
Kurasa ... aku mendapati diriku telah begitu sulit melalui hari tanpanya. Bahkan dalam mimpi pun aku berlari di bawah hujan hanya untuk berusaha keras berpikir apakah itu dia atau Anda.
Mom, kurasa mungkin sesaat lagi aku akan lupa cara tidur tanpanya.
Apakah aku mencintainya?
Kkultarae 19. Lama
Hari keenam setelah transfer embrio, tanggal 18 Mei 2022.
Jumiati pov.
Mikaela Says.
"Mom .…"
Berada jauh darinya kupikir akan baik-baik saja, ketika kami tinggal bersama pun ada waktu di mana aku ingin sendirian. Ada waktu di mana aku tidak ingin menyentuh atau disentuh olehnya.
Ada waktu di mana aku mengabaikannya lebih meski tidak sedetik pun dia lepas dari atensiku.
Fakta bahwa dia adalah seorang asing, aku tahu itu. Tapi darinya aku mendapatkan sesuatu yang hilang, lalu kupikir aku mendapati situasi itu tanpa kusadari.
Rasa aman, aku mendapatkannya dari sosok yang merengkuhku saat ini.
Mom ....
Beberapa waktu berpikir membuatku menyadari sesuatu, rupanya perlahan dengan cukup sadar aku telah dan tengah menjatuhkan diriku padanya. Dan aku membiarkan diriku melakukan itu dengan setiap sikapku.
Anda tahu?
Dia adalah sosok dengan versi yang aku mau dari seorang Anda. Wanitaku menerima setiap sikap dan sifat anehku seperti pernah menghadapi seorang sepertiku sebelumnya. Dia juga tidak menunjukkan protes atas mood swing yang setiap waktu bisa membanting emosiku.
Dia bahkan memberiku sebuah rumah untuk menjaga egoku, yang kuasumsikan sebagai sarang untukku bisa bersembunyi dengan setiap rasa hausku akan sendiri. Dia memberiku ketenangan.
Dia menerima sikap pemberontakku dengan tenang seolah pernah menjadi salah satu dari seorang toxic sebelumnya, lalu berhasil membebaskan psikisnya dari rantai belenggu kuat tersebut.
Apakah Anda telah menyadari bahwa selama kita komunikasi aku telah cukup mengamati setiap emosi yang Anda tunjukkan padaku?
Anda juga seorang toxic yang cukup akut, bahkan untuk kekhawatiran atas setiaku yang sesungguhnya tidak perlu. Benar, tidak diperlukan--karena aku adalah milik Anda selama aku diinginkan untuk.
Tapi, aku juga tahu bagaimana seorang Anda berpikir di antara keterbatasan kita.
Saat itu, jarak dan waktu; bukan hanya mereka yang mengikat kuat kita.
Terlepas dari dua hal yang jika kita mau maka kapanpun dapat dipangkas tersebut, ada tanggung jawab di real life yang merantai kakiku dan kaki Anda–menciptakan jurang menganga yang membentang dengan kejamnya memisahkan kita.
Membuatku tidak hanya tersungkur, tapi terperosok dan jatuh hingga tidak lagi memiliki pilihan selain membiarkan takdir membawa tubuhku meski tahu jurang tersebut tidak berdasar.
Bermalam-malam aku menikmati setiap rindu yang mengikatku dengan erat bagai kawat berduri yang menancapkan setiap duri mereka ketika rasa itu datang.
Aku dipaksa menyerah oleh kenyataan yang berkali-kali menamparku tanpa membiarkan aku menghindar atau setidaknya maju untuk membela egoku.
Anda selalu tahu bahwa hanya dengan satu kalimat maka aku bisa melepaskan setiap ikatan di atas bumi ini.
Jika saat ini aku bahagia, bukan karena dia memiliki segalanya. Tapi, karena aku melihat dan merasakan sosok Anda di dirinya, dan dia mengijinkan aku bermain dengan asumsiku atas Anda--atas kita dalam kisah kami.
Kurasa ... aku mendapati diriku telah begitu sulit melalui hari tanpanya. Bahkan dalam mimpi pun aku berlari di bawah hujan hanya untuk berusaha keras berpikir apakah itu dia atau Anda.
Mom, kurasa mungkin sesaat lagi aku akan lupa cara tidur tanpanya.
Apakah aku mencintainya?
Aku masih menggenggam rasaku untuk kita, rasa yang utuh tanpa berkurang sedikitpun. Aku akan melepaskan dunia saat Anda memintaku kembali dan menepati kontrak seumur hidupku.
Di sisi lain, aku berharap kalian adalah orang yang sama.
Rumah Sakit Seoul, 18 Mei 2022.
"Huft!"desahku pelan. Kututup laptop kemudian turun dari brankar untuk berjalan menuju pintu.
"Aku akan menemanimu!"ucap Lembu yang meraih kursi roda bermaksud membawa tubuhku dengan benda tersebut.
"Biarkan aku berjalan dengan kakiku! Yang sakit lenganku, kalau kau lupa. Lalu rasa kencang pada perutku, serta setiap respon yang kurasakan telah mulai menjadi biasa untukku. Aku bosan berada di dalam kamar,"ucapku menghentikannya.
"Aku akan menemanimu!"ucapnya mengulangi kalimat yang sama.
"Okay,"jawabku begitu saja. Dari ekor mataku terlihat pria yang bertugas melindungiku itu menyambar sebuah selimut tebal berbahan katun lalu mengikutiku.
Kami berjalan beriringan menuju lift yang membawa ke lantai dasar. Aku tahu taman di halaman belakang rumah sakit begitu nyaman. Ini masih musim semi kalau kalian lupa, meski hampir berakhir.
"Kau baik? Apakah hatimu baik?"tanyanya saat memasuki lift. Aku tersenyum menjawabnya dengan anggukan.
"Bukankah kau juga menikmati tidur bersama kami tiap malam, hem?"tanyaku.
"Owh-apakah sleep call sangat berpengaruh pada suasana hatimu?"tanyanya.
"Ck … kau tidak tahu beratnya jadi aku. Ada waktu di mana aku tidak dapat mengendalikan mood-ku dari menjauhinya. Aku tidak sengaja melakukannya, tapi itulah aku. Entah sampai di titik mana Alex akan berhenti dan menyerah kalah."
"Aku akan menemanimu ketika waktu itu tiba,"ucapnya tanpa ekspresi berarti.
"Haishhh! Jika saat itu tiba tentu aku akan dibuang oleh bosmu tanpa uang sepeser pun. Lalu mau kugaji dengan apa? Setidaknya untuk membeli sabun wajahmu saja aku tidak akan cukup mampu,"ucapku sembari menunjuk pipi putihnya yang memang terlihat sangat terawat.
"Aku yang akan bekerja. Bukankah kau pernah bilang jika suara dan wajahku cukup untuk modal sebagai penyanyi,"ucapnya masih dengan wajah datar.
Aku menggeser tubuhku mendekatinya untuk menepuk dahinya.
"Jangan pernah korbankan masa depanmu hanya untuk seseorang yang tidak memiliki kepastian mood! Aku bisa membanting emosimu kapanpun, kau tahu itu,"ucapku dengan mata berkaca-kaca. Tentu, setelah Alexei, maka pria di dekatku ini yang bisa memberiku rasa aman.
Suara lift mengakhiri perdebatan kami. Kami telah sampai di lantai bawah.
Lembu yang pertama melangkah untuk berhenti di tengah pintu lift menghalangi dari tertutup menggunakan tangannya, lalu aku berjalan melewatinya keluar dengan mendecih lirih.
"Kau selalu berlebihan,"gumamku sembari berjalan menuju pintu keluar.
Hanya butuh waktu lima menit dari lantai dasar menuju halaman rumah sakit. Sebenarnya itu tidak jauh, tapi kondisi tubuhku telah berbeda jauh dari biasanya.
Aku merasakan lelah yang cukup mengganggu bahkan tanpa pergerakan berarti.
"Duduklah!"ucap Lembu seraya meraih bahuku untuk menuntun agar aku duduk di sebuah bangku tunggal yang cukup besar untuk lima atau enam orang.
Aku menurutinya tanpa protes karena kurasakan tubuhku perlahan tapi pasti mirip akan ambruk. Kusandarkan punggungku perlahan di sana, lalu kembali rasa tak nyaman yang lain mengikuti.
Entah karena aku lelah berjalan atau karena kursi taman yang besar ini tidak memiliki bantalan empuk, saat ini kurasakan nyeri secara perlahan mengeratkan rengkuhannya dan menyergap pada pinggang dan pantatku.
"Kau suka udara di sini?"tanya Lembu yang membuyarkan pengamatanku pada kondisi tubuhku sendiri.
Aku mengangguk. "Hu'um. Aku suka aroma musim semi,"ucapku mengabaikan rasa nyeri yang mulai memperlihatkan kuatnya pada punggung dan pantatku.
"Dengar! Aku tidak tahu bagaimana menjadi seorang teman yang baik, tapi saat kau terpuruk maka aku ada "
"Kau tidak sedang merayuku, 'kan?"tanyaku. Oh, sungguh ... itu tidak perlu jawaban.
"Hum, adakah seorang adik menginginkan kakaknya sendiri?"tanyanya.
"He-he ... mian!"ucapku seraya beringsut sedikit resah menyamankan tubuhku.
Bagaimanapun aku mengambil posisi duduk, hanya lelah dan nyeri yang terasa. Lalu kurasakan selimut tebal yang dia lipat tengah diselipkan di belakang punggungku. Spontan aku memajukan tubuhku memberi ruang untuk benda empuk tersebut menyangga tubuhku.
"Oh, Tuhan. Ini sangat nyaman,"gumamku sambil menatapnya, "gomawo!"lanjutku kemudian.
"Bisakah kau menunjukkan apapun pada orang lain?"tanyanya.
"Maksudmu?"tanyaku penasaran.
"Tunjukkan arti dari setiap ekspresi di wajahmu tentang apapun yang kau rasakan! Menunjukkan pada orang lain bahwa kau sedang tidak baik-baik saja bukanlah suatu dosa, Miia!"
Lembu mengucapkannya sembari menatapku lekat, meski tidak sedikit pun tersirat ekspresi berarti di wajahnya. Namun, dari sorot matanya tidak kulihat kalau kata-katanya adalah bujuk rayu.
'Apakah hatinya juga terasa hambar? Begitukah seorang aseksual?' batinku.
"Kau begitu peduli terhadapku,"ucapku.
"Karena kau adalah Miia. Terlepas dari tugas utamaku menjadi bayanganmu, kau adalah sosok yang akan menarik lawanmu untuk mendekat dan peduli padamu secara alami,"ucapnya yang membuat bibirku tersengih lagi.
"Tutuplah bibirmu atau kau akan masuk angin, Princess!"ucapnya yang membuatku terkesiap untuk beberapa alasan yang tak dapat kujelaskan. Secara spontan kututup mulutku.
"Ah-nde?"jawabku.
"Bisakah? Bisakah kau membuka dirimu perlahan untuk orang lain?"
"Hum,"ucapku masih dengan keraguan.
"Agar orang lain tahu apa yang kau rasakan. Setidaknya … biarkan lawan bicaramu bisa memposisikan diri mereka dengan benar untuk memperlakukan dirimu semestinya."
Aku tidak percaya pria yang lebih muda dariku lebih bisa memberiku nasehat. Kadang usia tidak menentukan kedewasaan seseorang.
Aku menatapnya sesaat lalu menunduk. "Apakah aku menyulitkan orang lain?"tanyaku meski aku tahu dan mengerti arah pembicaraannya.
"Cobalah kau cerna lebih dalam lagi setiap kalimatku! Aku mungkin tidak akan mengulangi untuk mengatakannya lagi karena itu terlalu panjang, aku mudah lupa khususnya dengan hal-hal sensitif seperti ini."
Kembali aku menatapnya yang kali ini juga menatapku. Mulutku mendecak untuk senyuman. "Ck, … siapa yang memintamu untuk mengatakannya, hem?"tanyaku.
"Aku mau Alexei Noona bahagia. Tapi ternyata itu tidaklah sesederhana dengan hanya menikahi wanita pujaannya. Karena itu kau, Miia. Kau adalah sosok spesial yang membuatnya harus berusaha keras untuk senyumanmu, lalu aku tahu bahwa tangismu bahkan bisa membantingnya. Maka aku juga akan merebut hatimu untuknya. Aku adalah pengacaranya jika kau mau tahu,"ucapnya yang terdengar semakin lirih karena perlahan rasa kantuk yang sangat menyergapku. Kubiarkan tubuhku menyandar di bahunya, sementara tanganku mengusap lembut perutku yang masih mengencang.
Oh, Tuhan ... seharusnya aku tidak berjalan keluar kamar tadi, karena sangat melelahkan. Pinggang dan pantatku mulai terasa cukup nyeri.
Kubisikkan lirih pada sosok yang masih samar tergambar di alat test pack kemarin bahwa aku siap membawanya.
"Baby Smith ...,"gumamku mengabaikan kalimat Lembu yang panjang kali lebar kali tinggi. Karena intonasinya yang datar membuaiku hingga membuatku terlelap.
__________________
Hari ketujuh setelah transfer embrio; tanggal 19 Mei 2022.
Alexei pov.
Ini masih pukul 19.45 waktu Jepang, tidak ada selisih jam dengan waktu Korea maka seharusnya masih cukup sore, tapi Lembu telah memberiku pesan chat bahwa istriku telah tidur pulas.
"Kau bisa meninggalkan rapat lebih awal, Lexei!"ucap Jeff yang melihat ekspresi tak tenang di wajahku setelah membaca sebuah pesan.
"Hum. Aku sedikit penasaran dengan kondisinya. Miia semakin mudah terlelap, aku telah memastikan bahwa dia tidak meminum obat tidur."
"Dia tertekan karena bosan,"ucap Jeff.
"Kau benar. Tapi … sesungguhnya sendiri, sepi, dan tenang adalah selimut ternyaman saat dia ingin. Aku juga tahu dia sedang dalam mood yang baik. Bukankah artinya tidak sedang stress?"
"Wanita adalah sosok yang rumit, kau tidak akan bisa menebak isi hatinya. Lihatlah bagaimana adikmu! Dia bisa uring-uringan tidak jelas jika aku tidak pamit meski hanya untuk membelikannya kalung berlian,"ucapnya membuatku berdecak lalu terkekeh.
"Wanita akan menunjukkan kangen, posesif, bahkan rasa ingin akan seks dengan amarah kalau kau mau tahu!"ucapku. Kami bagai sesama pria.
"Mwo!"ucapnya seperti terkesiap karena baru tahu, "ck-sshhh-eumm!! Suri akan menarikku untuk membanting tubuhku di atas kasur jika dia ingin,"lanjutnya menunjukkan smirk di akhir kalimat. Itu menyentil egoku.
"Hum, kurasa memberi istriku kejutan saat pulang bukan hal buruk,"ucapku.
"Kau bisa memilih mainan seks di toko langgananmu, 'kan?"
"Tentu."
Segera aku meninggalkan ruang rapat untuk kembali ke kamarku seperti malam sebelumnya, hanya saja kali ini lebih awal. Aku mau menemani istriku meski dia telah terlelap.
Waktu 15 menit kulewati di kamar mandi dan walk in closet dengan dada berdegub keras, rasanya aku sangat menggebu untuk melihatnya.
Suara bel pintu mengakhiri acara mengeringkan rambutku, aku berjalan keluar untuk membukakan pintu untuk makan malamku.
Seperti biasa rasa tak sabar membuatku menjadi seorang posesif akut. Tanganku secepat kilat menekan tombol call untuk Miia.
Sebelumnya aku telah mengirim sebuah pesan untuk Lembu agar mengangkat panggilan video dariku.
Lembu: "Yoboseo."
Alexei: "Sstt-jangan buat dia bangun! Lakukan apa yang mau kau kerjakan. Atau kau bisa beristirahat di kamarmu!"
Lembu: "Saat dia terbangun nanti ... kau mau aku melewatkannya? Tidak! Aku tidak akan melalaikan tugasku hanya karenamu."
Lembu bahkan mengucapkannya dengan gerak bibir yang sangat jelas, rupanya dia menjaga anak ayamnya dengan sangat hati-hati.
Alexei: "Uhm-okay."
Lembu: "Jangan katakan kalau kau akan membangunkannya tanpa aku hanya untuk minta yang aneh-aneh. Tubuhnya tidak siap untuk pikiran mesum!"
Alexei: "Yak!"
Lembu: "Sstttt–"
Alexei: "Itu kau yang memulai–"
Kami beradu mulut dengan volume yang ditekan dengan sangat, hanya gerak bibir dan bahasa tubuh yang menjelaskan. Menjaga Miia dari terbangun.
Tatapan liciknya mendorongku hingga menghimpit dinding. Aku bukan orang seperti itu, andai dia tahu.
Kubiarkan Miia menyamankan tidurnya yang lelap. Wajah lesunya yang masih terlihat pucat tertutup oleh beberapa helai rambut, membuat tanganku tanpa sadar terulur untuk membelai pipi bulatnya dari layar laptopku.
Dia adalah istriku. Aku tahu kami hanyalah orang asing beberapa hari lalu, tapi wanita yang tengah tidur lelap itu selalu membuatku mendekat padanya selangkah setiap waktu.
Dia adalah wanita yang kehilangan rasa aman, wanita yang tidak lagi mau terbanting oleh cinta, juga wanita yang memiliki mood swing karena terkurung oleh trauma bond.
Sekali lagi, aku tahu dia adalah orang asing–yang menguarkan aura mirip dengan seseorang dari masa laluku. Tapi, terlepas dari semua di atas, dia menggunakan tubuhnya untuk menyelamatkan seorang asing sepertiku.
Dari awal aku telah tertarik untuk mendekat padanya, lalu aku begitu terobsesi untuk merengkuhnya ke dalam dekap hangatku agar kebekuan di dalam hatinya mencair, dan saat ini aku yakin bahwa jiwaku telah jatuh pada pesonanya.
Aku mencintainya.
"Mommy!"gumamnya di antara tidur lelapnya.
Wajah pucatnya tampak sedikit gelisah, bola matanya bergerak pelan di balik kelopak matanya yang masih terpejam. Kurasa dia tengah bermimpi tentang aku, atau mungkin tentang aku dan masa lalunya–sosok yang membuatnya merasa bersalah.
"Apa, Sayang?"tanyaku, menghentikanku dari mengunyah makan malamku.
Miia membuka matanya perlahan untuk kemudian menyisihkan helaian rambut nakal yang menutupi wajahnya–seperti sedang protes. Tubuhnya bergerak untuk mengubah posisi tidur. Miia berusaha memiringkan tubuhnya, kupikir dia akan tengkurap, tapi rupanya Lembu dengan lembut menghentikan.
"Apa yang kau lakukan?"tanyaku lirih. Bocah nakal itu mengabaikanku dan memilih untuk mengambil sebuah bantal, meletakkannya di balik punggung wanitaku seolah mengganjalnya, lalu sebuah lagi sebagai guling.
Aku sedikit berpikir untuk rasa penasaran. Lembu begitu menjaganya.
"Kau baik, Babe?"ucapku. Kali ini kutujukan pada istriku yang membuka matanya perlahan.
"Hoamhh-Mom, kau makan? Aku bermimpi tadi--"
"Yeah, Baby Girl. Aku ada buat kamu,"ucapku.
"Aku mau kamu, Mom!"ucapnya dengan muka bantal. Aku terkekeh mendengarnya. Dia begitu imut.
"Kau lelah?"tanyaku.
"Hum, cukup melelahkan. Pinggang dan pantatku terasa tidak nyaman, kepalaku berat, lalu perutku--"
"Pantat?"tanyaku penasaran.
"Uhm-hanya lelah berada di atas kasur terus,"ucapnya dengan ekspresi sedikit berantakan.
'Apakah ada sesuatu yang telah kulewatkan?' pikirku.
_____________
Hari kedelapan setelah transfer embrio, tanggal 20 Mei 2022.
Jumiati pov.
"Anda datang?"tanyaku, berpikir bahwa seseorang yang tengah memelukku dari belakang adalah dia; Eve.
"Hu'um. Aku tidak dapat lagi jauh darimu, Babe!"ucapnya dengan suara serak basah yang berat.
Ingatanku terlempar pada sosok yang menikahiku beberapa hari lalu, yang dengan mudahnya merebut aku dari diriku karena aku mau, karena butuh nyaman. Lalu kenyamanan itu hanya dia yang dapat memberi.
Napasnya hangat menyembur membelai tengkukku, lalu menguar aroma mint yang tak begitu asing.
"Susu hangat rasa pisang? Atau aku yang menyusu padamu?"godanya yang sontak membuatku membalikkan tubuhku untuk terkejut.
"Alexei!"
"Kau berpikir aku adalah orang lain, hem?"tanyanya seraya mengecup pucuk hidungku.
"Kau tahu bahwa dia masih sering menarikan ingatan yang tersemat rapi di salah satu celah di otakku, 'kan?"ucapku begitu saja.
"Tidak masalah, Sayang. Aku mau itu,"ucapnya seperti tanpa berpikir lebih.
"Sebegitu cintanya kau padaku, hem?"tanyaku.
"Bukankah kau juga?"tanyanya.
"Aku? Haishh!"aku menunduk, berkelit karena malu.
"Lihat luka itu!"ucapnya menuntun mataku untuk melihat luka di lenganku. Aku membawa tatapan mataku untuk mengamati perubahan ekspresi wajahnya yang menyendu.
"Aku punya sesuatu untukmu, Alexei,"ucapku mengalihkan topik sembari meraih jemarinya dan membawanya untuk mengusap perut di bawah pusarku yang mengeras.
"Kau mau aku mengusapnya? Kau merasa sakit?"tanyanya masih tanpa berpikir lebih.
"Aku membawa putramu, putra kalian di dalam perutku,"ucapku kemudian.
"Benarkah?"tanyanya dengan mulut sedikit terbuka. Dia terlihat terkesiap oleh ucapanku.
"Sstt-jangan keras-keras!"ucapku lirih dengan senyum nakal hingga mataku menyipit, "kemarin aku meminta Lembu untuk mendapatkan test pack. Lalu terlihat dua garis meski itu samar."
"Kau melakukannya?"
"Untuk kita, aku mau kita semua bahagia,"ucapku yang dia sambut dengan menenggelamkan wajahku di ceruk lehernya.
"Uhm-Momhh!"
……………………
"Yes, Babe. Kau bermimpi lagi?"
Suara serak dan berat mengejutkanku. Rupanya aku telah bermimpi.
"Mom-aku mau kamu,"ucapku dengan menampilkan senyumku.
"Uhm, aku telah memesan sesuatu untuk menyenangkanmu, Babe."Lirih, dia berbicara dengan wajah bantal.
"Uhm-aku rindu kamu, Mom,"ucapku mengalihkan topik, aku telah membuatnya salah paham.
Aku terbangun dan mengumpulkan nyawaku karena kalimatnya. Kurasakan tubuhku sedikit lebih baik, aku tersenyum cerah.
"Apa yang kau pikirkan?"tanyanya.
Aku beranjak bangun untuk duduk bersandar di brankar, kutangkup kedua pipiku. "Aku mimpi dipeluk sama kamu."
"Sebentar lagi,"ucapnya.
Anganku telah berlayar bersama dua kata tersebut. "Tentu, jangan terlalu memikirkan aku! Fokus saja pada urusanmu!"ucapku menutupi ekspresi malu di wajahku.
"Kerja bisa dipikirkan bersama, aku tidak sendirian. Tapi ... kau adalah prioritasku. Tidak ada siapapun yang kuijinkan ikut memikirkanmu. Hanya aku, Babe."
"Haishh!"
"Wae?"tanyanya.
"Ini masih terlalu pagi, Mom,"ucapku malu, mengabaikan Lembu yang tengah berjalan keluar dari kamar mandi untuk mendekatiku.
"Kau baik?"tanya pemuda tampan itu setelah berada di dekatku.
"Tentu, aku sangat baik."
Aku mengucapkannya dengan tersenyum hingga mataku menyipit. Lembu memberikan tatapan teduhnya lalu menunjuk jam di dinding bermaksud mengingatkan bahwa 30 menit dari sekarang akan ada kunjungan Dokter. Mataku mengekori gerakan tangannya.
"Wae? Apa yang dia katakan?"tanya Alexei. Aku tersadar bahwa ini adalah hari Minggu, tentu dia ingin menghabiskan hari denganku.
Aku memalingkan wajahku untuk menatap Alexei.
"Dua jam. Beri aku waktu untuk menyiapkan diriku!"
"Tidak …, jangan matikan!"
"Aku butuh mandi, aku butuh dibersihkan lukaku oleh perawat, lalu aku juga akan butuh kunjungan Dokter,"ucapku dengan masih tersenyum. Dia pasti kalah.
"Jangan matikan! Tetap VC!"Dia mendebat.
"Baterai ponselku habis!"
"Okay!"ucapnya dengan wajah bantal. Yes, dia menyerah.
"Kau bisa mematikan panggilan. Lalu aku bisa menelepon ponsel Lembu."
Dia membuatku harus berbicara dengan menaikkan nada setengah oktaf. "Okay, kau ikut sekalian! Aku mau nongkrong di closet!"
"Uhm, okay ... 2 jam dari sekarang. Aku juga butuh ke kamar mandi. Sepertinya …."Dia menyerah untukku.
Lembu tampak menghembuskan napas lega, seperti halnya aku.
Klik.
Panggilan video itu akhirnya dimatikan.
Aku beranjak bangun dari kasur yang disambut oleh Lembu. "Tidak, badanku memang cukup lelah, tapi kondisiku lebih baik dari sebelumnya."Aku menolaknya dengan halus.
Sementara aku berjalan memasuki kamar mandi. Kurasa aku bisa mengatasi setiap respon tubuhku dengan nyaman hari ini.
tbc
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
