

Valley melirik Brian tajam, tangannya bersedekap di depan dada. "Berisik."

"Lo segitunya ga mau gue tinggal?" tanya Brian yang tak mendapat jawaban. "Gue orangnya emang ngangenin, sih."

Valley masih tak menanggapi, meski begitu Brian tak berhenti berceloteh, berharap mood gadis itu kembali membaik.

"Kemarin lo nonton SFW ga? Pasti nonton, sih. Secara ada gue yang ganteng banget, emang ga salah gue jadi model.Thanks to you," cerocos Brian membuat kening Valley mengerut samar.

"Lo tau gak alasan gue jadi model?" Valley mengedikan bahu sebagai jawaban. "Kalo boleh jujur sih itu karena...,"

Kruyuuk....

Brian menoleh cepat, membalas tatapan mata Valley yang nampak terkejut. Wajah gadis itu mulai memerah begitu rasa malu menyerang. Suara kelaparan itu berasal dari perutnya. Valley membuang muka, memandang arah jendela selagi Brian terbahak-bahak melihat ekspresinya.

"Laper, hm?" tanya Brian begitu tawanya selesai. "Gue pikir tadi suara sangkaka - aduh! Sakit, le."

Brian mengusap lengan kirinya yang menjadi korban pukulan maut Valley. Wajah gadis itu makin garang karena terus diledek.

"Bisa diem gak, sih?" ketus Valley.

Bibir Brian mengerucut. "Iya, iya maaf. Galak banget."

Sekitar 20 menit berkendara, keduanya sampai di rumah Valley. Masih dengan mode marah, Valley bergegas turun tanpa bicara apapun, lalu membuka bagasi dan mengambil kantong-kantong belanjaannya. Cukup susah karena ada sekitar 4 kantong besar yang isinya penuh.

Valley menghela nafas, bingung cara membawanya. Kendati begitu Valley tetap mencoba, sampai hampir beberapa kali kantongnya terlepas.

Melihat hal itu, Brian yang berdiri di samping mobil tersenyum geli sambil geleng-geleng kepala. Gadis itu pasti enggan meminta bantuan karena sedang ngambek.

"Kalo gak bisa tuh bilang, minta tolong. Jangan sok kuat." Akhirnya Brian mengambil alih kantong-kantong itu dengan tampang super menyebalkan.

Malas berdebat lagi Valley membiarkan Brian membawanya, lantas ia berjalan menuju teras dan menunjuk ke arah meja. "Taruh situ aja. Nanti gue yang beresin. Lo bisa pulang."

"Nanggung. Cepet buka pintu, berat, nih."

Valley berdecak kesal, tapi tak urunng tetap membuka kunci rumah dan mempersilahkan Brian masuk. Tanpa meminta izin pada sang pemilik rumah, Brian langsung melenggang ke dapur dan meletakan belanjaan di atas meja pantry.

"Makasih. Kalo mau pulang, lo tau pintunya dimana," Valley menunjuk arah belakang.

"Ngusir banget." Bukannya pergi, Brian malah mulai mengeluarkan isi kantong. "Lo laper, kan? Mau makan apa? Gue masakin."

"Gak usah, gue bisa masak sendiri."

Brian paham jika kondisi perasaan Valley masih belum stabil. Sebenarnya ia ingin tahu apa yang sedang gadis itu rasakan, tapi sebisa mungkin Brian mencoba menahannya. Dirinya tidak ingin terburu-buru dan membuat Valley semakin tidak nyaman nantinya.

Meski ia sangat menyukai Valley dan ingin cepat-cepat memilikinya, Brian tetap harus berjalan perlahan. Remember, Brian has his own way.

Sejauh pengamatannya, mendekati Valley mungkin mudah, tetapi mendapatkan hatinya perlu sesuatu yang ekstra. Biarpun tingkahnya selalu membuat Valley kesal, itulah cara Brian mendapatkan perhatian, agar Valley terus mengingat betapa menyebalkan dirinya. Dengan begitu, Brian akan selalu berada diingatan Valley.

Sekarang, daripada bertanya apa yang menyebabkan gadis itu bad mood, Brian lebih memikirkan cara agar perasaan gadis itu lebih baik.

"Gue juga laper. Dan karena gue udah di sini, gue mau numpang makan."

Brian menghampiri Valley dan memegang kedua bahunya, lantas memutar tubuh gadis itu. "Sekarang lo ganti baju dulu, gue masakin sesuatu yang enak. Oke?"

"Gak usah protes. Buruan sana ganti baju, hush hush," Brian mendorong pelan tubuh Valley agar segera beranjak kala hendak protes.

Mau tak mau Valley menurut dan naik ke lantai 2 dimana kamarnya berada. Sedangkan Brian melepaskan jaketnya dan menyiapkan bahan-bahan untuk di masak. Ia berencana membuat spagetti dan mini pancake untuk dessert. Makanan enak pasti bisa membuat perasaan lebih baik, kan?

Selang berapa lama, Valley baru turun setelah mandi dan beberes kamar. Gadis itu berdiri di pintu dapur dalam diam, memperhatikan Brian yang tengah fokus memasak, bahkan tidak sadar dirinya datang.

Jujur saja, penampilan Brian yang sedang memasak itu terlihat keren di mata Valley, sebelumnya ia memang tak pernah melihat lelaki memasak.

Suara kursi yang ditarik Valley mengambil atensi Brian, lelaki itu menoleh dan tersenyum manis. "Mau makan sekarang?"

"Emang udah mateng?"

Brian mengangguk. "Udah, kok. Tinggal gue pindahin ke piring."

"Kalo gitu gue ambil piringnya." Baru saja Valley ingin berdiri berniat mengambil piring, Brian melarangnya.

"Gak usah. Lo duduk aja."

Akhirnya Valley kembali duduk dan terus memperhatikan Brian yang kini menuang carbonara ke piring dan meletakannya di meja makan. Kemudian Brian juga menuangkan dua gelas air putih. Setelah semua siap, Brian ikut duduk, berhadapan dengan Valley.

Aroma dari carbonara itu membuat mulut Valley terus mengeluarkan saliva. Sangat menggiurkan. Melihat wajah mupeng gadis itu, Brian tersenyum tipis.

"Makan, jangan diliatin doang. Nanti perut lo keburu demo lagi."

"Ck, ini juga mau gue makan kali."

Dengan sebal, Valley menyambar garpu, menggulung spagettinya dan menyuapnya. "Huahua..., phanas..., sss."

Valley hampir mengeluarkan makanan dari mulutnya karena kepanasan. Tangannya sibuk mengipas berharap rasa terbakar itu cepat hilang.

"Makan tuh pelan-pelan."

Brian bangkit dan duduk di sebelah Valley lalu tanpa di duga menyendok makanan milik gadis itu, meniupnya beberapa kali kemudian menyodorkannya ke depan bibir Valley. "Aaa ~ makan. Yang ini gak panas."

Seperti terhipnotis, Valley membuka mulut dan membiarkan Brian menyuapinya. Dalam jarak sedekat ini, diam-diam Valley memandangi wajah rupawan Brian yang entah mengapa kali ini mampu menenangkan hatinya.

Sadar tengah ditatap, Brian mengembangkan senyum. “Mau lagi?” tanyanya dan diangguki Valley yang juga tersenyum.


Bri, what if I fall in love with you?

"Sini gue suapin lagi."

 

To be continued

Ikuti kisah BrianxValley di instagram (helloimnellaaaa) 

Jangan lupa like dan tinggalkan komen sebagai bentuk apresiasi kamu ❤

Feel free buat kamu capture scene favoritemu terus upload IG story dan tag aku ya 😚

 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Sircus Additional Part 1
6
0
Halo, pembaca setia Sircus. Di part berbayar ini, kamu bisa menemukan cerita tentang bagaimana Oriana bertemu dengan Valley. Penasaran, kan?
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan