Yes, it's me [GxG] : 9. Karena itu kau, Mikaela

0
0
Deskripsi

Tuhan, ijinkan aku sekali lagi menjadi egois untuk memilikinya.

 Yes 9. Karena itu kau, Mikaela

Hari yang dirindukan.

"Kau datang? Kenapa tidak memberiku kabar terlebih dulu, Lian?" tanya Third.

"Paman Kim telah menjemputku," jawab Lian sembari membungkuk untuk berterima kasih pada asisten Third.

"Itu sudah menjadi tugas saya, Nona Lian," jawab Paman Kim.

Lian melangkah mendekat pada sepupunya yang masih tertidur pulas, tangannya mengusap perlahan punggung tangan sang adik, lalu dia mencondongkan tubuhnya agar bibirnya dapat memberi kecupan pada kening omega tersebut.

"Apakah ada sesuatu yang penting hingga kau meninggalkan perusahaan? Saat ini kau adalah pilar untuk M.H Company, kalau kau lupa, karena aku menghabiskan waktu dan atensiku untuk saudarimu!" ucap Third. Terdengar sedikit menusuk hati memang, tapi ini menyangkut nasib ribuan karyawan.

Lian mengulas senyum dan mengeluarkan ponselnya untuk menunjukkan gambar J.H. "Ada hal yang harus kukatakan secara langsung, Oppa. Ini mengenai alpha yang membunuh Mikaela."

Wajah Third terlihat berubah serius. "Kau mencarinya? Bukankah seharusnya menunggu gadis mungil kita terbangun untuk mendengar apa yang dia mau?"

"Aku tidak, tapi dia yang datang tanpa sengaja. Karena ternyata dia adalah kakak dari sahabatku. Aku tahu ini terdengar aneh, tapi kemarin aku telah memastikan kesamaan mereka. Aku telah bertemu dengan Minwo dan Istrinya. Dia berkata bahwa kondisi alpha tersebut tidak lebih baik dari Mikaela, maka Minwo meminta agar diberi kesempatan untuk Mikaela dan matenya memulai dari awal," jawab Lian.

Third tidak sedang marah. Namun, dia tidak dapat berpikir apapun saat ini.

"Lalu kenapa J.H tidak muncul bahkan saat Mikaela terjun ke laut malam itu? Lalu apakah ada artinya jika dia menderita tanpa menemui belahan jiwanya? Apakah dia bahkan tidak ingin melihat jenazah Mikaela saat itu?" jawab Third, sekali lagi dia tidak sedang marah. Hanya saja, rasa heran menyergapnya saat mendengar penuturan dari Lian.

"Maaf, Tuan. Sehari setelah malam itu sebenarnya Nona J.H datang ke rumah dengan seorang pria yang dia panggil sebagai Minwo dan istrinya. Tapi, Anda berpesan agar tidak seorang pun menghadiri pemakaman palsu Nona Mikaela, maka saya mengusirnya," ucap Paman Kim dengan sedikit berkeringat karena rasa bersalah, "saat itu Nona J.H mengamuk dan menendang pintu gerbang karena tidak diijinkan menemui Nona Mikaela untuk yang terakhir kali," lanjutnya, lalu pria tersebut telah menunduk dalam.

Third hanya menatap datar pada pria bermarga Kim tersebut karena bagaimanapun dia yang memberi mandat saat itu. "Itu bukan salahmu, berhentilah merasa buruk!"

Malam dimana Mikaela ditemukan dalam kondisi memprihatinkan, Third dan keluarga Lian telah sepakat untuk menutup fakta bahwa gadis itu masih bernapas dengan mengadakan pemakaman palsu, serta mengumumkan bahwa dia telah meninggal. 

Semua ide itu berasal dari pemikiran Third, dia ingin melihat kesungguhan J.H.

Jika saja alpha itu datang dan memohon beberapa kali pastilah keluarga Mikaela memberinya kesempatan. Namun, jika sang alpha tak juga muncul, maka mereka menunggu terbangunnya sang omega untuk bertanya bagaimana maunya. Jika Mikaela menginginkan J.H, maka Third dengan segala kekuasaannya akan mendapatkan wanita alpha tersebut agar bertekuk lutut di depan sang buah hati dengan suka rela.

"Apakah kau memberitahu J.H bahwa omeganya masih hidup?" tanya Third mengalihkan tatapannya pada Lian.

"Tidak …, belum. Bagaimanapun aku akan berdiri di depan saudariku. Maka aku telah meminta Minwo dan istrinya untuk menyembunyikan fakta bahwa Mikaela masih hidup dari J.H," jawab Lian.

Nama dengan dua huruf yang disebut beberapa kali itu tanpa mereka sadari telah memberi pengaruh pada kerja otak pasien yang tengah tertidur selama enam bulan lamanya. Tak satupun dari mereka menyadari bahwa grafik yang ditampilkan elektrokardiogram tengah berubah secara acak, jari Mikaela bergerak sembarang.

"Kau benar. Bukankah meski dia juga menderita, tapi kita harus membalas atas sakit yang diderita Mikaela? Membuatnya bertekuk lutut tanpa menggunakan kekerasan. Biarkan dia jatuh oleh asumsi, pemikiran, serta rasa bersalahnya sendiri. Semoga Mikaela cepat bangun agar dapat kutempatkan di sisi alphanya," jawab Third.

"Humm, aku setuju, Oppa!" ucap Lian.

"J-H ... arghhh!" Suara teriakan dari Mikaela yang tiba-tiba membuat ketiga orang di ruangan tersebut terhenyak dan menjadi panik yang sangat.

"Oh, Tuhan. Lian, tekan tombol itu! Panggil Leon!" teriak Third beranjak untuk merengkuh tubuh putrinya–yang bergerak resah karena kesakitan yang sangat pada kepalanya. 

Sementara Lian berlari menekan tombol di atas brankar untuk memanggil perawat. Kim dengan sigap menghubungi Dokter Leon.

"Tunggu! Kumohon bertahanlah, Sayang!" bisik Third, raut panik menghiasi wajahnya yang telah berubah memucat. 

"Kumohon, bertahanlah adikku! Tuhan, kumohon bantulah dia. Hiks ... apakah salahku, Tuhan? Kenapa saudariku mendapat kesakitan ini lagi?" Isak tangis Lian telah berubah menjadi raungan yang menggema memenuhi ruangan.

"Aarghhh ... ini sungguh menyakitkan, Paman!" Kembali erangan Mikaela terdengar memilukan.

Third memeluk tubuh putrinya untuk berbisik kata penenang. Lalu tak berapa lama beberapa perawat serta tim dokter yang dipimpin langsung oleh sang pemilik rumah sakit terbesar di Bangkok itu telah memasuki ruangan. Iya, itu Leon yang memimpin beberapa dokter untuk melakukan pemeriksaan lanjutan. Sementara perawat meminta Third, Lian, serta Kim untuk keluar.

"Kumohon, selamatkan adikku, Leon!" mohon Lian dengan berurai air mata, Third memeluknya untuk mengajaknya keluar ruangan.

________



"Mikaela mengalami cedera otak traumatis hingga kehilangan sebagian dari memorinya yang dikenal sebagai amnesia pasca-trauma. Itu terjadi karena kekuatan eksternal yang menyebabkan kerusakan struktur pada otak Mikaela seperti yang kukatakan sebelumnya. Namun, untuk mengetahui seberapa berat amnesia yang mungkin dia alami, harus menunggu hingga dia terbangun dari tidur panjangnya," kata Dr. Leon mengawali penjelasannya.

"Dia bangun dengan mengerang kesakitan tanpa kami tahu penyebabnya, Leon!" jawab Third, yang mendapat dukungan dari Lian dengan sebuah anggukan.

"Dalam proses pemeriksaan tadi, kami telah menemukan sesuatu, bahwa gadis kita di antara erangan sakitnya menyebut nama J.H secara impulsif," jawab sang dokter, lalu dia berhenti sejenak dari berbicara, "setelah kami memberi perawatan hingga membuatnya stabil, gadis itu telah dapat berbicara dengan jelas. Namun, ketika aku bertanya tentang J.H, dia tidak dapat mengingat apapun. Kurasa Mikaela kehilangan memori seputar alpha tersebut," lanjut Leon.

"Maksudmu Mikaela benar-benar telah sadar dan dapat kembali normal?" tanya Third.

"Benar, kecuali ingatan tentang J.H," ucap Dokter Leon.

"Kenapa hanya ingatan tentang alpha itu saja yang hilang?" tanya Lian.

"Kalian tahu betul, terlepas dari benturan keras pada kepalanya, bagaimana dia kesakitan yang sangat secara psikis–yang menyebabkan trauma. Lalu tidur panjangnya juga karena dia tidak ingin bangun–terkait belahan jiwanya. Itu kesimpulanku," jawab sang dokter kembali.

"Sampai kapan? Apakah dia akan sering merasakan sakit kepala?" tanya Third.

"Kami tidak dapat memastikan, karena dalam kasus gadis kita hanya informasi tertentu saja yang hilang. Hal ini dimungkinkan karena ruang penyimpanan memori di otak menyebar dan beragam, sehingga kerusakan pada bagian tertentu tidak lantas berlaku seragam. Hanya dia yang dapat menentukan peristiwa atau kata apa yang akan memicu sakit kepalanya timbul. Namun, aku akan memberinya obat untuk mengatasi migrainnya. Saranku, beri dia suasana baru! Kalian harus memutuskan–hilangkan kenangan yang menjadikannya ingat kejadian menyakitkan itu, atau ... buat dia berdamai dengan dirinya!" pungkas sang dokter.

"Menghindar dari masalah, bukan sifat Mikaela. Karena pada akhirnya takdir akan menggiring kakinya berjalan menuju matenya. Atau J.H yang akan mendatanginya dengan segala rasa sesal dan bujuk. Lalu bagaimana jika aku menempatkan Mikaela dengan wajah dan ingatan yang bersih bagai kertas putih di sisi alphanya tanpa membuka identitas satu sama lain? Biarkan mereka memulai dari awal dengan cerita baru! Aku akan membuat alpha tersebut jatuh tersungkur dengan suka rela di bawah pesona Mikaela hingga dia menyadari sendiri bahwa mereka adalah fated pair," ucap Third.

"Hem, aku akan selalu menjaganya dengan mengunjungi ke manapun dia pergi untuk memastikan perkembangan kesehatannya. Jangan merasa khawatir!" jawab Dokter Leon menatap Third dengan pandangan yang penuh kasih.

"Lalu aku akan membicarakan ini dengan Minwo dan Gauri kemudian!" ucap Lian.

"Bagus, bawa Minwo dan Gauri untuk bertemu denganku tanpa sepengetahuan Mikaela!" pinta Third.

"Tentu!" jawab Lian.

flashback end.
 

____________
 

Klik.

Suara lampu yang dinyalakan oleh seseorang, lalu berikutnya ruangan kamar yang didominasi oleh warna putih itu telah menjadi terang.

Itu Minwo Han yang tengah berdiri mematung sembari menutup mata dengan menggunakan telapak tangannya. Tubuhnya bergetar untuk menyaksikan hal yang tidak seharusnya dia lihat. 

"Tuhan, jagalah kesehatan jantungku!" gumamnya, menambah daftar alasan untuk Mikaela semakin malu. 

Saat ini wajah Judith masih berjarak 10 cm dari wajah gadis yang baru terbangun dari tidur lelapnya itu. 

Berbeda dengan wanita alpha yang tidak mengenal kata peduli bahkan jika itu orang lain atau adiknya sendiri. Tidak …, dan semakin tidak peduli sejak kepergian kekasih hatinya beberapa bulan lalu. 

Namun, saat ini omega resesif yang baru memasuki rumah besar mereka yang bahkan belum genap sehari pastilah merasakan malu yang sangat. Wajahnya telah semakin merona.

"Katakan!" ucap Judith tanpa memperbaiki posisinya saat ini.

"Aku tidak bermaksud mengganggu kalian, hanya saja ... makan malam telah siap. Aku akan pergi!" ucap Minwo dengan cepat, lalu berbalik dengan sigapnya disusul suara pintu yang ditutup pelan.

"Judith!"

"Hem?"

"Aku lapar!"

"Lalu kita akan turun untuk makan," jawab sang alpha membantu omega mungil itu untuk beranjak bangun dari tidurnya.

"Apakah kau yang menutup pintu itu?" tanya Mikaela melempar pandangannya pada pintu yang menghubungkan kamar dengan balkon. Judith hanya membalas dengan anggukan.

"Gomawo!" ucap lirih Mikaela.

"Hem, jangan kau pikirkan. Hanya ... pakailah baju hangat!" ucap Judith, membantu omeganya mengenakan cardigan yang dia ambil tadi.

"Kau bahkan tahu aku kedinginan?"

"Hem, tadi saat tidur tubuhmu menggigil!"

"Ah ... benarkah?" Kembali Mikaela menjawab lirih.

Lalu Keduanya berjalan beriringan untuk keluar dari kamar.

Ruang makan terletak di lantai bawah tepat di bawah kamar mereka, selama berjalan menuju lantai bawah degub jantung Mikaela masih bertalu-talu, seakan kakinya masih belum memijak tanah.

Wajah yang bersemu merah, dada yang berdenyut bahagia, menuntun bibirnya untuk sesekali mengulas senyum. Bagaimana tidak bahagia jika alpha yang dia inginkan sesaat lalu telah menciumnya. Kali ini dia ingin menjadi seorang egois yang mengabaikan tanda di leher sang alpha.

'Toh dia yang bergerak maju terlebih dahulu,' batin Mikaela dengan kembali mengulas senyum.

"Kau berkata sesuatu?" tanya Judith kemudian, yang membuat Mikaela terkesiap bagai pencuri yang tertangkap.

"Ah-t-tidak, Judith!" jawabnya tergagap seraya membuang muka karena merasa serba salah. Lalu keseimbangan tubuhnya mulai goyah, kakinya tersandung bahkan di saat mereka telah berada di dua anak tangga terakhir.

Itu Judith yang meraih tubuh Mikaela yang terhuyung dalam rengkuhannya. Untuk sesaat omega mungil itu menekan napas saat tubuhnya tergerak menubruk dada sang dominan.

Seperti sebuah kesempatan yang langka, perlahan Mikaela menyamankan wajahnya berlabuh di ceruk leher Judith, sementara hidungnya telah mulai sibuk mengendus aroma mint yang samar menguar dari sana.

Aroma yang menyamankan, hingga membuatnya bergerak lebih dengan membenamkan wajahnya di sana untuk memperdalam mengendus spot tersebut. Untuk sesaat Mikaela terbuai oleh aroma yang memabukkannya, lalu di saat berikutnya hatinya tercekat dengan denyut menyakitkan ketika hidungnya menangkap aroma manis pear yang nampaknya menguar samar dari tanda yang ditinggalkan omega lain.

"Kau baik?" tanya Judith.

"Tentu!" jawab Mikaela yang menarik dirinya dari sang alpha, hatinya merasa sakit untuk mengingat bahwa alpha yang dia puja telah ditandai oleh omeganya.

Meski … aroma serta aura mereka mirip.

Untuk seketika wajah Mikaela telah berubah menjadi dingin, saat ini Judith menangkap rasa kesal yang sangat dalam feromonnya. Tanpa menunggu lagi Mikaela telah melangkah turun. Namun, Judith adalah seorang alpha yang tak mau kalah, tangannya telah melingkar di pinggang gadis mungil tersebut.

Mikaela terhenyak dan memalingkan wajahnya untuk menatap kesal pada Judith.

"Agar kau tidak terhuyung!" Suara Judith menjawab tatapan mata Mikaela.

"Aku tahu bahwa aku ceroboh!" jawab Mikaela.

Di depan meja makan yang besar ada Minwo dan Gauri yang menyambut kedua kesayangan mereka dengan senyum penuh kasih. Mikaela segera membebaskan dirinya dari rengkuhan sang alpha untuk berjalan cepat menghamburkan dirinya pada Gauri.

"Gauri, aku lapar!" ucap sang omega layaknya anak ayam. Gauri menyambutnya dengan terkekeh. Jarang sekali dapat melihat kekehan dari alpha dingin sepertinya.

"Owh …, benarkah? Kau bahkan melewatkan makan siang tadi, tentu akan sangat aneh jika tidak merasa lapar," jawab Minwo yang memajukan dirinya untuk mengusap lembut kepala Mikaela. 

Sementara Judith mematung di tempatnya berdiri dengan aura kesal yang sangat.

"Kau tahu aku suka makanan Thailand?" tanya Mikaela dengan sibuk mengunyah.

"Hu'um, Lian telah memberitahu semuanya," jawab Minwo.

"Semua?" tanya Mikaela.

"Iya, semua. Lalu bukankah kau tidak bisa makan semua hal yang berbau–" kata Minwo yang terjeda karena dipotong oleh Mikaela.

"Jangan!" sahut Mikaela.

"Okay!" jawab Minwo yang kemudian terkekeh geli.

"Dan kenapa kalian berdua masih tetap di sini kalau tidak makan?" Akhirnya suara dingin Judith mengalun, membelai dengan tajam hati dua orang yang masih begitu asyik menggoda omega resesif itu layaknya mainan lucu.

Ini bahkan belum lewat 24 jam, tetapi rumah yang tadinya suram telah lenyap karena mulai dihiasi tawa riang Minwo, Gauri, serta ... Mikaela.

Tapi tidak dengan Judith. Wanita alpha dominan mereka masih terombang ambing oleh perasaannya sendiri, serta pemikiran-pemikiran yang melemparkannya kembali pada sosok Mikaela dari masa lalunya ketika menatap omega serupa yang dibawa Minwo.

"Tidak-tidak, jangan pergi!" Mikaela menyahut dengan merengut kesal menatap Judith yang duduk di seberangnya.

"Makanlah dengan tenang!" ucap Judith. Aura yang menguar terasa dingin, jelas bahwa dia sedang kesal.

"Hem, Judith! Apa yang membuatmu melakukan itu?" tanya Mikaela sambil mengunyah makanannya. Mengabaikan kemarahan alpha yang ada di depannya.

"Apa itu?" 

"Menciumku. Kau bahkan menangkap bibirku untuk melumatnya beberapa kali," ucapnya. Di luar perkiraan mereka, ternyata Mikaela sungguh berkata sesuai apa yang ada di benaknya, "aku kesulitan bernapas untuk sesuatu yang sangat intens itu," lanjutnya.

Seketika suasana merangkak menjadi lebih intim, Minwo dan Gauri menekan napas mereka untuk mendengar hal yang di luar perkiraan dan tak terduga. Lalu Minwo melirik Judith yang masih bertahan dengan aura dinginnya.

Mata Gauri menatap tajam suaminya seolah berkata 'apa'. Namun, sang suami hanya mengangkat bahunya menyatakan ketidaktahuannya.

"Kau keberatan?" tanya Judith.

"Lalu jika kukatakan iya, apakah kau bisa mengembalikan?"

"Adakah hal semacam itu?"

"Kau bahkan tidak meminta ijin."

"Tapi kau tidak mengajukan keberatan tadi."

"Hem," jawab Mikaela singkat lalu menunduk dalam. Yang dikatakan Judith ada benarnya juga. Hatinya mulai bertanya-tanya kenapa dia akan meleleh jika berdekatan dengan alpha yang telah memiliki tanda tersebut. Lalu batinnya berdecih lirih.

"Kau menikmatinya?" tanya Judith menggoda. Bibirnya menarik seringai.

Bukankah cukup aneh untuk alpha dominan yang sesaat lalu tenggelam dalam rasa bersalah, lalu saat ini terbenam dalam pesona omega pemberontak yang baru dia kenal?

"Katakan!" tanya Mikaela dengan keras kepalanya masih menginginkan sebuah alasan.

"Karena kau tidur dengan menampilkan wajah imut," ucap Judith.

"Ah, jika itu alasannya maka mulai malam ini akan kupastikan pintu kamarku terkunci rapat," jawab Mikaela menghentikan sesi makannya.

Minwo menatap istrinya dengan perasaan tak dapat diartikan, dia menjadi gugup dengan menyadari dan paham hal yang sedang diperdebatkan dua orang tersebut. 

Karena Minwo menangkap adegan dimana wajah Judith berada begitu dekat dengan Mikaela. Namun, untuk ciuman yang mereka maksud, bukankah ini masih terlalu awal? 

'Ah, karena fated pair akan seperti magnet dengan dua kutub berlawanan yang didekatkan, maka otomatis akan tarik menarik,' batinnya. Pria alpha itu tersenyum canggung pada istrinya.

"Wae?" tanya Judith.

"Kau orang asing, kita bahkan baru bertemu dalam hitungan jam," jawab Mikaela dengan menatap tajam alpha tersebut.

"Bagaimana jika kukatakan bahwa aku ... ekhem, mencium bibirmu karena tertarik untuk melakukan itu?" jawab Judith.

"Kau menakutkan," jawab Mikaela bergidig ngeri, "adakah orang yang tertarik dalam hitungan jam?" tanya Mikaela kemudian. Jauh di dalam sudut hatinya dia ingin berguling-guling karena bahagia atas pengakuan Judith yang nampak sebagai alpha jujur.

"Kau …, itu karena kau. Apakah harus juga kukatakan jika saat itu aku berpikir bahwa kau cukup berbahaya karena perlahan tapi pasti telah mencuri satu demi satu milikku? Atensi, tatapan mataku, sentuhanku, serta ... otakku selalu mendekat secara alami seolah terhipnotis akan pesonamu. Haruskah?" jawab Judith.

"No. Aku puas!" jawab Mikaela, lalu semburat merah menghiasi pipinya yang bersih menjalar hingga telinganya, kemudian dia kembali menunduk dan melanjutkan makan dengan tenang.

"Kae, apakah kau mau kusiapkan air hangat untuk mandi?" tanya Gauri, suaranya memecah keheningan di antara mereka.

"Bagaimana jika lebih hangat?" jawab Mikaela menawar. Wajahnya telah menatap wanita alpha yang nampak dingin dan lembut di saat yang sama tersebut.

"Tentu, kau takut dingin, 'kan?" tanya Gauri dengan melirik suaminya.

"Gauri yang terbaik ...," puji sang omega dengan menyipitkan matanya.

Suara garpu yang beradu dengan piring, mengejutkan semua yang ada di sana.

"Bukankah dia sudah dewasa?" tanya Judith dengan mengulum kesal. Hatinya tercekat oleh perasaan sakit tiba-tiba.

"Maka biarkan aku sendiri yang melakukannya, Gauri!" ucap lirih Mikaela dengan perasaan bersalah atas kemarahan Judith, "maaf telah membuat Anda kesal," lanjutnya menatap Judith. Omega tersebut segera mengakhiri acara makannya dan beranjak berdiri untuk menarik dirinya kembali ke kamar.

"Judith!" ucap Minwo yang sedikit kesal.

"Sudahlah Oppa, Unnie benar!" sahut Gauri menengahi.

"Lalu apakah kau–" ucap Judith sarkas menatap Gauri sesaat dan saat berikutnya menatap adiknya, "atau kau, akan melihat tubuh telanjangnya di dalam kamar mandi, hem?" tanya Judith kesal. Dia pun segera meninggalkan meja makan, menyisakan dua orang yang kebingungan atas sikap saudari mereka.

____________________

Judith pov.


Tanpa sadar garpu yang kupegang telah terbanting hingga suara lentingan terdengar nyaring membuat tiga orang di depanku mungkin terkesiap. Kupikir mereka sedikit kaget karena ulahku.

Tak dapat lagi kutahan diriku dari kesal yang sangat ketika mendengar obrolan mereka–yang seakan menjadikan bumi ini milik mereka bertiga.

Membayangkan Mikaela mandi dengan dua orang yang membantu. Tidak …, aku tidak ingin memikirkan bagaimana kulit bersihnya saat tanpa sehelai kain dilihat adikku dan istrinya. Pikiranku kembali pada omegaku, untuk sesaat aku merasa menjadi pemilik hati dan tubuh omega resesif di depanku.

"Bukankah dia sudah dewasa?" tanyaku kemudian dengan mengulum kesal. Hatiku tercekat oleh perasaan sakit tiba-tiba. Aku tidak suka.

"Maka biarkan aku sendiri yang melakukannya, Gauri!" ucapnya lirih. Dari tubuhnya menguar samar beberapa feromon yang berisi rasa bersalah atas kemarahanku yang bahkan tanpa hak untuk melakukan itu, "maaf telah membuat Anda kesal," lanjutnya masih menatapku.

Lalu dia segera mengakhiri acara makannya dan beranjak berdiri untuk meninggalkan meja makan.

Menyisakan aku dengan rasa kesal tanpa alasan.

"Judith!" ucap Minwo yang terdengar sedikit kesal. Aku hanya diam dan menatapnya tajam.

"Sudahlah Oppa, Unnie benar!" sahut Gauri menengahi. Aku tahu Gauri menyayangi Mikaela layaknya anak kecil. Di balik wajah dinginnya ada kelembutan sebagai seorang ibu. 

Namun, sekali lagi … aku adalah seorang egois yang bahkan mengklaim Mikaela sebagai milikku di hari pertama bertemu. Karena hatiku berkata bahwa dia adalah omegaku yang kembali dari kematian.

"Lalu apakah kau–" kataku kemudian yang terdengar sarkas menatap Gauri sesaat dan saat berikutnya menatap adikku, "atau kau, akan melihat tubuhnya telanjang di dalam kamar mandi, hem?" tanyaku.

Lalu aku meninggalkan meja makan begitu saja dengan pikiran yang kembali berkutat pada omega mungil yang kutemui hari ini.

Kakiku mulai menapaki anak tangga, setiap dari mereka yang kupijak seolah mulai bercerita dan membandingkan bagaimana Mikaela sungguh mirip dengan omegaku. 

Dia suka makanan Thai, dia takut suhu rendah, lalu jika aku tidak salah mendengar bahwa dia juga sedikit takut air mandi.

'Hem, nampaknya aku juga harus mencari tahu apakah dia juga malas untuk keramas?' batinku mulai penasaran.

Caranya bertanya soal alasan kenapa aku menciumnya, aksen yang dia gunakan, suaranya …, bahkan otak pemberontak yang tersurat dari caranya berbicara. Semua …, semua.

Mikaela, apakah kau benar-benar telah kembali dari kematian?

Ah, bukankah terlalu konyol untuk berpikir bahwa ada reinkarnasi di dunia ini.



 

"Lalu biarkan aku tahu alasanmu, kenapa kau membawaku untuk makan siang? Bukankah terlalu baik untuk seseorang yang baru kenal lima jam lamanya?"

"Karena aku gurumu."

"Kau hanya pengganti Miss Cloe–yang tidak seharusnya memiliki kedekatan dengan muridmu. Karena kau akan segera berhenti bagaimanapun juga."

"Bagaimana jika aku mengambil alasan karena aku mendengar suara 'kruk' dari perutmu–yang tidak bersalah seolah menjerit meminta diisi. Karena kau tidak suka orang lain memandangmu dengan rasa kasihan. Tapi, aku hanya mengambil rasa kasihan pada perutmu, bolehkah?"

"No, aku juga tidak suka. Maka biarkan nanti aku yang akan membayar semua, jika itu alasanmu. Atau ... aku akan merasa kesal terhadapmu!"

"Lalu bagaimana jika kukatakan bahwa aku ingin lebih lama bersamamu?" 

"Karena apa? Kau harus punya alasan untuk itu. Kalau kau merasa nyaman karena aku seorang omega resesif dengan feromon samar maka kau salah besar, aku akan menjauhimu kemudian setelah hari ini jika itu masalahnya. Okay, maka biarkan aku yang membayar tagihan kemudian." 

"Kau …, karena itu kau dengan segala yang ada di balik manik cokelat terangmu. Kau telah menarikku mendekat secara alami sejak mataku menangkap siluet ungu violetmu. Apakah kau juga ingin aku mengatakan jika saat ini aku mulai berpikir bahwa kau seorang berbahaya karena instingku berkata, kau akan mengambil semua dariku–hati, otak, jiwa ... bahkan tubuhku." 

"Haruskah aku percaya untuk seseorang yang bahkan belum genap sehari kenal?"

"Apakah kau fated pair-ku?" 

"Aku puas dengan jawabanmu!" 





"Lian ... iya, aku senang. Hu'um, mereka semua baik padaku!" 

Suara omega mungil itu terdengar tengah berbicara dengan seseorang. Sepertinya dia sedang menerima panggilan telepon–yang membangunkan aku dari tenggelam dalam pemikiranku tentang Mikaelaku.

Tanpa sadar kakiku telah berhenti di depan pintu kamarnya yang terbuka lebar. Mataku menatap lekat seorang gadis usia 20 an tengah berjalan keluar dari kamar mandi dengan masih menggunakan bathrobe. Tangannya yang satu memegang ponsel yang masih menempel di telinga kirinya, sementara tangannya yang lain meraih sebuah handuk untuk mengusap kasar rambutnya yang masih basah. Dia tampak kesusahan untuk mengeringkan rambutnya.

"Hatciu! Maaf …, aku benci keramas! Itu selalu menyisakan dingin yang sangat!" 

Dan pemikiran bahwa dia adalah omegaku yang akan sakit ketika hawa dingin membelai kulitnya yang sensitif, sekali lagi tubuhku telah bekerja di luar kontrolku dengan berjalan memasuki kamarnya dan meraih handuk yang dia pegang. 

Aku merasakan bagaimana tubuhnya bergetar kuat karena terhenyak oleh tindakan tiba-tibaku. Namun, kumajukan daguku memberi kode agar menjawab panggilan ponsel dari Lian.

"Ah-iya! Kau benar."

Matanya masih menatap mataku yang kurasakan bahwa dadanya pasti masih berdebar keras. Lalu kuraih bahunya agar dia mendudukkan dirinya di atas kasur dengan aku yang berada di belakangnya untuk mengeringkan rambutnya.

'Ini tidak akan mudah karena rambutnya yang masih sangat basah,' batinku.

"Akan kuambilkan hair dryer, wait a second!" ucapku berbisik.

Mikaela hanya mengangguk dengan gugup, kutinggalkan dia untuk mengambil pengering tersebut di dalam walk in closet. 

"Iya, aku sayang kamu, Lian!" 

Saat aku kembali suara Mikaela yang lembut mengakhiri percakapannya dengan seseorang di telepon yang aku tahu dia adalah Lian, sepupunya sekaligus sahabat adikku. Tidak ada alasan untukku kesal jika itu menyangkut kerabatnya.

"Aku merepotkanmu, Judith!" ucap Mikaela lirih.

"Hem," hanya itu jawaban dari mulutku. 

Sementara tanganku telah sibuk mengeringkan rambutnya yang terasa cukup lembut–yang dari setiap helainya menguar manis aroma shampo. Aku sedikit terbuai olehnya, baru kali ini aku menyentuh rambut seorang gadis selain Mikaelaku.

"Sudah!" ucapku.

"Aku bisa menyisirnya sendiri, gomawo!" jawabnya dengan mengulas senyum. Hatiku menghangat oleh apa yang kulihat, dia dengan senyum polosnya telah kembali menarikku untuk mendekat.

"Tidurlah!" ucapku dengan beranjak bangun untuk berlalu, tanganku menutup pintu perlahan dan berjalan memasuki kamarku yang ada di sebelah kamarnya.

Untuk sesaat aku merasakan sedikit bahagia, pemikiran bahwa dia telah tidur dengan nyaman tepat di sebelahku menjadikan hatiku nyaman. Kurasa aku akan tidur nyenyak malam ini.

"Kae, jangan tidur!"

"Kau …, kenapa wajahmu memerah? Apakah rut-mu telah mulai lagi?"

"Hem, akh! Kurasa begitu, tanganmu ... saat menyentuh pipiku terasa nyaman!"

"Kau menginginkanku?"

"Hmhh, sangat. Bukankah kau juga?"

"Ahh-aroma mint yang memabukkan. Kau membebaskan begitu banyak feromonmu!"

"Hmmhhh! Kau suka?" 

"Sangat."

"Itu karena bau manis pear yang menguar dari tubuhmu yang memancing rut-ku!"

"Ngh, benarkah?"

"Hu'um, hmmhhh! Kau harus bertanggung jawab untuk itu. Kau-hmmhhh-sangat basah, Kae! Arghhh!" 


 

Aku terbangun dengan hentakan, napasku terengah seperti seorang yang telah berlari jauh. 

Mataku mengedar ke setiap sudut ruangan yang aku yakin bahwa ini kamarku, jelas kamarku. Aku sedikit terkesiap ketika menangkap hal lain–yang menjadikan aku ragu atas pikiran warasku saat ini.

Karena Mikaela–omega resesif yang dibawa Minwo tadi pagi tengah sibuk menyamankan dirinya dalam pelukanku seolah sedang mencari perlindungan. Sementara hidungnya mengendusi lekuk leherku mencari aroma feromon yang menguar samar dari sana.

Lalu telingaku menangkap dengan jelas suara hujan dari salah satu jendela yang sengaja tidak kututup tadi. Dia takut hujan rupanya.

Tapi ... menghirup dalam lekuk leherku? 

Apakah dia bisa merasakan feromonku? 

Bukankah sejak Mikaela meninggal aku bahkan tidak dapat menggunakan feromonku untuk omega lain?

Aku terkesiap untuk pemikiranku sesaat lalu yang memberiku rasa hangat dengan kembali berandai-andai jika dia adalah omegaku yang kembali dari kematian. Namun, suaranya yang merengek lirih membuatku mengalihkan atensi dari anganku.

Biarlah waktu yang akan memberi jawaban. Apakah rasa ini hanya karena kemiripan mereka ataukah aku telah tertarik untuk menerima perasaannya sebagai pribadi. Iya … pribadi Mikaela yang sesungguhnya.

"Judith!" gumamnya.

"Ssttt ... kau aman dalam rengkuhanku, Mikaela!" bisikku. Tanpa sadar bibirku telah mengecup pucuk rambutnya.

Detik berikutnya napas hangat terasa menyembur ceruk leherku dengan teratur, rupanya dia telah terlelap. 

Perlahan, aku kembali menutup mataku untuk menyerah dengan memeluknya. Memeluk tubuh yang kembali kubandingkan dengan omega mungilku–omega yang telah mati karenaku.

Tuhan, ijinkan aku sekali lagi menjadi egois untuk memilikinya.

"Night, Hon!" bisikku lirih lalu menyusulnya tidur.


 

tbc





 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Yes, it's me [GxG] : 10. Apakah kau fated pair-ku?
0
0
 Setidaknya biarkan Unnie tahu dan menyerah atas rasa bersalahnya, kumohon! “Tidak …, itu hukuman buatnya. Dia akan bertekuk lutut di depan gadisku dengan segala rasa bersalahnya. Jika suatu saat nanti dia menyadari dan bertanya, maka hanya aku yang dapat memberitahunya. Kalian pikirkan ini! Aku tidak memiliki penawaran lain.” 
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan