Genre Hidup

0
0
Deskripsi

Genre adalah jenis, tipe, atau kelompok sastra atas dasar bentuknya (KBBI). Maka genre kehidupan adalah pengelompokan kisah kehidupan suatu individu atas dasar bentuk atau ragamnya. Simplifikasinya, samakan saja dengan genre pada cerita-cerita fiksi seperti dalam novel-novel, komik, film, atau anime.

Kira-kira, genre seperti apa yang cocok bagi individu sepertiku?

Suatu ketika Reza mengajukan pendapat, “Genre hidup kita ini Comedy dan Slice of Life, bukan seperti mereka berdua yang Romance-nya bahkan mungkin sampai Mature. Kalau kamu, Farhan, genre hidupmu apa?”

Waktu itu hanyalah perbincangan seperti biasa. Suatu topik acak yang entah bagaimana muncul ketika kami berkumpul sewaktu jam istirahat kedua berlangsung. Ralat, itu adalah sewaktu pulang sekolah ketika hujan menerpa. Diskusi tidak terarah selalu menjadi hal yang konsisten dalam perbincangan kami. Bagaimana bilangnya ya, mungkin ini sudah menjadi kebiasaan para laki-laki dalam membicarakan sesuatu. Tidak heran jika muncul meme yang berkonteks perihal topik pembicaraan para lelaki dikala pukul tiga pagi.

Kalau tidak salah, Farhan hanya menjawab dengan anggukan dan mengiakan pernyataan Reza. Pendapatnya tidak berbeda jauh perihal genre hidup kami yang monoton dan sangat klise ini. Ketidakhadiran genre Drama dalam kehidupan sekolah kami yang tidak lama lagi menuju kelulusan seakan membuatnya terasa hambar, tanpa rasa khas yang mengesankan memori.

Aku tidak akan menyalahkan maupun mendebat pernyataan itu karena bagi orang-orang seperti mereka yang terjerat dalam keindahan dan kebahagiaan masa remaja terutama SMA ini, kenangan adalah sesuatu yang sama berharganya dengan alasan mereka untuk hidup. Itu adalah apa yang membuat mereka tetap memiliki tekad untuk terus menghadiri ruang lingkup yang beragam ini. Raison d'être mereka adalah jelas, yaitu untuk menciptakan kenangan-kenangan yang indah, membahagiakan, dan tidak terlupakan. Itu adalah argumen yang valid dan sah-sah saja, sebab bagi mereka itu memang hal yang penting, sebagaimana makna hidup mereka sebagai seorang siswa SMA.

Suatu pandangan, perspektif yang sangat positif dan monoton.

Genre hidup mereka jelas adalah Comedy, School, Slice of Life, dan sedikit bumbu Romance dan R18 (meskipun cuma tersirat). Suatu genre hidup yang membahagiakan dan tanpa beban, seperti kehidupan seseorang tertentu yang selalu diiringi dengan senyum penuh kegembiraan akan euforia masa muda (SMA).

Sungguh, aku sedikit iri kepada mereka.

Mereka mampu merasakan kegembiraan dan kenikmatan dalam kehidupan remaja yang sebetulnya cukup kompleks ini—atau mungkin tidak. Mereka yang berhasil melepaskan diri dari fase pubertas dan beranjak menjadi individu yang berpikir jauh ke depan, seseorang yang visioner dengan tidak membuang waktu yang tersisa di masa kini. Oleh karena itu mereka ingin sebanyak mungkin, sebisa mungkin, semampu mungkin, menciptakan dan membuat memori atau kenangan yang pasti akan membekas dalam jiwa dan raga mereka sekaligus. Itu karena bagi mereka setelah kelulusan kelak memisahkan kami semua, segalanya tidak dapat terulang kembali.

Sebagaimana suatu kesuraman yang telah melekat dan tidak dapat dilepas mau bagaimanapun usahamu.

Suatu pandangan hidup yang sangat positif dan tidak depresif, di mana para siswa pada akhirnya berhasil menemukan alasan mereka untuk terus berjuang walau sudah memasuki akhir dari tahun ketiga mereka. Tidak salah untuk mengatakan bahwa "Masa SMA adalah masa muda yang terbaik untuk dijalani!".

Dan hadirlah diriku, yang entah bagaimana, merasa iri kepada mereka yang mampu merasakan indahnya makna hidup sebagai seorang remaja atau siswa SMA.

Nyaris saja aku membeberkan sebagian dari pemikiranku ketika diskusi terasa semakin dalam dan intens. Yah, biarpun aku mengutarakan pemikiranku pun, tidak akan ada yang peduli dan memberikan perhatian penuh, jadi aku rasa tindakanku pun tidak ada gunanya. Meskipun, keputusanku untuk menahan diri adalah langkah yang bagus, sebab dengan begitu mereka tidak akan menganggapku sebagai sosok yang suram dan depresif tetapi tetap sebagai siswa atau remaja SMA biasa yang menikmati ke mana arah perbincangan itu berlanjut.

Yah, sekali lagi, biarpun aku utarakan, aku tidak yakin mereka bakal mengerti tentang genre hidupku yang hendak aku ucapkan itu. “Genre hidupku mungkin Psychological,” begitulah kalimat yang hendak aku ucapkan. Mungkin pemikiran ini muncul karena akhir-akhir ini aku lebih sering membaca novel klasik dan terpengaruh pesimisme Schopenhauer. Mungkin juga disebabkan aku yang cenderung lebih suka membaca buku dengan narasi frontal sebagaimana yang Kafka tulis dalam bukunya ”Surat untuk Ayah". Tentang buku yang mampu memengaruhi cara berpikir suatu individu, ternyata memang benar adanya. Tidak heran jika ada suatu masa ketika pemerintah melarang peredaran buku-buku tertentu yang berpotensi menumbuhkan kritisisme dan skeptisisme masyarakat terhadap pemerintah. Buku-buku itu, bukan berarti aku menyalahkan atau membenci mereka karena telah memoles cara berpikirku hingga seperti sekarang, justru aku sangat berterima kasih kepada mereka yang telah menulis mahakarya-mahakarya yang tidak terkekang zaman.

Tentang genre hidup yang aku pikirkan itu, blak-blakan saja, karena aku memang merasa diriku terlalu sering melamun sambil memikirkan bahkan secara berlebihan tentang kehidupanku ini. Aku tidak percaya pada keberadaan makna, dan keyakinanku akan kebermaknaan dunia cenderung pada nihilisme—meskipun, aku akan selalu terbuka bagi mereka atau individu yang mampu mengembalikan atau setidaknya memberikan padaku suatu makna hidup yang bakal membawaku naik dari jurang ketiadaan. Ketiadaan juga, kini seakan menjadi pusat dari nyaris keseluruhan pemikiranku tentang dunia, tentang kosmos ini. Aku tahu aku belum sepenuhnya mengeksplorasi tentang ketiadaan ini secara mendalam, tetapi entah kenapa dengan meyakini bahwa secara fundamental segalanya berasal dari ketiadaan dan akan kembali menuju ketiadaan serta hanya ketiadaan yang menunggu pasca kematian, memberikan suatu rasa nyaman dan ketenangan alih-alih memercayai bahwa akhirat—surga dan neraka—itu eksis. Selain itu—ini memang salah satu keanehan pemikiranku yang aku sendiri heran terhadapnya—aku cenderung memercayai keberadaan neraka dibandingkan surga. Neraka adalah tempat yang cocok bagi individu-individu sepertiku yang tidak lagi memercayai kehidupan sebagaimana dalam buku-buku suci. Pun, kalaupun surga itu ada, bagi individu sepertiku, tidaklah layak untuk menapaki alam suci nan utopis itu dengan jiwa yang sudah terlampau kotor dan tercemar ini.

Aku tidak tahu apakah hal itu merupakan bentuk pesimisme lain dari diriku, karena sedari beberapa hari yang lalu, aku tidak akan lagi mendeklarasikan diri sebagai individu yang menganut pesimisme. Aku adalah ordinary being yang pada saat yang bersamaan juga merupakan existence of anomaly yang tidak sepantasnya hadir di dunia. Suatu kontradiksi, yang akan selalu ada dan melekat dalam diriku.

Pada akhirnya aku diam saja dan mengiakan ketika Reza dan Farhan bersama dua laki-laki lain mendiskusikan hal-hal acak mengenai kehidupan dan seluk-beluk di baliknya. Terkadang, dengan menyimak momen seperti itu aku dapat merasakan sesuatu, bahwa dunia juga memiliki sisi indah yang mungkin layak dinikmati selagi kita masih hadir di dunia. Walaupun, bukan berarti dengan begitu bisa mengembalikan kepercayaanku akan kesia-siaan dan ketidakbermaknaan dunia serta ketiadaan yang melingkupinya.

Ujung-ujungnya, aku tidak bisa memikirkan genre lain yang cocok bagi kehidupanku selain Psychological dan Slice of Life. Aku tidak dapat membayangkan kehadiran Comedy dan Romance dalam kehidupanku, meski terkadang Drama hadir dan menyelipkan diri di tengah-tengah kedamaian yang ada. Kalaupun ada, mungkin itu adalah Seinen atau Adult, tentu saja dalam konteks yang masih sejalan dengan Psychological.

Ketika aku menanyakan hal yang sama keesokan harinya kepada teman satu mejaku—Mawar—tentang genre hidupnya, ia hanya tersenyum lembut seraya melemparkan ekspresi bingung kepadaku. Jawabannya sederhana:

“Kalau dipikir-pikir lagi, aku sendiri kurang tahu. Kalau kamu bagaimana, Ruz?"

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Sebelumnya Perbedaan
0
0
Apa yang membedakan diriku dengan orang lain?
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan