
Holla!
“Gigi mau diajak, Mas?”
Pertanyaan itu membuat Gevardian Kalingga yang saat ini tengah memperhatikan Anggia yang tengah memakai sepatu lantas menoleh.
“Iya, Mi. Aku nggak mau menutupi statusku sebagai duda yang sudah punya anak satu.” Gevardian mengusap puncak kepala Anggia. “Udah siap jalan-jalan sama Papa, Sayang?”
“Siap, dong!” sahut Anggia tampak bersemangat.
“Masalahnya nanti kamu ribet, Mas. Bukannya kamu bisa saling ngobrol santai dan fokus sama Diana, kamunya malah sibuk ngurusin Gigi!” sambar Andin dengan cepat.
Gevardian menghela napas pendek. “Aku menerima permintaan Mami untuk ketemu sama Diana ini semata-mata buat Gigi, Mi. Sebenarnya aku belum kepikiran untuk menikah lagi. Tapi karena permintaan Mami, aku—”
“Mas, kamu nggak sadar kalau kamu sudah menduda selama empat tahun ini, hm?” Andin menyela dengan cepat. “Mau sampai kapan kamu hidup dalam keadaan kayak gini, Mas? Memangnya kamu nggak pengen diurusin sama istri lagi? Setiap hari kamu sibuk kerja dan ngurusin Gigi. Kapan kamu ngurus diri sendiri? Kamu juga harus menikah, Mas. Apa kamu nggak kasihan sama diri kamu sendiri yang—”
“Iya, Mi, iya. Ini aku juga lagi usaha, kan? Aku akan menikah menuruti permintaan Mami. Tapi dengan satu syarat, dia bisa diterima dengan baik sama Gigi.”
“Mas, kamu—”
“Mami nggak lupa kan kalau Gigi ini anak aku?” Gevardian bahkan sudah terlihat lelah berdebat dengan Andin. “Cukup, Mi. Ini hidup aku, dan aku tahu betul bagaimana harus mengatur hidupku. Jadi sebenarnya Mami nggak perlu khawatir sama aku.”
Andin tidak lagi mengatakan apa-apa setelahnya. Gevardian menggandeng tangan Anggia lalu melangkah menghampiri Andin untuk berpamitan. “Aku berangkat dulu, Mi.”
“Dadah, Nenek.”
Anggia melambaikan tangan ke arah Andin, namun Andin memilih untuk berlalu begitu saja meninggalkan mereka. Pun begitu dengan Gevardian yang memilih untuk tidak mengacuhkan sang ibu.
“Papa, jangan marah sama Nenek, ya,” ujar Anggia begitu mobil yang dikendarai Gevardian melaju meninggalkan kediaman orang tuanya.
“Emang iya, Papa marah sama Nenek, ya?” Gevardian sama sekali tidak menoleh. Satu tangannya mengusap puncak kepala Anggia, “Papa nggak marah sama Nenek, kok. Suara Papa yang memang sedikit kencang. Maaf ya, Sayang.”
Anggia memiringkan kepala sembari tersenyum. “Dimaafin deh khusus untuk Papa!”
“Terima kasih, Sayang.”
Sepanjang perjalanan percakapan mereka didominasi oleh celotehan Anggia. Gadis kecil yang saat ini umurnya lima tahun itu menceritakan kesehariannya selama di sekolah. Sementara Gevardian akan mendengarkan celotehan perempuan itu sembari sesekali tersenyum.
“Papa, nanti Gigi boleh beli es krim, kan?”
“Boleh! Tapi Gigi harus makan dulu, ya?”
“Asyiiik!” Anggia tampak kegirangan begitu mendengar perkataan Gevardian. “Gigi sayang sama Papa!”
“Papa juga sayang sama Gigi.” Gevardian terkekeh. “Nanti ada teman Papa ikutan main sama Gigi di Kidzoona. Nggak apa-apa kan, Sayang?”
“Nggak apa-apa, Papa.”
Setelah berkendara selama 30 menit, sore itu mobil Gevardian sudah berbelok memasuki parkiran sebuah mall di bilangan Jakarta. Sesampainya di basement, Gevardian beranjak turun lalu mengitari mobil untuk menghampiri Anggia.
Keduanya berjalan meninggalkan basement. Langkahnya terayun melewati pintu utama, sesekali Gevardian akan tertawa begitu melihat Anggia tampak kegirangan. Lelaki itu bahkan lupa kapan terakhir kalinya mereka quality time bersama mengingat bahwa akhir-akhir ini pekerjaannya cukup padat, dan Gevardian sempat merasa bersalah.
Mereka berjalan menuju Kidzoona, tempat Gevardian berjanjian dengan Diana. Saat Gevardian tengah fokus dengan ponsel, suara seseorang di belakang sana sejenak menarik perhatian lelaki itu.
“Mas Geva.”
Gevardian mengangkat wajah kemudian menoleh ke belakang. Sedetik kemudian ia tertegun. “Hai… Diana?”
Perempuan tinggi semampai dengan rambut hitam legam sebahu itu mengulas senyuman lebar. “Hai, Mas. Apa kabar, udah lama banget kita nggak ketemu, ya?” Diana mendaratkan kecupan singkat di wajah Gevardian, sebelum pandangannya tertunduk, tertuju pada Anggia yang kini menatap bingung ke arahnya. “Ini pasti… Gigi!”
“Salim dulu sama Tante Diana, Sayang.”
Anggia mengerjap-ngerjap. Sebelum kemudian mengulurkan tangan ke arah Diana. “Halo, Tante. Aku… Gigi.”
“Tante namanya Diana.” Diana mencubit pipi chubby Anggia. “Ya ampun cantik banget, sih.” Diana mengusap puncak kepala Anggia lalu mendongak, menatap Gevardian. “Mas, mau—”
“Papa, ayo main! Ayo main!” rengek Anggia saat itu.
“Iya, Sayang. Ayo!” Gevardian mendongak. “Nggak apa-apa kan, Di, kalau kita ngobrolnya di Kidzoona? Udah lama banget saya nggak ngajak Gigi main ke playground, jadi anaknya semangat banget.”
“It’s okay, Mas. Kalau gitu… Gigi main sama Tante, ya?”
Untuk kesan pertama, Gevardian merasa cukup lega karena Diana bisa langsung dekat dengan Anggia. Seperti yang sudah dikatakan sebelumnya, Gevardian hanya akan menikah dengan perempuan yang benar-benar diterima oleh Anggia. Tidak ada hal lain yang ingin ia inginkan selain kebahagiaan putrinya.
Pandangan Gevardian tertuju pada Diana dan Anggia yang tengah bermain kejar-kejaran. Sesekali lelaki itu akan menatap ponsel, khawatir kalau-kalau sekretarisnya menghubungi.
“Ya ampun, Mas. Capek banget ternyata kejar-kejaran sama Gigi, ya?”
Diana sudah duduk di samping Gevardian dengan napasnya yang terengah-engah. Lelaki itu kemudian mengangsurkan satu botol minuman dingin pada Diana. “Gigi emang aktif banget, Di. Anaknya udah lama nggak saya ajak ke Kidzoona. Maaf, ya udah bikin kamu kerepotan.”
“Ya ampun, Mas. Anak seumuran Gigi kan emang lagi senang-senangnya main, Mas.” Diana mengibaskan tangan ke udara. “Tenang aja, Gigi mah aman, Mas.”
Gevardian mengulas senyuman kecil. Tatapannya tertuju pada Anggia yang kini sudah bermain dengan teman baru. Gadis kecilnya tengah bermain perosotan bersama anak lelaki yang ditaksir umurnya hampir sama dengan Anggia.
“Sibuk apa sekarang, Di?” tanya Gevardian penasaran.
“Lagi sibuk persiapan launching produk baru aja sih, Mas. Ya gitu… kalau semuanya aku kerjain sendirian. Aku agak trust issue sama timku soalnya. Jadi mau nggak mau aku harus tetap standby untuk mengawasi mereka.”
Gevardian manggut-manggut. “Terus… gimana cara kamu bagi waktunya? Apalagi sekarang produk kecantikan lagi hype banget, kan?” ujarnya. “Kamu pasti kewalahan.”
“Nggak juga sih, Mas Geva. Aku sih orangnya fleksibel, ya. Salah satu keuntungan sebagai owner tepatnya. Jadwal kerjaku juga nggak kaku-kaku banget, kok.” Diana mengulas senyuman manis. “Mas Geva nggak capek ya ngurusin Gigi sendirian selama ini?” tanyanya. “Mas Geva nggak kepikiran buat nikah lagi?”
Gevardian menoleh pada Anggia yang kini tengah bermain perosotan. “Pengen. Tapi saya mau cari istri yang bisa sayang juga sama Gigi,” ujarnya. Kemudian ia tertawa. “Dan itu susah banget untuk menemukannya.”
Suara dering ponsel milik Diana sejenak menarik perhatian keduanya. Gevardian mempersilakan Diana untuk mengangkat panggilan yang barangkali panggilan penting. Pun dengan Diana yang langsung bangkit dan menyingkir sejenak untuk mengangkat panggilan itu.
“Papa! Aku haus! Mau minum manis!”
Gevardian menggeleng pelan. “Papa beliin mineral water, ya? Kan nanti Gigi mau beli es krim.”
“Iya, deh. Tapi mau yang dingin ya, Pa!”
“Iya, Papa belikan yang dingin. Tapi janji nggak akan nakal? Pinky promise dulu?”
Anggia mengulurkan jari kelingkingnya lalu menuatkannya pada jari kelingking Gevardian sembari tertawa. Selepas gadisnya kembali bermain, lelaki itu bangkit. Ia sempat menitipkan Anggia kepada penjaga Kidzoona untuk membeli minuman sebentar.
Tepat saat Gevardian melangkah meninggalkan Kidzoona, langkahnya tiba-tiba berhenti saat samar sekali ia mendengar percakapan seseorang. “Sumpah, Mer. Anaknya caper banget. Udah gitu bikin gue capek pula. Ya kali gue udah secantik ini disuruh main kejar-kejaran sama dia? Mana sinis banget sama gue pula! Nyebelin banget, kan? Untung Bapaknya cakep! Udah begitu pewaris tunggal Kalingga Group pula.” Perempuan itu tertawa. “Minimal gue dapat bagian 50% dong, ya setelah nikah sama dia. Kan gue repot banget ngurusin anaknya yang ajaib itu! Mending gue ke salon nggak, sih?”
Masih ada sisa-sisa tawa Diana dalam percakapan itu. Gevardian menghela napas panjang lalu berbalik. Sudah cukup ia membuang waktu dengan menerima perjodohan ini. Jelas Diana bukanlah kandidat yang pantas untuk dijadikan ibu sambung Anggia.
***
HOLLAAAAAAA…
Selamat datang di Beauty Series seri ke-5 alias seri terakhir. Hihiw.
Nggak yakin sesuai dengan ekspektasi kalian, sih. Tapi semoga kalian suka, ya.
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
