Yes, it's me [GxG] : 19. Listen to me, Babe!

0
0
Deskripsi

"Tidak bersamamu? Ah, aku tahu pasti dia merasa malu untuk menunjukkan dirinya. Wkwkwk ... kau tahu, dia seorang pemain!"

"Mereka orang yang berbeda," jawabku dengan datar. Hatiku sedikit memanas untuk kalimatnya.

YES 19. Please listen to me, Baby!


Siang itu.

Tubuh Lian seketika bergetar hebat hingga air matanya tertumpah untuk panggilan telepon dari Mikaela.

"Wae? Apa yang terjadi, Sayang?"tanya ibu Lian.

"Ini buruk, Mom. Mikaela …, dia tidak sedang baik-baik saja. Aku takut, tidak-Third Oppa, aku harus memberitahunya."

Serabutan Lian menghubungi Third.

Third : "Lian–"

Lian : "Mikaela tidak baik-baik saja, Oppa. Aku takut dia akan melakukan hal buruk lagi. Hiks ... Tuhan, apa salahku? Tidak bisakah saudariku bahagia untuk waktu lama?"

Third : "Bernapaslah, Lian! Lalu ceritakan!"

Lian : "Tidak …, dia menangis dan terdengar sangat bingung. Tuhan, kuharap gadisku menuju rumahku!"

Third : "Aku akan menelepon Mikaela."

Lian : "Judith pasti tahu!"

Third : "Kau harus tenang, Lian!"

Lian : "Dia adikku!"

Third : "Dan dia putriku."

Klik.


_________________________

Judith Pov.

Akhirnya kami sampai di mansion Samchon yang berjarak 40 menit dari rumah kami. Hanya sepuluh menit lalu pulang, itu yang akan kulakukan. Hatiku begitu resah, resah atas perasaan omegaku. Dia tidak sedang dalam keadaan baik-baik saja, kurasakan kesedihan yang tengah dia rasakan.

Aku merasa sekali lagi telah menjadi bajingan bejat atas sikapku saat ini.

"Hai ... lihat siapa yang datang? Kau bahkan terlihat lebih hidup daripada tahun lalu, Sayang!"

Itu Banyu Biru menyambutku dengan wajah arogan serta ambisius. Masih sama seperti dulu–membosankan.

Aku memutar bola mata malas dan mengabaikan rengkuhan tangannya untuk memelukku.

"Tunggu! Di mana Mikaela–omega imut yang merebutmu dariku dengan mengatakan mau bunuh diri itu?"ucapnya sarkas. Ini adalah Banyu Biru–seorang ambisius dengan mulut tajamnya. Aku lebih memilih menyembunyikan tunanganku daripada menatapnya menangis untuk setiap kalimat dari Banyu.

Aku hanya diam dan menunggu mulut kotornya untuk kembali berbicara.

"Tidak bersamamu? Ah, aku tahu pasti dia merasa malu untuk menunjukkan dirinya. Wkwkwk ... kau tahu, dia seorang pemain!"

"Mereka orang yang berbeda,"jawabku dengan datar. Hatiku sedikit memanas untuk kalimatnya.

"Benarkah? Kau yakin itu? Lalu bagaimana dengan suara omega yang menerima panggilanku sesaat lalu. Bukankah itu dia, hem? Dasar pembohong. Hari itu ketika kita mencoba baju pernikahan, dia bahkan mengancam untuk membunuh dirinya--"

"Dan kau tahu rupanya?"tanyaku dengan memajukan tubuhku dan menarik kuat bajunya.

"Noona!"ucap Minwo menengahi.

"Lanjutkan! Pantas Mikaela bisa menyebut namamu malam itu …, katakan!"ucapku berteriak, hingga menyita perhatian seluruh tamu undangan. Terlihat dari ekor mataku Paman dan bibiku berjalan cepat melerai kami.

Mataku menatap tajam, masih dengan menarik kuat kerah baju Banyu.

"FUCK!"umpatku di depan wajah Banyu, lalu aku menatap Paman dan bibiku, "pria seperti ini yang akan kalian pilih untukku saat itu. Hanya seorang bajingan!"ucapku dengan kasar.

Tanganku melepaskan baju Banyu untuk kemudian berlalu pergi, sementara Minwo dan Gauri mengekoriku tanpa protes. Aku berhenti sebentar untuk berkata, "Selamat ulang tahun, Samchon. Maaf, ini bukan tempat yang tepat untukku!"ucapku lalu kembali berbalik untuk keluar.

"Noona!"ucap Minwo mengikuti langkah kakiku.

Kami memasuki mobil untuk kembali ke mansion.

Ponselku bergetar, hatiku ikut bergetar ketika melihat nomor asing terpampang di layarnya. Hanya dalam beberapa detik dari pembicaraan kami, aku telah mengenali suaranya.

Judith : "Aku di sini–"

Lian : "Hiks ... apa yang terjadi pada Mikaela?"

Judith : "Maksudmu?"

Lian : "Dia bahkan sedang membawa mobil sendirian. Oh Tuhan, kumohon … apa salah adikku hingga kau menyakitinya berulang kali, Judith?"

Judith : "Ap-apa? Aku bahkan tidak mengerti maksudmu. Katakan di mana dia sekarang!"

Lian : "Kuharap dia menuju rumahku, atau aku akan menuntut penjelasan pada kalian semua!"

Klik.


Tiba-tiba rasa sesak dengan denyut nyeri menyeruak memenuhi dadaku, mirip terhimpit batu besar.

"Lee, kita ke rumah Lian!"ucapku lalu menatap Minwo.

"Aku yang akan menunjukkan lokasi mansion keluarga Kim!"jawabnya dengan raut khawatir.

Tuhan, aku tahu ini akan terjadi. Tapi aku tidak berpikir bahwa dia akan melangkah sejauh ini.

Kurasa, aku harus meluangkan waktu lebih banyak untuk mendekatinya, untuk menyelami sifatnya. Aku tahu bagaimana nakalnya Mikaela–yang mana jiwa pemberontak selalu melekat padanya. Namun, bersikap impulsif ketika marah membuatku bergetar dengan ingatan bahwa ... mereka sungguh mirip.

Mikaela begitu mirip dengan omegaku yang telah mati, dan pemikiran tersebut semakin menggeret rasa khawatir dalam hatiku.

Aku takut, aku tidak siap, dan tidak akan pernah siap untuk kehilangan dirinya, kehilangan mereka–Mikaela dan Byeol.

Lalu aku semakin tenggelam dalam ketakutan yang menyergap pikiranku meski logikaku masih berjalan dan meyakinkan dengan fakta bahwa mereka hanya mirip dan bukan dua orang yang sama.

Mikaela selalu membuatku berpikir serta bertindak di luar kendali otakku. Dan aku semakin merasakan khawatir yang sangat ... aku tidak mau kehilangannya lagi.

Berkali-kali aku mencoba menghubungi gadisku, namun tak sekalipun dia angkat. Aku semakin merasa kacau, aku …, semua karena aku.

"Unnie,"Suara Gauri mencoba menenangkan dengan mengusap lenganku. Aku menatapnya dengan perasaan tak karuan.

"Gauri-Mikaela. Tidak …, ini salahku. Aku yang salah!"ucapku terbata, air mataku terjatuh tanpa kusadari. Aku mengusap kasar wajahku.

Lebih dari 30 menit berlalu dengan keheningan yang memeluk kami. Setiap dari kami tengah sibuk, sibuk dengan pemikiran masing-masing. Gauri sesekali mengusap lenganku, sementara Minwo yang duduk di sebelah Lee sesekali menoleh untuk menatapku.

Tidak …, aku tidak harus dan tidak mungkin, juga tidak akan menyalahkannya, meski semua kebohongan ini berawal dari ide nakalnya. Namun, ketika aku mengiyakan, maka itu sah. Dan aku salah, aku yang bersalah dalam hal ini.

Dalam keheningan yang memerangkap jiwaku, aku semakin dapat melihat jelas di mana letak salahku. Tidak dulu ketika memutus omegaku hingga dia terdorong untuk bunuh diri, tidak juga saat ini ketika aku berbohong demi menjauhkan Mikaela dari kata tajam orang yang sama. Seharusnya aku lebih menerima apa yang akan terjadi, bukan bersikap sok, sok pahlawan dengan berpikir bahwa tindakanku dapat menyelamatkannya, menyelamatkan mereka. Tapi, kenyataannya selalu sama. Aku kehilangan hal berharga yang berusaha untuk kulindungi.

"Apakah ini tempatnya, Tuan?"tanya Lee.

"Kau benar, mari kita masuk!"ucap Minwo.

Kami telah sampai di sebuah mansion yang berada di pinggiran kota Seoul. Di sana nampak mobil berwarna kuning milik gadisku masih terparkir di depan garasi rumah utama, kurasa dia baru saja sampai. Segera aku keluar dari mobil meninggalkan saudaraku.

"Kalian pulang dan urus perusahaan untuk sementara waktu! Aku akan berada di sini,"ucapku tanpa menatapnya dan berjalan memasuki teras mansion megah milik Lian.

Aku tidak berpikir untuk ingin tahu latar belakang Mikaela.

Hati …, aku hanya mengikuti kata hatiku.

Terlebih Minwo bukan seorang alpha yang akan memilih teman tanpa kejelasan latar belakang serta sifat. Aku percaya pada adikku, namun ketika kakiku melangkah masuk ke dalam rumah yang lebih bisa kusebut mansion ini membuatku sedikit bertanya-tanya.

Siapakah Mikaela?

Kenapa dia begitu berarti bagi keluarga Lian?

Meski aku tetap pada posisiku berdiri dan membuang jauh pemikiran bahwa harta yang membuatnya menjadi penting di hatiku karena persetan dengan uang maupun kekayaan, aku memiliki itu semua jika hanya untuk menyamankannya. Tapi, saat ini aku mulai tergelitik oleh rasa penasaran.

'Who are you, my omega?' batinku.

"Tapi, Noona!"teriak Minwo membangunkan lamunanku.

"Kau tidak mendengar?"ucapku sarkas sambil berlalu.

Di depanku terlihat seorang wanita paruh baya memakai baju berwarna biru muda dengan rambut tergerai indah. Darinya nampak wajah cantik dan anggun bersamaan, itu pasti ibu dari Lian; Nyonya dari keluarga Kim seperti kata Minwo. Beliau telah menyambutku di depan pintu seolah tahu bahwa aku pasti datang.

"Kau … Judith Han?"tanyanya.

"Benar, Nyonya Kim!"jawabku dengan membungkuk hormat--masih bernapas dengan sedikit memburu karena panik.

"Panggil aku, Eomma!"ucapnya dengan tersenyum teduh, "Lian sedang bersama omegamu di atas. Sebaiknya kau bicara pelan dengannya. Mikaela ... kondisinya sedikit tidak baik!"lanjutnya. Hatiku semakin terasa sakit mendengarnya.

"Nde, Eomma!"

Lalu kami melangkah menapaki anak tangga. Aku tidak menyangka bahwa wanita yang terlihat anggun tersebut akan menjadi begitu baik padaku, meski mustahil beliau tidak tahu siapa diriku serta penyebab Mikaela melarikan diri padanya.

"Masuklah!"ucapnya ketika kami sampai di depan pintu kamar yang sedikit terbuka, terdengar istriku masih menangis tersedu di dalam sana. Aku membungkuk hormat pada ibu Lian lalu melangkah memasuki kamar.

Hatiku kembali tertusuk ketika mendapati omegaku tengah bersandar di kepala ranjang dengan beberapa bantal menyangga punggungnya. Pasti dia merasakan lelah yang sangat ketika melajukan mobil sendirian.

Aku merasa tidak berguna.

"Sayang!"ucapku. Dia mendongak untuk menatapku.

"Lian, aku tidak ingin melihatnya!"ucapnya dengan masih terisak lirih.

"Aku salah, aku yang salah!"

"Apakah aku bilang kau salah?"ucapnya. Bibirnya mengulas senyum. Senyuman pahit, karena bahkan air matanya masih berurai.

"Aku berbohong padamu, aku berusaha menyembunyikanmu darinya, dari mulutnya yang tajam. Aku takut ... Minwo dan Gauri … tidak, ini sepenuhnya salahku. Aku hanya tidak ingin kau merasakan sakit hati seperti yang dirasakan oleh omegaku dulu. Itu aku …, aku bahkan tidak berpikir akan menjadikanmu sakit ketika kau mencium kebohonganku!"

"Bawa dia keluar, Lian!"jawabnya lirih.

"Mikaela, dengarkan penjelasannya!"ucap Lian. Sepertinya dia masih menggunakan logikanya.

"Kau berdiri di sisinya, hem?"tanya Mikaela.

"Siapa Judith hingga aku harus berdiri untuknya?"jawab Lian.

"Mikaela, Sayang. Kumohon!"ucapku membujuk.

"Aku lelah,"ucap Mikaela, lalu dia berusaha untuk berbaring. Lian mengambil selimut untuk menutupi tubuhnya agar hangat.

"Aku akan membuatkanmu susu hangat, Sayang!"ucap Lian.

"Aku tidak ingin apapun, hanya biarkan aku sendiri!"ucap Mikaela lirih. Mataku memanas saat melihat air mata menerobos dari sudut matanya.

"Mikaela,"ucapku. Dia bahkan tidak menatapku.

"Kita keluar, Judith!"ucap Lian mengajakku keluar dari kamar. Lalu dari balik pintu aku mendengarnya mulai kembali terisak lirih.

Omegaku ... sekali lagi aku telah membuatnya merasakan kecewa.

"Lian … maaf!"

Langkah kaki kami terhenti saat menapak anak tangga pertama. Lian pun menghentikan langkahnya dan menoleh untuk menatapku.

Dia adalah saudari Mikaela, namun sifatnya sungguh berbeda, Lian terlihat cukup dewasa. Kurasa selisih usia mereka menjadikan sedikit perbedaan pola pikir. Namun begitu, aku tetap memuja omegaku dengan segala sifat dan sikap yang melekat padanya. Karena dia Mikaela, dan aku tidak mau yang lain. Hanya dia.

"Kurasa … aku bisa menerima penjelasanmu, Judith. Tunggulah beberapa waktu! Gadisku bukan seorang pendendam, amarahnya tidak akan bertahan lama. Selain ... tubuhnya begitu lemah saat ini!"ucapnya dengan tersenyum teduh.

"Mereka butuh feromon dariku!"ucapku mencoba terbuka, membuka benteng pertahanan di hadapan keluarga gadisku tepatnya. Akan kubiarkan dia tahu bahwa aku telah mengetahui keberadaan Byeol.

"Hum, aku mengerti. Maka bersabarlah!"ucapnya sembari tersenyum, dari senyumannya yang tidak menunjukkan ekspresi terkejut aku dapat menebak bahwa dia ....

"Kau sudah tahu kalau aku mengetahui kehamilan istriku,"ucapku.

"Ave--"

"Ah, aku paham. Tapi, setahuku dia bukan seorang alpha yang mudah dekat dengan orang asing hingga akan berbicara tentang hal pribadi, terlepas dari hubungannya dengan Mikaela serta pamannya yang jelas terkait denganmu. Ave adalah satu-satunya sahabatku. Jadi, pasti aku juga tahu bahwa dia bukan seorang yang akan ingkar janji, janji menyimpan fakta bahwa aku merasa dan mengetahui kehadiran Byeol di dalam rahim istriku,"ucapku dengan menatap saudari omegaku, "maka kau pasti telah berada di dalam hatinya hingga membuatnya mengatakan itu!"lanjutku. Lalu mataku dapat menangkap rona merah di pipinya.

"Kalian--"lagi, aku bertanya. Namun, dia potong.

"Tsk ... mari kita buatkan gadis kita susu hangat! Dia hanya sedang marah karena cemburu!"ucap Lian.

Dia mengalihkan topik pembicaraan, dan aku pun melepaskan begitu saja karena itu bukan ranahku untuk tahu lebih. Tapi, aku semakin melihat bagaimana dia cukup bijaksana.

"Uhm, bisakah kau dan ibumu mengijinkanku untuk tetap berada di sisinya? Aku tidak berpikir untuk bisa bernapas tanpanya terlalu lama. Saat kondisinya membaik maka aku akan maju untuk membujuknya pulang. Pulang ke rumah kami!"ucapku memohon sembari berjalan menuruni anak tangga menuju dapur.

"Bukankah dia mate sekaligus tunanganmu? Tentu rumah kami juga rumah kalian.

Perlahan kau akan memahami bagaimana hubunganku dan Mikaela, bagaimana aku menganggapnya sebagai permata berharga yang harus kulindungi dengan segala kuatku, lalu menghujaninya dengan berjuta kasih sayang.

Meski kami tidak punya cukup banyak waktu untuk bertemu, namun ikatan batin kami melebihi saudari kandung.

Ibuku adalah adik dari ayahnya, Mikaela bahkan memanggilnya, Eomma. Kami sangat menyayanginya. Kuharap kau paham bagaimana marahnya aku tadi ketika gadisku menangis meminta alamat rumahku. Beruntung, Oppa … maksudku paman Mikaela menghubungiku untuk datang ke tempat di mana dia berhenti. Karena hampir saja gadis itu menabrak pembatas jalan."

"Aku paham, itu semua karena aku dan semua sikap sok pintarku. Aku tidak berjanji bahwa hal ini tidak akan terulang, tapi aku bisa pastikan untuk berusaha lebih dekat dengannya agar tahu dan dapat menempatkan diriku sebagai alphanya."

"Itu cukup, akan selalu ada alasan untuk setiap kesalahan. Dan aku bisa menerima alasanmu. Tenanglah! Aku dan ibuku akan menjelaskan pada paman Mikaela,"ucapnya lirih.

Lalu otak cerdasku kembali bertanya-tanya, jika itu paman Mikaela, lalu kenapa Lian tadi memanggilnya Oppa?

Ingatanku kembali kepada seorang alpha Thailand yang menjadi pelindung serta Paman omega dari masa laluku–Third.

Mungkinkah mereka orang yang sama?

'Ck ... aku terlalu berpikir lebih,' batinku.


_______________


30 menit sebelumnya.


Ponsel Mikaela bergetar. Tubuh lemasnya bersandar di kursi driver, ia bahkan berusaha mengatur napas.

Sementara mobil SUV berwarna kuning miliknya tengah berhenti tepat di depan pembatas jalan menuju mansion keluarga Kim.

Sesaat lalu ketika diliputi emosi dan perasaan kalut, dia melajukan mobilnya tanpa bisa fokus pada jalan. Hampir saja gadis hamil tersebut menubruk pembatas jalan.

Ponsel tergeletak di atas kursi di sampingnya masih bergetar menampilkan nama seseorang yang dia panggil Paman. Tangannya meraih dengan gemetar, air matanya kembali menetes untuk kesekian kali.

Mikaela : "..."

Third : "Putriku, kau baik?"

Mikaela : "Kurasa!"

Jawab Mikaela dengan mengusap lelehan air mata yang lagi-lagi membasahi pipinya.

Third : "Kau, di mana? Kenapa hening?"

Mikaela : "Aku tidak yakin berada di mana, Paman. Kurasakan semua menjadi sedikit kacau. Hiks ... aku mau pulang!"

Third : "Apa yang terjadi, Sayangku?"

Mikaela : "Judith!"

Third : "Judith? Dia lagi? Apakah aku perlu terbang saat ini juga untuk membuat perhitungan dengannya?"

Mikaela : "Paman~"

Third : "Lalu ceritakan masalahnya!"

Mikaela : "Dia bermain di belakangku."

Third : "Kau yakin dia akan seberani itu? Apakah dia bodoh?"

Mikaela : "Lalu kenapa harus berbohong dengan mengatakan pergi untuk pertemuan bisnis? Sedangkan mantan tunangannya menelepon dan bilang kalau mereka akan bertemu di pesta ultah pamannya. Minwo, Gauri ... mereka bahkan ikut dalam acara kebohongannya. Aku akan pulang malam ini setelah dari rumah Lian. Aku lelah, Paman!"

Third : "Tunggu! Kurasa ada kesalahpahaman di sini."

Mikaela : "Dan kau berdiri di sisi mereka juga?"

Third : "Hei, calm down my Dear Mikaela! Ingat, kondisi tubuhmu saat ini masih cukup lemah, Sayang!"

Mikaela : "Apakah sesulit itu bertahan jauh dari alphaku? Ataukah aku memang harus mencoba, jika dalam beberapa hari kedepan aku baik, maka kuharap Paman tidak menghalangiku untuk pulang. Tidak lagi …, aku sungguh merasa buruk saat ini. Hiks ... sesaat lalu aku hampir menabrak pembatas jalan."

Third : "Kau tetap diamlah di sana! Lian akan menjemputmu, Sayang!"

Mikaela : "Aku mau pulang ke Bangkok!"

Third : "Okay-okay. Kita coba apa yang kau katakan tadi. Jika dalam seminggu kau bisa bertahan dan baik, maka aku yang akan menjemputmu. Kau adalah putriku, Mikaela! Kalau kau lupa, aku bahkan hanya menjalankan perusahaan untuk–"

Mikaela : "Maaf-aku menyakiti hatimu, Paman. Kau adalah Ayah dan juga ibuku. Kau yang terbaik. Aku hanya butuh berada di sampingmu saat ini."

Third : "Maka aku akan menuju padamu sekarang!"

Mikaela : "Entahlah aku bingung, hiks ... hiks!"

Third : "Tunggu aku, Mikaela!"

Mikaela : "Aku yang akan datang padamu, Paman! Biarkan aku berusaha menjadi mandiri tanpa Judith!"

Third : "Kau yakin?"

Mikela : "Jangan kau bebani aku dengan pertanyaan sama, Paman!"

Third : "Aku selalu ada untukmu, Sayang. Persetan dengan uang atau jabatan, bahkan statusku sebagai penjaga bayanganmu. Kau harus tahu bahwa aku menempatkanmu di atas nyawaku. Kuharap kau bisa mengerti itu. Jika kau minta aku menemui alphamu saat ini maka aku akan. Tapi sungguh, keselamatanmu dan bayimu yang kupikirkan untuk. Semua itu terkait dengan Judith Han sebagai alpha juga mate-mu."

Mikaela : "..."

Third : "Selalu ada alasan yang mendasari suatu kebohongan. Kau tahu benar bagaimana rasa cintanya padamu. Dan andai Judith gila, maka Minwo dan Gauri pasti masih memiliki otak. Percayalah, semua akan baik-baik saja! Tapi Mikaela ... aku selalu menghormati keputusanmu, apapun itu. Jika kau mau ... aku sendiri yang akan menjemputmu, putriku."

Mikaela hanya terisak lirih, mengakhiri pembicaraan dengan pamannya. Sementara Third dengan cepat menghubungi Lian untuk menjemput saudarinya.

Tak berapa lama sebuah mobil mewah berwarna hitam meluncur menuju tempat dimana mobil Mikaela berhenti. Lalu nampak seorang wanita muda dengan rambut panjang yang tergerai turun dari mobil. Dia berusaha mengetuk pintu mobil milik Mikaela, karena terlihat dari kaca jendela omega mungil itu tengah terlelap dengan bersandar di kursi driver.

"Sayang, Mikaela. Kumohon buka matamu, Sayang!"

Omega dominan yang memakai jaket tebal–karena hari ini suhu udara cukup rendah itu berjalan mondar-mandir untuk meminta bantuan sopir pribadi serta asistennya.

Lima menit lamanya wanita yang bernama Lian tersebut akhirnya mendapat tanggapan dari saudarinya. Mikaela terbangun dari tidur karena lelah dan membuka pintu mobil untuk turun. Isak tangis meluncur dari mulutnya ketika sang kakak menawarkan dirinya untuk sebuah pelukan.

"Lian ... hiks!"

"Kita pulang, Sayang!"ucap Lian membujuk saudarinya.

"Mobil Mikaela kuserahkan padamu!"ucap Lian pada sang asisten, lalu dia menatap sopir pribadinya, "kita pulang, Paman!"lanjutnya.

Selanjutnya dengan menggunakan mobil milik Lian, mereka pulang menuju mansion keluarga Kim.


______________

Pukul 12.00KST.

"Bangunlah, Sayang! Setidaknya isi perutmu dengan susu hangat!"ucap Lian membangunkan gadisnya dengan menawarkan satu mug susu rasa pisang.

Judith berdiri jauh di belakang omega dominan saudari dari pujaan hatinya tersebut.

"Uhm, aku tidak merasa lapar,"ucap Mikaela dengan lirih, matanya mengerjap karena terbangun dari tidurnya.

"Ayolah! Ini sudah hampir lewat waktu makan siang. Katakan, kau ingin dibuatkan sesuatu?"bujuk Lian.

Mikaela berusaha untuk duduk dan bersandar di kepala ranjang, saudarinya membantu dengan menumpuk beberapa bantal menjaga punggungnya dari tidak nyaman.

Mata Mikaela menatap sekilas Judith yang masih bersandar di kusen pintu. Sesungguhnya ada rasa kasihan merasuk ke dalam lubuk hatinya ketika menatap sang alpha hanya berani berdiam di kejauhan.

"Bukankah aku memintamu untuk mengusirnya?"tanya Mikaela.

"Kae, Sayang. Kau hanya marah bukan membencinya,"bujuk  Lian sembari menawarkan mug berisi susu hangat pada omega kesayangannya. Mikaela meminumnya teguk demi teguk meski dengan terpaksa hingga tetes terakhir.

"Aku mau tidur-hmph–"

Ucapan Mikaela terputus dan beringsut untuk turun dari kasur berusaha berjalan cepat menuju kamar mandi yang berada di ujung kiri tempat tidurnya.

Tubuh lemah yang dia paksa untuk bergerak cepat membuatnya terlihat sedikit limbung, beruntung Judith dengan sigap menangkapnya dari terjatuh.

Dengan menggendong bak seorang pengantin Judith membawa istrinya, calon istri lebih tepatnya ke kamar mandi–di mana Mikaela dengan cepat meluruhkan dirinya untuk berjongkok dan memuntahkan semua yang ada di perutnya ke dalam closet.

"Don't ever-hoek-touch mehh-ughh! Hoek!"

Tangan Mikaela menepis rengkuhan tangan sang alpha dengan terisak lirih di antara kesibukannya muntah.

Saat ini rasa mual yang sangat memerangkapnya. Namun, perasaan sakit juga mencekat dadanya atas rasa cemburu. Beberapa kali bahunya mengedik kasar tubuh Judith yang berusaha menopang tubuh lemahnya.

"Please forgive me, Baby!"bisik Judith dengan napas yang terdengar basah.

Hati Mikaela sakit, tidak seharusnya mereka dibatasi oleh rasa tidak nyaman seperti ini. Tapi, dia merasa pantas untuk amarah atas kebohongan sang alpha.

"Ughh! Kita selesai!"ucap Mikaela dengan menoleh menatap Judith sekilas, lalu kembali memuntahkan isi perutnya.

Sementara Lian yang berjalan menuju padanya terhenti di depan pintu kamar mandi tengah menahan dirinya dari menangis, tubuhnya membeku untuk beberapa saat. Ibunya berjalan cepat memasuki kamar tamu dan mendapati putrinya tengah menahan diri dari bergetar panik.

"Sayang, apa yang terjadi?"

"Mikaela muntah setelah meminum susu buatanku, Mom. Aku khawatir!"ucap Lian dengan wajah memucat karena panik.

Sang ibu memeluknya dengan kasih sayang dan memberi omega dominan tersebut usapan menenangkan pada punggungnya.

"Listen! Kadang seorang hamil akan berlaku di luar dari biasa,"ucap Nyonya Kim, Lian menjauhkan wajahnya dari dada sang ibu, "maksud Anda?"tanya Lian dengan penasaran.

"Kurasa bayi dalam perutnya saat ini hanya mau makan dan minum buatan mommy-nya,"ucap ibu Lian lalu menoleh untuk menatap Judith yang jelas mendengar percakapan mereka dan menatap beliau di saat yang sama, "begitukah?"lanjut ibu Lian bertanya pada alpha dominan yang duduk di lantai kamar mandi bersama Mikaela.

"Sepertinya Anda benar, Eomma!"jawab Judith lirih. Mikaela tampak bergetar karena terkejut.

"Hoek-ughh-Eomma! Hmpphh!"sahut Mikaela menatap bibinya, lalu menoleh untuk Judith, "k-kau sudah tahu? Hmpphh--"ucapannya terputus dan kembali menyerah untuk mual yang sangat menyergap dan tak terkendali seolah Byeol tengah memprotes kemarahan eomma-nya pada sang Mommy.

"Lalu apakah kau akan tetap melanjutkan aksi marahmu dan berusaha menjauhi alphamu untuk kemudian pulang ke Bangkok, putriku?"tanya ibu Lian pada Mikaela.

"Eomma–"jawab Mikaela menggantung. Hanya satu kata yang dapat dia ucapkan karena rasa mual yang sangat lagi dan lagi memompa perutnya, menuntut untuk kembali muntah. Bulir keringat telah membayangi wajah serta kulit pucatnya, bajunya bahkan mulai terlihat basah.

Tubuh Judith terhenyak dan menjadi semakin bergetar untuk kalimat yang diucapkan ibu mertuanya. Matanya seketika memanas dengan air mata yang mengumpul di pelupuk.

"Begitukah, Mikaela?"tanya Judith masih dengan napas basah, hatinya semakin sakit dengan memikirkan bahwa semua yang berusaha dia pertahankan bahkan sia-sia. Semua tak pernah memiliki arti khusus untuk Mikaela.

"Karena kau berbohong, dan itu untuk seorang alpha-hmmphhh-ughh-hoekk!"

"Apakah dari pembicaraan kami terdengar bahwa aku tertarik padanya?"

"Ughhh-dia calon suamimu!"

"Itu hanya masa lalu, dan aku tidak pernah memiliki perasaan apapun padanya."

"Aku tidak cukup bodoh untuk mencerna kata-kata alphamu-ughh! Bahwa omegamu dulu meneleponmu saat kau mencoba gaun pengantin dengan Banyu Biru. Sebelum dia meninggal karena bunuh diri,"jawab Mikaela yang mulai terisak lirih.

Akhirnya rasa mual melepaskannya, perlahan dia menyandarkan tubuh lemasnya di dinding kamar mandi. Sementara Judith semakin terkesiap oleh kata-katanya, dia bahkan tidak mengerti peristiwa itu.

"Itu artinya selangkah lagi kalian akan resmi menjadi pasangan. Lalu kau bilang tidak suka?"lanjut Mikaela bertanya dengan terkekeh lirih, tawa pahit kembali terukir di wajah pucatnya.

"Banyu mengatakan padamu, tadi?"

"A-ku tidak berpikir untuk mengorek masa lalumu, tapi saat Banyu Biru menekankan bahwa aku milikmu–Mikaelamu yang menurutnya seorang pembohong, hatiku memanas untuk setiap tajamnya kata dan kalimat itu,"ucap Mikaela.

Judith terdiam, wajahnya memucat untuk fakta yang dia baru tahu hari ini. Karena ternyata apa yang dikatakan oleh Banyu Biru sesaat lalu memang benar adanya. Malam itu mereka berbicara tanpa dia tahu.

Lalu logikanya bekerja dan mendinginkan hatinya dengan pemikiran bahwa itu telah berlalu–yang bahkan jika dia menuntut penjelasan dari Banyu maka tidak akan bisa mengembalikan Mikaelanya.

"Kau ma-marah?"tanya Mikaela terbata. Hatinya sedikit melunak ketika menatap alphanya yang diam seolah membeku.

"Itu hanya masa lalu, tapi membuatku terhenyak dengan tahu bahwa mereka pernah bicara tanpa aku mengetahui. Kau tidak akan mengerti bagaimana sakit yang dirasakan--"

"Mikaelamu?"

"Mikaelaku, kau benar."

"Lalu kau berbohong demi menyembunyikanku dari orang jahat itu? Kau pikir aku sama lemahnya dengan omegamu, hem?"

"Bukan hanya lemah, tapi juga pencemburu!"

"Itu aku …, dan tidak ada yang lebih menyakitkan dari sebuah pengkhianatan di belakangku. Aku cemburu, dan lebih cemburu saat meragukan kejujuranmu, saat aku berpikir bahwa kau tengah berbohong. Dan rasa cemburu itu semakin menjadikan aku terpuruk ketika tahu bahwa kalian; kau dengan Minwo dan Gauri yang berdiri bersamamu. Lalu aku mendapati diriku tersiksa oleh asumsi pribadiku tentang kenyataan bahwa Banyu masih begitu marah atas pikirannya sendiri bahwa aku adalah omega dari masa lalumu; yang telah memanipulasimu dengan menggunakan kehamilan dan usaha bunuh diri. Pria alpha itu masih begitu dan sangat menginginkanmu."

"Aku salah."

"Aku …, di sini hanya aku yang salah. Aku yang terlalu berharap lebih padamu. Aku bahkan mengabaikan logikaku bahwa kau hanya menatapku sebagai pribadi sesekali, karena selebihnya hanya bayangan Mikaelamu. Lalu aku begitu terkesiap saat melihatmu dengan gaun kurang bahan–yang bahkan baru kali ini kau tunjukkan sisi femininmu. Kau tahu yang lebih menyakitkan adalah fakta bahwa kau menjadikan dirimu indah untuk Banyu Biru. Kurasa kau menginginkannya juga, ingin dimilikinya lagi sebagai seorang submisif cantik."

"Aku tidak. Persetan dengan Banyu, aku hanya menuruti kemauan Samchon untuk baju sialan ini."

"Tapi kau bahkan berbohong untuk itu."

"Aku salah, Sayang."

"Cukup untuk mengaku salah! Jangan jadikan aku terlihat sebagai orang jahat! Kita selesai, akhiri semua ini! Biarkan aku menjadi mandiri untuk beberapa waktu agar terbiasa tanpamu. Saat aku terbiasa tanpa dirimu maka aku akan kembali pada orang tuaku."

"Hukum aku, Sayang! Tapi, jangan kau buang aku!"

"Membuangmu? Oh ayolah! Akulah yang tak pernah kau anggap ada, bukankah kau hanya menggali rasa untuk kepuasan batinmu karena kau belum bisa menerima kematiannya. Sadarlah Judith! Aku hanya mirip, selebihnya kami orang yang berbeda."

"Kita akan menikah, aku bahkan telah menyematkan cincin Eomma kalau kau lupa!"

"Hanya karena Byeol, aku bahkan tidak yakin sejak kapan kau mengetahui kehadirannya. Semua tertutup untukku menatapmu, hanya kau di sini yang dapat melihat jelas semua rasa cintaku layaknya sebuah buku yang terbuka. Apakah kau tahu dari mengingat saat aku berteriak dengan memohon ampunanmu ketika kau dengan rasa cemburumu menghukum ... bukan, tapi melecehkan tubuh dan harga diriku. Lalu kau mungkin juga tahu dari melihatnya di rekaman CCTV yang kau pasang di kamar atau di manapun kau mau tanpa aku tahu. Karena malam itu aku pun mengatakan bahwa kau menyakiti bayiku. Lalu aku menarik kesimpulan bahwa semua sikap baikmu hanya untuk rasa belas kasihan atau mungkin rasa bersalahmu padaku ... juga bayiku."

"Saranghae …, saranghae, my omega."

"Apakah cinta akan membuatmu berbohong di setiap waktu? Kau telah berbohong dan bagaimanapun kau menjanjikan untuk tidak mengulanginya lagi, hatiku akan tetap memiliki rasa curiga. Dan rasa curiga itu akan mencengkeram kuat jiwaku, mustahil aku tidak mengkonfrontasimu saat itu, maka kau akan terganggu dan semakin tersakiti oleh rasaku. Mungkin aku bisa memaafkanmu, tapi hatiku telah merasakan sakit, egoku terluka oleh kebohonganmu."

"Lalu kau juga menyembunyikan Byeol. Mau sampai berapa lama, Sayang?"ucap Judith dengan sisa usahanya maju untuk menarik kuat jiwa omeganya agar kembali padanya.

Meski dia merasa semakin banyak kalimat yang dia ajukan, semakin Mikaela meronta dan berusaha membebaskan diri darinya.

Mikaela menoleh dengan air mata kembali terjatuh. "Aku tidak berpikir kau akan siap dan mau menerima kami. Kau baik, itu karena aku. Tapi bukankah menurutmu bayi adalah kata lain dari merepotkan? Tell me, aku harus bagaimana? Apakah aku harus mengatakan padamu hanya untuk rasa kasihan atau untuk memaksa jiwamu menerimanya? Dan pagi ini aku menyadari satu hal dengan yakin bahwa kau bahkan tidak pantas untuk tahu,"ucap Mikaela.

"Maaf …, aku bahkan tidak bisa mengucapkan kata maaf atau memohon ampun atas tindakan kasarku malam itu. Aku bajingan itu, Sayang! Aku bahkan tidak sanggup memohon maaf jika harus mengatakan bahwa aku telah melihat rekaman dari ponselku, karena aku masih tidak dapat mengingatnya. Tapi Mikaela, terlepas dari kebohonganku pagi ini, aku dan rasaku tulus untukmu, untuk Byeol, untuk kalian. Aku pernah mengatakan bahwa mustahil membuang omegaku dari hatiku karena aku tidak ingin melupakannya, tapi aku bersedia mengukir kenangan baru di antara kita."

"Lalu apa yang membuatmu tetap berdiri dengan amarahmu, putriku?"tanya Nyonya Kim. Wanita anggun tersebut masih berdiri mematung dengan mendekap putrinya.

"Entahlah, Eomma. Otakku berkata bahwa dia pantas kumaafkan, tapi tidak dengan hatiku,"ucap Mikaela lirih dengan napas yang tiba-tiba menjadi sedikit memburu. Tekanan membuatnya stress hingga menimbulkan sedikit kecemasan.

"Kae!"teriak Lian.

"Mikaela!"sahut ibu Lian.

"Sayang, kumohon bernapaslah dengan tenang! Aku salah …, aku yang salah!"ucap Judith dengan meraih tubuh bergetar omeganya dalam gendongan ala pengantin untuk berjalan kembali ke kasur.

Tubuh Mikaela masih bergetar dengan napas yang memburu, rasa sesak tiba-tiba menyergap dadanya. Tatapan matanya sama sekali tidak fokus, sementara mulutnya  ingin menangis namun dia menekannya lebih. Gurat panik tergambar jelas di wajahnya. Judith merasakan aura omeganya semakin memudar dan berantakan.

"Hubungi Ave! Tolong hubungi Ave, Lian!"pinta Judith dengan panik.

Nyonya Kim, mendekati Mikaela untuk mengusap punggung tangannya. "Menangislah, Sayang! Mungkin menangis tidak bisa menghapus sakit hatimu, tapi setidaknya kau akan merasa lega,"ucap Bibi yang dia panggil Ibu tersebut.

Lalu Judith merengkuh tubuh bergetar istrinya dengan membebaskan beberapa feromon untuk membuatnya tenang.

"Aku membencimu …, aku begitu membencimu, Judith!"

"Aku tahu. Maki aku, Sayang! Jika itu membuatmu lebih baik!"

"Lepaskan aku! Aku mau kau membebaskan aku darimu! Aku mau itu. Tapi, aku sungguh tercekat oleh fakta bahwa aku bahkan tidak berpikir untuk bisa bernapas tanpamu! Aku sungguh membencimu!"

"Menangislah, Sayang!"

"Lalu bisakah kau meyakinkanku untukmu berubah?"

"Jika untuk satu atau dua kalimat mungkin aku bisa mengatakannya saat ini, tapi aku tidak berjanji untuk tidak berbohong di masa depan. Jika itu untuk menjagamu!"

"Kau selalu berdiri untukku."

"Kau tahu itu. Aku bahkan tidak dapat memahami bagaimana aku memandangmu saat ini. Iya …, aku merasa telah menemukan Mikaela dalam dirimu, tapi kau dengan semua sikapmu perlahan dan pasti telah menarikku menuju ke arahmu secara alami hingga akhirnya aku mendapatkan diriku telah menyerah kalah tanpa perlawanan. Karena aku memang menginginkannya. Aku bahkan tidak tahu sejak kapan mulai mencintaimu dengan semua sifat serta sikapmu,"ucap Judith dengan mengusap lengan Mikaela, perlahan hatinya menjadi lebih dingin, "tarik napasmu dan hembuskan perlahan, Sayang!"lanjutnya membujuk sang omega.

Aroma mint menguar semakin pekat memenuhi kamar dan melingkupi omega kesayangannya, memberi rasa nyaman sekaligus merengkuh hati dan menekuk perlahan egonya.

Karena Judith adalah seorang alpha yang harus bisa menjadi penakluk bagi omeganya, namun dia menggunakan cara sehalus mungkin. Untuk memenangkan pertarungan tidak harus menjatuhkan lawan dengan kekerasan, 'pun kata kasar.

"Judith!"bisik lirih Mikaela mulai tenang dan mengendus dalam-dalam aroma mint yang menguar dari leher sang dominan.

"Hem, andai kau tahu aku bahkan tidak memiliki kesempatan lebih dari dua bulan untuk bersama dengan omegaku dulu. Jadi, kenangan yang terpatri dalam ingatanku hanya sebatas itu dan aku tetap menjaganya di sudut hatiku."

"Benarkah?"

"Namun, ada hal yang harus kau tahu, Mikaela. Jika itu menyangkut dirimu, semua akan berjalan di luar kendali otakku. Hati dan pikiranku tidak lagi sejalan, karena pesonamu secara perlahan membuatku semakin hilang kendali atas rasaku. Lalu kembali aku mendapati diriku telah menjadi seorang posesif akut hingga menyuruh Lee mengikutimu, memasang CCTV tersembunyi di manapun. Karena aku takut terjadi sesuatu pada dirimu, karena aku ingin selalu mengetahui apa yang kau lakukan, karena aku ingin tahu apapun tentang dirimu, aku juga takut jika kau ... bermain di belakangku,"ucap Judith lirih di akhir kalimat.

Mikaela hanya terdiam, namun hembusan napasnya telah menjadi lebih teratur. Matanya mulai terlihat sayu, seolah setiap tekanan sesaat lalu telah mengendur.

Sementara Judith masih berusaha maju dengan memberinya beberapa kalimat penenang. Sungguh, aura sang alpha membuatnya bertekuk lutut dan menjadi seorang omega manis.

"Sesungguhnya kau bukanlah tipeku …, bukan sama sekali. Karena aku selalu nyaman untuk semua hal yang sempurna. Tapi kau …, itu kau dengan semua sikap pemberontakmu secara perlahan telah mengikat hatiku lalu mencengkeramnya kuat hingga bayanganmu selalu bermain di pelupuk mataku, hingga harum aroma tubuhmu selalu terbayang dan membuatku mabuk bahkan hanya dengan memikirkanmu. Mikaela …, entah sejak kapan aku mulai memiliki rasa takut, aku sungguh takut jika suatu saat kau pergi dariku. Lalu katakan! Apakah aku masih tidak dapat lulus ujianmu, hem?"

"But I hate you!"ucap Mikaela dengan lirih.

Mulutnya berkata benci, namun tidak dengan respon tubuhnya, dia bahkan tidak menolak kecupan lembut bibir Judith di dahinya. Feromon Judith mulai memerangkap jiwanya memberi ketenangan.

"Judith, Ave bilang gunakan feromon--"

"I am okay, just let me sleep!"ucap lirih Mikaela memotong kalimat Lian, matanya perlahan terpejam. Dia terlelap dalam dekapan sang alpha.

"Okay, Sayang!"ucap Lian dengan menutup mulutnya menggunakan telapak tangan, sementara tatapan matanya terlihat sedikit bingung, bingung untuk mencerna situasi. Lian menatap ibunya dengan tanda tanya terukir jelas di dahi.

"Kasus ditutup!"ucap sang Ibu lirih seraya merangkul omega dominan tersebut untuk mengajaknya keluar.

Lian dan ibunya menarik diri untuk membiarkan Judith membaringkan omeganya, selanjutnya mereka saling merengkuh dan bergelung di balik selimut tebal.

Sementara di luar kamar ....

"Mom, apakah saudariku akan baik-baik saja?"tanya Lian pada ibunya.

"Kau tidak percaya padanya, hem?"ucap sang Ibu sambil mengusak rambut omega mungilnya.

"Apakah setiap orang hamil akan berlaku aneh?"

"Hum, apakah kau mau membuktikannya?"goda sang Ibu dengan menyentil dahi Lian.

"Tsk … Nom~"rengek Lian sambil berjalan beriringan dengan ibunya menuruni anak tangga.

"Wae? Kau sudah dewasa, lalu Dokter Tan Avelia juga sama dewasanya dengan Judith. Bukankah kau juga bilang jika mereka berteman baik? Tentu akan menyenangkan untukmu ketika ingin menyelidiki sifatnya melalui Judith, hem?"

"Sssttt ... Mommy sayang, jangan terlalu keras! Bagaimana jika Judith mendengarnya?"

"Ataukah kau masih sibuk membandingkannya dengan Third?"

"Ayolah, Mom!"

"Nde ... nde ..., ingatlah, Sayang! Kami selalu ada untukmu!"

"Ck ... goda aku terus, Mom!"ucap Lian dengan merengut kesal.

tbc

________________


Side story.

Percakapan Lian dan Ave.

Dokter Tan Avelia tengah menikmati makan siang di kantin rumah sakit bersama ayahnya, hari ini alpha dominan itu cukup sibuk karena operasi yang memakan waktu cukup lama. Namun, dia tetap meluangkan waktu untuk makan siang bersama sang Ayah.

"Bukankah Mikaela telah melakukan pemeriksaan beberapa waktu lalu?"tanya Dokter Tan–Ayah dari Ave.

"Hu'um, Appa!"

"Bagaimana kondisi perutnya? Dan apakah Tuan Third juga telah menerima laporan kesehatan putrinya? Ingat, Sayang! Ini bukan masalah uang, tapi permintaan pribadi seorang wali yang begitu menyayangi omega mungilnya."

"Hum … aku tahu, Appa. Kurasa menunggu seminggu lagi dan aku akan memastikan apakah dia memerlukan tindakan khusus untuk mengikat dan menjahit leher rahimnya atau tidak."

"Seburuk itu?"

"Belum pasti, tapi keluhannya akhir-akhir ini mengarah ke sana. Selain fakta bahwa sebelumnya dia pernah mengalami keguguran karena benturan keras di perutnya. Tapi ... aku juga tidak yakin kalau keguguran yang dialami Mikaela sebelumnya karena kecelakaan, kurasa terlepas dari trauma pada dinding rahimnya, kondisi rahim tersebut memang lemah."

"Kau yakin?"

"Hu'um. Meski keyakinanku hanya 49% tapi–"

Ponsel wanita alpha dominan yang tengah makan tersebut bergetar–yang memotong kalimatnya. Namun, Ave hanya mengabaikan karena dari ekor matanya dia dapat melihat nama siapa yang tertera di sana. Lalu sang Ayah mencondongkan tubuhnya untuk mengintip layar ponsel yang menyala di depan putrinya.

"Tapi, kurasa--"ucap Ave melanjutkan kalimatnya, namun terpotong oleh kalimat sang Ayah.

"Lian Kim …, bukankah itu saudari Mikaela–yang mencuri perhatianmu?"

"Uhuk …, ekhem. Anda bicara apa?"tanya Ave terbatuk.

Wanita dominan itu nampak terkesiap karena nama pujaan hatinya disebut. Wajah dinginnya seketika merona. Tentu ayahnya tahu bagaimana benteng pertahanan alpha sedingin dia telah runtuh setiap berbicara pada omega cantik tersebut.

Tangan Ave meraih ponsel yang tergeletak di atas meja, lalu mendehem untuk selanjutnya menerima panggilan telepon tersebut. Raut wajah Ave sedikit merona, sementara Tuan Tan lebih memilih melanjutkan makan.

Ave : "Wae, kau merindukanku?"

Ave bahkan tidak menutupi atau menekan perasaannya jika itu soal Lian. Kalimatnya selalu tanpa filter.

Lian : "Tsk ... dasar mesum. Ayolah ini penting, Ave!"

Ave : "Adakah yang lebih penting dari merindukan suaraku? Atau kau ingin aku meluncur ke rumahmu, hem?"

Lian : "Haishhh ... ini soal Mikaela, Ave! Ayolah … aku sedang tidak ingin berdebat!"

Ave : "Katakan, apakah terjadi sesuatu?"

Tuan Tan meneruskan acara makannya dengan memasang telinga untuk semua ekspresi putrinya yang jauh dari kata biasa, suaranya bahkan telah terdengar cukup lembut.

Setahu Tuan Tan, hanya Judith Han satu-satunya orang terdekat putrinya selama ini. Ave akan menjadi dirinya sendiri jika bersama alpha dominan tersebut. Namun, respon tak biasa terhadap omega dominan dari keluarga Kim membuat sang Ayah menghangat hatinya.

Setidaknya … dia tidak perlu mencarikan jodoh untuk alpha kesayangannya.

Lian : "Mikaela sepertinya mengalami serangan kecemasan--sedikit! Aku takut, Ave!"

Ave : "Adakah sesuatu yang menjadikannya tertekan?"

Lian : "Judith …, mereka bertengkar. Saat ini Mikaela tengah ditenangkan olehnya. Ayolah, Ave! Aku sungguh takut."

Ave : "Tunggu-tunggu! Dengarkan aku, Babe!"

"Ekhem …."Suara Tuan Tan mendehem ketika putrinya memanggil Lian dengan 'babe', sementara Ave menatap sekilas ayahnya lalu kembali memasang wajah serius untuk panggilan telepon omeganya.

Lian : "Ck ...."

Ave : "Dengar! Pertengkaran rumah tangga adalah hal biasa, Babe. Dan kau tidak perlu merasa khawatir untuk itu. Lalu minta Judith membebaskan sedikit feromon--"

Klik.

Ave : "Babe! Lian …, tsk ... ayolah!"

"Dia memutus panggilan?"tanya Tuan Tan terkekeh pelan.

"Hem, omega nakal!"jawab Ave dengan santai dan memilih untuk kembali melanjutkan acara makan siangnya.

Hati Ave sedikit merasa terusik oleh kelakuan omeganya. Namun, bukan menyerah yang dia ingin, melainkan semangat, dia semakin bersemangat untuk menaklukkan Lian.

Pada dasarnya Ave bukan seorang yang mudah dekat atau merasa penasaran terhadap orang lain, namun untuk Lian berbeda. Dari awal mereka berbicara, omega berdarah Thailand dan Korea tersebut telah mencuri perhatiannya.

Gaya bicara serta aksen yang terdengar lembut namun percaya diri, dari suaranya yang selalu membuai angan Ave hingga mereka-reka bagaimana raut dan gurat wajah omega yang jelas begitu cerdas itu.

Lalu hatinya semakin tergelitik ketika Lian menceritakan bagaimana hubungannya dengan Mikaela, bagaimana mereka menjadi sangat dekat dan manis--terlihat sangat manis untuk Ave bayangkan.

Sebenarnya Lian adalah seorang omega dominan layaknya gadis pada umumnya; seorang gadis yang periang dengan hati lembut, tapi menyukai untuk menikmati hidup.

Jadi, sebenarnya tidak ada hal khusus yang mengikat mereka untuk saling tarik-menarik, namun takdir sebagai fated pair lah yang mengatur kedekatan mereka.

Meski Lian masih menanggapi Ave dengan tanduknya yang tajam.

Setidaknya, Lian merespon apapun perlakuan sang alpha padanya.

Bukankah hal indah bagi Ave untuk direspon oleh pujaan hatinya?

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Yes, it's me [GxG] : 20. Nghhh!
0
0
  Jangan menyentuhku! Aku ingin tidur sendiri!Dan aku tidak berpikir bisa bernapas lega ataupun memejamkan mata tanpa memelukmu, Mikaela!  
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan